Anda di halaman 1dari 38

EVALUASI PROGRAM

TUBERKULOSIS ANAK DI PUSKESMAS CIMANGGIS


PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

Disusun Oleh :
Siti Alfiana C

1220221113

Pembimbing
Nurfitri Bustaman, S.Si., M.Kes, MPd.Ked

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL VETERAN JAKARTA
PERIODE 08 JANUARI 27 FEBRUARI 2015

LEMBAR PENGESAHAN
EVALUASI PROGRAM
TUBERKULOSIS ANAK DI PUSKESMAS CIMANGGIS
PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Periode 08 Januari 27 Februari 2015

Telah disetujui
Tanggal :
.............................................................

Disusun oleh :
Siti Alfiana C

1220221113

Pembimbing

Nurfitri Bustaman, S.Si., M.Kes, MPd.Ked

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, berkat


karunia-Nya

penulis

dapat

menyelesaikan

EVALUASI

PROGRAM

TUBERKULOSIS ANAK DI PUSKESMAS CIMANGGIS PERIODE JANUARIDESEMBER 2014

yang merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian

kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter Departemen Ilmu Kesehatan


Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Periode 08 Januari 27 Februari 2015.
Dalam menyelesaikan Evaluasi Program ini penulis mengucapkan rasa terima
kasih kepada Nurfitri Bustaman, S.Si., M.Kes, MPd.Ked sebagai dokter pembimbing.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Evaluasi Program ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap
kritik dan saran dari pembaca.
Semoga Evaluasi Program ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada
khususnya dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu
kedokteran pada umumnya. Amin.

Jakarta, Februari 2015

Penulis

iii

ABSTRAK

iv

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
ABSTRAKDAFTAR ISI............................................................................................iv
DAFTAR ISI.................................................................................................................v
BAB I

BAB II

PENDAHULUAN......................................................................................1
I.1.

Latar Belakang.................................................................................1

I.2.

Masalah 3

I.3.

Tujuan 3

1.4.

Manfaat 3

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
II.1.

Definisi............................................................................................5

II.2.

Epidemiologi....................................................................................5

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1..........................................................................................3
Gambar 2..........................................................................................4
Gambar 3..........................................................................................5
Gambar 4..........................................................................................6
Gambar 5..........................................................................................9
Gambar 6........................................................................................14
Gambar 7........................................................................................15
Gambar 8........................................................................................15
Gambar 9........................................................................................15
Gambar 10......................................................................................16
Gambar 11......................................................................................17
Gambar 12......................................................................................18
Gambar 13......................................................................................19
Gambar 14......................................................................................20

vi

BAB I
PENDAHULUAN
I.1.

Latar Belakang
TB salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang sering pada anak.

Anak lebih beresiko untuk menderita TB berat seperti TB milier dan meningitis
TB sehingga menyebabkan tingginya kesakitan dan kematian pada anak. Anak
sangat rentan terinfeksi TB terutama yang kontak erat dengan pasien TB BTA
positif. Anak dengan infeksi TB saat ini menunjukkan sumber penyakit TB di
masa depan. Beban kasus TB Anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat
diagnostik yang childfriendly dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan
pelaporan kasus TB Anak. Diperkirakan banyak anak menderita TB yang tidak
mendapatkan penanganan yang benar (http://www.tbindonesia.or.id/tb-anak/).
Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara 22 negara di dunia yang
memiliki beban penyakit TB tertinggi. Menurut Global Tuberculosis Control
Report 2009 WHO, diperkirakan terdapat 528,063 kasus baru TB. Estimasi
insidensi TB 228 kasus baru per 100,000 populasi. Estimasi angka insidensi
hapusan dahak baru yang positif adalah 102 kasus per 100,000 populasi pada
2007 (WHO, 2009a). Berdasarkan kalkulasi disability-adjusted life-year (DALY)
WHO, TB menyumbang 6.3 persen dari total beban penyakit di Indonesia,
dibandingkan dengan 3.2 persen di wilayah regional Asia Tenggara (USAID,
2008).
Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda
dengan TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini
sangat pesat. Sekurang-kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap
tahun. Di Indonesia proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB yang
ternotifikasi dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi
apabila dilihat pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan
menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8 15,9%. TB pada anak
saat ini merupakan salah satu komponen penting dalam pengendalian TB, dengan
pendekatan pada kelompok risiko tinggi, salah satunya adalah anak mengingat TB

merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak dan bayi di negara
endemis TB (Lingkungan, 2013).
Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865
kasus BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai
10.45%. (Lingkungan, 2011). TB pada anak mencerminkan transmisi TB yang
terus berlangsung di populasi. Kecenderungan yang berlebihan (overdiagnosis)
dalam mendiagnosis TB anak, penatalaksanaan kasus yang tidak tepat, pelacakan
kasus yang lemah serta kurangnya pelaporan pasien TB anak (underreporting)
merupakan permasalahan yang dijumpai pada TB anak. Untuk itu program
pengendalian TB pada anak perlu ditingkatkan implementasinya (Lingkungan,
2013).
Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan
global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif
untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat
tinggi. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan
masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang
meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009). Selain itu, pengendalian TB
mendapat tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV, TB yang resisten obat dan
tantangan lainnya dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi. Dokumen
Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2011-2014 ini disusun dengan
konsultasi yang intensif dengan para pemangku kepentingan di tingkat nasional
dan provinsi serta mengacu pada: (1) kebijakan pembangunan nasional 20102014; (2) dokumen strategi dan rencana global dan regional; dan (3) evaluasi
perkembangan program TB di Indonesia (stoptb, 2011)
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen yang
vital untuk menilai keberhasilan pelaksanan program penanggulangan TB.
Pemantauan yang dilakukan secara berkala dan kontinu berguna untuk mendeteksi
masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar
dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Selain itu evaluasi berguna untuk
menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya telah
tercapai pada akhir suatu periode waktu. Evaluasi dilakukan setelah suatu periode
waktu tertentu, biasanya setiap 6 bulan hingga 1 tahun. Dalam mengukur

keberhasilan tersebut diperlukan indikator dan standar. Hasil evaluasi berguna


untuk kepentingan perencanaan program dan perbaikan kebijakan program
penanggulangan TB (Murti & dkk, 2009).
Oleh karena itu, melalui evaluasi program ini, perencanaan program dan
perbaikan kebijakan program penanggulangan TB anak di Puskesmas Cimanggis
Kota Depok dapat terlaksana.
I.2.

Masalah
Belum terdapatnya data evaluasi program mengenai pelaksanaan
TB anak di Puskesmas Cimanggis Kota Depok periode Januari sampai
Desember 2014.

I.3.

Tujuan

I.3.1. Tujuan Umum


Mendapatkan gambaran pelaksanaan program pelaksanaan TB
anak periode Januari sampai Desember 2014, sebagai masukan untuk
meningkatkan pelaksanaan TB anak di Puskesmas Cimanggis Kota
Depok .
I.3.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pelaksanaan program pelaksanaan TB anak periode
Januari sampai Desember 2014 di Puskesmas Cimanggis Kota Depok.
b. Diketahuinya masalah dan peyebab masalah pelaksanaan program
penanganan TB anak periode Januari sampai Desember 2014 di
Puskesmas Cimanggis Kota Depok.
c. Dirumuskan solusi yang tepat dalam pemecahan masalah program
penanganan TB anak di puskesman Cimanggis sehingga ringkat
keberhasilah program yang ada dapat mencapai hasil yang diharapkan.

1.4.

Manfaat

1.4.1. Manfaat bagi Puskesmas


a. Memberikan informasi faktor penyebab ketidakberhasilannya suatu
program penanganan TB anak dan saran dalam pemecahannya.
b. Sebagai bahan kajian bagi penentu kebijakan dalam program
penanganan TB anak di Puskesmas Cimanggis dalam upaya
peningkatan kualitas kerja.
1.4.2. Manfaat bagi perguruan tinggi
a. Mengamalkan tridarma perguruan.
b. Meningkatkan kerja sama dengan saling pengertian antar mahasiswa
dan staf pengajar.
c. Menjadi masukan bagi penelitian evaluasi program puskesmas
selanjutnya.
1.4.3. Manfaat bagi mahasiswa
Melakukan evaluasi program Puskesmas dan mampu menentukan
prioritas terhadap masalah yang ditemukan dalam melakukan evaluasi
program.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/16-12.pdf


II.2.

Epidemiologi
Epidemiologi TB adalah rangkaian gambaran informasi yang menjelaskan

beberapa hal terkait orang, tempat, waktu dan lingkungan. Secara sistematis dan
informatif menguraikan sejarah penyakit tuberkulosis, prevalens tuberkulosis,
kondisi

infeksi

tuberkulosis

dan

cara/

risiko

penularan

serta

upaya

pencegahannya. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga


mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada
anak usia 0-14 tahun (juknis, 2013).

Gambar 1. Proprorsi Kasus TB Anak, 2012


Proporsi kasus TB Anak diantara semua kasus yang diobati di Indonesia
dari 2007 sampai 2013 berkisar pada 7,9% sampai 12%. Angka ini masih berada
pada batas normal proporsi kasus TB anak diantara semua kasus. Proporsi kasus
TB Anak diantara semua kasus TB yang diobati sangat bervariasi pada level
Provinsi, Kabupaten/Kota sampai Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa beberapa provinsi memiliki proporsi
kasus TB anak <5% dan beberapa provinsi lain menunjukkan >15%. Dari data

tersebut menunjukkan kecenderungan adanya overdiagnosis, underdiagnosis


maupun underreported kasus TB Anak (http://www.tbindonesia.or.id/tb-anak/)
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 4050% dari jumlah
seluruh populasi (Gambar ). Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi
kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%,
kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila
dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%.
Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level
provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 514 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi
dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010
adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3%
dan tahun 2012 menjadi 6%. (junkis, 2013)

Gambar 2. Po pulasi TB Anak Berdasakan Usia


Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 m), akan
terhirup dan dapat mencapai alveolus.. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya,
tidak seluruhnya

dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat

menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB


yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang
tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan

akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di


tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary
complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB bervariasi selama 212 minggu, biasanya berlangsung selama 48
minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga
mencapai jumlah 103104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas selular
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah
terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi
baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli
akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated
immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga

akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak


sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru
atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga
bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ballvalve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut
sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling
sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga

bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada
umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang),
demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan
fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
apeks paru saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul
dalam waktu 26 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung
pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun
pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun
(balita) terutama di bawah dua tahun.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding
vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman
TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat
penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic
spread.
II.3. Diagnosis
A. Evaluasi program
Dalam pelaksanaan suatu program kesehatan, seorang pelaksana
program selalu dihadapkan oleh keadaan yang tidak pasti (uncertainty) Dan
secara sederhana keadaan tersebut dapat disimpulkan menjadi tiga pertanyaan;
(1) apakah program yang akan dilaksanakan adalah suatu program yang telah
tepat, (2) apakah program yang telah dijalankan berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan, dan (3) apakah program yang telah
dilaksanakan berhasil mencapai tujuan sebagaimana yang telah direncanakan.

Pekerjaan mencari jawaban akan ketiga hal tersebut dalam bidang administrasi
disebut dengan nama penilaian (evaluation). (Azrul, 1996)
Program kesehatan merupakan salah satu dari program intervensi,
dimanan

Setiap

program

intervensi

untuk

menghasilkan

perubahan

memerlukan monitoring dan evaluasi guna menilai dari waktu ke waktu sejauh
mana perubahan telah terjadi. Sebaliknya pelaksanaan monitoring dan
evaluasi hanya dilakukan dalam konteks program intervensi. Tidak ada
gunanya melakukan monitoring dan evaluasi kalau tidak ada program
intervensi. Dengan demikian, monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari suatu program. (Anonim a, 2012)
a) Definisi evaluasi
Evaluasi adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman
yang

dimiliki

untuk

meningkatkan

pencapaian,

pelaksanaan

dan

perencanaan suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai


kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya. (Azrul, 1996)
Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah
keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (the American Public Association). (Azrul, 1996)
Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam
membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau criteria yang
telah ditetapkan , dilanjutkan dengan pngambilan kesimpulan serta
penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan setiap tahap dari
pelaksanaan program (The international clearing house and adolescent
fertility control for population option). (Azrul, 1996)
Evaluasi dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan sistematik
dan teratur untuk mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai dasar
perbaikan efisiensi dan efektivitas program intervensi. evaluasi bertujuan
untuk menilai sejauh mana rencana kegiatan pokok telah dilaksanakan dan
sejauh mana pengaruh kegiatan tersebut terhadap perilaku dan status
biologis (kesehatan) kelompok sasaran. (budi utomo). (Anonim a, 2012)
Dengan evaluasi kita dapat mengenali masalah pelaksanaan program,
melakukan koreksi atau perbaikan pelaksanaan program, mengukur
pencapaian target program, dan menilai tren perubahan yang diharapkan
program. evaluasi lebih menekankan pada perubahan yang terkait dengan
hasil dan dampak program, sementara monitoring lebih menekankan pada

pelaksanaan program, maka, Hanya dengan monitoring dan evaluasi kita


dapat menjamin apakah program tetap berorientasi terhadap manfaat bagi
kelompok sasaran, dan dapat mengenali strategi mana yang efektif dan kosefektif dan mana yang tidak. (Anonim a, 2012)
b) Tujuan melakukan penilaian program.
a) Pada tahap awal program
Bila dilakukan pada tahap awal program (formatif evaluation),
tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun
benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, sehingga
nantinya dapat menyelesaikan masalah tersebut. Penilaian yang
bermaksut mengukur kesesuaian program dengan masalah dan atau
kenutuhan masyarakat ini sering disebut puladengan studi penjajakan
kebutuhan (need assessment study). (Azrul, 1996)
b) Pada tahap pelaksanaan program
Penilaian dilakukan pada saat program sedang dilaksanakan
(promotif evaluation). Tujuannya adalah untuk mengukur apakah
program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana
atau tidak, dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan
tujuan program. Pada umumnya ada dua bentuk penilaian pada tahap ini
yaitu pementauan (monitoring)

dan pemantauan berkala (periodic

evaluation). Perbedaan keduanya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(Azrul, 1996)
Tabel 2.3 Perbedaan Montoring dan periodic evaluation
No
1

Hal yang
dibandingkan
Frekuensi

Pelaksana

Tujuan

Monitoring

Periodic evaluation

Biasanya tiap 2 minggu/ sebulan


sekali
Biasanya dilakukan oleh kalangan
sendiri

Biasanya 6 bulan-qtahun sekali

Biasanya bersifat terbatas yakni


hanya memperbaiki beberapa
penyimpangan saja

Dapat dilakukan oleh kalangan


sendiri, pihak ketiga (eksternal
evaluator)
Biasanya bersifat lebih luas dan
bahkan dapat merevisi program
secara keseluruhan

Sumber Pengantar Administrasi Kesehatan


c) Pada tahap akhir program
Penilaian yang dilakukan disini adalah pada saatprogram telah
selesai dilaksanakan (sumatif evaluation). Tujuannya adalah untuk
mengukur keluaran (output) atau dampak (impact) bila mungkin karena

dampak merupakan hasil paling akhir dari suatu program shingga baru
dapat diukur beberapa tahun kemudian. (Anonim a, 2012)
Dalam konteks suatu program, kita ingin melakukan perubahan
dari satu situasi yang tidak kita harapkan menuju satu situasi yang kita
harapkan. Intensitas dan ekstensivitas perubahan karena program
intervensi merefleksikan kemajuan suatu program. Perubahan situasi
dari waktu ke waktu yang dimonitor dan dievaluasi diukur melalui
indikator-indikator. Perubahan ini memerlukan waktu dan sifat
perubahan bertahap, mulai perubahan awal pada tingkat input dan
proses (kegiatan program), perubahan pada tingkat output (cakupan
program), tingkatan outcome (biasanya pengetahuan dan perilaku
kelompok sasaran), dan sampai perubahan lanjut di tingkat dampak
(status morbiditas dan mortalitas). (Anonim a, 2012)
Sementara perubahan awal pada tingkat input, proses dan output
lebih spesifik terkait dengan program yang kita nilai, perubahan lanjut
yang kita harapkan pada tingkat outcome dan dampak semakin kurang
spesifik. Perubahan pada tingkat outcome dan dampak boleh jadi
karena kontribusi dari program-program lain. Dalam dunia nyata, kita
tidak bisa memisahkan program yang kita nilai dengan program-program
lain yang berkaitan. Yang jelas, untuk menunjukkan bahwa perubahan
pada tingkat outcome dan dampak memang ada kaitannya dengan
program yang kita nilai, kita harus mampu menunjukkan adanya
konsistensi antara perubahan pada tingkat proses dan output dan
perubahan pada tingkat outcome dan dampak.
Indikator merupakan suatu variabel yang

memungkinkan

pengukuran terhadap perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.


Perubahan di sini sebagai suatu konsep atau parameter yang ingin kita
ukur, sedangkan indikator merupakan suatu nilai statistik yang bersifat
parsial, sehingga menggunakan hanya satu indikator akan sangat kurang
mampu mengukur konsep perubahan yang berdimensi kompleks.
Sebaliknya penggunaan banyak sekali indikator untuk mengukur satu
perubahan juga akan kompleks dan mahal. Dalam praktek, pengukuran

terhadap suatu perubahan memerlukan beberapa indikator yang saling


melengkapi. (Anonim a, 2012)
c) Pemilihan indikator
Pemilihan indikator-indikator (terutama indikator outcome dan
dampak) merupakan hal penting dalam merancang monitoring dan
evaluasi suatu program. Karakteristik dari suatu indikator yang baik adalah
relevan, dalam arti sesuai dengan konsep perubahan yang ingin diukur, dan
sekaligus dapat diukur melalui keterbatasan sumber-daya yang tersedia.
Kriteria relevansi indikator sering diartikan sebagai pertimbangan
akademik, antara lain: valid, artinya indikator mampu mengukur apa yang
ingin diukur; obyektif, artinya indikator tidak berubah hanya karena diukur
oleh orang yang berbeda atau dalam waktu yang berbeda; sensitif, artinya
indikator berubah sejalan dengan perubahan dari kondisi yang diukur; dan
spesifik, artinya indikator hanya berubah kalau kondisi yang diukur
berubah, bukan karena perubahan kondisi lain yang tidak diukur.
Suatu indikator mungkin relevan, tetapi kalau tidak dapat diukur,
tentunya tidak berguna. Sebaliknya suatu indikator yang mudah diukur,
tetapi tidak ada kaitannya dengan konsep perubahan yang hendak diukur,
juga tidak berguna. (Anonim a, 2012)
B. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari beberapa
elemen (unsur) yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan
sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem
menurut Ryans adalah gabungan dari elemen yang saling dihubungkan oleh
suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai kesatuan organisasi dalam
upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan. (Azrul, 1996)
1. Ciri-ciri Sistem
Sesuatu disebut sistem apabila memiliki beberapa ciri-ciri pokok
sistem. Ciri-ciri pokok yang dimaksud dibedakan atas empat macam :
a)

Terdapat bagian yang satu sama lain saling berhubungan dan


mempengaruhi yang kesemuanya membentuk satu kesatuan.

b) Fungsi masing-masing bagian tersebut adalah dalam rangka mengubah


masukan menjadi keluaran yang direncanakan

c) Dalam melaksanakan fungsi, semuanya bekerjasama secara bebas


namun terkait
d) Tidak ter
e) tutup terhadap lingkungan. (Azrul, 1996)
2. Unsur Sistem
Bagian atau elemen dalam sistem dapat dikelompokkan menjadi enam
unsur yaitu :
a) Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat
dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem
tersebut. Dalam sistem pelayanan kesehatan, masukan terdiri dari tenaga,
dana, metoda, sarana/material.
b) Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat
dalam sistim dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi
keluaran yang direncanakan. Dalam sistem pelayanan kesehatan terdiri
dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian.
c) Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan
dari berlangsungnya proses dalam sistem.
d) Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi
sistem tersebut.
e) Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu
sistem.
f) Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak
dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
(Azrul, 1996)
Masuka
Masuka
nn
Masuka
Masuka
nn

Proses
Proses

Umpan
Umpan
Balik
Balik

Keluara
Keluara
nn

Gambar 2.1 Unsur sistem

Dampa
Dampa
kk

3. Pendekatan Sistem
Pada dasarnya suatu sistem dibentuk untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu
dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara
keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi
untuk mencapai tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja ini dikerjakan
pada waktu mengerjakan administrasi, maka prinsip pokok ini dikenal
sebagai pendekatan sistem (System approach). (Azrul, 1996)
Menurut L. James Harvey pendekatan sistem adalah penerapan suatu
prosedur yang logis dan rasional dalam merangkai suatu komponenkomponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai suatu
kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Azrul, 1996)
Prinsip pokok pendekatan sistem dalam pekerjaan administrasi dapat
dimanfaatkan untuk dua tujuan :
a) Membentuk sesuatu sebagai hasil pekerjaan administrasi
b) Menguraikan yang telah ada dalam administrasi, hal ini di kaitkan
dengan keinginan untuk menemukan masalah yang dihadapi, untuk
kemudian diupayakan mencarikan jalan keluar yang sesuai.
Keuntungan pendekatan system :
a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan
kebutuhan, sehingga penghamburan sumber , tata cara dan kesanggupan
yang sifanya selalu terbatas, akan dapat dihindari.
b) Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran
sehingga dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan.
c) Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur scara
lebih tepat dan obyektif.
d) Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program.
Pendekatan system juga memiliki kelemahan, yaitu dapat terjebaknya
dalam perhitungan yang terlalu rinci, sehingga menyulitkan pengambilan
keputusan dan dengan demikian masalah yang dihadapi tidak akan dapat
diselesaikan. (Azrul, 1999)

BAB III
METODE EVALUASI

A. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui sumber data primer dan sumber
data sekunder. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dengan
koordinator pelaksana subprogram pelayanan antenatal di puskesmas
kecamatan Cimanggis. Wawancara juga dilakukan terhadap dokter
puskesmas sebagai penanggung jawab utama setiap kegiatan puskesmas.
Disamping sumber data primer juga digunakan sumber data sekunder yaitu
berupa Laporan Tahunan Program KIA Puskesmas Kecamatan Cimanggis
Tahun 2011
B. Indikator Dan Tolok Ukur Penilaian
Evaluasi dilakukan pada program antenatal di puskesmas kecamatan
Cimanggis. Sumber rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan adalah
sebagai berikut.
1. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia
2010
2. Stratifikasi Puskesmas Tahun 2001
3. Pedoman Kerja Puskesmas jilid II tahun 1999
4. Profil Indonesia sehat 2010
Table 3.1 Daftar Tolok Ukur Sistem Masukan, Proses, Keluaran dan umpan
balik
Masukan

Tenaga

Dana
Sarana medis

Sarana non medis

1 dokter,
2 bidan,
1 pembantu bidan
Pemerintah (APBN, APBD),
Pendapatan puskesmas dan sumber lain
2 steteskop
2 tensi meter
2 steteskop Laennec
1 timbangan badan,
Tablet Fe dalam jmlah cukup
Pendingin : 1 kulkas, termos es
Vaksinasi : set vaksinasi lengkap dengan baik, jumlah sesuai
kebutuhan, vaksin baik dalam jumlah cukup
Peralatan ukur Hb
Alat ukur tinggi badan.
Ruang tunggu,
Ruang periksa
Buku register
1 meja, 2 kursi, 1 tempat tidur,1 bantal, 1 selimut
2 meteran

Metode medis

Metode non medis

Proses

perencanaan
pengorganisasian

Penatalaksanaan
Pencatatan
pelaporan

Lingkungan
Umpan Balik

dan

Kertas resep
Formulir rujukan,
Buku laporan tahunan-bulanan
KMS Ibu hamil
Brosur
Poster
pamflet
Standar minimal pelayanan antenatal 5T, yaitu :
Timbang berat badan
Periksa Tekanan darah
Ukur Tinggi fundus
Pemberian Tablet besi
Pemberian Tetanus toxoid
Metode penyuluhan oleh petugas puskesmas didalam dan diluar
lingkungan puskesmas dengan melakukan pembinaan kesehatan
wilayah.
Terdapat perencanaan kegiatan pelayanan antenatal yang memuat
aktivitas, target, sasaran, waktu, tempat, dan biaya kegiatan
Ada struktur organisasi yang jelas dan tertulis beserta dengan
tugas masing-masing bagian, yang dipimpin oleh kepala
puskesmas.
Koordinasi yang jelas antara pelayanan kesehatan lain yang ada
diwilayah puskesmas( bidan, posyandu, dan praktek swasta)
dengan rincian pembagian tugas dan tanggung jawab masingmasing tenaga pelaksana.
Kegiatan pelayanan antenatal termasuk penyuluhan perorangan
dilakukan minimal 4 kali dalam setahun
Adanya pencatatan dan pelaporan yang teratur dan sistematis
dalam periode waktu tertentu
Adanya pencatatan dan pelaporan dari fasilitas kesehatan yang
lain tentang pelayanan ANC diwilayah kerja puskesmas
Puskesmas mudah dijangkau oleh sarana transportasi
Digunakan data-data tentang hasil kegiatan dan analisis sebagai
masukan dan perbaikan program selanjutnya.

Sumber : Stratifikasi Puskesmas Tahun 2001, Buku Pedoman Puskesmas Jilid II


Tahun 1999

C. Langkah Penilaian
Evaluasi program pelayanan ANC di puskesmas kecamatan Cimanggis
dilaksanakan sebagai berikut :
1. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran
Langkah awal untuk dapat menentukan adanya masalah dari
pencapaian hasil output adalah dengan mengetahui atau menetapkan
indicator dan tolok ukur atau standar yang ingin dicapai. Nilai standar atau

tolok ukur ini diperoleh dari berbagai sumber seperti buku pedoman kerja
puskesmas, stratifikasi puskesmas
2. Membandingkan pencapaian keluaran program dengan tolok ukur keluaran.
Setelah ditetapkan tolok ukur dari setiap indicator keluaran program,
langkah selanjutnya adalah memabandingkan hasil pencapaian keluaran
program (output) dengan tolok ukurnya, bila pencapaian indikator keluaran
program tidak sesuai dengan tolak ukurnya, maka ditetapkan sebagai
masalah. Masalah bisa lebih dari satu, tergantung dari banyaknya indikator
yang dipakai untuk mengukur keluaran program.
3. Menetapkan prioritas masalah
Masalah-masalah pada komponen output tidak semuanya dapat
diatasi secara bersamaan menginggat keterbatasan kemampuan puskesmas.
Selain itu adanya kemungkinan masalah-masalah tersebut berkaitan satu
dengan yang lainnya dimana bila diselesaikan satu masalah yang paling
penting, masalah lainnya dapat teratasi pula. Oleh sebab itu, ditetapkan
prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk pemecahannya. Penetapan
prioritas masalah dilakukan dengan melakukan tehnik kriteria matriks bila
masalah lebih dari satu (criteria matrix technique). Secara umum kriteria
ini dibedakan atas tiga macam :
a) Pentingnya masalah (importancy / I), makin penting masalah tersebut,
makin diprioritaskan penyelesainnya. Ukuran pentingnya masalah yaitu :
1)

Besarnya masalah (prevalence / P)

2)

Akibat

yang

ditimbulkan

oleh

masalah

(severity / S)
3)

Kenaikan besarnya masalah (rate of increase /


RI)

4)

Derajat keinginan masyarakat yang tidak


terpenuhi (degree of unmeet need / DU)

5)

Keuntungan sosial karena selesainya masalah


(social benefit / SB)

6)

Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah


(public concern / PB)

7)

Suasana politik (political climate / PC)

b) Kelayakan teknologi (technical feasibility / T), makin layak teknologi


yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin
diprioritaskan masalah tersebut. Kelayakan teknologi yang dimaksud
adalah menunjuk penguasaan ilmu dan teknologi yang sesuai.
c) Sumber daya yang tersedia (resources availability / R), makin tersedia
sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin
diprioritaskan masalah tersebut. Sumber daya yang dimaksud adalah
yang menunjuk pada tenaga (man), dana (money) dan sarana (material).
Beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting)
untuk setiap kriteria yang sesuai. Perhitungan prioritas masalah dilakukan
dengan rumus

. Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah

yang memiliki nilai tertinggi.


4. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan
Untuk menentukan penyebab masalah yang telah ditentukan, maka
perlu dibuat kerangka konsep prioritas masalah. Hal ini bertujuan untuk
menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang berasal dari komponen
sistem yang lainnya, yaitu komponen input, proses, lingkungan, dan umpan
balik. Dengan menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor
penyebab masalah dapat diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada
yang tertinggal.
5. Identifikasi penyebab masalah
Berbagai penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep
selanjutnya akan di identifikasi. Identifikasi penyebab masalah dilakukan
dengan membandingkan antara tolok ukur atau standar komponenkomponen input, proses, lingkungan, dan umpan balik dengan pencapaian
dilapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka ditetapkan sebagai penyebab
masalah yang diprioritaskan tadi.
6. Membuat alternatif pemecahan masalah
Setelah diketahui penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa
alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut dibuat untuk mengatasi
penyebab-penyebab masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan
serta situasi dan kondisi puskesmas.
7. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat,


dipilih satu cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik dan
memungkinkan. Pemilihan cara pemecahan masalah ini dengan memakai
teknik kriteria matriks. Dua kriteria yang lazim digunakan adalah :
a) Efektifitas jalan keluar (effectifity/ E), menetapkan nilai efektifitas untuk
setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan memberikan angka 1 (paling
tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling efektif). Prioritas jalan
keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menentukan
efektifitas jalan keluar, dipergunakan kriteria tambahan sebagai berikut:
1)

Besarnya masalah yang dapat


diselesaikan (magnitude/ M)
Makin besar masalah yang dapat di atasi, makin tinggi prioritas jalan
keluar tersebut.

2)

Pentingnya

jalan

keluar

(importancy/ I)
Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelanggengan masalah.
Makin langgeng selesai masalahnya, makin penting jalan keluar
tersebut.
3)

Sensivitas

jalan

keluar

(vuneberality/ V)
Sensitivitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi
masalah. Makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar
tersebut.
b) Efisiensi Jalan Keluar (efficiency/C), menetapkan nilai efisiensi untuk
setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan memberikan angka 1 (paling
tidak efisien) sampai dengan angka 5 (paling efisien). Nilai efisien ini
biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk
melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan, makin
tidak efisien jalan keluar tersebut.
Menghitung nilai P (prioritas) untuk setiap alternatif jalan keluar yaitu
dengan membagi hasil perkalian nilai M x I x V dengan nilai C. Jalan
keluar dengan nilai P tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih. Lebih

jelas rumus untuk menghitung prioritas jalan keluar dapat dilihat dibawah
ini :

Keterangan :
P : priority
M : Magnitude
I : Importancy
V : Vulnerability
C : Cost

BAB IV
PENYAJIAN DATA
A. Data umum
(Sumber : Laporan tahunan Puskesmas Kecamatan Cimanggis tahun 2011)
1. Kondisi Geografi
Puskesmas DTP Cimanggis terletak di wilayah Kelurahan Curug
Kecamatan Cimanggis dengan batas-batas wilayah kerja sebagai berikut :

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Mekarsari


b) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sukmajaya.
c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukamaju Baru.
d) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sukatani dan Kelurahan
Harjamukti.

Gambar 4.1 Denah Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggis


Luas wilayah kerja Puskesmas DTP Cimanggis 350 km 2 dengan
tingkat kepadatan penduduk 119/km2. Wilayah kerja meliputi 2 Kelurahan,
yaitu Kelurahan Cisalak Pasar dan Kelurahan Curug. Jarak dari tiap
kelurahan ke fasilitas kesehatan (Puskesmas DTP Cimanggis) cukup mudah
dijangkau dengan berbagai alat transportasi. Keadaan setiap kelurahan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1 Situasi Geografi di Wilayah Puskesmas DTP Cimanggis
Tahun 2010
No.

Kelurahan

Jarak

Rata-rata

Kondisi

terjauh ke

waktu

Ketergantungan

1.

Cisalak Pasar

Puskesmas
2,5

tempuh
20 Menit

Biasa

2.

Curug

2,0

15 Menit

Biasa

Sumber Data : Kelurahan C.Pasar, Curug.

Tabel 4.2 Tabel Wilayah Kerja Puskesmas DTP Cimanggis


No.

Kelurahan

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Luas Wilayah

RW

Posyandu

Kader

(km2)

1.

Cisalak Pasar

19

75

1,71

2.

Curug

11

16

70

2,04

Total

20

35

145

3,75

Sumber Data : Kelurahan Cisalak Pasar, Curug.

2.

Kondisi Demografi
Komposisi Penduduk Menurut Jenis

a.

Kelamin dan Kelompok Umur


Berdasarkan data Kecamatan Cimanggis, pada tahun 2011
penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Cimanggis berjumlah
46.354 jiwa.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur


Di Puskesmas DTP Cimanggis Tahun 2011
No Golongan
Tahun 2011
L
P
Total
Sumber
:Kantor
Umur
1
0-4
2.275
2.002
4.277
Kecamatan
Cimanggis
2011

5 14

3.946

3.823

7.769

Pada

15 44

12.944

12.625

24.569

jumlah

45 64

3.936

3.646

7.582

penduduk

546
23.647

611
22.707

1.157
46.354

berdasarkan

> 65
TOTAL

struktur

tahun

usia

yang paling dominan adalah kelompok usia 15-44 tahun sejumlah 24.569
jiwa. Diikuti oleh kelompok umur 5 14 tahun sejumlah 7.769 jiwa.
Selanjutnya terdapat 12.046 penduduk yang termasuk kelompok usia
belum produktif secara ekonomi (0 14 tahun). Untuk penduduk usia

produktif (15 64 tahun) pada tahun 2011 adalah sebesar 32.151 jiwa
dari total penduduk di wilayah Puskesmas DTP Cimanggis. Artinya
jumlah penduduk usia produktif lebih dari setengah jumlah penduduk di
wilayah Puskesmas DTP Cimanggis dan masih mendominasi jumlah
penduduk pada umumnya. Sedangkan jumlah penduduk usia lanjut (> 65
tahun) tahun 2011 sebesar 1.157 jiwa. Berbeda dengan kelompok umur 0
14 tahun dan 15 64 tahun, pada kelompok usia 65 tahun keatas jumlah
penduduk laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan.

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan KK


Di Wilayah Puskesmas DTP Cimanggis Tahun 2011
No.

Kelurahan

Laki-laki

Perempuan

Total

Jumlah KK

1.

Cisalak Pasar

12.590

12.027

24.617

5.973

2.

Curug

11.058

10.680

21.737

5.525

Puskesmas

23.647

22.707

46.354

11.498

Sumber Data : Kelurahan Cisalak Pasar,Curug.


Kelurahan Cisalak Pasar merupakan kelurahan dengan jumlah
penduduk terbanyak di wilayah Puskesmas DTP Cimanggis yaitu 24.617
jiwa dan Kelurahan Curug 21.737 jiwa.
b. Gambaran Umum,Struktur Organisasi dan Tata Kerja
1)

Gambaran Umum Puskesmas


DTP Cimanggis
Puskesmas DTP Cimanggis didirikan pada tahun 1968, pada
waktu itu merupakan

satu-satunya Puskesmas yang ada di

Kecamatan Cimanggis dan harus melayani masyarakat dari seluruh


kelurahan. Dalam perkembangannya dibeberapa Kelurahan didirikan
Puskesmas pembantu (Pustu), lalu pustu ini dikembangkan menjadi
Puskesmas induk, hingga sekarang di Kecamatan Cimanggis ada
delapan Puskesmas induk yaitu: Puskesmas Tugu, Puskesmas Pasir
Gunung, Puskesmas Harjamukti, Puskesmas Cilangkap, Puskesmas

Sukatani, Puskesmas Tapos, Puskesmas Jatijajar dan Puskesmas Vila


Pertiwi, dengan kedudukan Puskesmas DTP Cimanggis sebagai
Puskesmas koordinator tingkat kecamatan (Korcam).
Gedung Puskesmas telah mengalami beberapa kali perbaikan.
Pengembangan yang pesat terjadi pada saat diresmikan menjadi
Puskesmas DTP (Dengan Tempat Perawatan) pada tanggal 17 April
2002 dengan kapasitas lima belas tempat tidur. Pengembangan
menjadi Puskesmas DTP ini merupakan yang pertama di Kota Depok.
Pemugaran terakhir dilakukan pada akhir 2007. Gedung baru
secara keseluruhan dipergunakan pada April 2008 sehingga pelayanan
Rawat Inap menjadi Dua belas tempat tidur Ranap Umum delapan
tempat tidur Rawat Pemulihan Gizi Buruk ( TFC ) dan enam tempat
tidur Rumah Bersalin. Lokasi Puskesmas DTP Cimanggis berada di
jalur strategis, yaitu di jalan raya Jakarta Bogor Km. 33 dan dilalui
oleh berbagai jenis kendaraan umum sehingga sangat mudah
dijangkau oleh masyarakat yang membutuhkan. Wilayah kerjanya
meliputi tiga Kelurahan, yaitu Kelurahan Curug, Cisalak Pasar dan
Mekar Sari dengan jumlah penduduk binaan 41.512 jiwa. Membina
30 posyandu yang tersebar secara merata di setiap RW. Sejak Juni
2008 Wilayah kerja Puskesmas DTP Cimanggis berkurang yaitu
menjadi dua Kelurahan yaitu Kelurahan Curug dan Kelurahan
Cisalak Pasar sebab dengan dibangunnya Puskesmas baru di Wilayah
Kelurahan Mekarsari.Struktur
2) Organisasi dan Tata Kerja
Saat ini struktur organisasi puskesmas mengacu pada SOTK
(Struktur Organisasi dan Tata Kerja) sesuai dengan buku pedoman
kerja puskesmas dari Depkes, karena sejauh ini belum ada SOTK baru
yang diterbitkan oleh Dinkes.
Sampai saat ini struktur yang ada dianggap sudah mampu untuk
menjalankan tugas pokok puskesmas secara baik, namun untuk
kedepan perlu ada pengembangan lebih lanjut mengingat ada
beberapa kegiatan yang belum terakomodasi, seperti kegiatan
pemasaran dan fungsi supervisi. Begitu pula dalam pelaksanaan

manajemen di puskesmas, saat ini masih belum berjalan sebagaimana


mestinya.
Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Puskesmas DTP
Cimanggis saat ini sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor : 128/MENKES/SK/II/2004,
sebagai acuan yang dipergunakan pola struktur organisasi Puskesmas,
terdiri dari :
a)

Kepala Kepala Puskesmas

b)

Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu Kepala


Puskesmas dalam pengelolaan :
i.

Data dan Informasi

ii.

Perencanaan dan Penilaian

iii.

Keuangan

iv.

Umum dan Kepegawaian

c)

Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas yaitu :


i.

Upaya Kesehatan Masyarakat, termasuk pembinaan terhadap


UKBM

ii.

Upaya Kesehatan Perorangan

iii.

Upaya Kesehatan Wajib terdiri dari


(1). Promosi Kesehatan
(a). Di dalam gedung
(b). Di luar gedung
(2). Kesehatan Lingkungan
(a) Penyehatan air
(b) Sanitasi dan makanan minuman
(c) Penyehatan lingkungan pemukiman dan jamban
(d) Pengawasan sanitasi dan tempat tempat umum
(e) Pengawasan tempat pengelolaan Feftisida
(f) Pengendalian vektor
(3). KIA dan KB
(a) Kesehatan ibu
(b) Kesehatan Bayi
(c) Upaya kesehatan balita dan anak pra sekolah
(d) Upaya kesehatan anak usia sekolah dan remaja
(e) Pelayanan KB
(4). Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
(5). Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
(a) TB Paru

(b) Imunisasi
(c) Diare
(d) Ispa
(e) DBD
(6). Upaya pengobatan
(a)
Pengobatan
(b)
Laboratorium
(7). Upaya Kesehatan Pengembangan
(a) Puskesmas dan Rawat Inap
(b) Upaya kesehatan USILA
(c) Upaya kesehatan Mata/ Pencegahan Kebutaan
(d) Upaya Kesehatan telinga/ Pencegahan gangguan
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
d)

pendengaran
Kesehatan jiwa
Kesehatan Olah Raga
Penangguhan dan Penanggulanan Penyakit Gigi
Perawatan Kesehata Masyarakat
Bina kesehatan Tradisional
Bina Kesehatan kerja

Jaringan Pelayanan Puskesmas yaitu :


i. Unit Puskesmas Pembantu

ii. Unit Bidan di Desa / Komunitas


2)

Sumber Daya Kesehatan


a) Sumber Daya Manusia (Ketenagaan)
Tabel menggambarkan tentang keadaan tenaga di Puskesmas
DTP Cimanggis berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2009
yaitu :

Tabel 4.5 Keadaan Tenaga di Puskesmas DTP Cimanggis Berdasarkan


Tingkat Pendidikan Tahun 2011
No
1
2

Jenjang Pendidikan
Medis
- Dokter Umum
- Dokter Gigi
Keperawatan
D3 Keperawatan
D3 Kebidanan
D3 Kesehatan Gigi
SPK Perawat Kesehatan

Jumlah

Keterangan

6
2

1 Kepala Puskesmas

1
1
0
7

3
4

5
6

D1 Kebidanan
SPRG
Kefarmasian
- Apoteker
- SMF/SAA
Kesehatan Masyarakat
S1 Kesehatan Masyarakat
D3 Sanitarian
D1 Gizi
D1 Sanitarian
Analis Lab
Tenaga Non Kesehatan
- Sarjana Non Kesehatan
- SLTA
- SLTP
- SD sederajat
Jumlah Seluruhnya
Tenaga Kesehatan
Tenaga Non Kesehatan

5
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
30
27
3

Sumber : Data Kepegawaian Puskesmas DTP Cimanggis


Semua tenaga di Puskesmas DTP Cimanggis sebagian besar
adalah tenaga berlatarbelakang kesehatan (80,65%) sedangkan
tenaga yang berlatar belakang non kesehatan hanya 19,35 %.
Seluruh pegawai yang ada melakukan pelayanan di bagian rawat
jalan, rawat inap, KIA/RB.
b) Sarana Kesehatan dan Prasarana Penunjang.
Puskesmas DTP Cimanggis terdiri dari 3 ( tiga ) buah
bangunan. Bangunan gedung Puskesmas dibangun tahun 1968 dan
telah mengalami beberapa kali perbaikan, terahir pada tahun 2007.
Keadaan ruangan terdiri dari :
i. Bangunan Utama ( dibangun tahun 2007 ) terdiri dari :
Lantai I
a. Ruang Pendaftaran 1 Km khusus, 2 Km Umum
b. Ruang UGD
c. Ruang Poli Umum
d. Ruang Isolasi
e. Ruang Obat
f. Ruang Ranap 6 tempat tidur 2 Km
g. Ruang Ranap 3 tempat tidur 1 Km
h. Ruang Perawat dan Dapur 1 Km
Lantai II
d. Ruang Administrasi TU
e. Ruang Kepala Puskesmas 1 Km
f. Ruang Staf Meeting, dapur kering dan 1 Km

g.
h.
i.
j.
k.

Ruang Poli Anak


Ruang Gizi
Ruang Sekretariat Siaga
Ruang Isolasi
Aula 2Km Umum

ii. Bangunan RB (dibangun tahun 2001) terdiri dari :


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

2 Ruang Tindakan Persalinan dan KIA


Ruang Rawat A 3 Tempat tidur 1 Km
Ruang Rawat B 3 Tempat tidur 1 Km
Ruang Jaga Bidan 2 Tempat tidur
Ruang Isolasi 1 Tempat tidur
Ruang Arsip dan Dapur 1 Km

iii. Bangunan Kedua ( dibangun tahun 2006 ) terdiri dari :


Lantai I.
II.3.1.
Ruang TB. Paru
II.3.2. Ruang Poli Gigi
II.3.3. Ruang Bermain Anak TFC
II.3.4. Ruang Laboratorium 1 Km
II.3.5. Ruang Ranap TFC/ Pemulihan Gizi Buruk 8 Tempat tidur 2 Km
II.3.6. Ruang Perawat, Dapur 1 Km
Lantai II
(1) Ruang Aula 1
(2) Ruang Arsip, 1 Km
(3) Ruang Administrasi, 1 Km
(4) Ruang Aula 2
iv. Kendaraan
Tabel 4.6 Kendaraan roda empat di Puskesmas Cimanggis
No
1
2.
3.

Jenis Barang
Ambulance Toyota F.420 F Tahun
1986
Ambulance Toyota Dyna B1268
UQ Tahun 2003
Ambulance Siaga Suzuki B 1191
UQ Tahun 2007

Keadaan saat ini


Rusak berat
Baik

Keterangan
Diusulkan
penghapusan.
-

Baik

Tabel 4.7 Kendaraan roda dua di Puskesmas Cimanggis


No

Jenis Barang

1.

Sepeda Motor Yamaha YT 115 F


26884 F Tahun 1986

Keadaan saat
ini
Rusak berat

Keterangan
Diusulkan
penghapusan

2.
3.

Sepeda Motor Yamaha RX K135


B 3862 UQ Tahun 2006
Sepeda Motor Suzuki EN 125
B 3895 UQ Tahun 2006

Baik

Baik

v. Tanah
Puskesmas DTP Cimanggis dibangaun diatas tanah Bekas
Tanah Negara yang terletak di Jalan Raya Bogor KM 33 Kelurahan
Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok seluas 1.919 M2 dengan
Status Tanah Hak Pakai Sertifikat No. 00006 Tanggal 14 Februari
2002
Adapun jumlah sarana penunjang kesehatan di lingkungan
Puskesmas DTP Cimanggis baik yang didirikan oleh pemerintah
daerah maupun yang dimiliki oleh pihak swasta dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4.8 Sarana Kesehatan di Wilayah Puskesmas DTP Cimanggis Tahun
2011
No
1.

SARANA
Puskesmas

JUMLAH
1

2.

RSU Swasta

3.

BP Swasta

14

4.

RB Swasta

5.

Dokter Gigi

12

6.

Dokter Praktek Swasta

32

7.

Bidan Praktek Swasta

25

8.

Apotik

11

9.

Laboratorium

10.

Klinik 24 jam

11.

Optik

12.

Pengobat Tradisional

12

Sumber Data : Laporan Tahunan RB/KIA Pkm Cimanggis


Struktur organisasi Puskesmas Kecamatan Cimanggis tahun 2011

B. Data khusus
Table 4.9 Data jumlah ibu hamil, kunjungan K1, K4, pemberian Fe1, Fe3,
immunisai TT1, TT2+ pada Puskesma Cimanggis
Kelurahan

Ibu
K1
K4
Fe1
Fe3
TT1
hamil
Cisalak Pasar
633
600
587
579
592
554
Curug
514
490
478
473
473
545
Jumlah
1.147
1.090 1.065 1.052
1.065
1.099
Sumber : profil kesehatan 2011 puskesmas cimanggis

TT2+
1.418
1.349
2.767

BAB V
HASIL PENILAIAN DAN PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai