(21) : 71 - 76
PENDAHULUAN
Hutan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai salah satu
sumberdaya alam yang potensial. Hutan mempunyai berbagai fungsi antara lain
sebagai penghasil kayu maupun non kayu, sumber plasma nutfah, ekosistem flora dan
fauna, pengatur tat air dan pengawetan tanah. Fungsi tersebut sangat penting untuk
dijaga kelestariannya dari gangguan yang menyebabkan berkurang atau hilangnya
fungsi hutan tersebut, dimana salah satu gangguan dari fungsi hutan tersebut adalah
adanya kebakaran hutan. Ginting (2002) menyatakan bahwa kebakaran hutan
merupakan penyebab utama degradasi hutan dan lahan disamping perambahan hutan,
konversi hutan dan illegal logging, sehingga upaya pencegahan dan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan menjadi penting dan strategis untuk mengurangi
meluasnya kerusakan hutan.
Kebakaran hutan dapat terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja.
Nasution (2003) menyebabkan bahwa kebakaran hutan 99 % disebabkan karena
faktor manusia dan hanya 1 % disebabkan karena faktor alam. Selain karena adanya
pengaruh iklim (adanya musiom kemarau yang panjang) yang menyebabkan
kekeringan dimana-mana, faktor bahan bakar merupakan faktor yang sangat dominan
yang menyebabkan cepat dan luasnya kawasan hutan yang terbakar.
Masalah kebakaran hutan merupakan gangguan yang sangat membahayakan
bagi kelangsungan hidup vegetasi. Tebal kulit pohon dan kandungan kadar airnya
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan jenis terhadap panas
yang ditimbulkan oleh adanya kebakaran yang pada akhirnya dapat berpengaruh
terhadap tingkat kerusakan vegetasi. Jenis-jenis yang tahan terhadap kebakaran
hutan akan mampu bertahan hidup, sebaliknya jenis yang tidak tahan akan mengalami
kerusakan bahkan kematian.
1)
71
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas maka dilakukannya penelitian untuk
menganalisa tebal dan kadar air kulit pohon serta kecepatan terpicunya api dari jenis
Gmelina, Sungkai dan Sengon dalam hubungannya terhadap ketahanan jenis-jenis
tersebut terhadap kebakaran hutan dan lahan.
II.
A.
METODOLOGI PENELITIAN
Obyek dan Peralatan
Obyek penelitian ini adalah kulit pohon jenis Gmelina, Sungkai dan Sengon
dengan diameter 20 cm keatas, dengan umur tanaman masing-masing 10 tahun ke
atas.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Pahat dan alat pemukul/palu untuk memotong kulit pohon,
2.
parang untuk mengoyak kulit pohon,
3.
micrometer sekrup untuk mengukur ketebalan kulit pohon,
4.
kompas untuk menentukan arah mata angin,
5.
kantong plastik untuk membungkus sampel,
6.
pita ukur untuk mengukur diameter pohon,
7.
oven untuk mengeringkan kulit pohon,
8.
korek api dan lilin untuk membantu proses pembakaran,
9.
Thally sheet dan alat tulis menulis untuk mencatat data pengamatan dan
pengukuran di lapangan,
10. neraca digital untuk menimbang berat basah dan berat kering tanur sampel.
B. Parameter Yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah tebal dan kadar air kulit
pohon serta kecepatan terpicunya api.
C. Teknik Pengambilan Data
1.
2.
Pelaksanaan di laboratorium
a. Sampel kulit yang telah di timbang berat dan di ukur ketebalannya selanjutnya
dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selam
36 jam (kering tanur). Kadar air kulit kayu dihitung dengan menggunakan
rumus dari Haygreen dan Bowyer (1953) yaitu :
72
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
Rata rata
Gmelina
berat
tebal
0,73
1,175
1,05
1,513
1,14
1,613
0,91
1,350
1,08
1,375
0,79
1,318
0,88
1,190
0,70
1,118
0,76
1,118
0,96
1,278
9,01
13,05
0,90
1,30
Jenis
Sungkai
Berat
Tebal
0,56
0,55
0,47
0,50
0,57
0,60
0,44
0,50
0,50
0,50
0,60
0.60
0,48
0,55
0,59
0,60
0,44
0,60
0,53
0,50
5,18
5,50
0,52
0,55
Sengon
Berat
Tebal
1,05
0,95
0,54
0,64
0,80
0,79
0,82
0,85
0,82
0,73
0,83
0,85
0,63
0,66
0,90
0,89
0,82
0,87
0,76
0,61
7,97
7,82
0,80
0,78
73
kulit kayu terletak diantara kulit dalam dan kayu gubal, kearah luar berfungsi untuk
menggantikan kulit lama yang telah rusak dan kearah dalam membentuk kayu yang
baru sehingga dengan adanya kambium menyebabkan pohon lambat laun akan
tambah besar. Oleh karena letak kambium terlindung oleh kulit kayu maka kerusakan
lapisan kambium yang vital bagi pohon akan terlindungi dengan semakin tebalnya kulit
kayu.
Boer ( 1995 ) menyebutkan bahwa daya tahan hidup suatu jenis tanaman atau
pohon terhadap kebakaran hutan berbeda beda , perbedaan tersebut dipengaruhi
antara lain oleh tebal tipisnya kulit pohon,mudah atau tidaknya kulit pohon untuk
terbakar dan kadar air dari pohon. Sedangkan purbowasese ( 2000 ) mengatakan
bahwa suatu jenis intensitas pemanasan yang rendah dan singkatnya waktu terjadinya
kebakaran juga dipengaruhi oleh faktor faktor genetis (tebal kulit dan kandungan air )
dan faktor lingkungan (sungai dan tofografi ) dimana vegetasi tersebut tumbuh.
B. Kadar Air Kulit Pohon dan Kecepatan Terpicunya Api
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap kadar air kulit pohon setelah
dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 36 jam ( kering tanur ) diperoleh
data rekapitulasi perhitungan kadar air kulit pohon dan pengukuran kecepatan
terpicunya api seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2.
Data hasil perhitungan rata-rata kadar air kulit pohom (K.a) dan kecepatan
terpicunya api (A)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata rata
Gmelina
K.a ( % )
A (menit )
235,39
2.1034
216,90
1.5846
203,49
1.5562
187,46
1.5643
313,85
2.2946
261,40
2.1415
255,61
2.`1619
147,41
1.5322
166,71
1.5743
239,82
1.5862
222,76
2.2099
Jenis
Sungkai
K.a ( % ) A( menit )
140,85
0.5657
96,59
0.4835
107,38
0.5637
93,48
0.4623
115,22
0.4942
99,17
0.5012
98,96
0.4342
97,53
0.4909
95,65
0.4219
128,26
o.4221
107,31
0.4840
Sengon
K.a ( %)
A(menit)
112,15
0.5263
145,14
1.1045
114,69
0.5210
129,65
0.5955
127,40
0.5354
132,20
1.0042
146,23
0.0046
118,90
0.4108
131,98
0.4146
208,25
1.3740
136,66
0.6489
Tabel 2 menunjukan bahwa jenis Gmelina mempunyai kadar air kulit batang
yang paling besar ( 229,76 % ) diikuti oleh kulit batang sengon dengan kadar air rata
rata sebesar 136,66 % dan kulit batang Sungkai dengan kadar air rata rata sebesar
107,31 %. Selanjutnya dari data tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa kulit batang jenis
Gmelina paling lambat untuk terbakar ( 2.2099) dibandingkan jenis sengon ( 0.6489
) dan sungkai ( 0.4821 ). Hal tersebut menunjukan bahwa jenis Gmelina lebih tahan
terhadap kebakaran, didukung lagi dengan ketebalan kulit batang yang lebih besar (
1,30 cm ) dibandingkan kedua jenis lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Abdillah ( 2002 ) terhadap tingkat kerusakan pohon Gmelina akibat
kebakaran di HTI Kirana Rimba dimana 99% dari jumlah sample menunjukan tipe
kebakaran basah,dimana menurut Boer ( 1996 ) bahwa pohon dikatakan terbakar
basah jika segera tumbuh kembali setelah api padam. Hal tersebut menunjukan bahwa
api dari kebakaran tidak sampai merusak lapisan kambium dari pohon.
74
75
76