Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU BEDAH

SUBDIVISI ORTHOPEDI
FAKULTAS KEDOKTERAN

OKTOBER

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2014

DISLOKASI SENDI BAHU

OLEH :
Rizki Rahmadhan
110 209 0063
SUPERVISOR :
Prof. Chairuddin Rasjad, MD, Ph.D

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014

DISLOKASI SENDI BAHU / SHOULDER JOINT


DISLOCATION
1. PENDAHULUAN
Dislokasi sendi dapat terjadi spontan karena gerakan tidak spontan, dan karena
kekerasan. Dislokasi sering disertai dengan kerusakan simpai sendi atau ligamen
sendi. Bila kerusakan tersebut tidak sembuh kembali dengan baik, luksasi mudah
terulang lagi yang disebut luksasi habitual. Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar
anamnesis yang khas dan tanda klinisnya. Umumnya deformitas dapat dilihat
berupa perubahan posisi anggota gerak dan perubahan kontur persendian yang
bersangkutan. Pada pemeriksaan tidak ada gejala dan tanda patah tulang,
sedangkan gerakan di dalam sendi yang terluksasi terbatas sekali, bahkan sama
sekali tidak mungkin. Reposisi diadakan dengan gerakan atau perasat yang
berlawanan dengan gaya trauma dan kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak
boleh dilakukan dengan kekuatan atau kekerasan karena mungkin sekali
mengakibatkan patah tulang. Untuk mengendurkan kontraksi dan spasme otot,
perlu diberikan anestesia setempat atau umum. Kekenduran otot memudahkan
reposisi.

2. ANATOMI BAHU
Anatomi bahu secara unik disesuaikan untuk memungkinkan gerakan yang
bebas dan jangkauan maksimum bagi tangan.

Ada lima artikulasio terlibat:


(1) sendi glenohumerus yang sebenarnya (sinovial),
(2) sendi semu antara humerus dan arkus korakoakromial,
(3) sendi sternoklavikular,
(4) sendi akromioklavikular dan
(5) artikulasi skapulotoraks.
Artikulasi glenohumerus yang dangkal pada dasarnya hanya mempunyai
sedikit stabilitas karena daerah permukaan glenoid hanya seperempat daerah
permukaan sendi humerus. Tingkat kedalaman sendi yang disebabkan oleh labrum
mungkin tampak sepele, tetapi ini tentu bermakna karena robekan labrum akan
menyebabkan dislokasi. Stabilitas tergantung pada pengendalian otot. Tendon
subskapularis di depan, rotator subskapularis pendek di atas, infraspinatus dan
teres minor di belakang bergabung dengan simpai bahu akan membentuk cuff
rotator. Selama abduksi otot menarik kaput humerus dengan kuat ke dalam
sendinya sedangkan deltoid mengangkat lengan. Ketika mulai abduksi, rotator
luar memutar lengan sehingga tuberositas mayor bebas dari akromion yang
menonjol, dan gerakan skapulotoraks memungkinkan jangkauan yang lebih jauh
hingga 180 derajat. Sebenarnya, abduksi pada sendi glenohumerus tidak dapat
melebihi 90 derajat karena tidak ada lagi permukaan sendi pada kaput humerus;
tetapi rotasi luar pada humerus membebaskan lebih banyak permukaan dan
memungkinkan abduksi penuh, dengan peran serta artikulasi skapulototaks.
Sendi skapulotoraks dan glenohumerus bergerak secara sinkron, meskipun
dalam 30 derajat abduksi pertama tak banyak gerakan skapulotoraks yang

kelihatan; pada 150 derajat abduksi sisanya, sekitar 90 derajat terjadi pada sendi
glenohumerus. Sendi sternoklavikular ikut serta dalam gerakan yang dekat dengan
tubuh (misalnya mengangkat atau menahan bahu); sendi akromioklavikular
bergerak dalam 60 derajat abduksi terakhir.
Di antara sendi-sendi besar, bahu adalah salah satu yang paling sering
berdislokasi. Ini akibat beberapa faktor: dangkalnya mangkuk sendi glenoid;
besarnya rentang gerakan; keadaan yang mendasari misalnya ligamentosa yang
longgar atau dysplasia glenoid; dan mudahnya sendi itu terserang selama aktivitas
yang penuh tekanan pada tungkai atas.
Kestabilan sendi bahu terutama terletak pada simpai sendi dan otot di
sekitarnya karena kavitas artikulare sendi bahu dangkal. Oleh karena itu, sering
terjadi dislokasi, baik akibat trauma maupun pada saat serangan epilepsi.
Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada orang dewasa tetapi jarang pada
anak-anak.

3. KLASIFIKASI
Dislokasi sendi bahu diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
a. Dislokasi anterior
Melihat lokasi kaput humeri terhadap prosesus glenoidalis, dislokasi
paling sering ke arah anterior, dan lebih jarang ke arah posterior atau inferior.
Dislokasi anterior disebut juga sebagai dislokasi preglenoid, subkorakoid dan
subklavikuler.

Mekanisme Trauma
Dislokasi anterior merupakan kelainan yang tersering ditemukan dan

biasanya penderita jatuh dengan tangan dalam keadaan out stretched atau trauma
pada skapula sendiri dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral. Dislokasi
3

anterior juga sering terjadi pada usia muda, antara lain pada atlet akibat
kecelakaan olahraga. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan
gerakan rotasi eksterna dan ekstensi sendi bahu. Kaput humerus didorong ke
depan dan menimbulkan avulsi simpai sendi dan kartilago beserta periosteum
labrum glenoidalis bagian anterior. Pada dislokasi anterior, kaput humerus berada
di bawah glenoid, subkorakoid dan subklavikuler.

Gambaran Klinis
Didapatkan nyeri yang hebat serta gangguan pergerakan sendi bahu. Pasien

merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya. Pasien


menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan untuk menerima
pemeriksaan apa saja. Posisi badan penderita miring kearah sisi yang sakit.
Perhatikan dua tanda khas, yaitu sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu
dan kontur bahu berubah karena daerah di bawah akromion kosong. Garis gambar
lateral atau kontur sendi bahu dapat menjadi rata karena kaput humerus bergeser
ke depan, dan kalau pasien tidak terlalu berotot, suatu tonjolan dapat diraba tepat
di bawah klavikula. Lengan harus selalu diperiksa untuk mencari ada tidaknya
cedera saraf dan pembuluh darah.

Diagnosis

Anamnesis : Terdapat riwayat trauma yang jelas


Look : Sedikit abduksi dan rotasi eksterna serta lengan ditopang oleh lengan yang
sehat. Dari depan akromion terlihat lebih prominen dan lengkung subakromial
pada bagian lateral bawah menghilang dan bahu terlihat seperti membentuk sudut
siku.
Feel : Bagian anterior lebih menonjol. Dapat terjadi gangguan test pinprick pada
badge area akibat cedera N. Aksilaris. Move : ROM terbatas dan nyeri hebat.

Pemeriksaan Radiologi
Sinar-X pada Glenohumeral AP akan tampak overlapping antara kaput

humeri dengan fossa glenoid, kaput humerus biasanya terletak di bawah dan
medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang diarahkan pada daun skapula
4

akan memperlihatkan kaput humerus keluar dari mangkuk sendi. Kalau sendi
pernah berdislokasi, sinar-X dapat memperlihatkan perataan atau cekungan kontur
posterolateral kaput humerus; tempat ini pernah dibuat melesak oleh tepi anterior
mangkuk glenoid.

Penatalaksanaan
Banyak metode reduksi telah diuraikan, beberapa diantaranya sekarang hanya

tercatat sebagai sejarah. Pada pasien yang dulu pernah mengalami dislokasi, traksi
sederhana pada lengan dapat berhasil. Untuk reduksi dislokasi yang terjadi
pertama kali, pasien harus banyak diberi sedasi atau di anestesi dan dalam posisi
telentang. Traksi ditingkatkan perlahan-lahan pada lengan dengan bahu yang
sedikit berabduksi, sementara itu asisten melakukan traksi-lawan yang kuat pada
tubuh (handuk yang dililitkan sekitar dada pasien, di bawah aksila, bermanfaat).
Kalau anestesi merupakan kontraindikasi, posisi tengkurap dengan lengan
tergantung, dapat memudahkan reduksi. Metode Kocher kadang-kadang
digunakan. Siku ditekuk 90 derajat dan dipertahankan dekat dengan tubuh; traksi
tidak boleh diterapkan. Lengan perlahan-lahan diputar sampai 75 derajat ke
lateral, kemudian ujung siku itu diangkat ke depan, dan akhirnya lengan diputar
ke medial.
Sinar-X dilakukan untuk memastikan reduksi tidak menyebabkan fraktur. Bila
pasien sepenuhnya sadar, abduksi aktif dengan pelan-pelan diuji untuk
menyingkirkan suatu cedera saraf aksila. Lengan diistirahatkan dalam kain
gendong selama satu atau dua minggu dan gerakan aktif kemudian dimulai, tetapi
kombinasi abduksi dan rotasi lateral harus dihindari sekurang-kurangnya selama 3
minggu. Selama periode ini, gerakan siku dan jari dipraktekkan setiap hari.
a. Dengan pembiusan umum
Metode Hippocrates
Penderita dibaringkan di lantai, anggota gerak ditarik ke atas dan kaput
humerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.

Metode Kocher
Penderita berbaring di tempat tidur dan ahli bedah berdiri di samping
penderita. Tahap-tahap reposisi menurut Kocher :
- Sendi siku dalam posisi fleksi 90o dan dilakukan traksi sesuai garis humerus
- Lakukan rotasi ke arah lateral
- Lengan di adduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh ke arah garis tengah
- Lengan dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh di daerah dada
b. Tanpa pembiusan umum
Metode Stimson (lihat gambar)
Metode ini sangat baik. Caranya penderita dibaringkan tertelungkup
sambil bagian lengannya yang mengalami luksasio keluar dari tepi tempat tidur,
menggantung ke bawah. Kemudian diberikan beban yang diikatkan pada lengan
bawah dan pergelangan tangan, biasanya dengan dumbbell dengan berat
tergantung dari kekuatan otot si penderita. Si penderita disuruh rileks untuk
beberapa jam, kemudian bonggol sendi akan masuk dengan sendirinya.

Gambar. Cara reposisi dislokasi bahu dengan metode Stimson


Penanganan Setelah Reposisi
Setelah reposisi berhasil, maka lengan harus difiksasi di daerah toraks
selama 3-6 minggu dan bila reposisi tidak dilakukan dapat terjadi dislokasi
rekuren.

Komplikasi Dini
a) Kerusakan nervus aksilaris
Nervus aksilaris dapat cedera. Pasien tak dapat mengerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot itu. Ini biasanya suatu
neurapraksia yang sembuh spontan setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Kadang-kadang

korda

posterior

pleksus

brakialis

cedera.

Ini

sedikit

mengkhawatirkan, tetapi untungnya sering sembuh sejalan dengan waktu.


Nervus aksilaris berjalan melingkari leher humerus dan dapat mengalami paresis
atau paralisis. Sebelum dilakukan reposisi sebaiknya dilakukan pemeriksaan pada
saraf ini. Apabila terdapat paresis atau paralisis, dilakukan pemeriksaan EMG
setiap 3 minggu.
b. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat traksi
sewaktu reposisi atau karena tekanan kaput humerus.
b) Fraktur-dislokasi
Kalau juga terdapat fraktur pada bagian proksimal humerus, mungkin
diperlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal. Tuberositas mayor dapat terlepas
selama dislokasi. Ini biasanya masuk ke tempatnya selama reduksi, sehingga tidak
dibutuhkan terapi khusus. Kalau tuberositas ini tetap bergeser, dapat dilaksanakan
penempelan kembali dengan operasi.
Komplikasi Lanjut
a) Kaku sendi

Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan bahu, terutama pada


pasien yang berumur lebih dari 40 tahun. Terjadi kehilangan rotasi lateral, yang
secara otomatis membatasi abduksi. Latihan aktif biasanya akan melonggarkan
sendi. Latihan ini perlu dilakukan dengan bersemangat; perlu diingat bahwa
abduksi penuh tidak dapat dilakukan sebelum rotasi lateral diperoleh kembali.
Manipulasi di bawah anestesi hanya dianjurkan kalau progresi telah berhenti dan
sekurang-kurangnya sudah lewat 6 bulan sejak terjadi cedera. Rotasi lateral harus
dipulihkan sebelum abduksi, dan manipulasi harus dilakukan pelan-pelan dan
berulang-ulang dan tidak dipaksakan. Kaku sendi yang terjadi pasca reposisi perlu
dilakukan fisioterapi yang intensif.
b) Dislokasi yang tak direduksi
Secara mengherankan, dislokasi bahu kadang-kadang tetap tidak terdiagnosis.
Kemungkinan besar ini terjadi kalau pasien (1) tidak sadar atau (2) sangat tua.
Reduksi tertutup perlu diusahakan sampai 6 minggu setelah cedera; manipulasi
yang dilakukan setelah masa itu dapat menyebabkan fraktur pada tulang atau
robeknya pembuluh atau saraf. Reduksi dengan operasi setelah 6 minggu hanya
diindikasikan untuk kaum muda, karena sukar, berbahaya dan menyebabkan
kekakuan yang lama. Pendekatan anterior digunakan, dan pembuluh serta saraf
dikenali dengan cermat sebelum dislokasi direduksi. Secara aktif dibiarkan
meringkaskan terapi untuk dislokasi yang tak tereduksi pada orang lanjut usia.
Dislokasi dibiarkan dan dianjurkan melakukan gerakan aktif pelan-pelan.
Pengembalian fungsi yang cukup baik sering dapat dicapai.
c) Dislokasi rekuren
Dislokasi rekuren dapat bersifat anterior (lebih sering) atau posterior.
Dislokasi rekuren anterior terjadi karena pengobatan awal (imobilisasi) yang tidak
adekuat sehingga terjadi dislokasi. Dislokasi terjadi karena adanya titik lemah
pada selaput sendi di sebelah depan dan terjadi karena trauma yang ringan.
Dislokasi rekuren dapat dengan mudah terjadi apabila lengan dalam keadaan
abduksi, ekstensi dan rotasi lateral. Kalau dislokasi anterior merobek kapsul bahu,
perbaikan terjadi secara spontan dan dislokasi tidak berulang; tetapi kalau labrum
glenoid robek, atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid, kemungkinan

besar perbaikan tak terjadi dan dislokasi sering berulang. Pembalutan lengan pada
sisi tersebut setelah mereduksi dislokasi akut, tampaknya tidak mempengaruhi
hasil; pelepasan labrum terutama terjadi pada pasien muda, dan kalau saat cedera
terjadi cacat tulang yang menembus keluar pada aspek posterolateral kaput
humerus, kemungkinan besar terjadi perulangan. Riwayat merupakan tanda
diagnostik. Pasien mengeluh bahwa bahu mengalami dislokasi hanya dengan kerja
sehari-hari yang relatif ringan. Dia sering dapat mereduksi sendiri dislokasi itu.
Setiap keraguan mengenai diagnosis dengan cepat dapat diatasi dengan uji
aprehensi: kalau lengan pasien ditempatkan secara pasif di belakang bidang
korona pada posisi abduksi dan rotasi lateral, resistensi yang timbul segera dan
kecemasannya

bersifat patognomonik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis. Dislokasi rekuren dengan frekuensi yang tinggi, memerlukan tindakan


operasi seperti operasi menurut Putti-Platt, Bristow dan Bankart.
b. Dislokasi posterior
Dislokasi posterior lebih jarang terjadi, jumlahnya kurang dari 2% dari
semua dislokasi sekitar bahu dan biasanya disebabkan karena trauma langsung
pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna.

Mekanisme Cedera
Gaya tak langsung yang menyebabkan rotasi internal dan aduksi yang nyata

harus sangat kuat untuk dapat menyebabkan dislokasi. Keadaan ini paling sering
terjadi selama ayan atau kejang-kejang, atau karena sengatan listrik

Gambaran Klinis
Diagnosis sering terlewat sebagian karena mengandalkan sinar-X

anteroposterior saja (yang dapat tampak seperti normal) dan sebagian karena
mereka yang menangani pasien tidak memikirkan hal itu. Sebenarnya terdapat
beberapa tanda klinik yang sangat jelas. Lengan tetap pada rotasi medial dan
terkunci pada posisi itu. Bagian depan bahu tampak rata dengan korakoid yang
menonjol, tetapi pembengkakan dapat menyembunyikan deformitas ini; tetapi bila
dilihat dari atas, pergeseran posterior biasanya terlihat. Ditemukan adanya nyeri
tekan serta benjolan di bagian belakang sendi.
9

Pemeriksaan Radiologis
Dalam foto anteroposterior, kaput humerus karena berotasi ke medial,

bentuknya tampak abnormal (seperti bola lampu) dan agak jauh dari fossa glenoid
(tanda glenoid kosong). Foto lateral sangat diperlukan; foto ini akan menunjukkan
subluksasi atau dislokasi posterior dan kadang-kadang menunjukkan lekukan pada
aspek anterior kaput humerus. Fraktur pada leher humerus kadang-kadang disertai
komplikasi dislokasi posterior. Ditemukan adanya tanda khas berupa light bulb
karena adanya rotasi interna humerus. Pada kasus yang sukar, CT-Scan
bermanfaat.

Penatalaksanaan
Dislokasi akut direduksi (biasanya di bawah anestesi umum) dengan menarik

lengan sementara bahu pada posisi abduksi; biarkan beberapa menit agar kaput
humerus lepas dan kemudian lengan dengan pelan-pelan diputar ke lateral
sementara kaput humerus didorong ke depan. Kalau reduksi terasa stabil, lengan
diimobilisasi dalam kain gendongan; kalau tidak, bahu dipertahankan berabduksi
lebar-lebar dan dirotasi ke lateral dalam spika gips selama 3 minggu. Gerakan
bahu diperoleh kembali melalui latihan aktif.
Komplikasi
a) Dislokasi yang tak direduksi
Sekurang-kurangnya setengah dari pasien dengan dislokasi posterior tak
mendapat reduksi ketika pertama ditemukan. Kadang-kadang sudah terlewat
beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Secara khas
pasien mempertahankan lengan berotasi internal; dia tidak dapat mengabduksi
lengan lebih dari 70 80 derajat, dan kalau mengangkat lengan yang terentang ke
depan, dia tidak dapat memutar telapak tangan ke atas. Kalau pasien itu muda,
atau merasa tak nyaman dan dislokasi belum lama terjadi (katakanlah baru 8
minggu), reduksi terbuka diindikasikan. Melalui pendekatan posterior, dilakukan

10

perbaikan dan pemendekan kapsul. Dislokasi belakangan, terutama pada manula,


terbaik dibiarkan, tetapi dianjurkan melakukan gerakan.
b) Dislokasi atau subluksasi berulang
Ketidakstabilan posterior yang kronis pada bahu.
c) Dislokasi rekuren posterior
Dislokasi rekuren posterior lebih jarang ditemukan dan juga memerlukan
tindakan operasi.
c. Dislokasi inferior atau luksasi erekta
Kaput humerus mengalami jepitan atau terperangkap di bawah kavitas glenoid
dimana lengan mengarah ke atas sehingga lengan terkunci dalam posisi abduksi
yang dikenal dengan nama luksasio erekta.

Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior dan bila tidak berhasil

dapat dilakukan reposisi terbuka dengan operasi.


d. Dislokasi disertai fraktur
Jenis ini biasanya adalah dislokasi tipe anterior disertai fraktur. Apabila
dilakukan reposisi pada dislokasi, biasanya fraktur akan tereposisi dan melekat
kembali pada humerus.
e. Dislokasi traumatik
Dislokasi traumatik pada bahu sangat jarang ditemukan pada anak-anak.
Anak-anak yang memberi riwayat adanya bahu yang bergeser keluar hampir
selalu mempunyai dislokasi atau subluksasi yang sengaja atau tak sengaja
(atraumatik). Pada dislokasi sukarela (volunter), anak dapat menunjukkan
ketidakstabilan bila diinginkan. Pada dislokasi yang tak sengaja (involunter), bahu
bergeser keluar dengan tanpa diduga-duga selama aktivitas sehari-hari.
Kebanyakan di antara anak-anak ini mengalami kelonggaran sendi yang merata
dan sebagian lagi menderita displasia glenoid. Pemeriksaan dapat memperlihatkan
bahwa

bahu

bersubluksasi

hampir

ke

setiap

arah

(ketidakstabilan
11

multidireksional).

Sinar-X

dapat

memastikan

diagnosis.

Penatalaksanaan

dislokasi atraumatik harus sangat diwaspadai. Beberapa anak-anak ini mempunyai


masalah perilaku dan di sinilah terapi harus ditujukan. Program latihan yang lama
juga dapat membantu. Kalau anak benar-benar terganggu oleh kelainan itu,
dengan

syarat

faktor-faktor

psikologis

telah

disingkirkan,

kita

dapat

mempertimbangkan operasi rekonstriktif biasanya dengan prosedur pemendekan


yang sangat teliti.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif Watampone.
Jakarta: 2012.

12

2. Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ketiga.
Jakarta: EGC. 2008. h 859-60.
3. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Bedah RSCM. Jakarta. 2005

13

Anda mungkin juga menyukai