Anda di halaman 1dari 19

ASTRINDITA AYU WIRASTI

FK-A / 1102013046
1. MM Penyakit Jantung Rematik
1.1 Definisi

Penyakit Jantung Reumatik adalah Kelainan jantung yang terjadi akibat Demam Reumatik,
atau kelainan karditis reumatik. Manifestasi klinis penyakit Demam Reumatik akibat kuman
Streptokokus Grup-A (SGA) beta hemolitik pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3
minggu. (IPD)

1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun
(kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus hemolitikus
grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik
serangan pertama maupun demam reumatik serangan ulang.
1.3 Klasifikasi
PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantung yang berat pada
serangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanya riwayat DR akut. Hal ini terutama
didapatkan pada penderita dewasa dengan ditemukannya kelainan katup. Kemungkinan sebelumnya
penderita tersebut mengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat dan
tidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan adalah pada katup
mitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada katup aorta. Klasifikasi PJR memiliki 4 (empat)
bagian, di antaranya insufisiensi mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan stenosis aorta.
A. Insufisiensi Mitral
Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anak-anak dan remaja
dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga daun katup tidak
dapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan
terjadinya regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada kelainan ringan
tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak bertambah secara
bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitral merupakan klasifikasi ringan, karena tidak
terdapat kardiomegali yang merupakan salah satu gejala gagal jantung. Tanda-tanda fisik insufisiensi
mitral utama tergantung pada keparahannya.Pada penyakit ringan, tanda-tanda gagal jantung tidak
akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi
kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.
B. Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh PJR. Perlekatan
antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral(tidak dapat menutup sempurna)
juga dapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapat membuka sempurna). Ini akan menyebabkan
beban jantung kanan akan bertambah, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang
dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis mitral
termasuk ke dalam kondisi yang berat.

C. Insufisiensi Aorta
PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini terdapat
penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh dilatasi aorta,
yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan ini dapat terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibat
perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses radang
Rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifat asimtomatik. Oleh karena itu,
insufisiensi aorta juga bisa dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita
PJR memiliki insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan
sebagai klasifikasi PJR yang sedang. Hal ini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi
aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat, karena dapat menyebabkan gagal jantung.
D. Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah kalsifikasi senilis, variasi kongenital, penyakit jantung rematik. Diangnosis
stenosis aorta oarta ditandai oleh murmur sistolik ejeksi di basis jantung yang melebar ke leher.
Paling keras pada daerah aorta da apek. Awalnya, curah jantung masih baik, mumur ini kesar dan
kasat pasa puncak mid-sistol dan disertai thrill.
Pada Stenosis aorta kongenital murmur biasanya didahului oleh klik sistolik. Perabaan amplitude
nadi menurun ( pulsus parvud et tardus). Bunyi jantung ke dua melemah. Foto thorak dapat normal
karena menunjukkan hipertropikonsntril ventrikel kiri, kongesti paru, pembesaran atrium kiri dan
rongga jantung kanan. EKG pembesaran ventrikrl kiri. Kasus selanjutnya, akan ditemukan depresi
segmen ST dan inversi gelombang T(LV strain) disadapan I. AVL dan precordial, ekokardiografi
sangat membantu untuk menunjukkan penebalan dan kalsifikasi daun katup aorta. Gerak dan jenis
katup bipuspid atau tripuspid, hipertropi vebtrikrl kiri dapat pula dinilai. Kecepatan aliran darah di
katup aorta dapat diukur dengan Droppler-ekokardiografi. Gradient katup aorta dapat dikalkulasi
dengan memakai rumus Bernaulli Gradien = 4 x V2.
1.4 Patofisiologi
Demam reumatik yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitasi dari antigen SGA setelah 1-4
minggu infeksi Streptococcus Grup A beta hemolitikus di faring. Terdapat dua mekanisme yang diajukan
sebagai pathogenesis dari demam reumatik :
1. Mekanisme patogen yang terlibat dalam perkembangan demam rematik masih belum jelas. Tapi
terbukti bahwa ada keabnormalan system imun humoral dan seluler.
2. Kemiripan antigen antara antigen Streptoccocus, terutama epitope protein-M dan jaringan
manusia, seperti katup jantung, myosin dan tropomiosin, protein otak, jaringan synovial dan
tulang rawan telah diusulkan sebagai factor pemicu yang menyebabkan autoimunitas pada
individu dengan predisposisi genetic.
3. Beberapa penanda genetik pada orang yang rentan telah dipelajari, namun tidak ditemukan
hubungan yang jelas. Kaitannya dengan perbedaan antigen HLA kelas II sudah diamati di
beberapa populasi.
4. Mimikri molekuler pertama kali ditunjukkan oleh respon imun humoral. Antibodi streptokokus
bereaksi silang dengan beberapa jaringan manusia termasuk jantung, kulit , otak, membran basal
glomerulus, otot lurik dan otot polos.
5. Infiltrasi limfosit T dari lesi jantung pada pasien PJR yang parah dan limfosit T di perifer RHD
parah menunjukkan kemiripan peptide M5 di miokardium dan protein katup. Hasil ini

menunjukkan kemiripan molekuler antara Streptokokus grup A beta hemolitikus dan jaringan
jantung yang memicu sel T untuk menyebabkan kerusakan pada PJR.

Terserangnya jantung merupakan keadaan yang sangat penting, karena :


1. Kematian pada fase akut, yang sebagian besar karena gagal jantung.
2. Kecacatan jantung, yang sebagian besar oleh adanya deformitas katup.
Keterlibatan jantung pada penyakit demam rematik dapat mengenai setiap komponen
jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan
miokardium, namun pada pasien dengan miokaditis berat, pericardium dapat juga terlibat. Peradangan
di endokardium biasanya mengenai endotel katup, sekitar 50%kasus adalah katup mitral, yang
mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir katup yang ditunjukkan dengan adanya
vegetasi seperti manik-manik (verruceae) di sepanjang pinggir daun katup. Proses ini mengganggu
penutupan katup yang efektif, mengakibatkan regurgitasi katup. Jika tidak ada pembalikan proses dan
penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan pengapuran yang kasar,
yang terjadi beberapa tahun pasca serangan.
Peradangan di miokardium, terdapat pembentukan lesi nodular yang khas pada dinding jantung
berupa sel Aschoff yang terdiri dari infiltrat perivaskuler sel besar dengan inti polimorf dan
sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular. Peradangan
Perikardium, adanya penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai
efusi perikard. Dan hal ini mengganggu pengisian ventrikel sehingga volume sekuncup berkurang

Demam rematik akut biasanya didahului oleh radang tenggorokan(faringitis) yang disebabkan
oleh infeksi Streptococcus -hemolitikus grup A, sehingga kuman tersebut dianggap sebagai penyebab
demam rematik akut. Infeksi tenggorok yang terjadi bisa berat, sedang, ringan atau asimtomatik, diikuti
fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala demam rematik
akut.
Apabila terjadi infeksi kuman Streptococcus pada jaringan tubuh, maka sel-sel kuman
Streptococcus akan mengeluarkan komponen-komponen yang bersifat antigenik pula, sepeti
hialuronidase, streptodornase, streptokinase, proteinase, sterptolisin O, toksin eritrogenik, dan sebagainya.
Sehingga tubuh melakukan respon imun terhadap antigen-antigen tersebut dengan cara limfosit B
membentuk antibodi terhadap Streptococcus. Namun, Streptococcus memiliki suatu protein M yang
memiliki kemiripan dengan miosin jantung, dan asam hialuronat yang memiliki kemiripan dengan
proteoglikan jaringan ikat dan jaingan-jaringan lain. Kemiripan ini membuat antibodi tidak hanya
melakukan reaksi silang terhadap antigen Streptococcus, melainkan juga dengan jaringan-jaringan yang
memiliki kemiripan dengan antigen Streptococcus tersebut. Sehingga terjadilah reaksi autoimun.
Kerusakan jaringan yang disebabkan tersebut berupa peradangan difus yang menyerang jaringan ikat
berbagai organ, terutama jantung, sendi dan kulit.
Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan berupa
infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat berakibat fatal.
Bila peradangan berlanjut, timbullah badan-badan Aschoff yang kelak dapat meninggalkan
jaringan parut diantara otot jantung. Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi
limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai
inti yang memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow
myocytes. Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita demam rematik.
Gambar : Badan Aschoff

(Sumber : http://medchrome.com)
Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral maupun parietal perikardium dengan eksudasi
fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak
pernah purulen.
Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal.
Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung. Semua
katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering menderita, sedangkan

katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula terjadi edema dan reaksi seluler seluler akut
yang mengenai katup dan korda tendinae. Kemudian terjadi vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun
katup. Secara mikroskopis vegetasi ini masa hialin. Bila menyembuh akan terjadi penebalan dan
kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat mengakibatkan kebocoran katup.
Selain jantung, sendi-sendi juga sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi
fibrinoid sinovium. Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil.
Kelainan tersebut letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada
susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan tersebut dapat ditemukan pada
penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan
gejala korea. Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan pembuluh
darah dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan dan
proliferasi endotel. Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma.
(Sumber : Sudoyo,et al. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Interna Publishing)

1.5 Manifestasi Klinis


Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium :
1. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil
yang disertai eksudat
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali
khorea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
3. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi
klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik
demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum: Demam yang tinggi, lesu, anoreksia, lekas tersinggung, berat
badan menurun, kelihatan pucat, epistaksis, athralgia, rasa sakit disekitar sendi, sakit perut.
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung/penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala
apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung,
gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita
demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.
1.6 Pemeriksaan

Anamnesis
A. Infeksi tenggorokan
1. apakah ada keluhan nyeri menelan sebelumnya?
2. Apakah disertai gejala batuk dan mata merah?
3. Adakah keluhan demam?
4. Adakah nyeri tekan pada kelenjar leher?
B. Polartritis
1. Apakah ada bengkak yang terjadi tiba-tiba pada sendi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki atau
tangan, paha,lengan, siku dan bahu) sebelumnya?
2. Apakah bengkak pada sendi simetris dan berpindah?
3. Apakah bengkak tersebut disertai nyeri?
C. Karditis
1. Adakah sesak? Apakah sesak dipengaruhi aktivitas?
2. Adakah sesak pada malam hari?
3. Adakah sesak yang terjadi pada posisi berbaring dan hilang pada posisi duduk
4. Adakah nyeri dada? Bagaimanakah sifat nyeri?
5. Adakah pembengkakan (udem)?
D. Korea
1. Adakah gerakan-gerakan yang tidak disadari?
2. Adakah kelemahan otot?
3. Adakah ketidakstabilan emosi?
E. Eritema marginatum
1. Adakah bercak kemerahan yang tidak gatal?
2. Apakah bercaknya seakan-akan menjauhi pusat lingkaran?
3. Apakah bercak berpindah-pindah?
F. Nodul Subkutan
1. Adakah teraba massa padat?
2. Apakah massa tersebut tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya?
1.1 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding
Penyakit Jantung Rematik
Pemeriksaan fisik
A. Inspeksi
1. Pharynx heperemis
2. Kelenjar getah bening membesar
3. Pembengkakan sendi
4. Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendi
5. Ada gerakan yang tidak terkoordinasi
B. Palpasi
1. Nyeri tekan persendian
2. Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
C. Auskultasi

Murmur sistolik injection dan friction rub

Pemeriksaan Penunjang
I. Laboratorium
a. Kultur tenggorok = fase akut, tidak sensitif
b. ASTO (antibody Streptoccocus Titer O) dan Anti Streptoccocus DNAse B (ADB) test =
terbentuknya antibodi-antibodi ini sangat dipengaruhi umur dan lingkungan. Titer ASTO (+) >
210 Todd pada orang dewasa dan > 320 Todd pada anak-anak. Sedangkan ADB (+) >120 pada
orang dewasa dan > 240 pada anak-anak. Antibodi ini dapat terdeteksi pada minggu keduaminggu ke tiga setelah fase akut DR atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman SGA di tenggorokan.
1. Mengeluarkan toxin + enzyme terjadinya antibody, tetapi tdk menyebabkan imunitas
2. Pengukuran antibody mendeteksi infeksi Streptococcus. Yang baru/ belum lama terjadi (ASO)
3. Strept, tidak bermigrasi dari pharynx ke jantung atau sendi-sendi. Tidak ada penyebaran
kuman diseluruh tubuh.
c. Acute-phase reactants, Erythroscyte Sedimentation Rate (ESR) and C-reactive protein (CRP) =
non-spesific tapi berguna untuk memonitoring perjalanan penyakit.
d. Blood culture = menyingkirkan diagnosis banding septic bakeremia, infective, endocarditis and
disseminated gonococcal infections.
e. Rheumatoid Factor = menyingkirkan Rheumatoid arthritis
II.

Imaging
a. Chest Radiography = cardiomegaly and CHF karena karditis
b. EKG1 = PR interval memanjang (AV blok derajat I) dan mitral valvular stenosis. AV blok derajat
II dan III mungkin terjadi dan Aortic valvular jarang
PR Interval normal:
1. Jarak antara permulaan P sampai dengan permulaan QRS
2. Normalnya 0,12-0,20 detik
3. Bila PR <0,12, hantaran dipercepat
4. Bila PR >0,20, terjadi blok di AV
Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain:
1. Nyeri perut, epistaksis (mimisan), demam dengan suhu di atas 39 C dengan pola yang
tidak karakteristik, pneumonia reumatik yang gejalanya mirip dengan pneumonia karena
infeksi.
2. Tromboemboli (sumbatan di pembuluh darah) bisa terjadi sebagai komplikasi dari
stenosis mitral (gangguan katup).
3. Anemia hemolitik kardiak bisa terjadi akibat pecahnya sel darah merah karena
bergesekan dengan katup yang terinfeksi. Peningkatan penghancuran trombosit bisa
juga terjadi.
4. Aritmia atrium (gangguan irama jantung) biasanya terjadi karena pembesaran atrium
kiri karena gangguan pada katup mitral.
Kriteria diagnosis DR/PJR berdasarkan kriteria Jones ditegakkan bila ditemukan dua kriteria
mayor atau kriteria minor ditambah dengan bukti infeksi Streptococcus grup A tenggorok positif dan
peningkatan titer antibodi Streptococcus.

Diagnosis kemungkinan besar demam reumatik memakai kriteria Jones sebagai pedoman, yaitu :
1.) 2 manifestasi mayor, atau
2.) manifestasi mayor + 2 manifestasi minor, ditambah adanya gejala infeksi Streptokokus beta
hemolitikus grup A sebelumnya.
Manifestasi Mayor

Manifestasi Minor

. Karditis
. Poliartritis
. Khorea
. Eritema marginatum
. Nodul subkutan

Klinis :
. Demam
. Arthralgia
. Riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
Laboratorium :
. Reaksi fase akut :
LED , lekositosis

- CRP +
- Interval P-R memanjang
Ditambah bukti adanya bukti infeksi streptokokus yang mendahului: titer ASTO atau titer antibodi
terhadap streptokokus lainnya yang meningkat, kultur hapusan tenggorokan positif Streptokokus grup A,
atau demam skarlatina.
Kriteria Mayor
1.) Karditis
Merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan satusatunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat
menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik.Diagnosis karditis
rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut:
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,
(b) kardiomegali,
(c) perikarditis,
(d) gagal jantung kongestif
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali,
sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada
keadaan yang lebih berat.Bising pada karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah
apeks (regurgitasi mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), bising middiastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.
2.) Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih (peradangan pada banyak sendi). Artritis pada
demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah (lutut dan
engkel), lalu bermigrasi ke sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan
pergelangan tangan). Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu
sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan atritis yang saling tumpang tindik pada
beberapa sendi pada waktu yang sama, sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, dan
sendi yang lain mulai terlibat. Berespon sangat baik dalam pemberian aspirin. Poliartritis lebih
umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa muda dibandingkan pada anak-anak.

3.)

Khorea secara khas ditandai oleh adanya gerakan


tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung
cepat pada umunya bersifat bilateral, meskipun
dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh.
Manifestasi demam rematik ini lazim disertai
kelemahan otot dan ketidak stabilan emosi.
Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun
dan dalam keadaan stres. Penderita tampak selalu gugup dan seringkali menyeringai. Bicaranya
tertahan-tahan dan meledak-ledak. Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya jelek dan
ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap dengan garis yang ragu-ragu. Pada saat puncak
gejalanya tulisannya tidak dapat dibaca sama sekali. Khorea jarang terjadi pada penderita
dibawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan.

4.) Eritema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan
pada penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam manifestasi minor. Kelainan
ini berupa ruam tidak gatal, makuler dengan tepi erithema (kemerahan) yang menjalar dari bagian
satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5% penderita. Gangguan
ini berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai bagian atas,
tidak melibatkan muka. Erithema ini timbul sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang
tersering adalah pada stadium awal, dan biasanya terjadi hanya pada penderita demam reumatik
dengan karditis.

5.) Nodulus subkutan kini hanya ditemukan pada penderita penyakit jantung reumatik khronik.
Frekuensinya kurang dari 5%, namun pada penjangkitan di Utah nodulus subkutan ditemukan
pada sampai 10% penderita. Nodulus (benjolan) ini biasanya terletak pada permukaan sendi,
terutama ruas jari, lutut, dan persendian kaki. Kadang-kadang nodulus ini ditemukan pada kulit
kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya bervariasi dari 0,5 sampai dengan 2 cm serta tidak
nyeri dan dapat digerakkan secara bebas; biasanya kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang
menutupi tidak pucat atau meradang. Nodulus ini muncul hanya sesudah beberapa minggu sakit
dan kebanyakan hanya ditemukan pada penderita dengan karditis.

Kriteria Minor
1) Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor
apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria
obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik
inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik
sehingga sulit dipastikan kebenarannyam atau bahkan tidak terdiagnosis.
2) Artalgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus diedakan dengan nyeri pada otot atau
jaringan periartikulat lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada
anak-anak normal. Artalgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila
poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.
3) Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun ada kalanya mencapai 39 0c,
teruta,a jika terdapat karditis. Manifestaso ini lazim berlangsung sebagai suatu demam
derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak
spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini
tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.
4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein
C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.
Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali
jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan.
5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal
sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam
rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik.
6) Titer antistreptosilin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk
demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus.
Infeksi streptokokus juga dapat dibukikan dengan melakukan biakan usapan tenggorokan.
Diagnosis jantung rheuma hampir pasti jika ditemukan 2 kriteria mayor atau lebih.

Kriteria yang Dianjurkan


Kelompok studi WHO menganjurkan bahwa kriteria Jones yang direvisi tahun 1982 (Tabel 1) dengan
tambahan catatan di bawah, diambil sebagai pegangan umum. Pada tiga golongan pasien yang diuraikan

di bawah, diagnosis demam reumatik diterima tanpa adanya dua manifestasi mayor atau satu manifestasi
mayor dan dua manifestasi minor. Hanya pada dua yang pertama persyaratan untuk infeksi streptokokus
sebelumnya dapat dikesampingkan.
1.) Korea dalam praktek diagnosis korea reumatik ditegakan apabila korea merupakan manifestasi
klinis tunggal, sesudah sindrom grenyet (tic) dan penyebab gerakan koreiform lain (misalnya
lupus) disingkirkan. Kelompok WHO secara tegas menyatakan bahwa korea murni dapat
dikecualikan dari pemakaian kriteria Jones.
2.) Karditis datang diam-diam atau datangnya terlambat. Pasien kelompok ini biasanya mempunyai
riwayat demam reumatik yang samar-samar atau tidak ada sama sekali, tetapi selama periode
beberapa bulan timbul gejala dan tanda umum seperti rasa tidak enak badan, lesu, anoreksia,
dengan penampakan sakit kronik. Mereka sering datang dengan gagal jantung, dan pemeriksaan
fisis dan laboratorium menunjukkan adanya penyakit jantung valvular. Jenis miokarditis akibat
kelainan lain harus disingkirkan. Tanda radang aktif (biasanya reaksi fase akut seperti LED dan
PCR) diperlukan untuk membedakannya dari penyakit katup reumatik inaktif. Pemeriksaan
ekokardiografi bermanfaat untuk memperkuat atau menyingkirkan adanya penyakit katup kronik.
Endokarditis infektif mudah dirancukan dengan keadaan ini.
3.) Demam reumatik kumat. Pada pasien penyakit reumatik yang telah menetap (establihed) yang
telah tidak minum obat antiradang (salisilat atau kortikosteroid) selama paling sedikit dua bulan,
terdapatnya satu kriteria mayor atau demam, artralgia, atau naiknya reaktan fase akut memberikan
kesan dugaan diagnosis demam reumatik kumat, asalkan terdapat bukti adanya infeksi
sterptokokus sebelumnya (misalnya peninggian titer ASTO). Namun untuk diagnosis yang tepat
diperlukan pengamatan yang cukup lama untuk menyingkirkan penyakit lain dan komplikasi
penyakit jantung reumatik seperti endokarditis infektif.
Seringkali sukar membuktikan adanya karditis akut selama serang kumat. Munculnya bising baru,
bertambahnya kardiomegali, atau adanya bising gesek perikadial biasanya membuktikan diagnosis
karditis. Adanya nodul subkutan atau eritema marginatum juga merupakan bukti terpercaya untuk
terdapatnya karditis aktif.
(Sumber : buku ajar ilmu penyakit Dalam)

Pemeriksaan Laboratorium
1. Kultur tenggorok
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup A negatif
pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan diagnosis sebab
kemungkinan akibat kekambuhan kuman Streptococcus grup A atau infeksi Streptococcus dengan
strain yang lain.
2. Rapid antigen test
Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angkaspesifitas
lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga pemeriksaan kultur tenggorok
sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
3. Antistreptococcal antibodi
Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kumantersebut, dengan
adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknyaantibodi ini sangat dipengaruhi

oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan
320 Todd pada anak-anak. Pemeriksaantiter ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.Titer pada
DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak dikatakan positif.
Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu
kedua sampai ketiga setelah fase akutdemam rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman
Streptococcus grup A ditenggorokan.
4. Protein fase akut
Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive protein positif;
yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat antirematik.
5. Pemeriksaan Imaging
Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru yang
merupakan gejala gagal jantung.
Doppler-echocardiogram
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya
disfungsiventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat
faseakut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam beberpa minggu sampai
bulan.Pasien dengan carditis sedang sampai berat mengalami mitral dan atau
aortaregurgitasi yang menetap.
Gambaran echocardiografi
- Diagnostik miokarditis & pericarditis
- Kontraktilitas miokardium (EF)
- Derajat regurgitasi katup mitral dan aorta. Orifisium katup mitral 0,8 cm2, dilatasi LA,
RV, dan RA
- Katup mitral kurang terbuka saat diastole dan tampak aliran turbulen melewati orifisium
katup mitral. Tampak aliran regurgitasi dari RV ke RA saat systole
- Dimensi ventrikel.

1.7 Patologi Anatomi

Makroskopis: Jantung sedikit membesar, Katup jantung tegang, keras dengan beberapa nodulnodul kecil.
Mikroskopis: Pada miokard terdapat Aschoff nodule yang merupakanfokus-fokus fibrosis
dengan sebukan sel-sel bulat. Fokus ini terutama terletak di sekitar pembuluh darah. Tampak pula
sel-sel datia Aschoff dan anitchow myocyte (histiosit jantung, sitoplasma mengandung fibril).
Nodus ini ditemukan pula pada endocardium.
1.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnostik DR terdiri dari 3 kriteria :
1. Bukti adanya infeksi Streptokokus pyogenes yaitu dengan pemeriksaan ASTO. Nilai
normal dewasa 250 Todd, anak-anak 320 Todd.
2. Reaksi fase akut leukositosis, LED meningkat, dan CRP (+)
3. Bukti adanya keterlibatan jantung (interval PR yang memanjang pada EKG, sinus
takikardi), Toraks foto (pericarditis)
TABEL 3. DIAGNOSIS BANDING DEMAM REUMATIK3

Umur
Rasio kelamin
Kelainan sendi

Demam reumatik

Artritis reumatoid

5-15 tahun
sama

5 tahun
Wanita 1,5:1

Lupus eritomatosus
sistemik
10 tahun
Wanita 5:1

Sakit
Bengkak
Kelainan Ro
Kelainan kulit
Karditis
Laboratorium
Lateks
Aglutinasi sel domba
Sediaa sel LE
Respon terhadap
salisilat

Hebat
Non spesifik
Tidak ada
Eritema marginatum
ya
cepat

sedang
Non spesifik
Sering (lanjut)
Makular
Jarang
10%
10%
5%
Biasanya lambat

Biasanya ringan
Non spesifik
Kadang-kadang
Lesi kupu-kupu
Lanjut
Kadang-kadang

Lambat / -

1. Arthritis Rheumatoid
Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis reumatoid, biasanya terjadi
secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris, tidak bermigrasi, kurang berespon terhadap preparat salisil
dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi
salisil + reumatoid faktor (+) diagnosis ke arah artritis reumatoid.
2. Sickel cell Anemia/ leukemia
Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang significant (< 7 g/dL). Leukositosis
tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal dan metakarpal. Splenomegali. Pada
perjalanan yang kronis kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada sumsum tulang.
3. Artritis karena infeksi
Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.
4. Karditis karena virus
Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat menyebabkan miokarditis dengan tandatanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali bising sistolik (MI). Tidak terdapat
murmur. Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan DR karena pada virus disertai dengan
valvulitis.
5. Keadaan mirip chorea
Multiple tics = merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan repetitif.
Cerbral palsy = gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik. Anamnesa: kelumpuhan motorik yang sudah
dapat terlihat semenjak awal bulan. Keterlambatan perkembangan.
Post ensefalitis = perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yang bermacam-macam. Gejala klinis
berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala, muntah-muntah, photofobia, gangguan bicara, kejang, dll.
6.

Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikel septum defect) dan ASD
(atrium septum defect). Gambaran klinis yang mendasari:
a. Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bising pansistolik murmur dengan
punctum maksimum disela iga III-IV parasternal kiri.
b. Adanya keluhan sesak napas = akibat gagal jantung

1.9 Penatalaksanaan
Untuk Pencegahan Infeksi Streptoccocus
2.
PENGOBATAN FARINGITIS
PENCEGAHAN INFEKSI
(PENCEGAHAN PRIMER)
(PENCEGAHAN SEKUNDER)
1. Penisilin benzatin G IM
1. Penisilin benzatin G IM
a. 600 000-900 000 unit untuk pasien <30 kg a.
600 000-900 000 unit untuk pasien < 30 kg
b. 1 200 00 unit pasien > 30 kg
setiap 3-4 minggu
b. 1 200 00 unit pasien > 30 kg setiap 3-4
minggu
2. Penisilin V oral:
250 mg, 3 atau 4 kali sehari selama 10 hari
2. Penisilin V oral:
250 mg, dua kali sehari
3. Eritromisin:
40 mg/kg/hari dibagi dalam 2-4 kali dosis
3. Eritromisin:
sehari (dosis maximum 1 g/hari) selama 10 hari
250 mg, dua kali sehari
4.

Sulfadiazin:
0,5 g untuk pasien < 30 kg sekali sehari
1 g untuk pasien > 30 kg sekali sehari

Tatalaksana PJR aktif atau reaktifitas adalah sebagai berikut :


A. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.

Status Jantung

Penatalaksanaan

Tanpa Karditis

Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2 minggu

Karditis tanpa
Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4 minggu
Kardiomegali

Karditis dengan
Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6 minggu
Kardiomegali

Karditis dengan
gagal jantung

Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi


bertahap selama 3 bulan

B. Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman Sterptococcus dengan pemberian:
1) Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan l,2 juta U bila
berat badan lebih dari 30 kg diberikan sekali. Injeksi secara intramuskuler.
2) Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat badan kurang dari 20
kg diberikan selama 10 hari.
3) Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 50 mg/kg BB/hari selama 10
hari.
C. Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul meskipun adanya radang
dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh karena itu obat anti radang sebaiknya hanya
diberikan bila diagnosis telah ditegakkan.
(Sumber : buku ajar ilmu penyakit dalam)
Analgesik dan anti-inflamasi
Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul meskipun adanya
radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh karena itu obat anti radang sebaiknya
hanya diberikan bila diagnosis telah ditegakkan.
Tabel 3 : Pedoman pemberian analgetik dan anti-inflamasi
Manifestasi Klinik

Pengobatan

Artralgia

Salisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari

Artritis saja, dan/atau


karditis tanpa kardiomegali

Salisilat saja 100 mg/kg BB/hari selama 2 minggu dilanjutkan dengan 75


mg/kg BB selama 4-6 minggu.

Karditis dengan
kardiomegali atau gagal
jantung

Prednison 2 mg/kg/ BB/hari selama 2 minggu,dikurangi bertahap selama


2 minggu ditambah salisilat 75 mg/kg BB selama 6 minggu.

(Sumber :Teddy Ontoseno, Soebijanto Poerwodibroto, Mahrus A. Rahman


http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-vksh247.htm)
D. Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
E. Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu klorpromazin,diazepam atau
haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah baring
dan eradikasi. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak diberikan pada anak di bawah umur 12
tahun.
F. Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal jantung dapat diberikan terapi
digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
G. Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin
Tatalaksana komperensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:
a.

Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan pencegahan endokarditis pada pasien
dengan kelainan katup.

b.

Pemeriksaan ASTO, CRP, LED, tenggorok dan darah tepi lengkap. Ekokardiografi untuk evaluasi
jantung.

c.

Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bagi pasien dengan alergi
penisilin.

d.

Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit.

e.

Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan:

f.

Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100 mg/kgBB/hari sampai 2 minggu, kemudian
diturunkan selama 2-3 minggu berikutnya.

g.

Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4-6 dosis
selama 4-8 minggu bergantung pada respons klinis. Bila ada perbaikan, dosis diturunkan bertahap
selama 4-6 minggu berikutnya.

h.

Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan prednison 2 mg/kgBB/hari diberikan
selama 2-6 minggu.

(http://www.ichrc.org/610-demam-reumatik-akut)

Rekomendasi obat antiinflamasi:

Prednison
Aspirin

Artritis tanpa
karditis

Karditis
ringan

Karditis
sedang

Karditis
berat

0
1-2 minggu

0
2-4 minggu^

2-4 minggu*
6-8 minggu

2-6 minggu*
2-4 bulan

Catatan:
*Dosis prednison: 2 mg/kgBB/hari bagi 4 dosis
pd minggu terakhir prednison tapering off dan aspirin
mulai diberikan
^Dosis aspirin: 100 mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis
setelah 2 minggu terpi kurangi dosis aspirin sebanyak 60
mg/kgBB/hari

2.1 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya
adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis
reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark
(kematian sel jantung).
2.2 Prognosis
Prognosis akan sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut
demam rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit jatung rematik tidak membaik bila
bising organis katup tidak hilang prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat.
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada
tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanakkanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita
dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.
Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan jantung.
Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi yang sekarang sudah jarang
terlihat di negara maju (hampir 0%) namun masih sering ditemukan di negara berkembang (110%). Selain menurunkan mortalitas, perkembangan penisilin juga mempengaruhi kemungkinan
berkembangnya menjadi penyakit valvular kronik setelah serangan demam reumatik aku.
Sebelum penisilin, persentase pasien berkembang menjadi penyakit valvular yaitu sebesar 6070% dibandingkan dengan setelah penisilin yaitu hanya sebesar 9-39% 1,9.
Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam reumatik akut hingga
mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan angka penyembuhan yang tinggi
penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara teratur. Informasi ini harus disampaikan kepada

pasien, bahwa profilaksis dapat memberikan prognosis yang baik, bahkan pada pasien dengan
penyakit jantung yang berat1.
Terjadinya penyakit jantung residual ditentukan oleh:
1. Keadaan jantung pada saat terapi dimulai
2. Rekurensi demam rematik
3. Regresi kelainan jantung: tanda kelainan jantung menghilang pada 10-25% penderita 10 tahun
sejak serangan pertama. Penyakit katup lebih sering membaik bila patuh melaksanakan
profilaksis
2.3 Epidemiologi (Faktor Resiko)
Angka kesakitan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) di Amerika Serikat pada
tahun 1996, dilaporkan hamper mencapai 60 juta penderita, dimana 1,8 juta di antaranya
menderita PJR. (Ulfah A. 2000) Statistik rumah sakit di Negara berkembang pada tahun 1992
menunjukkan sekitar 10-35% dari penderita penyakit jantung yang masuk ke rumah sakit adalah
penderita DR dan PJR (Afif A, 2008)
Dari klasifikasi PJR, yakni stenosis mitral, ditemukan perempuan lebih sering terkena
daripada laki-laki dengan perbandingan 7:1(Chandrasoma P, 2006). DR Akut dan PJR diduga
hasil dari respon autoimun, namun patogenesis yang pasti masih belum jelas. Walaupun PJR
adalah penyebab utama kematian 100 tahun yang lalu pada orang berusia 5-20 tahun di Amerika
Serikat, insiden penyakit ini telah menurun di negara maju, dan tingkat kematian telah menurun
menjadi hanya di atas 0% sejak tahun 1960-an. Di seluruh dunia, PJR masih merupakan masalah
kesehatan yang utama. PJR Kronis diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak-anak dan orang
dewasa muda; 90.000 orang meninggal karena penyakit ini setiap tahun. Angka kematian dari
penyakit ini masih 1%-10%. Sebuah sumber daya yang komprehensif mengenai diagnosis
danpengobatan disediakan oleh WHO(Thomas K Chin, 2008)
Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus Beta
Hemolitik grup A menderita DR.
Expert ConsultationGeneva, 29 Oktober1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004
angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000
penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000.
Diperkirakan sekitar 2000-332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena penyakit tersebut.
Angka disabilitas pertahun (The disability adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat PJR
diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per100.000 di negara
berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya
sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang
terdapat pada anak sekolah. Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara maju, tetapi di
negara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per 100.000 di China.
Sayangnya dalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR
Indonesia tidak dinyatakan (Afif. A, 2008 & WHO, 2004)

Anda mungkin juga menyukai