BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KEJANG DEMAM
2.1.1
Defenisi
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas
38C per rectal) tanpa adanya infeksi sususanan saraf pusat atau gangguan elektrolit
akut, terjadi pada anak berusia diatas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya.1
Kejang demam didefenisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada bayi
dan anak antara umur 6 bulan 5 tahun yang di sebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium, dan tidak terbukti adanya penyebab tertentu. Anak yang mengalami
kejang tanpa demam tidak termasuk dalam batasan ini.2
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rectal 38C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranium. Kejang
demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun.3
Defenisi ini menyingkirkan kejang yang disertai penyakit saraf seperti
meningitis, enselofati dan ensefalitis. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai system
susunan saraf pusat. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsy yaitu kejang
berulang tanpa demam.2
2.1.2
Etiologi
Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh infeksi yang umum
terdapat pada anak seperti tonsillitis, infeksi traktus respiratorius (38-40% kasus),
otitis media (15-23%), dan gastroenteritis akut (7-9%). Anak usia prasekolah
seringkali mendapat infeksi ini dan disertai demam, yang bila dikombinasikan dengan
ambang kejang yang rendah, maka anak tersebut akan mudah mendapatkan kejang.
Hanya 11% anak dengan kejang demam mengalami kejang pada suhu <37,9C, 1440% kejang terjadi pada temperature antara 38C dan 38,9C dan 40-56% pada
temperature antara 39C dan 39,9C.
2.1.3
kejang demam sederhana (Simple Febrile convulsion) dan epilepsy yang diprovokasi
oleh demam ( epilepsy triggered of by fever ) . Defenisi ini tidak lagi digunakan
karena studi prosfektif epidemiologi membuktikan bahwa resiko berkembangnya
epilepsy atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.2
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan , yaitu :
1. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure )
2. Kejang Demam Kompleks ( Complex Febrile Seizure )
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.3
2.1.4
Klinis
Durasi
Tipe kejang
Berulang satu episode
Defisite neurologis
Riwayat keluarga kejang demam
Riwayat keluarga tanpa kejang
demam
Abnormalitas neurologis
sebelumnya
KD
Sederhana
<15 menit
Umum
1 kali
KD
Kompleks
15 menit
Umum/fokal
>1 kali
Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Negara Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 80% dan
mungkin mendekati 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam
sederhana. Beberapa studi prospektif menunjukkan bahwa kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun
kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada anak lakilaki.2
2.1.5
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
hingga terjadi epilepsy.7
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu
kali rekurensi atau lebih. Makin muda anak ketika kejang pertama kalinya, makin
besar kemungkinan rekurensinya. Lima puluh persen terjadi dalam 6 bulan
pertama, 75% berulang pada tahun pertama dan 90% rekurensi terjadi pada tahuh
kedua. Resiko rekurensi juga berhubungan dengan cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, dan rendahnya temperature. Riwayat keluarga
dengan kejang deam juga merupakan factor resiko. Riwayat keluarga dengan
epilepsy dilaporkan juga sebagai resiko oleh beberapa penelitian tetapi tidak oleh
peneliti lain. Usia dini saat kejang demam dab riwayat kejang demam keluarga
merupakan factor resiko yang kuat untuk timbulnya rekurensi. Rekurensi lebih
sering bila serangan pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun, yaitu
sebanyak 50% dan bila terjadi pada usia lebih dari 1 tahunresik rekurensi menjadi
28%.2
Tabel 2. Faktor Resiko Kejang Demam Berulang
1.
2.
3.
4.
5.
2.1.6
Manifestasi Klinis
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Sering di perkirakan
10
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
11
12
2.1.8
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih
Diagnosa Banding
13
2.1.10 Penatalaksanaan
Pengobatan Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga
berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus
dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Jalan nafas dijaga agar tetap
terbuka, agar suplai oksigen tetap terjamin. Bila perlu berikan oksigen. Fungsi vital,
keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran perlu diikuti dengan seksama. Keadaan
dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat
diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik
(asetaminofen oral 10 mg/ kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4
kali sehari).6,2
Kejang harus dihentikan segera untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan
pada otak atau meninggalkan gejala sisa atau bahkan kematian. Obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena
atau intrarektal. Dosis intravena 0,3-0,5 mg/kgbb diberikan perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg /menit dengan dosis maksimal 20mg . Apabila sukar mencari vena
dapat diberikan diazepam rectal dengan dosis 0,5 mg/kgbb atau 5mg untuk berat
badan yang <10 kg dan 10 mg bila berat badan lebih dari 10 kg.2
14
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase
akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat
diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya
lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara intravena
pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak yang
lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal
dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan
lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula
diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan
luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg
untuk usia 1 bulan 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun. Midazolam
intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi kejang
demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan
efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik, Namun efek terapinya masih kurang
bila dibandingkan dengan diazepam intravena.6
Diazepam Diberikan Secara Rectal
Umur/Berat Badan Anak
2 minggu s/d 2 bulan (<4kg)*
2 - < 4 bulan ( 4 - < 6 kg )
4 - < 12 bulan ( 6 - < 10 kg )
1 - < 3 tahun ( 10 - < 14 kg )
3 - < 5 tahun ( 14 19 kg )
(Larutan 10mg/2ml)
Dosis 0,1 Ml/Kg (0.4-0.6 Mg/Kg)
0.3 ml ( 1.5 mg )
0.5 ml ( 2.5 mg )
1.0 ml ( 5 mg )
1.25 ml ( 6.25 mg )
1.5 ml ( 7.5 mg )
15
diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena
gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut.
Pada saat melakukan pungsi lumbal harus diperhatikan pula kontra indikasinya.1-3
Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab,
seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CTScan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh demam dan
pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal menunjukkan
abnormalitas fokal.6
keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang
menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu:
o Profilaksis intermittent pada waktu demam
o Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.6,2
pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38C). Pilihan obat harus dapat
cepat masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah
timbulnya kejang berulang. Rosman dkk, meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk
mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih baik
karena penyerapannya lebih cepat.
Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis per rectal tiap 8 jam adalah
5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien
dengan berat badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB perhari
dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5oC atau lebih.
16
17
2.1.11 Prognosis
18
19
20
Vaksinasi
Sejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat
jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang
divaksinasi sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk
memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi
DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat
vaksinasi hingga 3 hari kemudian.3