Anda di halaman 1dari 32

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. M

Usia

: 38 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Mawar 4 RT/RW 010/011 No. 29, Jak-Utara

Tanggal masuk

: 27-10-2014

AUTOANAMNESIS
Keluhan Utama

: Demam 7 hari SMRS.

Keluhan Tambahan

: Pusing, sakit kepala, pegal-pegal, nyeri uluhati,


mual.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan demam 7 hari SMRS. Demam yang
dirasakan timbul mendadak setelah minum obat demam turun, kemudian naik
lagi. Pasien juga mengeluhkan pusing & sakit kepala. Pusing dirasakan seperti
terputar-putar. Sakit kepala dirasakan seperti tertusuk-tusuk terutama bagian
depan & belakang. Seluruh tubuh terasa pegal-pegal. 4 hari SMRS pasien
merasakan meriang (keringat dingin). Nyeri uluhati, mual dirasakan juga oleh
pasien. Muntah disangkal. Selama pasien sakit, nafsu makan menurun.
Keluhan BAB & BAK tidak ada. Batuk pilek disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini.
Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-), Typhoid (+), Asma
(-), Malaria (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Diabetes Mellitus (+) Ayah, Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-), Typhoid
(-), Asma (-), Malaria (-).
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat di Rumah Sakit Koja dan diberi obat tetapi pasien
merasa tidak ada perubahan.
Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan
Riwayat Psikososial
Pasien sehari-hari mengajar mengaji didaerah sekitar rumah pasien. Pola
makan pasien tidak teratur, kadang 2 atau 3 kali sehari. Merokok (-), Minum
alkohol (-)
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

: TD : 100/80 mmHg ; Nadi : 78 x/menit


Suhu : 38,20C

Berat Badan

: 56 kg

Tinggi Badan

: 162 cm

; Pernafasan : 18 x/menit

Status Generalis
Kepala

: Normochepal

Rambut

: Lurus hitam tidak rontok

Mata

: Konjungtiva anemis (-)/(-), Sklera ikterik (-)/(-), Cekung


(-)/(-)

Hidung

: Normotia, sekret (-)

Telinga: Normal, serumen (-)/(-)


Mulut

: Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor (-), faring hiperemis


(-), tonsil T1-T1

Leher

: Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar Tiroid (-)

Dada

Inspeksi

: Simetris, retraksi intercostae (-), tidak tampak


adanya bagian dada yang tertinggal saat

inspirasi

Palpasi

: Tidak ada bagian dada yang tertinggal

Perkusi

: Paru kanan sonor menjadi pekak pada ics 9

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), ronkhi (-)/(-), wheezing (-)/(-)

Jantung

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada ics 6

Perkusi

: - Batas kanan jantung

pada linea parasternal

dekstra
- Batas kiri jantung pada linea midclavicula
sinistra
- Batas paru jantung setinggi ICS 4

Auskultasi

: Bunyi Jantung I & II murni, mur-mur (-),gallop (-)

Abdomen

Inspeksi

: Datar, distensi abdomen (-)

Palpasi

: Nyeri tekan abdomen (+), Spleenomegali (-)


hepatomegali (-)

Perkusi

: Timpani di ke empat kuadran abdomen

Auskultasi

: Bising usus (+)

Ekstremitas Atas

Akral

: Hangat

Edema

: (-)
3

IV.

RCT

: < 2 detik

Ekstremitas Bawah

Akral

: Hangat

Edema

: (-)

RCT

: < 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal

& Jenis Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Jam
27

Oktober

Hematologi Rutin

2014
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

12,0
g/dL
4.100
/uL
33,8
%
122.000
/uL
Serologi

Widal
S. Typhosa H
S. Paratyphosa AH
s. Paratyphosa AH
S. Typhosa O
S. Paratyphosa AO
S. Paratyphosa BO

Tanggal
Jam

& Jenis

Hasil

1/80
Neg
Neg
1/80
Neg
1/160

11,3-15,5
4,3-10,4
36-46
150-440

Negatif

Satuan

Nilai Rujukan

Pemeriksaan

28 Okt 2014

Hematologi
Laju

Endap 39

mm/1 jam

0-20

Darah
Hemoglobin
Leukosit
Diffential
Basofil
Eosinofil
Batang
N.Segmen
Limfosit
Monosit
Hematokrit
Trombosit
V.

11,5
15.500

g/dl
/uL

11,3-15,5
4,3-10,4

0
1
1
79
13
6
32,9
137.000

%
%
%
%
%
%
%
/uL

0-0,3
2-4
1-5
51-67
20-30
2-6
36-46
150-440

RESUME
Pasien datang dengan keluhan demam 7 hari SMRS. Demam yang dirasakan
timbul mendadak setelah minum obat demam turun, kemudian naik lagi. Pasien
juga mengeluhkan pusing & sakit kepala. Pusing dirasakan seperti terputar-putar.
Sakit kepala dirasakan seperti tertusuk-tusuk terutama bagian depan & belakang.
Seluruh tubuh terasa pegal-pegal. 4 hari SMRS pasien merasakan meriang
(keringat dingin). Nyeri uluhati, mual

dirasakan juga oleh pasien. Pada

pemeriksaan fisik TD 100/80 mmHg, Nadi 78x/menit, RR 18x/menit, Suhu 38,2


C. Nyeri tekan epigastrium (+). Dan hasil laboratorium Leukosit 4.100/uL,
trombosit 122.000/uL.

VI.

VII.

DAFTAR MASALAH
-

Suspek Demam Dengue

Chikungunya

Varicella

ASSESMENT
Berdasarkan anamnesis yang didapat adalah demam sejak 7 hari SMRS.
Demam bersifat mendadak. Pasien juga merasakan pusing & sakit kepala.
Pusing dirasakan seperti berputar-putar. Seluruh tubuh terasa pegal-pegal. $
5

hari SMRS pasien merasakan keringat dingin. Nyeri ulu hati. Mual (+).
Pemeriksaan fisik TD = 100/80 mmHg, nadi = 78x/menit, RR= 18x/menit,
suhu = 38,2 C. Nyeri tekan epigastrium (+). Dan hasil laboratorium leukosit
4.100/uL dan trombosit 122.000/uL. Sehingga assessment ialah Dengue
Haemorrhagic Fever dan penatalaksaannya adalah cek darah lengkap per 8
jam, cairan RL 22 tpm, Paracetamol 3 x 500mg, Ranitidin 2 x 50 mg (IV).
VIII.

FOLLOW UP
28 Oktober 2014
S : Pasien masih merasa demam, pusing, nyeri ulu hati, mual (-)
O : TD = 110/80mmHg
N = 82x/menit
R = 18x/menit
S = 37,9 C
Nyeri tekan epigastrium (+)
A : Suspek Demam Dengue
P : Cek darah lengkap per 8 jam
Cairan RL 22 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg
Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
29 Oktober 2014
S : Demam (-), masih terasa pusing, nyeri ulu hati (+), mual (-)
O : TD = 120/70 mmHg
N = 78 x/menit
R = 22x/menit
S = 36,9 C
Nyeri tekan epigastrium (+)
A : Suspek Demam Dengue
P : Cairan RL 22 tpm

Paracetamol 3 x 500 mg
Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
30 Oktober 2014
S : Demam (-), masih terasa pusing, nyeri ulu hati (-), mual (-)
O : TD = 120/80 mmHg
N = 82 x/menit
R = 18x/menit
S = 36,5 C
Nyeri tekan epigastrium (-)
A : Suspek Demam Dengue
P : Cairan RL 22 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg
Ranitidin 2 x 20 mg
Rencana pulang

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit

demam

akut

disertai

manifestasi

perdarahan,

trombositopenia,

dan

hemokonsentrasi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di

seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di
atas permukaan air laut.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih
menimbulkan masalah kesehatan di negara sedang berkembang, khususnya Indonesia.
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan dari berbagai negara bervariasi dan
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi
meteorologist.
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,
akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1970. Sejak itu penyakit tersebut
menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia
kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit ini. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah
kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah
yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19
per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun
2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman
baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya
vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang
bersirkulasi sepanjang tahun.
Berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan vektor telah dilakukan
Departemen Kesehatan, namun berbagai hal menjadi kendala diantaranya adalah :
kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk antar wilayah, tingkat kepadatan nyamuk
Aedes aegypti yang masih tinggi, belum optimalnya upaya pemberantasan sarang nyamuk
dan tingkat kesadaran masyrakat yang masih rendah.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus.
Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat
asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien

DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa
bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain
seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan
penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan
pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang
(laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorragic Fever (DHF) ialah penyakit
demam akut disertai manifestasi perdarahan, trombositopenia, dan hemokonsentrasi

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus.

ETIOLOGI
Virus Dengue
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN-1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4. Virus tersebut termasuk dalam genus flavivirus (grup Arbovirus B),
famili Flaviviridae, berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi
oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 C.
Di Indonesia virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 telah diisolasi dari darah
penderita. Dari hasil surveilans virologis pada DBD di Jakarta, Jogjakarta dan
Surabaya pada tahun 1995-1996, virus dengue tipe 3 berhasil diisolasi (48,6%),
disusul oleh berturut-turut virus dengue tipe 2 (28,6%), virus dengue tipe 1 (20%) dan
virus dengue tipe 4 (2,9%).
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe
lain.Viremia berakhir 4-5 hari setelah timbulnya panas.
Vektor DBD
Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes sebagai vektor utama dengue yaitu :
1. Aedes aegypti

Paling sering ditemukan

Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang
biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat
penampungan air disekitar rumah.

Nyamuk bewarna hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian


badannya terutama pada kakinya.

Biasanya nyamuk dewasa betina menisap darah pada pagi hari (8.00 10.00)
dan sore hari (15.00-17.00).

Jarak terbang 100 meter

10

1. Aedes albopictus

Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya disekitar rumah atau pohonpohon, dimana tertampung air hujan yang besih yaitu pohon pisang, pandan,
kaleng bekas, dll.

Menggigit pada waktu siang hari

Jarak terbang 50 meter

EPIDEMIOLOGI
Epidemi dengue dilaporkan pertama kali di Batavia oleh David Bylon pada tahun
1779. Penyakit ini disebut penyakit demam 5 hari yang dikenal dengan knee trouble
atau knokkel koortz. Wabah demam dengue terjadi pada tahun 1871-1873 di Zanzibar
kemudian di pantai Arab dan terus menyebar ke Samudera Hindia.
Quintoss dkk, pada tahun 1953 melaporkan kasus DBD di Manila pada anakanak, kemudian disusul negara-negara lain seperti Thailand dan Vietnam. Pada
dekade enam puluhan penyakit ini mulai menyebar ke negara-negara Asia Tenggara,
antara lain: Singapura, Malaysia, Srilanka dan Indonesia. Penyakit DBD hingga saat
ini terus menyebar luas di negara-negara tropis dan subtropics.
Sekitar 2,5 milyar orang (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk terinfeksi
virus dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan
demam dengue atau demam berdarah dengue, lebih kurang 500.000 kasus setiap
tahun dirawat di rumah sakit dengan ribuan orang diantaranya meninggal dunia.
Letusan/wabah penyakit ini mempunyai dampak kerugian bidang sosial ekonomi
sebagai dampak dari berkurangnya devisa dari sektor pariwisata.
Di Indonesia kasus demam berdarah pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya
dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang pada tahun 1968. Tahun-tahun
selanjutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cenderung
meningkat. Demikian juga wilayah yang terjangkit bertambah luas.
Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan
jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (8695%). Namun, pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita yang digolongkan
usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak anak berumur
11

5-11 tahun. Proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun sejak tahun 1984
meningkat.
Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita DBD tetapi
penyebab kematian lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, tetapi secara garis
besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan September
sampai Februari yang mencapai puncaknya di bulan Januari. Di daerah urban
berpenduduk padat puncak penderita ialah bulan Juni/Juli bertepatan dengan awal
musim kemarau.
Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/ kematian oleh suatu penyakit menular tertentu yang bermakna secara
epidemiologis, pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Khusus pada DBD,
kriteria KLB-DBD bila terjadi peningkatan dua kali atau lebih jumlah kasus DBD
dalam suatu wilayah, dalam kurun waktu 1 minggu/1 bulan yang sama pada tahun
yang lalu.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19
per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun
2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Penyebaran DBD di beberapa propinsi di Indonesia dengan jumlah sebagai
berikut :

Tahun 1996 : Jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian sebanyak
1.234 orang

Tahun 1998 : Jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak
1.414 orang ( terjadi ledakan)

Tahun 1999 : Jumlah kasus 21.134 orang

Tahun 2000 : Jumlah kasus 33.443 orang

Tahun 2001 : Jumlah kasus 45.904 orang

Tahun 2002 : Jumlah kasus 40.377 orang

Tahun 2003 : Jumlah kasus 50.131 orang

12

Tahun 2004 : sampai tanggal 5 maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai
26.015 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.

PATOGENESIS
Patogensis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang uat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :

Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam


proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat rreplikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antybody dependent enhancement (ADE)

Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam


respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin sedangkan
TH2 memproduksi IL-4 , IL-5, IL-6, dan IL-10

Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis ini menyebabkan


peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan


terbentuknya C3a dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection


yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue
dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

13

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti
lain; mengatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi
di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi Thelper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma.
Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator
inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine
yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus antibody
yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

Supresi sumsum tulang

Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang


pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan
supresi megakariosit.

14

Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru


menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama
proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
merupakan petanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif
pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulopati pada demam
berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur
intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak
(kalikrein CI-inhibitor complex)

Infeksi Virus Dengue

15

Tombositopeni
Demam
Anoreksia
Muntah

Hepatomegali
Manifestasi
Perdarahan

Dehidrasi

komplek AgAb
komplemen

permeabilitas
vaskular naik

kebocoran plasma :
Hemokonsentrasi
Hipoproteinemia
Efusi plura
Asites

II

Demam dengue

Derajat
Hipovolemia

DIC

syok

Perdarahan saluran
cerna

III

Anoksia

asidosis

IV

meninggal
Demam Berdarah Dengue derajat I-II-III-IV
Patofisiologi infeksi dengue

GAMBARAN KLINIS
Infeksi virus dengue memperlihatkan gambaran klinis yang bervariasi, dari derajat
ringan sampai berat. Infeksi dengue yang paling ringan dapat tidak menimbulkan

16

gejala (silent dengue infection), atau demam tanpa penyebab yang jelas
(undifferentiated febrile illness), diikuti oleh demam dengue (DD), dan demam
berdarah dengue (DBD). Manifestasi klinis DBD dapat berupa demam akut,
perdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa
inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada pasien DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5 berupa
petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya
membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada
pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin,
sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki,
serta dijumpai penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu
demam atau saat demam turun antara hari ke 3 dan hari ke 7 penyakit.
Demam Dengue (DD). Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

Nyeri kepala

Nyeri retro-orbital

Myalgia/arthralgia

Ruam kulit

Manifestasi perdarahan (petekie atau ujia bending positif)

Leukopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Kriteria klinis DBD menurut WHO (1997) :


1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :

uji torniquet positif

petekie, ekimosis, atau purpura

perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain

17

hematemesis atau melena

3. Trombositopenia ( 100.000/mm)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage oleh karena peningkatan
permeabilitas kapiler berikut :

Hematokrit meningkat 20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis


kelamin, dan populasi yang sama

Hematokrit turun hingga 20% dari hematokrit awal, setelah pemberian


cairan

Terdapat efusi pleura, asites, dan hipoproteinemia

Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


DD

: Demam disertai 2 atau lebih dari tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital,
myalgia, arthralgia. Leukopenia. Trombositopenia tidak ditemukan bukti
kebocoran plasma. Serologis Dengue positif

DBD I

: Gejala diatas ditambah uji bending positif. Trombositopenia <100.000/uL


bukti ada kebocoran plasma.

DBD II

Gejala

diatas

ditambah

perdarahan

spontan.

Trombositopenia

<100.000/uL bukti ada kebocoran plasma.


DBD III

: gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta
gelisah). Trombositopenia <100.000/uL bukti ada kebocoran plasma.

DBD IV

: syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur.
Trombositopenia <100.000/uL bukti ada kebocoran plasma.

Infeksi virus dengue

18

Asimtomatik

Simtomatik

Demam yang tak


jelas penyebabnya
(sindrom virus)

Demam dengue

Tanpa
perdarahan

Demam berdarah
dengue
(kebocoran plasma)

Dengan
perdarahan
DBD tanpa
Syok

Demam dengue

DBD dengan
syok(DSS)

Demam berdarah dengue


Manifestasi infeksi virus dengue

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma

19

biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.

Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan


hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer atau


FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.

Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT dapat meningkat.

Ureum, kreatinin; bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) ; bila akan diberikan
transfuse darah atau komplemen darah.

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.


IgM : terdeteksi mulai dari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

NS 1 : Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4% dengan
spesifitas 100% sama tingginya dengan spesifitas gold standard kultur virus.
Hasil negative antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

Serologi

20

Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi
fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau
lebih). Ada 6 pemeriksaan serologi yang dianggap sebagai dasar yaitu :

Uji HI ( hemagglutination Inhibition Test = HI test)


Uji ini merupakan uji yang paling sering dipakai secara rutin dan dipakai
sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Antibodi HI akan lama berada
di dalam darah (>48 tahun), maka uji ini dipergunakan pada studi
epidemiologi.
Antibodi HI biasanya akan timbul pada kadar yang dapat terdeteksi yaitu
titer 10 pada hari ke 5/6 dari perjalanan penyakit, sedang antibodi konvalesen
biasanya akan mencapai titer 640 atau dibawahnya pada infeksi primer. Pada
infeksi sekunder atau tertier akan terjadi reaksi anamnestik yang cepat dan
titer antibodi konvalesen akan naik tinggi pada hari pertama dari jalannya
penyakit mencapai 5210 sampai 10240 atau bahkan lebih. Adanya titer yang
tinggi, 1280 atau lebih pada spesimen akut, menunjukkan adanya dugaan
infeksi baru (recent infection) dan dianggap sebagai diduga keras infeksi
dengue baru. Titer HI yang tinggi biasanya berlangsung selama 2-3 bulan
pada beberapa pasien, tetapi secara umum titer HI akan mulai menurun pada
hari ke 30-40.
Keuntungan : sederhana, mudah, murah, sensitif ,dan ideal untuk
seroepidemiologi
Kerugian

: memerlukan spesimen akut dan konvalesen sehingga


menunggu waktu yang lama, tidak spesifik dalam
menentukan serotipe virus.

Interprestasi Uji Inhibisi Hemaglutinasi


Respon

Interval

Titer

antibodi

S1-S2*

konvalesen

- Naik 4 X lipat

hari ke 7

1:1280

Interprestasi
Infeksi flavivirus akut,
primer

21

- Naik 4 X lipat

Sembarang

1:2560

spesimen
- Naik 4 X lipat

< hari 7

Infeksi flavivirus akut,


sekunder

1:1280

Infeksi flavivirus akut,


baik primer atau sekunder

- Tidak ada

Sembarang

>1:2560

Infeksi flavivirus
terakhir, perubahan
spesimen sekunder

- Tidak ada

hari ke 7

1:1280

Bukan dengue

< hari ke 7

1:1280

Tak dapat

perubahan
- Tidak ada
perubahan
- Tak ada
perubahan

diinterprestasikan
Spesimen
tunggal

*S1 = Serum akut

1:1280

Tak dapat
diinterprestasikan

S2 = Serum konvalesen

Uji Pengikatan Komplemen (Complement Fixation test = CF test)


Uji ini jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin.. Antibodi
Pengikat Komplemen (CF antibodi) biasanya timbul setelah antibodi HI
timbul dan sifatnya lebih spesifik pada infeksi primer dan biasanya cepat
menghilang dari darah (2-3 tahun).
Keuntungan : lebih spesifik dan dapat memastikan infeksi dengue pada
pasien dengan spesimen yang diambil pada akhir infeksi.
Kerugian

: paling kurang sensitif, cara pemeriksaan agak rumit


prosedurnya dan memerlukan tenaga pemeriksa yang
berpengalaman.

Uji Neutralisasi (Neutralization test = NT)


Uji ini memakai cara yang disebut plaque reduction neutralization test
(PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Umumnya
antibodi netralisasi timbul bersamaan atau sedikit lebih lambat dari antibodi

22

HI tetapi lebih cepat dari timbulnya antibodi pengikatan komplemen.


Antibodi netralisasi juga akan bertahan lama di dalam darah (>48 tahun).
Keuntungan : uji paling sensitif dan spesifik dibanding uji serologi lain.
Kerugian

: mahal, cara pemeriksaan rumit dan memerlukan waktu yang


lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

Uji IgG Elisa


Uji ini sebanding dengan uji HI namun sedikit lebih sensitif.
Keuntungan : sederhana, mudah dilakukan dan sangat mudah untuk
memeriksa sampel dalam jumlah banyak
Kerugian

: sangat tidak spesifik, banyak reaksi silang dengan flavivirus


yang lain, tidak dapat menentukan serotipe

Uji ELISA (IgM captured ELISA = Mac.ELISA)


Uji berdasarkan atas adanya antibodi IgM pada serum penderita yang
ditangkap oleh goat anti human IgM pada suatu permukaan kasar. Antibodi
anti-dengue IgM akan timbul lebih dulu daripada antibodi anti-dengue IgG,
dan biasanya sudah terdeteksi pada hari ke 5. Pada infeksi primer, titer IgM
dapat juga lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada beberapa
infeksi primer IgM dapat bertahan didalam darah sampai 90 hari setelah
infeksi, tetapi biasanya IgM sudah menurun dan hilang pada hari ke 60.
Keuntungan : sederhana, tidak memerlukan alat canggih, kurang sensitif
dibanding HI tetapi hanya menggunakan spesimen akut saja.
Kerugian

: waktu pengambilan spesimen harus tepat, tidak selalu dapat


menentukan secara pasti adanya infeksi baru.

Interprestasi Uji MAC-ELISA


IgM
- Fraksi

Interval

Rasio IgM

Spesimen I-II

terhadap IgG

2-14 hari

tinggi

Interprestasi
Infeksi flavivirus

akut,

23

Molar meningkat

primer
rendah

Infeksi flavivirus akut,


sekunder

- Fraksi molar

2-14 hari

tinggi

Infeksi flavivirus baru,

meningkat, tetap

primer

atau menurun

rendah

Infeksi flavivirus baru,


sekunder

- Meningkat

spesimen tunggal

tinggi

Infeksi flavivirus baru,


primer

rendah

Infeksi flavivirus baru,


kemungkinan sekunder

Uji cepat dalam bentuk kit


Saat ini beredar uji cepat dalam bentuk kit untuk mendeteksi antibodi
IgM/IgG. Contoh : Dengue rapid dari Panbio, Australia.
Keuntungan : sangat sederhana, tidak membutuhkan peralatan dan
keahlian, serta dapat dibaca dalam beberapa menit.
Kerugian

: ketelitian uji ini masih belum banyak diketahui dan perlu


standarisasi.

Imunokromatografi cepat/panBio
IgM

IgG

Interprestasi

Infeksi primer

Infeksi sekunder

Kemungkinan DBD atau infeksi


sekunder

5. Isolasi virus
Bahan pemeriksaan adalah spesimen darah/serum, plasma atau cairan buffy coat,
dari fase akut jaringan-jaringan baik dari pasien hidup (melalui biopsi), maupun

24

fase akut jaringan autopsi dari kasus yang meninggal terutama dari hati, limpa,
timus, dan nyamuk yang dikumpulkan di alam.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral decubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul
gejala prodromal yang tidak khas seperti ; nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan
perasaan lelah.
DIAGNOSIS BANDING
1. Adanya demam pada awal penyakit dapat dibandingkan dengan infeksi bakteri
maupun virus, seperti demam tifoid, malaria dan sebagainya. Pemeriksaan LED
dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Adanya
trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara
DBD dengan penyakit lain.
2. Adanya ruam yang akut seperti pada morbili perlu dibedakan dengan DBD
3. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan hepatitis akut dan leptospirosis
4. Idiophatic thrombpcytopenic purpurae (ITP)
Pada ITP sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan
demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari pertama, diagnosis ITP
sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD
jumlah trombosit lebih cepat kembali normal dari ITP.
5. Leukemia atau anemia
Pada Leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan tampak
sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
diagnosis leukemia.

25

Pada anemia aplastik tampak sangat anemik, demam timbul karena infeksi
sekunder.

Pada

pemeriksaan

darah

ditemukan

pansitopenia

(leukosit,

hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat,


pemeriksaan foto toraks dan/ atau kadar protein dapat membantu menegakkan
diagnosis, pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda
rembesan plasma.
6. Demam chikugunya (DC)
Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya
mirip influenza. DC mempunyai serangan demam mendadak, masa demam
lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi konjuntiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji torniquet
positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak
ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
7. Korean haemorragic fever
Korean haemorragic fever adalah salah satu tipe berat dari Haemorragic fever
with renal syndrome (HFRS). HFRS disebabkan oleh adanya kontak sekresi
tikus (Apedomus agrarius) yang terinfeksi virus yang termasuk dalam genus
Hantavirus dari famili Bunyaviridae. Gejala khas HFRS adalah demam, gagal
ginjal dan perdarahan. Gejala lainnya yaitu lemas, sakit kepala, menggigil, nyeri
otot, nyeri punggung, nyeri perut, mual dan muntah.
KOMPLIKASI

Ensefalopati dengue
Pada

umumnya

ensefalopati

terjadi

sebagai

komplikasi

syok

yang

berkepanjangan karena perdarahan, tetapi dapat pula terjadi pada DBD tanpa
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan,

dapat

menjadi

penyebab

terjadinya

ensefalopati.

Melihat

ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan


oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien
menurun menjadi apati dan somnolen, dapat disertai atau tanpa kejang. Pada

26

pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan kadar transaminase


(SGOT/SGPT), PT dan APTT memanjang, kadar gula darah turun, alkalosis
pada analisa gas darah, dan hiponatremia (bila mungkin periksa amoniak darah)
Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Pada keadaan syok
berat sering dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi perembesan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan.
Penatalaksanaan DBD tanpa penyulit adalah :
A. Nonfarmakologis
1. Tirah baring
2. Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter/24 jam
(susu, air dengan gula, sirop) atau air tawar ditambah garam.
B. Farmakologis
1. Medikamantosa yang bersifat simtomatis
Obat antipiretik atau kompres di kepala, ketiak, dan inguinal dapat
diberikan bila diperlukan. Untuk menurunkan suhu < 39C, dianjurkan
pemberian antipiretik golongan asetaminofen, eukinin, atau dipiron.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat
menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis.
2. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder
3. Cairan intravena (rekomendasi WHO) :
a. Kristaloid
Kristaloid diberikan 500 cc (1 kolf) tiap 4-6 jam. Jenis kristaloid :

27

Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer


laktat (D5/RL)

Larutan ringer asetat ( RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer


asetat (D5/RA)

Larutan NaCl 0,9 % (Garam Faali= GF) atau dekstrosa 5 % dalam


larutan Faali (D5/GF)

b. Koloid
Koloid diberikan pada DBD derajat III dan IV bila diperlukan. Dosis
10-20ml/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Jenis
koloid :
-

Dekstran 40

Plasma

Indikasi tranfusi darah dilakukan pada :

Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena)

28

Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar


Hb dan Ht

Indikasi transfusi trombosit :

Perdarahan dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai DIC.

Perdarahan dengan jumlah trombosit <50.000/mm3 tanpa disertai DIC.

Tanpa adanya perdarahan, profilaksis transfusi trombosit diindikasikan jika


jumlah trombosit 10.000 20.000/mm3 (10-20ml/kg dari trombosit atau
0,4u/m2).

Indikasi rawat pasien DBD :

Adanya tanda-tanda syok

Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi

Perdarahan

Hitung trombosit dengan 100.000/mm3 dan atau peningkatan Ht 10-20%

Perburukan ketika penurunan suhu

Nyeri abdominal akut hebat

Tempat tinggal yang jauh dari Rumah Sakit pada fase kritis (berlangsung 2448 jam) sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5 perjalanan penyakit.
Umumnya fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena
anoreksia atau muntah

Pasien DBD perlu diobservasi terhadap penemuan dini tanda renjatan :

Keadaan umum memburuk

Hati makin membesar

Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia

Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala

Pada pasien dengan renjatan dilakukan :

29

1. Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan


diatasi.
2. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan tiap jam,
serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan
diguyur, seperti NaCl, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 jam setelah
renjatan teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma
ekspander atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15-29 ml/kgBB dan
dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada pemeriksaan
didapatkan penurunan Hb dan Ht maka diberikan tranfusi darah. Terapi oksigen 2
liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
Kriteria untuk memulangkan pasien :

Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi


antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok

Tidak ada distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asites)

Jumlah trombosit 50.000/mm

PROGNOSIS
Mortalitas pada penyakit DBD cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan
penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-anak.
PENCEGAHAN
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat menangkal virus dengue
dengan berbagai serotipe. Satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian

30

dengue adalah dengan memerangi nyamuk Aedes aegypti yang berperan sebagai
vektor penularan virus dengue. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Pencegahan dapat dilakukan dengan langkah 3 M
yaitu:

Menguras bak air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak


nyamuk

Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air

2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ ikan cupang), dan bakteri ( Bt.H-14)
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan :
Pengasapan/ fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti: gentong air, vas bunga kolam dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut 3 M Plus, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent,

31

memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain sesuai kondisi
setempat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiyohadi, Bambang. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. 2009. Jakarta :


Interna Publishing.
2. Gubler DJ. Kuno G. Dengue and Dengue Haemorrhagic. New York : CAB
International 1997.
3. Nimmannitya S. Dengue and Dengue Haemorrhagic. In : Cook GC. Mansons
Tropical Diseases. London : WB Saunders Co. 1996
4. Guyton, Arthur C. dan Hall John E. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam :
Setiawan Irawati (Editor Edisi Bahasa Indonesia). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997.
5. Lumbantobing S. M, Pemeriksaan fisik dan Mental. Jakarta: Fakultas
kedokteran Univeritas Indonesia, 1998.

32

Anda mungkin juga menyukai