MAKALAH
FLUOR ALBUS
DISUSUN OLEH :
EMMA RUSPANAH, AMd. Keb.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Makalah yang berjudul Flour Albusdengan baik tanpa adanya suatu
halangan apapun.
Kami menyadari bahwa terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari
bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun
materil.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya
dengan segala kerendahan hati, penulis persembahkan makalah ini semoga
bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Makassar, Mei 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Fluor albus (leukorea, keputihan) merupakan gejala keluarnya cairan dari
vagina selain darah haid. Keputihan (fluor albus) ada yang fisiologik (normal) dan
ada yang patologik (tidak normal). Keputihan tidak merupakan penyakit
melainkan salah satu tanda dan gejala dari suatu penyakit organ reproduksi wanita
(Ramayanti, 2004).
Fluor albus dapat dibedakan yang fisiologik dan patologik. Lebih dari
sepertiga pasien yang berobat mengeluh adanya fluor albus dan lebih dari 80%
diantaranya adalah yang patologis (Aulia, 2001). Fluor albus yang patologis
diakibatkan oleh infeksi alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih
proksimal, yang bisa disebabkan oleh infeksi Gonokokus, Trikomonas, Klamidia,
Treponema, Kandida, Human papiloma virus, dan herpes genitalis (Koneman,
1992).
Penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual (Hutabarat, 1999).
Fluor albus juga dapat disebabkan oleh neoplasma/keganasan, benda asing,
menopause, dan erosi. Fluor albus fisiologis dapat terjadi pada bayi baru lahir,
saat menars, saat ovulasi, karena rangsang seksual, kehamilan, mood/stress,
penggunaan kontrasepsi hormonal, pembilasan vagina yang rutin (Aulia, 2001).
Penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang
wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak
mengenal tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial budaya, meskipun kasus ini
lebih banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi
yang rendah.
Fluor albus juga sering merupakan komplikasi yang dikeluhkan oleh
penderita DM dan pemakai kortikosteroid atau antibiotik dalam waktu lama.
Masalah fluor albus ini bagi wanita terasa sangat mengganggu baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun hubungan dengan para suami. Rasa tidak nyaman,
ketidaktentraman bekerja, rasa rendah diri, cemas akan kemungkinan kanker,
publikasi atau cerita tetangga atau teman dari kantor tetantang akibat adanya fluor
albus ini menyebabkan sebagian kecil wanita meminta pertolongan pada seorang
dokter tetapi sebagian lagi berusaha mencari kesembuhan dengan pengobatan
tradisional seperti dibasuh dengan air sirih dan minum ramuan jamu.
Etiologi fluor albus sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga
disebut multifaktorial. Faktor-faktor tersebut mengharuskan seorang dokter
meningkatkan ketajaman dalam pemeriksaan pasien, analisis penyebab serta
memberikan terapi atau tindakan yang sesuai. Fluor albus dapat dijumpai pada
wanita dengan diagnosa vulvitis, vagitis, servisitis, endometritis, dan adneksitis.
Mikroorganisme patologis dapat memasuki traktus genitalia wanita dengan
berbagai cara, misalnya seperti senggama, trauma atau perlukaan pada vagina dan
serviks, benda asing, alat-alat pemeriksaan yang tidak steril, pada saat persalinan
dan abortus (Candran, 2002).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Fluor albus (white discharge, leukorea, keputihan) adalah bukanlah suatu
penyakit melainkan gejala berupa cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital
yang berlebihan dan bukan merupakan darah. Dalam kondisi normal, kelenjar
pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan
bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolin. Selain itu
sekret vagina juga disebabkan karena aktivitas bakteri yang hidup pada vagina
yang normal. Vagina merupakan organ berbentuk yang panjangnya berkisar 8-10
cm, berdinding tipis dan elastis yang ditutupi epitel gepeng berlapis pada
permukaan dalamnya. Lapisan epitel vagina tidak mempunyai kelenjar dan folikel
rambut, dinding depan dan dinding belakang saling bersentuhan.
Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh
untuk membersihkan diri, sebagai pelicin dan pertahanan dari berbagai infeksi.
Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau
berwarna kekuningan ketika mengering pada pakaian. Sekret ini non-irritan, tidak
mengganggu, tidak terdapat darah, dan memiliki pH 3,5-4,5. Flora normal vagina
meliputi
Corinebacterium,
Bacteroides,
Peptostreptococcus,
Gardnerella,
tersebut dapat pula timbul. Fluor albus juga ditemukan pada neoplasma jinak atau
ganas, apabila tumor tersebut sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran
alat-alat genital.
2.2
Epidemiologi
Sekret vagina sering tampak sebagai suatu gejala genital. Proporsi
perempuan yang mengalami fluor albus bervariasi antara 1 -15 % dan hampir
seluruhnya memiliki aktifitas seksual yang aktif, tetapi jika merupakan suatu
gejala penyakit dapat terjadi pada semua umur. Seringkali fluor albus merupakan
indikasi suatu vaginitis, lebih jarang merupakan indikasi dari servisitis tetapi
kadang kedua-duanya muncul bersamaan.
Infeksi yang sering menyebabkan vaginitis adalah Trikomoniasis,
Vaginosis bacterial, dan Kandidiasis. Sering penyebab noninfeksi dari vaginitis
meliputi atrofi vagina, alergi atau iritasi bahan kimia. Servisitis sendiri disebabkan
oleh Gonore dan Klamidia. Prevalensi dan penyebab vaginitis masih belum pasti
karena sering didiagnosis dan diobati sendiri. Selain itu vaginitis seringkali
asimptomatis dan dapat disebabkan lebih dari satu penyebab.
2.3
Etiologi
Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada
daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan
anterior vagina.
Fluor albus fisiologik ditemukan pada :
a) Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b) Janin saat menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Fluor albus
disini hilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada orang
tuanya.
c) Wanita dewasa apabila dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
d) Ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih
encer.
e) Kehamilan
f) Stres, kelelahan
g) Pemakaian Kontrasepsi Hormonal
h) Pengeluaran sekret dari kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita
dengan penyakit menahun, dan pada wanita dengan ektropion porsionis
uteri.
Sedangkan fluor albus abnormal (patologik) disebabkan oleh:
1. Infeksi
a. Bakteri :
1. Gonococcus
Cairan yang keluar dari vagina pada infeksi ini yang lebih
dikenal dengan nama gonorrhea ini berwarna kekuningan yang
sebetulnya merupakan nanah yang terdiri dari sel darah putih yang
mengandung Neisseria gonorrhea berbentuk pasangan dua-dua
seperti biji kopi pada sitoplasma sel. Gambaran tersebut dapat
terlihat pada pemeriksaan Pap Smear, tetapi biasanya bakteri ini
diketahui pada pemeriksaan sedian apus dengan pewarnaan Gram.
Bakteri ini mudah mati bila terkena sabun, alkohol, deterjen, dan
sinar matahari. Cara penularan penyakit ini adalah dengan
senggama.
2. Chlamidia trachomatis
Bakteri ini sering menyebabkan penyakit mata yang dikenal
dengan penyakit traukoma. Bakteri ini juga dapat ditemukan pada
cairan vagina dan terlihat melalui mikroskop setelah diwarnai
dengan pewarnaan Giemsa. Bakteri ini membentuk suatu badan
inklusi yang berada dalam sitoplasma sel-sel vagina. Pada
pemeriksaan Pap Smear sukar ditemukan adanya perubahan sel
akibat infeksi clamidia ini karena siklus hidupnya tidak mudah
dilacak.
3. Gardanerrella vaginalis
Gardanerrella menyebabkan peradangan vagina yang tidak
amino
yang
diubah
menjadi
senyawa
amin
yang
Papilloma
Virus
meruapakn
penyebab
dari
pertumbuhan
sel
normal
yang
berlebihan
sehingga
2.4
a.
b.
Patogenesis
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina
bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan
penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa
perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi
normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina
yang terlepas dan mucus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus
menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB.
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang
dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen,
glikogen, pH vagina dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus
menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri patogen. Karena
aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, lactobacillus (Doderlein)
dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,84,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.
Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh
Candida sp. terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena perubahan
kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadi
kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah pertumbuhan ragi adalah penggunaan
antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan kontrasepsi, kadar estrogen yang
tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian pakaian ketat,
pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi.
Perubahan lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen saat
kehamilan atau peningkatan hormon esterogen dan progesterone karena
kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan Candida albicans pada sel epitel vagina
dan merupakan media bagi prtumbuhan jamur. Candida albicans berkembang
dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa asimtomatis atau
sampai sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat immunosupresan
juga menajdi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis.
Pada penderita dengan Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen dan
progesterone menyebabkan peningkatan pH vagina dan kadar glikogen sehingga
berpotensi bagi pertumbuhan dan virulensi dari Trichomonas vaginalis.
10
Gejala Klinis
Segala perubahan yang menyangkut warna dan jumlah dari sekret vagina
merupakan suatu tanda infeksi vagina. Infeksi vagina adalah sesuatu yang sering
kali muncul dan sebagian besar perempuan pernah mengalaminya dan akan
memberikan beberapa gejala fluor albus:
-
uretra eksternum merah, edema, dan sekret yang mukopurulen, labia mayora dapat
bengkak, merah dan nyeri tekan. Kadang-kadang kelenjar bartholini ikut
meradang dan terasa nyeri waktu berjalan atau duduk. Pada pemeriksaan melalui
11
12
13
14
Diagnosis
Diagnosis fluor albus ditegakkan berdasarkan Anamnesa, gambaran klinis
Anamnesis
Dalam anmnesis yang harus diperhatikan adalah:
15
a. Usia
Harus dipikirkan kaitannya dengan pengaruh estrogen. Bayi wanita
atau wanita dewasa, fluor albus yang terjadi mungkin karena kadar
estrogen yang tinggi dan merupakan fluor albus yang fisiologis. Wanita
dalam usia reproduksi harus dipikirkan kemungkinan suatu penyakit
hubungan seksual (PHS) dan penyakit infeksi lainnya. Pada wanita yang
usianya lebih tua harus dipikirkan kemungkinan terjadinya keganasan
terutama kanker serviks.
b. Metode kontrasepsi yang dipakai
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan
sekresi kelenjar serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya
infeksi jamur. Pemakaian IUD juga dapat menyebabkan infeksi atau iritasi
pada serviks menjadi meningkat.
c. Kontak seksual
Untuk mengantipasi fluor albus akibat PHS seperti Gonorea,
Kondiloma Akuminata, Herpes Genitalis dan sebagainya. Hal yang perlu
ditanyakan kontak seksual terakhir dan dengan siapa melakukan.
d. Perilaku
Pasien yang tinggal di asrama atau bersama teman-temannya
kemungknan tertular penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya fluor
albus cukup besar. Contoh: kebiasan yang kurang baik tukar menukar alat
mandi atau handuk.
e. Sifat fluor albus
Hal yang harus ditanya adalah jumlah, bau, warna, dan
konsistensinya, keruh/jernih, ada/tidaknya darah, frekuensinya dan sudah
berapa lama kejadian tersebut berlangsung. Hal ini perlu ditanyakan secara
detail karena dengan mengetahui hal-hal tersebut dapat diperkirakan
kemungkinan etiologinya.
f. Hamil atau menstruasi
Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi,
karena pada keadaan ini fluor albus yang terjadi adalah fisiologis.
16
g. Masa inkubasi
Bila fluor albus timbulnya akut dapat diduga akibat infeksi atau
pengaruh rangsangan fisik
h. Penyakit yang diderita
i. Penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid.
-
vagina.
Dan dapat disesuaikan dari gambaran klinis sehingga dapat diketahui
kemungkinan penyebabnya.
-
Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:
a. Pengukuran pH
Penentuan pH dengan kertas indicator (N: 3.0-4.5)
Hasil pengukuran pH cairan vagina
-
Candida albicans akan terlihat jelas degan KOH 10% tampak sel ragi
(blastospora) atau hifa semu.
c.
Perwarnaan Gram
-
d.
Kultur
Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti,
tetapi seringkali kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam
penafsiran.
e.
Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi Herpes Genitalis
dan Human Papiloma Virus dengan pemeriksaan ELISA.
f.
18
2.7
5.
Penatalaksanaan
Preventif
Pencegahan ini juga bisa dengan berbagai cara sepeti memakai alat
19
adanya perubahan sel-sel normal menjadi kanker yang terjadi berangsurangsur, bukan secara mendadak. Kanker leher rahim memberikan gejala
keputihan berupa sekret encer, berwarna merah muda, coklat mengandung
darah atau hitam serta berbau busuk.
Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah intim
sebagai tindakan mencegah berulangnya keputihan yaitu dengan:
1. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat
cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
2. Setia kepada pasangan.
3. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar
tetap kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana
dengan bahan yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana
terlalu ketat. Biasakan untuk mengganti pembalut, pantyliner pada
waktunya untuk mencegah bakteri berkembang biak.
4. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu
dari arah depan ke belakang.
5. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan
karena dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan
konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan cairan pembersih
vagina.
6. Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi
pada daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.
7. Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan
seperti meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak
duduk di atas kloset di WC umum atau biasakan mengelap dudukan
kloset sebelum menggunakannya.
6. Kuratif
Fisiologis: Tidak ada pengobatan khusus, penderita diberi penerangan
untuk menghilangkan kecemasannya.
Patologis: Terapi fluor albus harus disesuaikan dengan etiologinya.
20
a. Bakteri
1. Gonorhoea
-
Amoksisiklin 3 gr im
Kanamisin 2 gram im
Spektinomisin 2 mg im atau
2. Gardnerella vaginalis
-
Metronidazole 2 x 500 mg
3. Klamidia trakomatis
-
21
14hari
-
4. Treponema Pallidum
Diberikan Benzatin Penisillin G 2.4 juta Unit IM dosis tunggal atau
doksisiklin 2x200mg peroral selama 2 minggu.
b. Jamur
Pada infeksi candida albicans dapat diberikan
Topikal
-
c. Parasit
Pada infeksi Trikomonas vaginalis diberikan metronidazole 3x250mg
peroral selama 10 hari. Karena sering timbul rekurens, maka dalam
terapi harus diperhatikan adanya infeksi kronis yang menyertainya,
22
Prognosis
Biasanya kondisi-kondisi yang menyebabkan fluor albus memberikan
23
BAB III
KESIMPULAN
1. Fluor albus (leukorea, keputihan) merupakan gejala keluarnya cairan dari
vagina selain darah haid.
2. Fluor albus (white discharge, leukorea, keputihan) adalah bukanlah suatu
penyakit melainkan gejala berupa cairan yang dikeluarkan dari alat-alat
genital yang berlebihan dan bukan merupakan darah.
3. Fluor albus: fisiologik (normal) dan patologik (tidak normal).
4. Fluor albus yang patologis diakibatkan oleh infeksi alat reproduksi bagian
bawah atau pada daerah yang lebih proksimal, yang bisa disebabkan oleh
infeksi Gonokokus, Trikomonas, Klamidia, Treponema, Kandida, Human
papiloma virus, dan herpes genitalis.
5. Fluor albus fisiologis dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menars, saat
ovulasi, karena rangsang seksual, kehamilan, mood/stress, penggunaan
kontrasepsi hormonal, pembilasan vagina yang rutin.
6. Penyebab paling penting dari fluor albus patologik adalah infeksi.
7. Diagnosis fluor albus ditegakkan berdasarkan Anamnesa, gambaran klinis
dan pemeriksaan penunjang.
8. Prefentif: Pencegahan ini juga bisa dengan berbagai cara sepeti memakai
alat pelindung, pemakaian obat atau cara profilaksis atau melakukan
pemeriksaan secara dini.
9. Kuratif : Pada Fluor albus fisiologis tidak ada pengobatan khusus,
penderita diberi penerangan untuk menghilangkan kecemasannya.
Patologis: Terapi fluor albus harus disesuaikan dengan etiologinya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin, D. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. 2003.LKiS :
Jogjakarta
2. Anderson, JR. Genital Tract Infections in women. Med Clin North
Am,1995;79;1271-98
3. Anindita, Wiki. Santi Martini. 2006. Faktor Resiko Kejadian Kandidiasis
vaginalis pada akseptor KB. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UNAIR.
Surabaya.
4. Asbil KK. Detection of Neisseria gonorrhoeae and Clamidya trachomatis
Colonitation of the Gravid cerviks. Am J Obstet Gynecol 2000;2;340-6.
5. Aulia A. Keputihan Suatu Keluhan Pasien dalam Praktek Sehari-hari. 2001.
Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta.
6. Chandran, L. Cervicitis. eMedicine Journal 2002;3(4).
7. Donders GG. Pathogenesis of Abnormal Vagina Bacterial Flora. Am J Obsted
Gynecol 1999;4;872-4
8. Herman, MJ. Virus pada Penyakit Hubungan Sexual. Maj Kedok Indon
1999;49;457-67
9. Hutabarat, H. Radang dan Beberapa Penyakit lain pada Alat-Alat Genital
Wanita. 1999. Jakarta
10. Jarvis G.J. The management of gynaecological infections in Obstetric and
25
pada
Penderita
Rawat
Jalan
di
Klinik.
2004.
Tesis/FK
UNDIP;Semarang.
15. Schwabe, RJ. Asymptomatic bacterial Vaginosis. 2000;6;1643-47
16. Sianturi, MHR. Keputihan Suatu Kenyataan dibalik Suatu Kemelut. Bagian
Obstetri Ginekologi FKUI, 1996; Jakarta
17. Wiggins, R. Test to identify sialides activity in Vaginal Swab from Women
with Bacterial Vaginosis. 2000;38(8);3069-87
18. Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang dan Beberapa
penyakit lain pada alat genital wanita in Ilmu Kandungan. 1999. Edisi kedua ,
Cetakan Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta
19. Worlath H. Analysis of Bacterial Vaginosis Related Amines in Vaginal Fluid
by Gas Chromatography and Mass Spectrometry. J Clin Microbiol
2000,;39;402-6.
26
27