Anda di halaman 1dari 10

TUBERKULOSIS

A. Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
B. Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan
asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang
sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.

C. Tanda Dan Gejala


Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus.
Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis
dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.
1. Gejala umum (Sistemik)
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat
disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus (Khas)
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan
keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50%
anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan
penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.
D. Pathway
Mycobacterium TBC
Masuk jalan napas
Tinggal di Alveoli
Tanpa infeksi

Inflamasi

disebar oleh limfe

Fibrosis

Timbul jaringan ikat


elastik & tebal

Tanda & gejala :

Kalsifikasi

Batuk
Sputum purulen

Alveolus tidak
Exudasi

kembali saat ekspirasi

Hemoptisis
BB menurun

Nekrosis/perkejuan

Gas tidak dapat


berdifusi dgn baik

Kavitasi kuman
Sesak
Infeksi primer

Sembuh total

Sembuh dgn. Sarang

Komplikasi menyebar
ke seluruh tubuh

Infeksi post primer

Kuman dormant
Muncul bertahun kemudian

Diresorpsi kembali/sembuh

Kavitas meluas

Membentuk jaringan keju

Sarang meluas

Jika dibatukkan

sembuh dgn

membentuk kavitas

jaringan fibrotik

Memadat & membungkus diri

Bersih & menyembuh

Membentuk sarang
Tuberkuloma
E. Patofisiologi
Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan oleh si penderita TBC saat batuk. Bakteri ini masuk kedalam
paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak, bahkan bakteri ini pula dapat
mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga
menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang,
kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.
Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada
paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat
(globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri
TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC
tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada
pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.
Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebalan tubuh
rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang
didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum. Maka
orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut
sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC.
F. Pemeriksaan Penunjang
o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
o Pemeriksaan fisik.

o
o
o
o

Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).


Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
Rontgen dada (thorax photo).
Uji tuberkulin.
Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 72 jam; dengan hasil positif bila

terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin bisa
diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapt BCG, diameter indurasi 15 mm ke
atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif,
diameter indurasi 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat,
pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk,
morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.
Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar nilus, paratrakeal,
dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura, kavitas dan gambaran milier.
Bakteriologis, bahan biakan kuman TB diambil dari bilasan lambung, namun memerlukan
waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa diantaranya dengan cara ELISA (enzyime linked
immunoabserben assay) untuk mendeteksi antibody atau uji peroxidase anti peroxidase
(PAP) untuk menentukan Ig G spesifik. Teknik bromolekuler, merupakan pemeriksaan sensitif
dengan mendeteksi DNA spesifik yang dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum dapat membedakan TB aktif atau
tidak.
Tes tuberkulin positif, mempunyai arti :
1.
2.
3.
4.
5.

Pernah mendapat infeksi basil tuberkulosis yang tidak berkembang menjadi penyakit.
Menderita tuberkulosis yang masih aktif
Menderita TBC yang sudah sembuh
Pernah mendapatkan vaksinasi BCG
Adanya reaksi silang (cross reaction) karena infeksi mikobakterium atipik.

G. Stadium TBC
1. Kelas 0 : Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar,
reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
2. Kelas 1 : Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes
tuberkulosis tidak bermakna)
3. Kelas 2 : Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin
bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun radiografik).
4. Kelas 3 : Tuberkulosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam
biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang
adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih
kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan lain-lain.

H. Komplikasi
o TBC tulang
o Potts disease (rusaknya tulang belakang)
o Destroyed lung (pulmonary destruction)
o Efusi pleura
o TBC milier
o Meningitis TBC
I. Penanganan
1. Promotif : Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC, pemberitahuan baik melalui
spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, dan faktor resiko.
Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2. Preventif : Vaksinasi BCG, menggunakan isoniazid (INH), membersihkan lingkungan dari
tempat yang kotor dan lembab, bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar
dapat diketahui secara dini.
3. Pengobatan
Pengobatan Penyakit TBC Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani
proses yang cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih.
Penyakit TBC dapat disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi
obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang
cukup baik.
Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka
disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan Xray atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-obtan yang umumnya diberikan adalah
Isoniazid dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena
adanya kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan
memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate atau ethambutol
HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal 'Triple Drug'.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas /Istirahat
- Kelemahan umum dan kelelahan
- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga
- Sulit tidur dgn. Demam/keringat malam
- Mimpi buruk
- Takikardia, takipnea/dispnea
- Kelemahan otot, nyeri dan kaku
2. Integritas Ego
- Perasaan tak berdaya/putus asa

- Faktor stres : baru/lama


- Perasaan butuh pertolongan
- Denial
- Cemas, iritable
3. Makanan/Cairan
- Kehilangan napsu makan
- Ketidaksanggupan mencerna
- Kehilangan BB
- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis
4. Nyaman/nyeri
- Nyeri dada saat batuk
- Memegang area yang sakit
- Perilaku distraksi
5. Pernapasan
- Batuk (produktif/non produktif)
- Napas pendek
- Riwayat tuberkulosis
- Peningkatan jumlah pernapasan
- Gerakan pernapasan asimetri
- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan)
- Suara napas : Ronkhi
- Sputum : hijau/purulen, kekuningan, pink
6. Kemanan/Keselamatan
- Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positif.
- Demam pada kondisi akut
7. Interaksi Sosial
- Perasaan terisolasi/ditolak
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum/batuk, dyspnea atau anoreksia.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.
C. Intervensi
1. Dx 1 : Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan nafas efektif.
KH : Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara,
mendemontrasikan batuk efektif, menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi.
Rencana Tindakan :

a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di saluran pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan
melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
f. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
g. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
h. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
i. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain pemberian expectoran, pemberian antibiotik,
konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Dx 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolarkapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
KH : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran
gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
b. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tandatanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paruparu.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul
photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Dx 3 : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum/batuk, dyspnea atau anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
KH : Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori, menu makanan yang
disajikan habis, peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema.
Rencana tindakan :
a. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat
membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
b. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
c. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan
menurunkan kapasitas.
d. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah
makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
e. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa
paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori
adekuat.
f. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan bernutrisi.
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan
metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jaringan hepar.

g. Konsul dengan dokter/ahli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau
makanan per sonde.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah., edisi 8. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Price & Wilson. 2003. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nurarif, A. H., Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis
dan Nanda NIC-NOC. Jakarta : Mediaction Publishing.
Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I, Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa.
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Pontianak, ........................ 2014


Mahasiswa

(..........................................)

Pembimbing

(...................................................)

Anda mungkin juga menyukai