massa, limfadenopati?
8. Adakah hepatomegaly, splenomegaly, atau massa abdomen?
9. Apakah hasil pemeriksaan rektal normal? Adakah dasar samar pada feses?
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostic pokok dalam diagnosis
anemia. Pemeriksaan terdiri dari: (1) Pemeriksaan penyaring; (2) Pemeriksaan darah
seri anemia; (3) Pemeriksaan sum-sum tulang; (4) Pemeriksaan khusus.4
2
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar
hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya
anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan
diagnosis lebih lanjut.
Pemeriksaan Darah Seri Anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit
dan laju endap darah.
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
keadaan system hematopoiesis. Pemeriksaan ini dapat dijadikan diagnosis definitive
pada beberapa jenis anemia.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada:
Anemia defisiensi besi (besi serum, TIBC, saturasi transferin, ferritin serum); anemia
megaloblastik (folat serum, B12, Schilling); hemolitik (bilirubin serum, Coomb,
elektroforesis Hb); anemia aplastic (biopsy sumsum tulang).Kelainan morfologi
eritrosit pada penderita thalassemia-o homozigot yang tidak ditransfusi adalah
ekstrem. Di samping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit
yang terfragmentasi, aneh (bizzare) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang
berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. 5
Diagnosis Kerja
Thalassemia- o Homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetic yang mendasari meliputi delesi total atau
parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari
berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau
lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional adalah
penurunan atau supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang
berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotipe thalassemia; banyak di antara
mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin
yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada
bentuk thalassemia-a yang berat, terbentuk hemoglobin homotetramer abnormal ( 4
atau 4), tetapi komponen polipetida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya,
sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hematologi mirip-thalassemia.
Untuk menandai ekspresi berbagai gen thalassemia, penunjukan tanda huruf di atas
(superscript) digunakan untuk membedakan thalassemia yang menghasilkan rantai
globin yang dapat diperlihatkan, meskipun pada tingkat yang menurun (misalnya,
thalassemia +), dari bentuk di mana sintesis rantai globin yang terkena tertekan
secara total (misalnya, thalassemia-o). 5
Diagnosis Banding
Sindrom Thalassemia- Lainnya
Ekspresi gen homozigot thalassemia (+) menghasilkan sindrom mirip-anemia Cooley
yang
kurang
berat
(thalassemia
intermedia).
Deformitas
skelet
dan
Proses hemolitik sembuk sendiri (self limited), tetapi transfusi suportif mungkin
diperlukan. 5
Thalassemia-
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin- banyak
ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi
gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-
pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia- yang berbeda telah diketahui
sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, atau semua empat gen ini.
Delesi gen globin- tunggal menghasilkan pengidap tenang fenotipe thalassemia-
(silent carierr). Biasanya tidak ada abnormalitas hematologi yang nyata, kecuali
mikrositosis ringan. Kira-kira 25% orang Amerika-Afrika mempunyai bentuk
thalassemia- ini.
Individu yang kekurangan dua gen globin- memperlihatkan gambaran pengemban
bakat thalassemia-, dengan anemia mikrositik ringan. Pada bayi baru lahir yang
terkena, sejumlah kecil Hb Barts (4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat
umur satu bulan, Hb Bartas tidak lagi terlihat dan kadar Hb A2 dan Hb F secara khas
normal. Namun inklusi Hb yang terpresipitasi mungkin tampak pada apus eritrosit
dengan pengecatan supravital.
Delesi tiga dari empat gen globin- terkait dengan sindrom mirip-thalassemia
intermedia, penyakit Hb H. Anemia mikrositik pada keadaan ini disertai dengan
morfologi eritrosit yang abnormal, dengan inklusi nyata intaseluler tampak dalam
eritrosit setelah pengecatan supravital. Hb H ( 4) sangat tidak stabil; Hb H dengan
mudah diidentifikasi elektriforesis, tetapi, jika tidak diambil perhatian khusus untuk
mencegah presipitasi selama pengerjaan sampel, mungkin ia tidak dapat dideteksi.4
Bentuk thalassemia- yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-,
disertai dengan tidak adanya sintesis rantai- sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb
A2 semuanya mengandung rantai , maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb
Barts (4) merupakan sebagian bear daru Hb pada bayi yang menderita, dan karena 4
mempunyai afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi ini mengalami hipoksia
berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb
Portland), yang berfungsi sebagai pengangkit oksigen. Kebanyakan dari bayi-bayi ini
6
lahir mati dan kebanyakan daru bayi yang lahir hidup meninggal dalam waktu
beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema
anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga
tergantung-transfusi. 5
Tipe-tipe gen thalassemia bervariasi antar populasi, dan perbedaan ini menetukan
sindrom thalassemia yang predominan pada kelompok populasi tertentu. Pada orang
Amerika-Afrika gen thalassemia adalah lazim, dengan hamper semua individu yang
terkena mempunyai susunan delesi yang menghasilkan kromosom lokus tunggal.
Karena itu pada populasi ini, thalassemia yang terjadi terutama sebagai fenotipe
pengemban tenang (silent carrier) atau sebagai ciri thalassemia . Kromosom dengan
delesi kedua lokus-a alah lazim pada populasi Mediterania dan Asia, dan karena itu
penyakit hb H terdapat pada kedua kelompok dengan frekuensi yang berarti. Defek
delesi dua lokus pada orang Asia sering disertai dengan retensi gen globin-
sedangkan pada orang Mediterania biasanya tidak. Karena itu, tipe defek yang
terakhir ini tidak dapat mendukung sintesis Hb Portland yang tampanya penting untuk
ketahanan hidup intrauterine janin dengan bentuk hidrop fetalis thalassemia . Karena
itu, bentuk hidrop fetalus hamper selalu terlihat pada bayi-bayi keturunan Asia.
Sindrom thalassemia akuisita, yang mungkin terkait dengan delesi besar yang
menyangkut gen globin , meliputi penyakit Hb H yang disertai dengan retardasi
mendal, mikrosefali, dan hipogonadisme. Sejumlah Hb abnormal dapat juga
menghasilkan perubahan mirip-thalassemia-. Varian rantai- Hb Constant Spring
umumnya terjadi pada populasi Timur Jauh dan sering terlihat pada penderita dengan
penyakit Hb H, yang mempunyai genotype. Gen untuk Hb G Philladelphia, yang
merupakan abnormalitas rantai- paling lazim pada orang Amerika-Afrika, biasanya
terjadi pada kromosom lokus-tunggal. Karena itu individu yang mengekspreiskan Hb
abnormal ini juga menunjukan perubahan hematologi mirip-thalassemia-.4
Penamaan Klinis
Nomenklatur
A.
-Thalassemia
Genotip
I. Thalassemia mayor
o/o
+/+
II. Thalassemia
intermedia
o/
+/+
Penyakit
Berat membutuhkan
transfuse darah secara
teratur
Berat, tetapi tidak
membutuhkan transfuse
darah teratur
Genetika
Molekuler
1. Jarang delesi
gen pada o/o
2. Defek pada
transkripsi,
pemrosesan,
/
+/
Asimtomatik, dengan
anemia ringan atau tanpa
anemia; tampak kelainan
eritrosit
I. Silent carrier
-/
-/
(Asian);
-/-
(African)
atau translasi
mRNA -
-Thalassemia
Terutama
delesi gen
III. Penyakit Hb H
-/-
dilengkapi dengan besi. Manifestasi klinik pada kasus ini terutama pucat. Ini
merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Sklera berwarna biru juga sering
meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal. Pada defisensi ringan sampai sedang
(Hb 6-10 g/dL) mekanisme kompensasi, seperti kenaikan 2,3-difosfogliserat (2,3DPG) dan pergeseran kurva disosiasioksigen, mungkin demikian efektif sehingga
sedikit saja keluhan anemua timbul, meskipun mungkin ada kenaikan iritabilitas.
Pagofagia, yaitu keinginan untuk makan bahan yang tidak biasa seperti es atau tanah,
mungkin ada. Bila Hb menurun di bawah 5 g/dL, iritabilitas dan anoreksia mencolok.
Takikardia dan dilatadi jantung terjadi, dan bising sistolik sering ada. Limpa teraba
membesar pada 10-15% penderita. Pada kasus menahun, dapat terjadi pelebaran
diploe tulang tengkorak yang mirip dengan yang terlihat pada anemia hemolitik
kongenital. Perubahan ini membaik dengan perlahan-lahan bersama terapi substitusi.
Anak dengan defisiensi besi mungkin gemuk atau kurang berat, dengan tanda lain
kurang gizi. Temuan laboratorium dapat tampak pada defisiensi besi yang progresif
karena terjadi serangkaian kejadian biokimiawi dan hematologi. Cadangan besi
jaringan yang ditunjukkan oleh hemosiderin sum-sum tulang menghilang. Kadar
ferritin dengan nilai normal berhantung kepada umur dan penurunan kadar ferritin ini
menyertai defisiensi besi. Ada penurunan besi serum (juga tergantung umur),
kapasitas ikat besi meningkat dan persentasi saturasi menurun di bawah norma. Bila
ketersediaan besi menjadi pembatas kecepatan sintesis Hb, maka terjadilah akumulasi
sedang precursor heme, yaitu eritrosit bebas protoporfirin (free erythrocyte
protoporphyrin/FEP). Bila defisiensi semakin berat, eritrosit menjadi lebih kecil
daripada normal dan kadar Hb-nya menurun. Perubahan morfologi eritrosit paling
baik dinyatakan secara kuantitatif dengan menentukan hemoglobin korpuskular ratrata (mean corpuscular hemoglobin/MCH) dan volume korpuskular rata-rata (mean
corpuscular volume/MCV).6
Perubahan perkembangan dalam MCV memerlukan penggunaan standar terkait umur
untuk diagnosis mikrositosis. Dengan meningkatnya defisiensi, eritrosit menjadi
berubah dan berbentuk tidak normal dan menunjukkan sifat mikrositosis, hipokrimia,
poikilositosis, dan kenaikan lebar distribusi eritrosit (red cell sitribution width/RDW).
Persentase retikulosit mungkin normal atau meningkat sedang, tetapi nilai retikulosit
mungkin normal atau meningkat sedang, tetapi nilai retikulosit absolut menunjukkan
suatu respons insufisien terhadap anemia. Eritrosit berinti mungkin tampak di darah
tepi. Jumlah sel darah putih normal. Trombositosis mungkin ada, kadang-kadang
mencolok
(600.000-1.000.000.000/mm3)
pada
beberapa
kasus.
Mekanisme
abnormalitas trombosit ini tidak jelas. Mungkin muncul sebagai akibat langsung dari
defisiensi besi, mungkin berkaitan dengan kehilangan darah gastrointestinal atau
dengan defisiensi folat, dan kembali normal dengan terapi besi dan perubahan diet.
Sum-sum tulang hiperselular, terkait hiperplasi eritroid. Normoblas mungkin
mempunyai sitoplasma sedikit dan terfragmentasi dengan hemoglobinisasi yang
kurang. Leukosit dan mega kariosit normal. Hemosiderin tidak dapat ditunjukkan
pada cuplikan sum-sum tulang dangen pengecatan biru Prussian. Pada sepertiga kasus
darah samar dapat dideteksi pada tinja.6
Anemia karena Gangguan Kronis
Anemia merupakan komplikasi sejumlah penyakit sistemik kronis yang berhubungan
dengan infeksi, inflamasi, atau kerusakan jaringan. Contoh dari keadaan ini adalah
infeksi piogeik kronis, seperti bronkiektasis dan osteomyelitis; proses peradangan
kronis seperti, artritis rheumatoid, lupus eritematosis simstemik (SLE), dan colitis
ulserosa; keganasan; dan penyakit ginjal lanjut. Meskipun gejala dan tanda penting
adalah dari penyakit yang mendasari, kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh anemia
ringan sampai sedang yang timbul. Temuan laboratorium yang dapat ditemuakan yaitu
kadar Hb berkisar biasanya dari 6-9 g/dL. Anemia biasanya normokromik normositik;
pada kira-kira sepertiga penderita hipokromia dan mikrositosis ringan dapat terjadi.
Angka retikulosit absolut normal atau rendah, dan leukositosis sering ada. Kadar
protoporfirin eritrosit bebas (FEP) sering meningkat dan memberi petunjuk yang
sensitive gangguan metabolism besi. Tanda-tanda itu kembali normal setelah terapi
penyakit primer yang berhsil. Kadar besi serum rendah tanpa kenaikan kapasitas ikat
besi seperti yang terdapat pada defisiensi besi.6
Pola kadar besi serum yang rendah ini merupakan gambaran diagnosis yang biasa
dipakai dan bermanfaat. Ferritin serum dapat meningkat. Sum-sum tulang mempunyai
selularitas normal, precursor eritrosit rendah sampai tidak cukup, hemosiderin sumsum tulang dapat meningkat, dan hyperplasia granulositik mungkin ada. Tangtangan
klinis yang sering adalah bagaimana mengidentifikasi defisiensi besi yang bersamaan
pada penderita dengan penyakit peradangan. Suatu terapi percobaan dengan besi
mungkin perlu untuk menjawab masalah ini meskipun mungkin tidak ada respon,
10
sekalipun ada defisiensi besi, bila inflamasi oleh penyakit primer menetap. Ini adalah
masalah umum, di mana terapi dapat menyebabkan kehilangan darah gastrointestinal
dengan akibat defisiensi besi.6
Epidemiologi
Gen thalassemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit
genetic manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah
perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua India,
dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Italia tau Yunani
dan 0.5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia-B. Di beberapa
daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen
thalassemia. Daerah geografi di mana thalassemia merupakan prevalen yang sangat
parallel dengan daerah di mana Plasmidium falciparum dulunya merupakan endemic.
Resistensi terhadap infeksi malaria yang mematikan pada pembawa gen thalassemia
agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang kuat yang menolong ketahanan
hidupnya pada daerah endemic penyakit ini. 5
Thalassemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia dan Indonesia. World
Health Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa sekitar 4,5% dari
total penduduk dunia adalah pembawa sifat kelainan ini. Dari jumlah tersebut
sebanyak 80-90 juta adalah pembawa sifat thalassemia- dan sisanya adalah pembawa
sifat thalassemia- dan hemoglobinopati (HbE, HbS, HbO, dan lain lain). Di
Indonesia, thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan.
Di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), FKUI RSCM sampai
dengan akhir tahun 2008 terdaftar 1.455 pasien yang terdiri dari 50% thalassemia-,
48,2% thalassemia-/Hb-E, dan 1,8% pasien thalassemia-. Diperkirakan tiap
tahunnya di Indonesia lahir 2.500 anak dengan thalassemia.7
Etiopatofisiologi
Penyakit anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoiesis yang tidak efektif disertai penghancuran
sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam
folat, bertambahnya volume plasma intravascular yang mengakibatkan hemodilusi,
dan destruksi erotrosit oleh system retikuloendotelial dalam limpa dan hati.
11
besarnya
sehingga
menyebabkan
ketidaknyamanan
mekanis
dan
hipersplenisme sekunder. Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua, pubertas
terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang
disebabkan oleh siderosis pancreas mungkin juga terjadi. Komplikasi jantung,
termasuk aritmia yang membandel dan gagal jantung kongestif kronis yang
disebabkan oleh siderosis miokardium, sering merupakan kejadian terminal. Dengan
regimen modern dalam penanganan komprehensif untuk penderita ini, banyak dari
komplikasi ini dapat dicegah dan yang lainnya diperbaiki dan ditunda awitannya. 5
Terapi
Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dL.
Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata; ia
memungkinkan aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sum-sum tulang
dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka,
dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis. Transfusi dengan dosis 15-20
12
ml/kg sel darah merah terpampat (Packed Red Cells/PRCs) biasnya diperlukan setiap
4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencegah
reaksi transfusi. Lebih baik digunakan PRC yang relative segar (kurang dari 1 minggu
dalam antikoagulan CPD). Walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam
akibat transfusi lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunaan eritrosis
yang direkonstitusi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan
pemberian antipiretik sebelum transfusi. 5
Terapi hipertransfusi mencegah splenomegaly massif yang disebabkan oleh
eritropoiesis ektramedular. Namun, splenektomi akhirnya diperlukan karena ukuran
organ tersebut atau karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi meningkatkan
risiko sepsis yang parah sekali, dan oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya
untuk indikasi yang jelas dan harus ditunda selama mungkin. Indikasi terpenting
untuk splenektomi adalah meningkatnya kebutuhan transfusi, yang menunjukkan
unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/tahun biasanya
merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksi
H.influenzae tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapkan, dan terapi
profilaksis penisilin dianjurkan.
Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat
dihindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan
yang tidak dapat diekspresikan secara fisiologis. Siderosis miokardium merupakan
factor penting yang ikut berperan dalam kematian awal penderita. 5
13
14
Hemosiderosis
Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat
dihindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan
yang tidak dapat diekspresikan secara fisiologis.5
Gangguan Fungsi Hati
Transfusi darah berulang dan peningkatan absorpsi besi di usus sebagai akibat
eritropoiesis yang tidak efektif pada penderita thalassemia menyebabkan penimbunan
besi. Hati merupakan organ utama yang terganggu karena hati merupakan tempat
penyimpanan utama cadangan besi. Pada keadaan penimbunan besi, kadar besi serum,
saturasi transferin dan feritin akan meningkat serta transferin binding capacity (TBC)
terlampaui, hal ini dapat menyebabkan reaksi radikal bebas yang bersifat sitotoksik
sehingga mengakibatkan kerusakan oksidasi lipid, protein dan asam nukleat.
Penimbunan besi kronis di hati mengakibatkan fibrosis serta sirosis hati, dan biopsi
hati merupakan baku emas untuk menilai penimbunan besi di hati juga dapat memberi
informasi mengenai derajat kerusakan hati. 10
Gangguan Fungsi Jantung
Penimbunan
besi
akibat
tranfusi
darah
berulang
pada
thalassemia
dapat
15
Sistem
Pemeriksaan
Kadar Besi
Serum ferritin
Kadar besi di liver
Mulai
Frekuensi
Pemeriksaan
Setiap 3 bulan
Setiap tahun
Pre-transfusi
Setelah 10-20x
transfusi
Setelah 10 tahun
Terkait
Pengkhelasi Besi
Audiometry
Opthalmological
Bivalent ion level
Chelator specific lab test
Segera setelah
terapi
pengkhelasi besi
dimulai
Setiap tahun
Setiap tahun
Setiap tahun
Setiap 1 minggu
sampai 3 bulan
Fungsi Hati
Pre-transfusi
Setiap 3 bulan
Fungsi Jantung
Pemeriksaan fisik
ECG
Saat didiagnosa
Setelah 10 tahun
Setiap 6 bulan
Setiap tahun
Setiap 6 bulan
Hipogonadism
Setelah
didiagnosa
Setelah 10 tahun
Hipotiroidism
Hipoparatiroid
Diabetes
Setelah 12 tahun
Setelah 12 tahun
Pre-transfusi
Komplikasi
Tulang
Setiap tahun
sampai pubertas
selesai
Setiap tahun
Setiap tahun
Setiap 6 bulan
Setiap 1 sampai 2
tahun
Infeksi
Infeksi
Pasien thalassemia rentan terhadap infeksi akibat faktor penyakitnya maupun akibat
pengobatan. Kelebihan besi yang terjadi akibat transfusi berulang mempengaruhi
sistim imun,
menekan
aksi kemotaksis
fagositosis, mikrobiosidal
leukosit
Pencegahan
a. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat
penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang
penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan
frekuensi kariernya yang cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus
diajarkan di sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal thalassemia.
17
Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi
tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan dan cara
pencegahannya.2
b. Skrining Karier
Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan tempat
yang memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada populasi (skrining
prospektif) dikombinasikan dengan diagnostik pranatal telah menurunkan insidens
thalassemia secara dramatis. Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu
karier thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak.
Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan
menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang
dapat dilakukan untuk menghindarinya. Target utama skrining adalah penemuan dan
thalassemia, serta Hb S, C, D, E.
Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga
berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pada daerah
dengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus pranikah atau sebelum
memiliki anak.
Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran silsilah
keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining populasi. Bila ada
individu yang teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada anggota keluarga
yang lain dapat dilakukan. Skrining silsilah genetik khususnya efektif pada daerah
yang sering terjadi perkawinan antar kerabat dekat. 2
Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi pemeriksaan
kualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui
mutasi spesifik. Namun, semua pemeriksaan ini mahal. Pasien thalassemia selalu
mengalami anemia hipokrom (MCH < 26 pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl),
karenanya kedua kelainan ini tepat digunakan untuk pemeriksaan awal karier
thalassemia.
Kemungkinan anemia mikrositik akibat defisiensi besi harus disingkirkan melalui
pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau kadar besi serum, dengan total
18
iron-binding capacity. 2
c. Konseling genetika
Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier dilakukan.
Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining dan harus
mampu menginformasikan pada peserta skirining bila mereka teridentifikasi karier
dan implikasinya. Prinsip dasar dalam konseling adalah bahwa masing-masing
individu atau pasangan memiliki hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk
mendapat informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal
yang harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil,
prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan diagnosis
pranatal.
Informasi tertulis harus tersedia, dan catatan medis untuk pilihan konseling harus
tersimpan. Pemberian informasi pada pasangan ini sangat penting karena memiliki
implikasi moral dan psikologi ketika pasangan karier dihadapkan pada pilihan setelah
dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan yang tersedia tidak mudah, dan mungkin tiap
pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda. Tanggung jawab utama seorang
konselor adalah memberikan informasi yang akurat dan komprehensif yang
memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin mereka
jalani sesuai kondisi masing-masing. 2
d. Diagnosis Pranatal
Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan pranatal pada
wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila wanita
hamil tersebut teridentifikasi karier.
Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis pranatal pada janin serta
pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot. Saat ini, program
ini hanya ditujukan pada thalassemia + dan O yang tergantung transfusi dan
sindroma Hb Barts hydrops. Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18
19
minggu kehamilan. Metode yang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada
analisis DNA janin. Pengambilan sampel janin dilakukan melalui amniosentesis atau
biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis sampling).
Biopsi vili korialis lebih disukai, karena bila dilakukan oleh tenaga ahli, pengambilan
sampel dapat dilakukan pada usia kehamilan yang lebih dini, yaitu pada usia gestasi 9
minggu. Namun WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12
minggu, karena pada usia kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin.
Seluruh prosedur pengambilan sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal
dengan panduan USG kualitas tinggi. Risiko terjadinya abortus pada biopsi villi
korialis sekitar 1-2% bila dilakukan oleh tenaga ahli. Sedangkan tindakan
amniosentesis, yaitu mengambil cairan amnion, umumnya efektif dilakukan pada usia
kehamilan > 14 minggu. Hal ini dikarenakan untuk menjaring sel-sel janin yang baru
lepas dalam jumlah cukup ke dalam cairan amnion. Teknik ini relatif lebih mudah,
namun mempunyai kelemahan pada usia kehamilan yang lebih besar.
Teknik lain yang juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah janin (fetal nucleated
red blood cell) sebagai sumber DNA janin dari darah perifer ibu. DNA janin dianalisis
dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Untuk mutasi thalassemia, analisis
dilakukan dengan Southern blot analysis, pemetaan gen (gene mapping), dan
restriction fragmen length polymorphism (RFLP) analysis. Seiring dengan munculnya
trauma akibat terminasi kehamilan pada ibu hamil dengan janin yang dicurigai
mengidap thalassemia mayor, saat ini sedang dikembangkan diagnosis pranatal untuk
thalassemia sebelum terjadinya implantasi janin dengan polar body analysis.2
Kesimpulan
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetic yang mendasari meliputi delesi total atau
parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari
berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau
lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional adalah
penurunan atau supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang
berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotipe thalassemia; banyak di antara
mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin
20
yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada
bentuk thalassemia-a yang berat, terbentuk hemoglobin homotetramer abnormal ( 4
atau 4), tetapi komponen polipetida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya,
sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hematologi mirip-thalassemia.
Untuk menandai ekspresi berbagai gen thalassemia, penunjukan tanda huruf di atas
(superscript) digunakan untuk membedakan thalassemia yang menghasilkan rantai
globin yang dapat diperlihatkan, meskipun pada tingkat yang menurun (misalnya,
thalassemia +), dari bentuk di mana sintesis rantai globin yang terkena tertekan
secara total (misalnya, thalassemia-o).
World Health Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa sekitar 4,5%
dari total penduduk dunia adalah pembawa sifat kelainan ini. Dari jumlah tersebut
sebanyak 80-90 juta adalah pembawa sifat thalassemia- dan sisanya adalah pembawa
sifat thalassemia- dan hemoglobinopati (HbE, HbS, HbO, dan lain lain). Di
Indonesia, thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan.
Di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sampai
dengan akhir tahun 2008 terdaftar 1.455 pasien yang terdiri dari 50% thalassemia-,
48,2% thalassemia-/Hb-E, dan 1,8% pasien thalassemia-. Diperkirakan tiap
tahunnya di Indonesia lahir 2.500 anak dengan thalassemia.
thalassemia
ditegakkan
dengan
berdasarkan
kriteria
anamnesis,
thalassemia.
2009;
4-19.
Diunduh
dari:
http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=281&Itemid=142, 17 April
2013.
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2007. h. 85.
4. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Penerbit IPD FKUI; 2006. h. 633-4.
5. Hornig GR. Kelainan hemoglobin: sindrom thalassemia. Dalam: Behrman RE,
Kliegman R, Arvin AM, editor. Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC;
2002. h. 1708-12.
6. Schwartz E. Anemia karena kekurangan produksi: gangguan kronis dan
defisiensi besi. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, editor. Nelson
ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC; 2002. h. 1686-93.
7. Aji DN, Silma CS, Aryudi C, Cynthian, Centauri, Andalia D, dkk. Faktorfaktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien thalassemia
departemen ilmu kesehatan anak RSCM. Sari Pediatri 2009 Agustus; 11(2).
8.
thalassemia
in
canada.
2009;
15-47.
Available
from
URL:
22
http://www.thalassemia.ca/wp-content/uploads/ThalassemiaGuidelines_LR.pdf
10. Kartoyo P, Purnawati SP. Pengaruh penimbunan besi terhadap hati pada
thalassemia. Sari Pediatri 2003 Juni; 5(1):34-38.
11. Subroto F, Advani N. Gangguan fungsi jantung pada thalassemia mayor. Sari
Pediatri 2003 Juni; 5(1):12-15.
12. Aisyi M, Tumbelaka AR. Pola penyakit infeksi pada thalassemia. Sari Pediatri
2003 Juni; 5(1):27-33.
23