Anda di halaman 1dari 10

KETOASIDOSIS DIABETES (KAD)

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan


metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipolikemia
merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasnya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok.
Epidemiologi KAD
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester menunjukkan bahwa
insidens KAD sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok
umur, sedangkan untuk kelompok usia di bawah 30 tahun sebesar 13.4 per 1000
DM per tahun. Walaupun data komunitas di indonesia belum ada, agaknya
insidens KAD di indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi
DM tipe-1 yang rendah. Laporan insidens KAD di indonesia umumnya berasal
dari data rumah sakit, dan terutama pada pasien DM tipe-2.
Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD
berkisar antara 9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien
usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25-50%. Angka kematian KAD di RS
Dr. Mangunkusumo dari tahun ke tahun tampaknya belum ada perbaikan. Selam
periode 5 bulan (Januari-Mei 2002) terdapat 39 episode KAD dengan angka
kematian 15%.
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang
menyertai KAD seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas,
pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar
keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda, umumnya
dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta
memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut,
penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.

Dari data yang ada tampak bahwa jumlah pasien KAD dari tahun ke tahun
relatif tetap/tidak berkurang dan angka kematiannya juga belum menggembirakan.
Mengingat 80% pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya, upaya
pencegahan sangat berperan dalam mencegah KAD dan diagnosis dini KAD.
Faktor Pencetus

KAD terjadi saat sel-sel otot sangat kekurangan energi, sehingga terjadi
pemecahan lemak sebagai sumber energi menyebabkan ada benda-benda

keton.
Dapat disebabakan oleh stress atu suatu penyakit
Infeksi menyebabkan tubuh mengeluarkan adrenalin kerjanya bertentang

dengan insulin
Pada pasien DM yang lupa memakai Insulin
Ada sekitar 20% paseien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk

pertama kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus ini penting untuk pengobatan dan pencegahan
ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD
adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat
golongan steroid,mengehentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu
20% pasien KAD tidak ditemukan faktor pencetus.
Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan 8peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, ketokolamin, kortisol, dan
hormon pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati
meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir
hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan
berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dkelompokkan
menjad dua bagian yaitu (gambar 1) :
Akibat hiperglikemia
Akibat ketosis

Walaupun sel tubh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh
terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga
terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon
kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada
jaringan lemak. Akibat lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi
benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda
keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama
adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan
normal kadar 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton
yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel
3

tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa. Hanya insulin yang dapat
menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi signal untuk proses
perubahan glukosa menjadi glikogen , menghambat lipolisis pada sel lemak
(menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada
sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria
sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang
merupakan sumber energi utama sel.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin
relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak
bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat
mengganggu sensitivitas insulin.
Peranan Insulin
Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon kontra
regulasi

yang

berlebihan

(glukagon,

epinefrin,

kortisol,

dan

hormon

pertumbuhan). Defisiensi insulin dapat disebabkan oelh resistensi insulin atau


suplai insulin endogen ataieksogen yang berkurang. Defisiensi aktivitas insulin
tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata pada 3 organ, yaitu selsel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama meibatka metabolisme
lemak dan karbohidra (gambar 1).
Peranan Glukagon
Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling berperan dalam
ketogenesis KAD. Glukagon mengahambat proses glikolisis dan menghambat
pembentukan malonyl CoA adalah suatu penghambat cartnitine acyl transferase
(CPT 1 dan 2) yang bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam
mitokondria. Dengan demikian peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi
beta asam lemak dan ketogenesis. Pada pasien DM tipe 1, kadar glukagon darah
tidak teregulasi denganbaik, bila kadar insulin rendah maka kadar glukagon darah
sangat meningkatserta mengakibatkan reaksi kebalikan respons insulin pada selsel lemak dan hati.

Horman Kontra Regulator Insulin lain


Kadar epinefrin dan kortisol darah menngikat pada KAD. Hormon pertumbuhan
(GH) pada awal terapi KAD kadarnya kadang-kadang meningkat dan lebih
meningkat lagi dengan pemberian insulin. Keadaan stres sendiri meningkatkan
hormon kontra regulasi yang pada akhirnya akan menstimulasi pembentukan
benda-benda keton, glukonoegenesis serta potensial sebagai pencetus KAD.
Sekali proses KAD terjadi maka akan terjadi stres
berkepanjangan.
Gejala Klinis KAD

Gejala Khas DM
Nafas dalam dan cepat
Nafas bau aseton (Kussmaul)
Nafsu makan meningkat
Lelah, lemas
Bingung
Mengantuk
Mual
Muntah
Panas
Sakit perut
Berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering)
Berat badan menurun
Sekitar 80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah di kenal.dan ini

sangat membantu untuk mengenalai KAD akan lebih cepat sebagai komplikasi
akut KAD dan segera mengatasinya.Pada pasien KAD di jumpai pernafasan cepat
dan dalam (kussmaul),derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang,lidah dan bibir
kering),kadang kadang di sertai hipovolimia sampai syok dan bau aseton dari
nafas tidak terlalu tercium.
Aretaeus menjelaskan gambaran klinis KAD sebagai berikut, keluhan
poliurin dan polidipsi sering kali terjadi,insulin,demam atau infeksi.muntah
muntah merupakan gejala yang sering di temui terutam pada anak, dan dapat pula
di jumpai nyeri perut yang menonjol hal itu berhubungan dengan dlatasi lambung.

Derajat kesadaranya dapat di jumpai mulai dari kompos mentis,delirium


atau deoresi sampai koma.infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering.
Infeksi yang paling sering di temukan ialah infeksi aluran kemih dan
pneumonia,wlaupun begitu kebanyakan asien tak mengalami demam.bila di
jumpai adanya nyer abdomen, perlu ru di fikirkan kemungkinan kolesistisis,
iskemia usus,apendistis, diverkulitis, atau perforasi usus.bila pada pengobatan
pasien tidak mengalami kemajuan maka perlu di cari adanya kemungkinan lain
yaitu kemungkina terinfeksi tersembunyi (sinusitis,abses gigi,abses perirectal).
Diagnosis Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetic perlu dibedakan dengan ketosis diabetic ataupun
hiperglikemia hiperosmolar nonketotik. Beratnya hiperglikemia, ketodemia dan
asidosis dapat dipakai dengan criteria diagnosis KAD. Walaupun demikian
penilaian kasus per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
Langkah-langhkah :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama
memperhatikan patensi jalan nafas, status mental, status ginjal dan
kardiovaskular, dan status dehidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat
menetukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segara dilakukan,
sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adaanya penundaan.
2. Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah adalah
pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan urine
dengan menggunakan urine strip untuk melihat secara kualitatif jumlah
glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urine. Pemeriksaan laboratorium
lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi
kadar HCO3 anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan pemeriksaan
kadar AcAc dan laktat serta 3HB.
Kadar glukosa >250 mg%
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif

Tata Laksana KAD


Prinsip pengelolaan utama adalah dengan segera menangani KAD dengan cara

Penggantian cairan dan garam yang hilang

Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin

Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya


pemantauan serta penyesuain pengobatan

Ada 6 hal yang harus diberikan 5 diantaranya ialah cairan, garam, insulin, kalium,
glukosa dan yang sangat menentukan adalah asuhan keperawatan.

Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Pada jam
pertama diberikan 1-2 liter, jam ke 2 diberikan 1 liter dan selanjutnya
sesuai protocol.
Tujuannya ialah untuk memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan
hormone kontraregulator insulin, menurunkan kadar gula darah dan
memperbaiki prfusi ginjal.. Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka
perlu diberikan larutan yang mengandung glukosa(dekstrosa 5% / 10%)

Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi
hormone glucagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati,
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino
dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
Tujuan pemberian insulin di sini bukan hanya untuk mencapai konsentrasi
glukosa normal, tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena
itu, bila konsentrasi glukosa kurang dari 200 mg%, insulin diteruskan dan
untuk mencegah hipoglikemia diberi cairan mengandunmg glukosa sampai
asupan kalori oral pulih kembali.

Efek kerja insulin terjadi dalam beberapa menit setelah berikatan dengan
reseptor. Kemudian reseptor yang telah berikatan akan mengalami
internalisasi dan insulin akan mengalami destruksi. Dalam keadaan
hormone kontraregulator masih tinggi dalam darah, dan untuk mencegah
terjadinya lipolisis dan ketogenesi, pemberian insulin tidak boleh
dihentikan tiba-tiba dan perlu dilanjutkan beberapa jam setelah koreksi
hiperglikemia tercapai bersamaan dengan pemberian larutan mengandung
glukosa untuk mencegah hipoglikemia.

Kalium
Ion kalium terutama terdapat pada intraseluler dan pada keadaan KAD
biasanya konsentrasi ion K serum meningkat. Hal ini membuat ion K
bergerak ke luar sel yang selanjutnya dikeluarkan melalui urin.
Total deficit ion K yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5
mEq/kg BB. Selama terapi ion K akan kembali ke dalam sel. Untuk
mengantisipasi masuknya ion K ke dalam sel serta mempertahankan
konsentrasi K serum dalam batas normal, perlu pemberian Kalium. Pada
pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukan gelombang T yang lancip
dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian kalium segera dimulai
setelah jumlah urin cukup adekuat.
Jika tidak dijumpai gangguan miksi maka sejak awal pasien sudah harus
mendapat kalium yaitui 40 mEq/L (BB<30Kg) atau 80 mEq/L (BB>30
Kg)

Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah
akan menurun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi
penurunan konsentrasi glukosa sekitar 60 mg%/ jam. Jika konsentrasi
glukosa mencapai < 200 mg% maka dapat dimulai infuse mengandung
glukosa.

Bikarbonat
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun
alas an keberatan pemberian bikarbonat adalah :
8

1. Menurunkan pH intraseluler akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat


2. Efek negative pada dissosiasi oksigen di jaringan
3. Hipertonis dan kelebihan natrium
4. Meningkatkan insidens hipokalemia
5. Gangguan fungsi serebral dan
6. Terjadi alkaliemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun
demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam
tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
Pengobatan Umum
Pengobatan umum KAD terdiri atas :
1) Antibiotic yang adekuat
2) Oksigen bila pO2 < 80 mmHg
3) Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (> 380 mOsm/l)
Disamping hal tersebut diatas pengobatan umum tak kalah penting yaitu :
1. antibiotic yang adekuat
2. oksigen bila tekanan O2 kurang dari 80 mmHg
3. heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (lebih dari 380 mOsm/liter
Pemantauan
1. kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer
2. elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan
3. analisi gas darah bila pH kurang dari 7
4. tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu setiap jam
5. keadaan hidrasi, balans cairan
6. waspada terhadap kemungkinan DIC

Komplikasi KAD
Komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan untuk pasien ketoasidosis
antara lain :

Edema paru

Hipertrigliserida

Infark miokard akut


9

Komplikasi iatrogenik (hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema


otak, dan hipokalsemia)

Pencegahan KAD
Faktor pencetus utama KAD adalah pemberian dosis insulin yang kurang
memadai dan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat
dicegah dengan akses pada

sistem pelayanan kesehatan yang lebih baik

( termasuk edukasi DM ) dan komunikasi efektif terutama pada saat penyandang


DM mengalami sakit akut ( misalnya batuk, pilek, diare, demam, ataupun luka ).
Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM
secara komperhensif. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya
komplikasi DM kronik dan akut, melalui edukasi sangat penting untuk
mendapatkan ketaatan berobat pasien yang baik.
Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program edukasi perlu
menekankan pada cara cara-cara mengatasi pada saat sakit akut, meliputi
informasi mengenai pemberian insulin kerja cepat, target kadar glukosa darah
pada saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair
mengandung karbohidrat dan garam yang mudah dicerna. Yang paling penting
ialah agar tidak menghentikan pemberian insulin atau obat hipoglikemia oral dan
sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasihat tenaga kesehatan yang
profesional.
Pasien DM harus di dorong untuk perawatan mandiri terutama saat
mengalami masa-masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah
dan keton urin sendiri. Disinilah pentingnya edukator diabetes yang dapat
membantu pasien dan keluarga, terutama pada keadaan sulit.

10

Anda mungkin juga menyukai