Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

FLUOR ALBUS

Dosen Pembimbing:
…………..

Disusun oleh:
Neng Ratna Sari

2017730086

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan referat dengan judul ‘FLUOR ALBUS’.
Terima kasih kepada ………………… selaku membimbing dalam
pembuatan referat ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Saya
menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan referat ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak yang membaca referat ini, agar dapat
mengoreksi diri dan dapat membuat referat yang lebih baik di lain kesempatan.
Demikianlah referat ini dibuat sebagai pemenuhan tugas dari kegiatan
klinis stase obstetric dan ginekologi, serta untuk menambah pengetahuan
khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Banjar, Februari 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1 Definisi .................................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 6
2.3 Etiologi .................................................................................................... 6
2.4 Patogenesis ............................................................................................ 14
2.5 Gejala Klinis.......................................................................................... 15
2.6 Diagnosis ............................................................................................... 20
2.7 Tatalaksana ............................................................................................ 27
2.8 Prognosis ............................................................................................... 36
BAB III.................................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

3
BAB I
PENDAHULUAN

Fluor albus (leukorea, keputihan) merupakan gejala keluarnya cairan dari


vagina selain darah. Keputihan bukan merupakan penyakit melainkan salah satu
tanda dan gejala dari suatu penyakit organ reproduksi wanita.1

Fluor albus dapat dibedakan yang fisiologik dan patologik. Lebih dari
sepertiga pasien yang berobat mengeluh adanya fluor albus dan lebih dari 80%
diantaranya adalah yang patologis. Fluor albus yang patologis diakibatkan oleh
infeksi alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih proksimal, yang
bisa disebabkan oleh infeksi Gonokokus, Trikomonas, Klamidia, Treponema,
Candida, Human papiloma virus, dan Herpes Genitalis. Penularannya dapat terjadi
melalui hubungan seksual. Fluor albus juga dapat disebabkan oleh iritasi,
neoplasma/keganasan, benda asing, radiasi, dan fisura.1,2

Fluor albus fisiologis dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menarce, saat
ovulasi, karena rangsang seksual, kehamilan, mood/stress, penggunaan kontrasepsi
hormonal. Fluor albus juga sering merupakan komplikasi yang dikeluhkan oleh
penderita DM dan pemakai kortikosteroid atau antibiotik dalam waktu lama.
Masalah fluor albus ini bagi wanita terasa sangat mengganggu baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun hubungan dengan para suami. Rasa tidak nyaman,
ketidaktentraman bekerja, rasa rendah diri, cemas akan kemungkinan kanker,

Etiologi fluor albus sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga


disebut multifaktorial. Faktor-faktor tersebut mengharuskan seorang dokter
meningkatkan ketajaman dalam pemeriksaan pasien, analisis penyebab serta
memberikan terapi atau tindakan yang sesuai. Mikroorganisme patologis dapat
memasuki traktus genitalia wanita dengan berbagai cara, misalnya seperti
senggama, trauma atau perlukaan pada vagina dan serviks, benda asing, alat-alat
pemeriksaan yang tidak steril, pada saat persalinan dan abortus.1,2

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Keputihan / fluor albus / leukore merupakan sekret (bukan darah) dari
vagina atau serviks pada wanita. Keputihan dapat bersifat patologis maupun
fisiologis. Fluor albus (white discharge, leukorea, keputihan) bukanlah suatu
penyakit melainkan gejala berupa cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital
yang berlebihan dan bukan merupakan darah. Dalam kondisi normal, kelenjar
pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan
bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolin. Selain
itu sekret vagina juga disebabkan karena aktivitas bakteri yang hidup pada
vagina yang normal. Vagina merupakan organ berbentuk yang panjangnya
berkisar 8-10 cm, berdinding tipis dan elastis yang ditutupi epitel gepeng
berlapis pada permukaan dalamnya. Lapisan epitel vagina tidak mempunyai
kelenjar dan folikel rambut, dinding depan dan dinding belakang saling
bersentuhan.1,2,3
Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh
sebagai pelicin dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal,
sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau berwarna kekuningan
ketika mengering pada pakaian. Sekret ini non-irritan, tidak mengganggu, tidak
terdapat darah, dan memiliki pH 3,5-4,5. Flora normal vagina meliputi
Corinebacterium, Bacteroides, Peptostreptococcus, Gardnerella, Mobiluncuc,
Mycoplasma dan Candida spp. Lingkungan dengan pH asam memberikan
fungsi perlindungan yang dihasilkan oleh Lactobacillus Doderlin. 1,2,3
Dapat dibedakan antara fluor albus yang fisiologik dan yang patologik.
Fluor albus fisiologik diproduksi oleh kelenjar pada leher rahim (serviks),
dinding vagina dan kelenjar bartholin dibibir kemaluan, menyatu dengan sel-sel
dinding vagina yang lepas serta bakteri normal didalam vagina, bersifat asam
dan berperan penting dalam menjamin fungsi yang optimal. 1,2,3

5
Penyebab paling penting dari fluor albus patologik ialah infeksi. Disini cairan
mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai
hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan
kavum uteri dapat menyebabkan fluor albus patologik, begitu pula pada
adneksitis. Fluor albus juga ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas,
apabila tumor tersebut sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-
alat genital. 1,2,3

2.2 Epidemiologi

Penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang


wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak
mengenal tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial budaya, meskipun kasus ini
lebih banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi yang rendah.4,5
Flour albus patologis sering disebabkan oleh infeksi, salah satunya Bakteri
Vaginosis (BV) adalah penyebab tersering (40-50% kasus terinfeksi vagina),
Vulvovaginal Candidiasis (VC) disebabkan oleh jamur candida species, 80-
90% oleh candida albicans, Trichomoniasis (TM) disebabkan oleh
trichomoniasis vaginalis, angka kejadiannya sekitar 5-20% dari kasus infeksi
vagina. Infeksi Chlamydia pada organ genital lebih banyak pada daerah industri
dan negara berkembang. Pada kasus tersebut paling banyak perempuan
dibanding laki-laki. .4,5
Insidensi gonorrhea bervariasi tergantung usia, 75% kasus antara usia 15 –
29 tahun dengan rata-rata usia 15 – 19 tahun. Resiko demografi gonorrhea
adalah pada status sosioekonomi rendah, onset awal aktivitas sosial tanpa status
pernikahan dan riwayat penyakit gonorrhea sebelumnya. .4,5

2.3 Etiologi

Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada


daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral
dan anterior vagina. .4,5

6
Fluor albus fisiologik ditemukan pada : 4,5
a) Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b) Menjelang atau setelah haid.
c) Wanita dewasa apabila dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina. Hal ini
berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima penetrasi pada
senggama.
d) Ovulasi, sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer.
e) Kehamilan
f) Stres, kelelahan
g) Pemakaian Kontrasepsi Hormonal
h) Pengeluaran sekret dari kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita
dengan penyakit menahun, dan pada wanita dengan ektropion porsionis
uteri.

Sedangkan fluor albus abnormal (patologik) disebabkan oleh: 4,5


1. Infeksi

a. Bakteri :

• Gonococcus
Penyebab Gonococcus adalah coccus gram negative “Neisseria
gonorrhoeae” ditemukan oleh Neisser in 1879. N. gonorrhoeae adalah
diplokok berbentuk biji kopi, bakteri yang tidak dapat bergerak, tidak
memiliki spora, jenis diplokokkus gram negatif dengan ukuran 0,8 – 1,6
mikro, bersifat tahan asam. Bakteri gonokokkus tidak tahan terhadap
kelembaban, yang cenderung mempengaruhi transmisi seksual. Bakteri ini
bersifat tahan terhadap oksigen tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2
dalam pertumbuhannya di atmosfer. Bakteri ini membutuhkan zat besi
untuk tumbuh dan mendapatkannya melalui transferin, laktoferin dan
hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah kering dan suhu

7
rendah, tumbuh optimal pada suhu 35-37°C dan pH 7.2-8.5 untuk
pertumbuhan yang optimal.
Pada sediaan langsung dengan gram bersifat tahan asam. Pada
sediaan langsung dengan pewarnaan gram bersifat gram negative, terlihat
diluar dan dalam leukosit, kuman ini tidak tahan lama diudara bebas, cepat
mati dalam keadaan kering, dan tidak tahan zat desinfektan
Secara morfologik gonokok terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili dan bersifat virulen, serta 3 dan 4 yang tidak mempunyai
pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menyebabkan reaksi radang. Organisme ini menyerang membran mukosa,
khususnya epitel kolumnar yang terdapat pada uretra, servik uteri, rectum,
dan konjungtiva.

Gambar 1. Bakteri N. Gonorrhoeae

Gambaran tersebut dapat terlihat pada pemeriksaan Pap Smear, tetapi


biasanya bakteri ini diketahui pada pemeriksaan sedian apus dengan
pewarnaan Gram. Cara penularan penyakit ini adalah dengan senggama.

• Chlamidia trachomatis

Bakteri ini sering menyebabkan penyakit mata yang dikenal dengan


penyakit traukoma. Bakteri ini juga dapat ditemukan pada cairan vagina
yang berwarna kuning seperti pus. Sering kencing dan terdapat perdarahan
vagina yang abnormal. Dan terlihat melalui mikroskop setelah diwarnai

8
dengan pewarnaan Giemsa. Bakteri ini membentuk suatu badan inklusi
yang berada dalam sitoplasma sel-sel vagina.

Gambar 2. Bakteri Chlamidia trachomatis

Pada pemeriksaan Pap Smear sukar ditemukan adanya perubahan sel akibat
infeksi clamidia ini karena siklus hidupnya tidak mudah dilacak.

• Gardanerrella vaginalis

Gardanerrella menyebabkan peradangan vagina yang tidak spesifik


dan kadang dianggap sebagai bagian dari mikroorganisme normal dalam
vagina karena seringnya ditemukan. Bakteri ini biasanya mengisi penuh sel
epitel vagina dengan membentuk bentukan khas dan disebut clue cell.
Pertumbuhan yang optimal pada pH 5.0-6.5. Gardanerrella menghasilkan
asam amino yang diubah menjadi senyawa amin yang menimbulkan bau
amis seperti ikan.

• Treponema Pallidum (= Spirochaeta pallida)

Bakteri ini merupakan penyebab penyakit sifilis. Pada


perkembangan penyakit dapat terlihat sebagai kutil-kutil kecil di vulva dan
vagina yang disebut kondiloma lata. Bakteri berbentuk spiral P: 6 – 15 μ, L:
0,25 μ, lilitan: 9 – 24 dan tampak bergerak aktif (gerak maju & mundur,
Berotasi undulasi sisi ke sisi) pada pemeriksaan mikroskopis lapangan
gelap.

9
Gambar 3. Bakteri Treponema Pallidum

Mati pada kekeringan, panas, antiseptik ringan, hidup beberapa lama


di luar tubuh. Penularan dapat secara kontak langsung yaitu melalui coital
dan dapat juga melalui non-coital (jarum suntik).

b. Jamur :

• Candida albicans

Cairan yang dikeluarkan biasanya kental, berwarna putih susu


seperti susu pecah atau seperti keju, dan sering disertai gatal, vagina tampak
kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH 10% tampak sel ragi
(blastospora) dan hifa semu (pseudohifa).

Gambar 4. Jamur Candida albicans

10
Beberapa keadaan yang dapat merupakan tempat yang subur bagi
pertumbuhan jamur ini adalah kehamilan, diabetes mellitus, pemakai pil
kontrasepsi. Pasangan penderita juga biasanya akan menderita penyakit
jamur ini. Keadaan yang saling menularkan antara pasangan suami-istri
disebut sebagai phenomena ping-pong.

c. Parasit :

• Trichomonas vaginalis

Parasit ini berbetuk lonjong dan mempuyai bulu getar dan dapat
bergerak berputar-putar dengan cepat. Gerakan ini dapat dipantau dengan
mikroskop.

Gambar 5. Parasit Trichomonas vaginalis

Cara penularan penyakit ini dengan senggama. Walaupun jarang dapat juga
ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti handuk atau bibir kloset.

d. Virus :

• Virus Herpes simpleks


Virus herpes yang paling sering > 95% adalah virus herpes simpleks tipe 2
yang merupakan penyakit yang ditularakan melalui senggama. Namun 15-
35% dapat juga disebabkan virus herpes simpleks tipe 1.

11
Gambar 6. Virus Herpes simpleks

Pada awal infeksi tampak kelainan kulit seperti melepuh seperti


terkena air panas yang kemudian pecah dan meimbulkan luka seperti borok.
Pasien merasa kesakitan.

• Human Papilloma Virus

Papovavirus merupakan virus kecil ( diameter 45-55 nm ) yang


mempunyai genom beruntai ganda yang sirkuler diliputi oleh kapsid (kapsid
ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang tidak berpembungkus
menunjukkan bentuk simetri ikosahedral. Berkembang biak pada inti sel.

Human Papilloma Virus merupakan penyebab dari kondiloma


akuminata. Kondiloma ditandai dengan tumbuhnya kutil-kutil yang kadang
sangat banyak dan dapat bersatu membentuk jengger ayam berukuran besar.

Cairan di vagina sering berbau tanpa rasa gatal. Penyakit ini


ditularkan melalui senggama dengan gambaran klinis menjadi lebih buruk
bila disertai gangguan sistem imun tubuh seperti pada kehamilan, pemakain
steroid yang lama seperti pada pasien dengan gagal ginjal atau setelah
transplantasi ginjal, serta penderita HIV AIDS.

12
2. Iritasi :

a) Sperma, pelicin, kondom


b) Sabun cuci dan pelembut pakaian
c) Deodorant dan sabun
d) Cairan antiseptic untuk mandi.
e) Pembersih vagina.
f) Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat
g) Kertas tisu toilet yang berwarna.

3. Tumor atau jaringan abnormal lain

Tumor atau kanker akan menyebabkan fluor albus patologis akibat


gangguan pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga menyebabkan sel
bertumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah rusak, akibatnya terjadi
pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah yang bertambah
untuk memberikan makanan dan O2 pada sel tumor atau kanker tersebut.

Pada keadaan seperti ini akan terjadi pengeluaran cairan yang banyak dan
berbau busuk akibat terjadinya proses pembusukan tersebut dan sering kali disertai
adanya darah yang tidak segar.

4. Benda asing

Adanya benda asing seperti tertinggalnya kondom atau benda tertentu yang
dipakai sewaktu senggama, adanya cincin pesarium yang digunakan wanita dengan
prolapsus uteri dapat merangsang pengeluaran caian vagina secara berlebihan. Jika
rangsangan ini menimbulkan luka akan sangat mungkin terjadi infeksi penyerta dari
flora normal yang berada dalam vagina sehingga timbul fluor albus.

13
2.4 Patogenesis

Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina
bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan
penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa
perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi
normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina
yang terlepas dan mucus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus
menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB. 4,5,6

Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang


dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen,
glikogen, dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan
endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri patogen. Karena aksi dari estrogen
pada epitel vagina, produksi glikogen, lactobacillus (Doderlein) dan produksi asam
laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8-4,5 dan pada level ini
dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. 4,5,6
Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan
oleh Candida sp. terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena perubahan
kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadi
kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah pertumbuhan ragi adalah penggunaan
antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan kontrasepsi, kadar estrogen yang
tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian pakaian ketat,
pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi. 4,5,6
Perubahan lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen saat
kehamilan atau peningkatan hormon esterogen dan progesterone karena kontrasepsi
oral menyebabkan perlekatanCandida albicans pada sel epitel vagina dan
merupakan media bagi prtumbuhan jamur. Candida albicans berkembang dengan
baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa asimtomatis atau sampai sampai
menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat immunosupresan juga menajdi
faktor predisposisi kandidiasis vaginalis. 4,5,6

14
Pada penderita dengan Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen dan
progesterone menyebabkan peningkatan pH vagina dan kadar glikogen sehingga
berpotensi bagi pertumbuhan dan virulensi dari Trichomonas vaginalis. 4,5,6

Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina berubah karena


pengaruh bakteri patogen atau adanya perubahan dari lingkungan vagina sehingga
bakteri patogen itu mengalami proliferasi. Antibiotik kontrasepsi, hubungan
seksual, stres dan hormon dapat merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu
pertumbuhan bakteri patogen. 4,5,6

Pada vaginosis bacterial, diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat


menurunkan jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh Lactobacillus
acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan memacu pertumbuhan Gardnerella
vaginalis, Mycoplasma hominis dan Mobiluncus yang normalnya dapat dihambat.
Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya amin, yang menaikkan pH
vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Amin juga merupakan penyebab
timbulnya bau pada fluor albus pada vaginosis bacterial. 4,5,6

Fluor albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita


tuberculosis, anemia, menstruasi, infestasi cacing yang berulang, juga pada
perempuan dengan keadaan umum yang jelek, higiene yang buruk dan pada
perempuan yang sering menggunakan pembersih vagina, disinfektan yang kuat. 4,5,6

2.5 Gejala Klinis

Segala perubahan yang menyangkut warna dan jumlah dari sekret vagina
merupakan suatu tanda infeksi vagina. Infeksi vagina adalah sesuatu yang sering
kali muncul dan sebagian besar perempuan pernah mengalaminya dan akan
memberikan beberapa gejala fluor albus: 4,5,6

- Keputihan yang disertai rasa gatal, ruam kulit dan nyeri.


- Sekret vagina yang bertambah banyak
- Rasa panas saat kencing
- Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal

15
- Berwarna putih kerabu-abuan atau kuning dengan bau yang menusuk

Pada infeksi karena Gonokokus, kelainan dapat ditemui adalah orifisium


uretra eksternum merah, edema, labia mayora dapat bengkak, merah dan nyeri
tekan. Cairan yang keluar dari vagina pada infeksi ini yang lebih dikenal dengan
nama gonorrhea ini berwarna putih kental/ kekuningan (mukopurulen) yang
sebetulnya merupakan nanah yang terdiri dari sel darah putih yang
mengandung Neisseria gonorrhea. Kadang-kadang kelenjar bartholini ikut
meradang dan terasa nyeri waktu berjalan atau duduk. Pada pemeriksaan melalui
spekulum terlihat serviks merah dengan erosi dan sekret mukopurulen.

Gambar 7. Gambaran klinis servisitis GO

Pada infeksi klamidia biasanya tidak bergejala. Sekret vagina yang


berwarna kuning seperti pus. Sering kencing dan terdapat perdarahan vagina yang
abnormal.

Gambar 8. Gambaran klinis Clamidya

16
Vaginosis bacterial menyebabkan sekret vagina yang keruh, encer, putih
abu-abu hingga kekuning-kuningan dengan bau amis dan juga memberikan
gambaran vulva dan vagina yang hiperemis, sekret yang melekat pada dinding
vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau berkilau. Pada pemeriksaan serviks
dapat ditemukan erosi yang disertai lendir bercampur darah yang keluar dari ostium
uteri internum. Bau semakin bertambah setelah hubungan seksual.6,7,8

Gambar 9. Gambaran klinis Vaginosis bacterial

Pada sifilis yang disebabkan oleh bakteri Triponema Pallidum tampak


cairan putih kekuningan, bau anyer, terdapat luka pada bibir kemaluan, yang tidak
nyeri, disertai pembesaran kelenjar getah bening pada lipatan paha kanan kiri. 6,7,8

Gambar 10.. Gambaran klinis sifilis

Pada Kandidiasis Vaginalis dapat ditemukan peradangan pada vulva dan


vagina, gatal dari sedang hingga berat dan rasa terbakar kemerahan dan bengkak.
Pada dinding vagina sering terdapat membran-membran kecil berwarna putih yang

17
jika diangkat meninggalkan bekas yang agak berdarah. Sekret vagina menggumpal
putih kental. 6,7,8

Gambar 11. Gambaran klinis Kandidiasis VulvoVaginalis

Pada Trikomonas Vaginalis (Trikomoniasis) dinding vagina tampak merah,


sembab dan timbul rasa nyeri bila ditekan atau perih saat berkemih. Pada pria sering
tanpa gejala sehingga mereka tidak menyadari dan menularkan pada istri atau
pasangannya. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang
tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai Strawberry
appreance. Bila sekret banyak dikeluarkan dapat menimbulkan iritasi pada lipat
paha atau sekitar genitalia eksterna. Sekret vagina biasanya sangat banyak,
berwarna kuning kehijauan, berbusa/berbuih menyerupai air sabun dan berbau
busuk. 6,7,8

Gambar 12. Gambaran klinis Trikomoniasis/Vaginitis Trikomonas

18
Pada herpes genitalis akan tampak adanya vesikel-vesikel pada vulva, labia
mayor, labia minora, vagina dan serviks. Pada keadaan lebih lanjut dapat dilihat
adanya ulkus-ulkus pada vagina dan serviks. 6,7,8

Gambar 13. Gambaran klinis Herpes Genitalis

Pada Kondiloma akumilata yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus


tampak cairan vagina berwarna keputihan, berbau amis, disertai kumpulan kutil
menyerupai jengger ayam. 6,7,8

Gambar 14. Gambaran klinis Kondiloma akumilata

Pada kanker serviks awal akan terlihat bercak berwarna kemerahan dengan
permukaan yang tidak licin. Gambaran ini dapat berkembang menjadi granuler,

19
berbenjol-benjol dan ulseratif disertai adanya jaringan nekrotik. Disamping itu
tampak sekret yang kental berwarna coklat dan berbau busuk. 6,7,8

Gambar 15. Gambaran klinis Ca Cervix

2.6 Diagnosis

Diagnosis fluor albus ditegakkan berdasarkan Anamnesa, gambaran klinis


dan pemeriksaan penunjang. 6,7,8

Anamnesis
• Usia
Harus dipikirkan kaitannya dengan pengaruh estrogen. Bayi wanita atau
wanita dewasa, fluor albus yang terjadi mungkin karena kadar estrogen yang tinggi
dan merupakan fluor albus yang fisiologis. Wanita dalam usia reproduksi harus
dipikirkan kemungkinan suatu penyakit hubungan seksual (PHS) dan penyakit
infeksi lainnya. Pada wanita yang usianya lebih tua harus dipikirkan kemungkinan
terjadinya keganasan terutama kanker serviks..

• Metode kontrasepsi yang dipakai

Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan sekresi kelenjar


serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya infeksi jamur. Pemakaian IUD
juga dapat menyebabkan infeksi atau iritasi pada serviks menjadi meningkat.

20
• Kontak seksual

Untuk mengantipasi fluor albus akibat PHS seperti Gonorea, Kondiloma


Akuminata, Herpes Genitalis dan sebagainya. Hal yang perlu ditanyakan kontak
seksual terakhir dan dengan siapa melakukan.

• Perilaku

Pasien yang tinggal di asrama atau bersama temannya kemungknan tertular


penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya fluor albus cukup besar. Contoh:
kebiasan yang kurang baik tukar menukar alat mandi atau handuk.

• Sifat fluor albus

Hal yang harus ditanya adalah jumlah, bau, warna, dan konsistensinya,
keruh/jernih, ada/tidaknya darah, frekuensinya dan sudah berapa lama kejadian
tersebut berlangsung. Hal ini perlu ditanyakan secara detail karena dengan
mengetahui hal-hal tersebut dapat diperkirakan kemungkinan etiologinya.

• Hamil atau menstruasi

Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi, karena pada


keadaan ini fluor albus yang terjadi adalah fisiologis.

• Masa inkubasi

Bila fluor albus timbulnya akut dapat diduga akibat infeksi atau pengaruh
rangsangan fisik

1. Penyakit yang diderita


2. Penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid.

21
Pemeriksaan Fisis dan Genital

Pemeriksaan fisik secara umum harus dilakukan untuk mendeteksi adanya


kemungkinan penyakit kronis, gagal ginjal, ISK, dan infeksi lainnya yang mungkin
berkaitan dengan fluor albus.

Pemeriksaan khusus yang juga harus dilakukan adalah pemeriksaan genetalia


yaitu meliputi:

• Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna


• Pemeriksaan spekulum untuk melihat vagina dan serviks
• Pemeriksaan pelvis bimanual

Untuk menilai cairan dinding vagina, hindari kontaminasi dengan lender


vagina. Dan dapat disesuaikan dari gambaran klinis sehingga dapat diketahui
kemungkinan penyebabnya.

Pasien perempuan, diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologik dalam


posisi litotomi.

− Pemeriksa duduk dengan nyaman sambil melakukan inspeksi dan palpasi


mons pubis, labia, dan perineum
− Periksa daerah genitalia luar dengan memisahkan kedua labia, perhatikan
adakah kemerahan, pembengkakan, luka/lecet, massa, atau duh tubuh
Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/ berdiri.
− Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerah skrotum
− Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi lain
− Lakukan inspeksi dan palpasi daerah genitalia, perineum, anus dan
sekitarnya.
− Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran
kelenjar getah bening setempat (regional)

22
− Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan
bahan pemeriksaan.
− Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidak
berkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik), sebelum pemeriksaan.

Pengambilan Spesimen
Pasien laki-laki dengan gejala duh tubuh uretra 3,5,6
1. Beri penjelasan lebih dahulu agar pasien tidak perlu merasa takut saat
pengambilan bahan duh tubuh gentalia dengan sengkelit atau dengan swab
berujung kecil
2. Bila menggunakan sengkelit, gunakanlah sengkelit steril.
3. Masukkan sengkelit/swab ke dalam orifisium uretra eksterna sampai
kedalaman 1-2 cm, putar swab (untuk sengkelit tidak perlu diputar namun
cukup menekan dinding uretra), dan tarik keluar perlahan-lahan (Gambar
3).
4. Oleskan duh tubuh ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan
5. Bila tidak tampak duh tubuh uretra dapat dilakukan pengurutan (milking)
oleh pasien.

Insersi swab ke dalam uretra dan diputar 1800

Pasien perempuan dengan duh tubuh vagina 5,6


Pasien perempuan dengan status sudah menikah, dilakukan pemeriksaan dengan
spekulum serta pengambilan spesimen
1. Beri penjelasan lebih dulu mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan agar
pasien tidak merasa takut

23
2. Bersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi larutan NaCl
3. Setiap pengambilan bahan harus menggunakan spekulum steril (sesuaikan
ukuran spekulum dengan riwayat kelahiran per vaginam), swab atau sengkelit
steril
4. Masukkan daun spekulum steril dalam keadaan tertutup dengan posisi
tegak/vertikal ke dalam vagina, dan setelah seluruhnya masuk kemudian putar
pelan-pelan sampai daun spekulum dalam posisi datar/horizontal. Buka
spekulum dan dengan bantuan lampu sorot vagina cari serviks. Kunci spekulum
pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi.

24
5. Setelah itu dapat dimulai pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilan
spesimen
− Dari serviks: bersihkan daerah endoserviks dengan kasa steril, kemudian
ambil spesimen duh tubuh serviks dengan sengkelit/ swab Dacron™ steril
untuk pembuatan sediaan hapus, dengan swab Dacron™ yang lain dibuat
sediaan biakan,
− Dari forniks posterior: dengan sengkelit/ swab Dacron™ steril untuk
pembuatan sediaan basah, dan lakukan tes amin
− Dari dinding vagina: dengan kapas lidi/ sengkelit steril untuk sediaan
hapus,
− Dari uretra: dengan sengkelit steril untuk sediaan hapus

6. Cara melepaskan spekulum: kunci spekulum dilepaskan, sehingga spekulum


dalam posisi tertutup, putar spekulum 90O sehingga daun spekulum dalam posisi
tegak, dan keluarkan spekulum perlahan-lahan.

Pada pasien perempuan berstatus belum menikah tidak dilakukan


pemeriksaan dengan spekulum, karena akan merusak selaput daranya sehingga
bahan pemeriksaan hanya diambil dengan sengkelit steril dari vagina dan uretra.
Untuk pasien perempuan yang belum menikah namun sudah aktif berhubungan
seksual, diperlukan informed consent sebelum melakukan pemeriksaan dengan
spekulum. Namun bila pasien menolak pemeriksaan dengan spekulum, pasien
ditangani menggunakan bagan alur tanpa spekulum.

Pemeriksaan Laboratorium5,6

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:

a) Pengukuran pH
Penentuan pH dengan kertas indicator (N: 3.0-4.5)
Hasil pengukuran pH cairan vagina
§ Pada pH vagina 7.2-8.5 sering disebabkan oleh Gonokokus
§ Pada pH vagina 5.0-6.5 sering disebabkan oleh Gardanerrella vaginalis

25
§ Pada pH vagina 4.0-6.8 sering disebabkan candida albican
§ Pada pH vagina 4,0-7.5 sering disebabkan oleh trichomoniasis tetapi tidak
cukup spesifik.

b) Penilaian sedian basah


Penilaian diambil untuk pemeriksaan sedian basah dengan KOH10% dan NaCl
0.9%. Cairan dapat diperiksa dengan melarutkan sampel dengan 2 tetes larutan
NaCl 0,9% diatas objek glass dan sampel kedua di larutkan dalam KOH10%.
Penutup objek glass ditutup dan diperiksa di mikroskop.
ü Trikomonas vaginalis akan terlihat jelas dengan NaCl 0.9% sebagai parasit
berbentuk lonjong dengan flagelanya dan gerakannya yang cepat.
ü Candida albicans akan terlihat jelas degan KOH 10% tampak sel ragi
(blastospora) atau hifa semu.
ü Vaginitis non spesifik yang disebabkan oleh Gardnerella vaginalis pada
sediaan dapat ditemukan beberapa kelompok basil, lekosit yang tidak seberapa
banyak dan banyak sel-sel epitel yang sebagian besar permukannya berbintik-
bintik. Sel-sel ini disebut clue cell yan merupakan ciri khas
infeksi Gardnerella vaginalis.

c) Perwarnaan Gram
ü Neisseria Gonorhoea memberikan gambaran adanya gonokokus intra dan
ekstra seluler.
ü Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang berukuran kecil
gram negative yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel
dengan kokobasil, tanpa ditemukan laktobasil.

d) Kultur

Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti, tetapi
seringkali kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam penafsiran.

26
§ Pemeriksaan serologis

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi Herpes Genitalis dan


Human Papiloma Virus dengan pemeriksaan ELISA.

§ Tes Pap Smear

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada


serviks, infeksi Human Papiloma Virus, peradangan, sitologi hormonal, dan
evaluasi hasil terapi. Secara klinik, untuk menegakkan diagnosis vaginosis
bakterial harus ada tiga dari empat kriteria sebagai berikut, yaitu:

(1) Adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah,


(2) Adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina,
(3) duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu,
(4) pH vagina lebih dari 4.5 dengan menggunakan nitrazine paper.

2.7 Tatalaksana9,10,11

Ø Preventif
Pencegahan ini juga bisa dengan berbagai cara sepeti memakai alat
pelindung, pemakaian obat atau cara profilaksis atau melakukan pemeriksaan
secara dini.
1) Alat pelindung
Memakai alat pelindung terhadap kemungkinan tertularnya PHS dapat
dilakukan dengan menggunakan kondom. Kondom cukup efektif mencegah
terjadinya penularan PHS termasuk AIDS.

2) Pemakaian obat atau cara profilaksis


Pemakaian antiseptik cair untuk membersihkan vagina pada hubungan yang
dicurigai menularkan penyakit kelamin relative tidak ada jika tidak disertai dengan
pengobatan terhadap microorganism penyebab penyakitnya. Pemakaian obat
antibiotik dengan dosis profilaksis atau dosis yang tidak tepat juga merugikan

27
karena selain kuman tidak terbunuh juga terdapat kemungkinan kebal terhadap obat
jenis tersebut. Pemakaian obat yang mengandung estriol baik krem maupun obat
minum bermanfaat pada pasien menaupose dengan gejala yang berat.

3) Pemeriksaan secara dini

Kanker serviks dapat dicegah secara dini dengan melakukan Pap smear secara
berkala. Dengan pemeriksaan Pap smear dapat diamati adanya perubahan sel-sel
normal menjadi kanker yang terjadi berangsur-angsur, bukan secara mendadak.
Kanker leher rahim memberikan gejala keputihan berupa sekret encer, berwarna
merah muda, coklat mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.

Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah intim sebagai
tindakan mencegah berulangnya keputihan yaitu dengan:

1. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup,
hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
2. Setia kepada pasangan.
3. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap
kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan
yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan
untuk mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk mencegah
bakteri berkembang biak.
4. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari
arah depan ke belakang.
5. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena
dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis
dahulu sebelum menggunakan cairan pembersih vagina.
6. Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada
daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.
7. Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti
meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak duduk di atas
kloset di WC umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum
menggunakannya.

28
Ø Kuratif9,10,11
• Terapi fluor albus harus disesuaikan dengan etiologinya, antara lain:
1. Bakteri
a. Gonorhoea
ü Cefixime : merupakan sefalosporin generasi ke – 3 dipakai sebagai

dosis tunggal 400 mg. Efektifitas dan sensitifitas sampai saat ini
paling baik, yaitu sebesar 95%.
ü Levofloksasin : Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan

adalah levofloksasin 500 mg, dosis tunggal. Sedangkan


ciprofloksasin 500 mg, dan ofloksasin 400 mg, peroral dosis tunggal,
dilaporkan sudah resisten pada beberapa daerah tertentu, di
Indonesia.
ü Tiamfenikol : Dosisnya 3,5 gram, dosis tunggal secara oral. Angka

kesembuhan ialah 97,7%. Tidak dianjurkan pemakaiannya pada ibu


hamil.
ü Kanamisin 2 gram im

ü Penicillin prokain 4,8 juta unit im atau Amoksisiklin 3 gr IM

ü Ampisiillin 3,5 gram im atau Ditambah : Doksisiklin 2 x 100mg oral

selama 7 hari atau Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari


ü Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari

29
b. Klamidia trakomatis
• Doksisiklin : 2 x 100 mg sehari selama 7 hari, atau
• Azitromisin : 1 gram dosis tunggal, atau
• Eritromisin : Untuk penderita yang tidak tahan tetrasiklin, ibu
hamil, atau berusia kurang dari 12 tahun, 4 x 500 mg sehari selama
1 minggu atau 4 x 250 mg sehari selama 2 minggu.1

30
c. Gardnerella vaginalis
ü Klindamisin cream 2%, intra vaginal, 5 gr, selama 7 hr

ü Metronidazol gel 0,75 % intravag. 2 x sehari, 5 hari

ü Metronidazol dosis 2 x 500 mg setiap hari selama 7 hari

ü Metronidazole 2 gram dosis tunggal

ü Klindamisin 2 x 300 mg per oral sehari selama 7 hari

ü Tinidazole 2 x 500 mg setiap hari selama 5 hari

ü Ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 4 x 500 mg per oral selama

5 hari

d. Treponema Pallidum
• Obat pilihan:
Benzil benzatin penisilin G (BBPG), dengan dosis:
1. Stadium primer dan sekunder: 2,4juta Unit, injeksi intramuskular, dosis
tunggal Cara: satu injeksi 2,4 juta Unit IM pada 1 bokong, atau 1,2 juta
Unit pada setiap bokong.

31
2. Stadium laten: 2,4 juta Unit injeksi intramuskular, setiap minggu, pada
hari ke 1, 8 dan 15
Sesudah diinjeksi, pasien diminta menunggu selama 30 menit.

• Obat alternatif: bila alergi terhadap penisilin atau pasien menolak


injeksi atau tidak tersedia BBPG :
1. Doksisiklin 2x100 mg oral selama 14 hari untuk stadium primer dan
sekunder atau selama 28 hari untuk sifilis laten.
Doksisiklin 2x100 mg oral selama 30 hari untuk stadium primer dan
sekunder atau lebih dari 30 hari untuk sifilis laten.
2. Eritromisin 4x500 mg oral selama 14 hari untuk ibu hamil dengan sifilis
stadium primer dan sekunder, atau 30 hari untuk sifilis laten (very low
quality evidence, conditional recommendation)
Erotromisin 4 x 500 mg oral selama 30 hari untuk ibu hamil dengan
sifilis stadium primer dan sekunder, atau lebih dari 30 hari untuk sifilis
laten.

32
2. Jamur
Pada infeksi candida albicans dapat diberikan
Sistemik :
ü Ketokonazol oral 2 x 200 mg selama 7 hari

ü Itrakonazole 2x200mg peroral dosis sehari.

ü Nistatin tablet 4 x 1 tablet selama 14 hari

ü Nimorazol 2 gram dosis tunggal

ü Ornidazol 1,5 gram dosis tunggal

Pasangan seksual dibawa dalam pengobatan


Topikal :
ü Nistatin tablet vagina 2 x sehari selama 2 minggu

ü Klotrimazol 1% vaginal krim 1 x sehari selama 7 hari

ü Mikonazol nitrat 2% 1 x sehari selama 7 – 14 hari

ü Mikostatin 10.000 unit intravaginal selama 14 hari.

Untuk mencegah timbulnya residif tablet vaginal mikostatin ini diberikan


seminggu sebelum haid selama beberapa bulan.

3. Parasit
Pada infeksi Trikomonas vaginalis diberikan (Harus diberikan pd yg
bergejala maupun tidak)
ü Metronidazol 2 gr dosis tunggal, atau

ü Metronidazol 2x 500 mg, 7 hr.

ü Nimorazol: dosis tunggal 2 gram

ü Tinidazol: dosis tunggal 2 gram

ü Omidazol: dosis tunggal 1,5 gram

Mitra seksual harus diobati: dosis multipel 7 hr


* Kehamilan: Klotrimazole intravaginal dosis tunggal atau dosis terbagi

33
4. Virus
§ Virus herpes simpleks tipe 2
• Herpes simpleks lesi episode pertama lesi primer
Asiklovir: 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau asiklovir: 3x400
mg/hari selama 7-10 hari
Valasiklovir: 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari
Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
Kasus berat perlu rawat inap: asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8
jam selama 7-10 hari
• Herpes Simpleks rekurens
1. Lesi ringan: terapi simtomatik
2. Lesi berat:
- Asiklovir 5x200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau
asiklovir: 3x400 mg/hari selama 5 hari atau asiklovir 3x800
mg/hari selama 2 hari
- Valasiklovir 2x500 mg selama 5 hari
- Famsiklovir 2x125 mg/hari selama 5 hari
3. Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif
- Asiklovir 2x400 mg/hari
- Valasiklovir 1x500 mg/hari
- Famsiklovir 2x250 mg/hari

34
• HG pasien imunokompromais
1) Pengobatan untuk kasus ini memerlukan waktu yang lebih lama,
pengobatan diberikan hingga gejala klinis menghilang.
2) Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5x400 mg/hari
selama 5-10 hari atau hingga tidak muncul lesi baru.
3) Valasiklovir 2x1000 mg/hari
4) Famsiklovir 2x500 mg/hari.
• Herpes genital pada wanita hamil
Wanita hamil yang menderita herpes genitalis primer dalam
6 minggu menjelang persalinan dianjurkan untuk dilakukan seksio
sesarea sebelum atau dalam 4 jam sesudah pecahnya ketuban.
Asiklovir dosis supresi 3x400 mg/hari mulai dari usia 36
minggu dapat mencegah lesi HSV pada aterm. Asiklovir dapat
diberikan secara oral pada herpes genital episode pertama maupun
rekuren dan diberikan secara intravena apabila manifestasinya berat.
Seksio sesarea tidak dilakukan secara rutin pada wanita yang
menderita herpes genitalis rekurens. Hanya wanita dengan viral
shedding atau memiliki lesi genital pada saat mendekati persalinan
yang memerlukan seksio sesarea.

§ Kondiloma Akuminata

Dapat diobati dengan menggunakan suntikan interferon suatu


pengatur kekebalan. Dapat diberikan obat topical podofilin 25% atau
podofilotoksin 0.5% ditempat dimana kutil berada. Bila kondiloma
berukuran besar dilakukan kauterisasi. Penyebab lain : Vulvovaginitis
psikosomatik dengan pendekatan psikologi. Desquamative
inflammatory vaginitis diberikan antibiotik, kortikosteroid dan estrogen.

35
2.8 Prognosis

Prognosis flour albus baik karena infeksinya dapat disembuhkan walaupun


dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak menunjukkan gejala.
Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat dipakai.

Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan
pengobatan yang tepat dapat memberi angka kesembuhan yang tinggi (84-96%).

36
BAB III
KESIMPULAN

Fluor albus harus dibedakan apakah fisiologis atau patologis, dan yang
patologis harus dibedakan apakah termasuk IMS atau bukan.
Fluor albus fisiologik diproduksi oleh kelenjar pada leher rahim (serviks),
dinding vagina dan kelenjar bartholin dibibir kemaluan, menyatu dengan sel-sel
dinding vagina yang lepas serta bakteri normal didalam vagina, bersifat asam dan
berperan penting dalam menjamin fungsi yang optimal.
penyebab paling penting dari fluor albus patologik ialah infeksi. Disini cairan
mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau,
seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan kavum uteri
dapat menyebabkan fluor albus patologik, begitu pula pada adneksitis. Fluor albus
juga ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor tersebut sebagian
atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-alat genital.
Oleh karena itu perlu deteksi secara dini, dan pencegahan dimana
pencegahan ini juga bisa dengan berbagai cara sepeti memakai alat pelindung,
pemakaian obat atau cara profilaksis . Adapun tatalaksana harus sesuai dengan
etiologi dari munculnya keputihan.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Asbil KK. Detection of Neisseria gonorrhoeae and Clamidya trachomatis


Colonitation of the Gravid cerviks. Am J Obstet Gynecol 2016;2;340-6.
2. Edward W. Hook, Handsfield HH. Gonococcal Infections in the Adult. In:
Klaus Wolff, Lowell A Goldsmith, Stephen I Katz, Barbara A Gilchrest,
Amy S Paller, Leffell DJ, editors. Sexually Transmitted Disease. 4 ed. New
York: McGraw Hill; 2008. p. 627-46.
3. Gerberding JL. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines.
Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), U.S.
Department of Health and Human Services; 2006.
4. Monalisa; Bubakar, AR; et al.2012. Clinical Aspects Fluor Albus Of Female
And Treatment. Indian Journal of Dermatology, Venerology, and
Leprology. Vol 1(1):19-29.
5. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. 2015.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
6. Linuwih S, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin 7th
Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018.; 2018. Hal.
436-494
7. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ Guide to Physycal Examination and
History Taking.; 2017. Hal 435-568
8. Rigopoulos D.. In: European Handbook of Dermatological Treatments.
2015.
9. Siregar Sp.KK(K) PDRS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.; 2005.
Hal. 306
10. Kang Sewon. et al. Fitzpatrick’s Dermatology Ninth Edition. Mc Graw Hill
Edition. 2019. 2952–59 p.
11. PERDOSKI. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI). J Org Chem. Published online 2017. Hal 354-379

38

Anda mungkin juga menyukai