Anda di halaman 1dari 8

PWK

PKL PINGGIRAN JALAN KOTA BANJARBARU

NAMA: MUHAMMAD ARI WIJAYANTO


NIM: H1B110018

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2013

PENDAHULUAN
Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter.
Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu oleh masalah
ekonomi dan adanya perubahan +ocial dalam masyarakat. Terutama perubahan +social yang
didorong oleh kemajuan teknologi informasi komunikasi yang menghasilkan suatu tuntutan
demokratisasi, transparansi, keterbukaan dan hak asasi manusia. Berbagai dampak dari krisis
tersebut muncul sebagai jalan terbukanya reformasi di seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah
satunya adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten/kota agar
terwujud suatu Indonesia baru, Indonesia yang lebih demokratis, lebih adil, dan lebih
sejahtera. Hal ini wajar karena intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar dimasa lalu
menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati sehingga menimbulkan berbagai
masalah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah.
Dalam rangka otonomi daerah di mana kewenangan cenderung dimiliki oleh
kabupaten/kota, harapan dan tuntutan masyarakat tentang keadilan dalam penyelenggaraan
kehidupan ekonomi, politik, +social, budaya, penegakan hukum, dan penghargaan atas hak
asasi manusia tidak bisa ditawar-tawar. Dalam rangka menampung aspirasi masyarakat, maka
otonomi daerah merupakan salah satu upaya strategis yang memerlukan pemikiran yang
matang, mendasar, berdimensi jauh ke depan. Pemikiran itu kemudian dirumuskan dalam
kebijakan otonomi daerah yang sifatnya menyeluruh dan dilandasi prinsip-prinsip dasar
demokrasi,

kesetaraan,

dan

keadilan

disertai

oleh

kesadaran

akan

perubahan

dalam

keanekaragaman/kemajemukan, (H. A. W Widjaja, 2004:99).


Untuk

dapat

melaksanakan

otonomi

daerah

diperlukan

penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, dari sentralisasi pemerintahan bergeser


+social+ desentralisasi dengan pemberian otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung

jawab. Hal ini telah terwujud dengan ditetapkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang merupakan dasar dari pelaksanaan otonomi daerah. Berdasarkan
Pasal 14 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah juga semakin luas, termasuk di dalamnya perencanaan dan
pengendalian pembangunan dan juga penyelenggaraan ketertiban dan ketentraman
masyarakat. Dengan pengembangan pembangunan daerah, diharapkan dapat menciptakan
masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Akan tetapi dalam pelaksanaan pembangunan,
pemerintah daerah juga harus memperhatikan keteraturan dan ketertiban daerahnya agar
tercipta kondisi yang nyaman bagi seluruh masyarakat.
Masalah masyarakat kota (urban problems) merupakan isu yang paling esensi dan
selalu hangat didalam politik, pemerintahan dan selalu menjadi perhatian media massa
bahkan menjadi pembicaraan masyarakat sehari-hari (Castells, 1977). Perkembangan kota
secara pesat (rapid urban growth) yang tidak disertai dengan pertumbuhan kesempatan
pekerjaan yang memadai mengakibatkan kota-kota menghadapi berbagai ragam problem
social yang sangat pelik (Alisjahbana, 2003). Tumbuh suburnya social ekonomi informal
adalah jawaban dari kondisi tersebut. Bentuk +social ekonomi informal yang menonjol dan
sering ditemui di perkotaan salah satunya Banjarbaru adalah Pedagang Kaki Lima (PKL).
Keberadaan PKL mengundang dilematis. Disatu sisi, PKL dibutuhkan karena memiliki
potensi ekonomi (Kuswardani dan Haryanto dalam Jurnal Ekonomi, 2005) berupa:
menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan
ouput social riil, mengembangkan jiwa kewirausahaan dan social pariwisata. Bahkan jika
PKL dikelola dengan baik dan bijak dapat menjadi sumber bagi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Banjarbaru). PKL juga memiliki manfaat (Alisjahbana, 2005) antara lain
meningkatkan kemandirian perekonomian rakyat, menyerap tenaga kerja dalam jumlah tidak
terbatas, mendukung social secara makro, serta meningkatkan PAD.

Sedangkan sisi yang lain, PKL merusak estetika kota dengan kesemrawutan dan
kekumuhannya. PKL menghambat lalu lintas dan merampas hak pejalan kaki.
Keberadaannya dinilai sudah mengganggu kenyamanan dan keindahan kota, meski disatu sisi
eksistensinya tetap dibutuhkan sebagai roda penggerak perekonomian masyarakat kecil
(Pikiran Rakyat,2004). Selama ini PKL identik dengan penyakit kota (biang kekumuhan dan
kesemrawutan kota), menempati wilayah yang secara hukum dilarang; mengganggu
kenyamanan pengguna jalan, dan terkesan tidak peduli dengan ketertiban lingkungan sekitar.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, terkesan keberpihakan pemerintah selama ini hanya
memperhatikan, memprioritaskan dan mengutamakan social formal, ketimbang social
informal (Budihardjo, 2003). Perencanaan kota atau penentu kebijakan jarang menetapkan
sejak awal rencana lokasi-lokasi kegiatan social informal dalam rencana kota yang dibuat.
Akibatnya, para PKL, pedagang asongan, dorong-dorongan, lesehan, dan lain-lain menempati
ruang-ruang kota yang tersisa (left-over urban space) yang menimbulkan rasa tidak aman
dalam bekerja karena harus siap digusur sewaktu-waktu (Budihardjo, 2003). Permasalahan
PKL juga muncul karena belum adanya ruang/tempat yang mewadahi secara layak para PKL
di dekat pusat-pusat kegiatan yang juga membutuhkan keberadaan mereka.
Permasalahan PKL memang susah untuk diselesaikan, hal ini terbukti dengan masih
banyaknya PKL yang berkeliaran di pinggir-pinggir jalan, banyaknya PKL yang menjamur di
kota-kota besar membuat pekerjaan rumah yang sampai saat ini masih belum bisa diatasi oleh
pihak pemerintah. Sebut saja Kota Banjarbaru, di kota ini +ocial disetiap pinggiran jalan
yang ada, akan terdapat para PKL yang membangun tempat daganganya dengan kayu dan
juga terpal sebagai atap atau lantainya.
Mereka tanpa dikordinir oleh siapapun akan membangun tempat mangkalnya dengan
seksama. Dimana ada tanah kosong milik pemerintah terutama di pinggir jalan, maka PKL
akan menjadikan tanah itu sebagai tempat menjual dagangan mereka. Karena dinilai tempat

yang berada di pinggir jalan raya tersebut merupakan tempat yang paling strategis untuk
digunakan berjualan bagi para PKL.
Para PKL sendiri, sebetulnya telah menyadari bahwa usaha mereka berjualan di
sepanjang jalan, trotoar dan sekitar. Kondisi lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan
perkembangan arus migrant dan cenderung padat modal, maka satu-satunya pilihan yang
realistis bagi kaum migrant dan masyarakat miskin kota adalah bekerja di social informal,
khususnya menjadi PKL. PKL juga termasuk masalah social yang hadir dikota-kota besar.
Karena menurut Koentjaraningrat PKL adalah termasuk golongan yang berpenghasilan
rendah, yang mengakibatkan keteraturan pinggiran jalan-jalan kota secara sempurna sukar
dicapai, dan permasalahannya sukar diatasi.

IDENTIFIKASI MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat diketahui masalah yang terdapat di Kawasan
pinggiran jalan kota Banjarbaru terkait dengan PKL. Keberadaan PKL yang kurang tertata
berakibat mengurangi citra Kawasan Banjarbaru sebagai kota yang bersih dan rapi.
Permasalahan-permasalahan PKL pada kawasan ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Memudarnya estetika kawasan pinggiran jalan kota Banjarbaru karena ketidakteraturan
PKL dalam memanfaatkan ruang-ruang publik. Kondisi tersebut dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

2. Mengurangi hak masyarakat dalam memanfaatkan ruang dan fasilitas publik. Pada Gambar
dibawah ini menjelaskan PKL menempati trotoar sehingga pejalan kaki lebih memilih badan
jalan dibanding trotoar. Hal ini selain mengurangi kenyamanan pejalan kaki juga dapat
membahayakan keselamatan pejalan kaki.

3. Berkurangnya ruang parkir tepi jalan yang digunakan untuk kegiatan PKL. Kondisi
tersebut dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

4. Keberadaan PKL yang kurang tertib, dinilai masyarakat sekitar mengganggu.

Permasalahan-permasalahan PKL diatas sangat berdampak langsung pada tata ruang fisik
kota Banjarbaru dan merupakan masalah yang sulit untuk diatasi karena selalu muncul
dengan sendirinya.

Anda mungkin juga menyukai