Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis.
Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anakanak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama
masa sekolah1.Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah
dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus
atau hilang timbul,. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media
supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis
yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk 2. Gejala otitis media supuratif kronis
antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia,
tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo1.
Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses infeksi pada
tulang mastoid. Tujuan mastoidektomi adalah menghindari kerusakan lebih lanjut terhadap organ
telinga dan sekitarnya.

B. Tujuan
Referat ini dibuat untuk membahas mengenai mastoidektomi

mulai dari anatomi,

fisiologi, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan mastoid, indikasi, kontraindikasi dan


komplikasi dari mastoidektomi agar nantinya akan lebih mudah dalam memahami prosedural
mastoidektomi.

BAB II
1

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

A. Anatomi Telinga
Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di
sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita
tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang tidak bisa mendengar
disebut tuli. Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian
dalam.5

Gambar 1. Telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam

B. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula mempunyai
bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula terdiri atas lempeng
tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga mempunyai otot intrinsic dan
ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis.4,5
Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk unik yang
terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux superior di sebelah kiri dari
fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus yang berada
di bawah tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga
di dekat kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan
sudut di belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang berada di atas tragus, cymba
conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang merupakan
pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang merupakan struktur depresif di
dekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar dari daun telinga, incisura anterior yang
berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang berada di bagian paling bawah dari daun
telinga, dan tragus yang berada di depan meatus akustikus eksternus.1,2,4,5

Gambar 2. Bagian-bagian dari auricula telinga luar.

Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang telinga
luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang menghubungkan
auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inchi atau
kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik
auricula ke atas dan belakang. Pada anak kecil auricula ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah
dan belakang. Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran
timpani.1,4,5
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga bagian
dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit, dan
sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa. Glandula
seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna
coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket, untuk mencegah
masuknya benda asing.1,2,4,5
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari n.auriculotemporalis dan
ramus auricularis n. vagus. Sedangkan aliran limfe menuju nodi parotidei superficiales,
mastoidei, dan cervicales superficiales.4,5
C. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang
dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi
meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum
timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar
dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui
tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid.4,5
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding
lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen
timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan
kavum timpani dan meningens dan lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai
dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin
sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus
4

superior V. jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang
yang memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior
terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih ba- wah
menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran
untuk m. tensor tympani. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini
diperpanjang ke belakang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di
bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu
auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil,
disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian besar dinding
lateral dibentuk oleh membran timpani.1,2,4,5,6
1. Membran Timpani
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya
konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang
terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian
cekung ini menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar ke anterior dan inferior dari
umbo.4,5,9,11
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter lebih-kurang 1 cm.
Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus timpanicus,
di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua plica, yaitu
plica mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah
segitiga kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh plika-plika tersebut lemas dan
disebut pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut pars tensa. Manubrium mallei
dilekatkan di bawah pada permukaan dalam membran timpani oleh membran mucosa.
Membran tympan sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh
n.auriculotemporalis dan ramus auricularis n. Vagus.4,5,11
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari
dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang disebabkan oleh
lengkung pertama cochlea yang ada di bawahnya. Di atas dan belakang promontorium
terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada
5

sisi medial fenestra terdapat perilympha scala vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung
posterior promontorium terdapat fenestra cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi
oleh membran timpani sekunder. Pada sisi medial dari fenestra ini terdapat perilympha
ujung buntu scala timpani.4,5,11
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas ke belakang pada
dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli. Tonjolan ini
menyokong m. tensor timpani. Ujung posteriornya melengkung ke atas dan membentuk
takik, disebut processus cochleariformis. Di sekeliling takik ini tendo m. tensor timpani
membelok ke lateral untuk sampai ke tempat insersionya yaitu manubrium mallei.1,2,4,5,11
Sebuah rigi bulat berjalan secara horizontal ke belakang, di atas promontorium
dan fenestra vestibuli dan dikenal sebagai prominentia canalis nervi facialis.
Sesampainya di dinding posterior, prominentia ini melengkung ke bawah di belakang
pyramis.5

Gambar 3. Membran Timpani


2. Tulang-Tulang Pendengaran
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang
maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga
sumsum tulang.5
Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum,
processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateral is.
Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum mallei
6

adalah bagian sempit di bawah caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang
dan melekat dengan erat pada permukaan medial membran timpani. Manubrium ini dapat
dilihat melalui membran timpani pada pemeriksaan dengan otoskop. Processus anterior
adalah tonjolan tulang kecil yang dihubungkan dengan dinding anterior cavum timpani
oleh sebuah ligamen. Processus lateralis menonjol ke lateral dan melekat pada plica
mallearis anterior dan posterior membran timpani.1,5,9,11
Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk bulat
dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah di belakang
dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya melengkung ke medial dan
bersendi dengan caput stapedis. Bayangannya pada membrana tympani kadangkadang
dapat dilihat pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan
dilekatkan pada dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen.6,7
Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput stapedis
kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit dan merupakan
tempat insersio m. stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari collum dan melekat
pada basis yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh
sebuah cincin fibrosa, yang disebut ligamentum annulare. 1, 2,4,5

Gambar 4. Tulang-Tulang Pendengaran.

3.

Otot-Otot Telinga Tengah


Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor

timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah
posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga
timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot
stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan
berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif
dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.2,4,5
Otot-Otot Telinga Tengah
Nama Otot
Origo
Inserio
M.
Tensor Dinding tuba Manubrium

Persarafan
Divisi

Fungsi
Meredam

Tympani

mandibularis

getaran

n. Trigemius

membrana

auditiva

dan mallei

dinding
salurannya
sendiri

tympani
Collum

M. stapedius

Stapedis

N. Facialis

Pyramis

Meredam

(penonjolan

getaran

tulang

stapes

pada

dinding
posterior
cavum
tympani)

Tabel 1. Otot-Otot Telinga Tengah.5

4.

Tuba Eustachius
Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan,

dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua
pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan nasopharynx
8

dengan berjalan melalui pinggir atas m. constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani dengan nasopharing.4,5
5. Antrum Mastoid
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa ossis
temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus ad antrum, diameter
auditus ad antrum lebih kurang 1 cm.5
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus ad antrum,
dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum. Dinding
lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding medial
berhubungan dengan kanalis semicircularis posterior. Dinding superior merupakan
lempeng tipis tulang, yaitu tegmen timpani, yang berhubungan dengan meninges pada
fossa kranii media dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang,
menghubungkan antrum dengan cellulae mastoideae.5
D. Telinga Dalam
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga
tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang;
dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di
dalam telinga dalam osseus.4,5

Gambar 5. Telinga Dalam


1. Telinga Dalam Osseus
9

Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis semicircularis,
dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di dalam substantia
kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus.
Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak posterior
terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis sennicircularis. Pada dinding lateralnya
terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum annularenya,
dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membran timpani sekunder. Di dalam
vestibulum terdapat sacculus dan utriculus telinga dalam membranaceus.4,5
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior, posterior, dan
lateral bermuara ke bagian posterior vetibulum. Setiap canalis mempunyai sebuah
pelebaran di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke dalam vestibulum melalui
lima lubang, salah satunya dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam canalis
terdapat ductus semicircularis.1,2,5
Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak tegak lurus terhadap
sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis posterior juga vertikal, tetapi terletak
sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis lateralis terletak
horizontal pada dinding medial aditus ad antrum, di atas canalis nervi facial is.2,5
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian anterior
vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae, dan modiolus ini
dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah putaran. Setiap putaran
berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga bangunan keseluruhannya
berbentuk kerucut. Apex menghadap anterolateral dan basisnya ke posteromedial.
Putaran basal pertama dari cochlea inilah yang tampak sebagai promontorium pada
dinding medial telinga tengah.1,4,5,11
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus
internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang n. cochlearis. Pinggir spiral, yaitu
lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol ke dalam canalis dan membagi
canalis ini. Membran basilaris terbentang dari pinggir bebas lamina spiralis sampai ke
dinding luar tulang, sehingga membelah canalis cochlearis menjadi scala vestibuli di
sebelah atas dan scala timpani di sebelah bawah. Perilympha di dalam scala vestibuli
10

dipisahkan dari cavum timpani oleh basis stapedis dan ligamentum annulare pada
fenestra vestibuli. Perilympha di dalam scala tympani dipisahkan dari cavum timpani
oleh membrana tympani secundaria pada fenestra cochleae.1,5,11
2. Telinga Dalam Membranaceus
Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan berisi
endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus terdiri atas
utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga ductus
semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan ductus cochlearis
yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating berhubungan dengan bebas.2,4,5
Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada, dan
dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus oleh ductus
utriculosaccularis.5
Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah
dijelaskan di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus
utriculosaccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus
endolymphaticus. Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan posterior pars
petrosa ossis temporalis.3,6
Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat receptor sensorik khusus yang peka
terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan lain.5
Ductus semicircularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari canalis
semicircularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus satu
terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali kepala mulai atau berhenti
bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala bertambah atau berkurang, kecepatan gerak
endolympha di dalam ductus semicircularis akan berubah sehubungan dengan hal tersebut terhadap dinding ductus semicircularis. Perubahan ini dideteksi oleh receptor
sensorik di dalam ampulla ductus semicircularis.5
Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan
dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang terletak di atas
membrana basilaris membentuk organ Corti (organ spiralis) dan mengandung receptorreceptor sensorik untuk pendengaran.2,5
11

E. Vaskularisasi Telinga
Perdarahan telinga terdiri dari 2 macam sirkulasi yang masing masing secara
keseluruhan berdiri satusatu memperdarahi telinga luar dan tengah, dan satu lagi memperdarahi
telinga dalam tampa ada satu pun anastomosis diantara keduanya.4,5
Telinga luar terutama diperdarahi oleh cabang aurikulo temporal a.temporalis superficial
di bagian anterior dan dibagian posterior diperdarahi oleh cabang aurikuloposterior a.karotis
externa.4
Telinga tengah dan mastiod diperdarahi oleh sirkulasi arteri yang mempunyai banyak
sekali anastomosis. Cabang timpani anterior a.maxila externa masuk melalui fisura retrotimpani.
Melalui dinding anterior mesotimpanum juga berjalan aa.karotikotimpanik yang merupakan
cabang a.karotis ke timpanum .dibagian superior, a.meningia media memberikan cabang
timpanik superior yang masuk ketelinga tengah melalui fisura petroskuamosa. A.meningea
media

juga memberikan percabangan a.petrosa superficial yang berjalan bersama Nervus

petrosa mayor memasuki kanalis fasial pada hiatus yang berisi ganglion genikulatum. Pembuluhpembuluh ini beranastomose dengan suatu cabang a.auricula posterior yaitu a.stilomastoid, yang
memasuki kanalis fasial dibagian inferior melalui foramen stilomastoid. Satu cabang dari arteri
yang terakhir ini, a.timpani posterior berjalan melalui kanalikuli korda timpani. Satu arteri yang
penting masuk dibagian inferior cabang dari a.faringeal asendenc.arteri ini adalah perdarahan
utama pada tumor glomus jugular pada telinga tengah.2,4,5
Tulang-tulang pendengaran menerima pendarahan anastomosis dari arteri timpani
anterior, a.timpani posterior, suatu arteri yang berjalan dengan tendon stapedius, dan cabang
cabang dari pleksus pembuluh darah pada promontorium. Pembuluh darah ini berjalan didalam
mukosa yang melapisi tulang-tulang pendengaran, memberi bahan makanan kedalam tulang.
Proses longus incus mempunyai perdarahan yang paling sedikit sehingga kalau terjadi
peradangan atau gangguan mekanis terhadap sirkulasinya biasanya mengalami necrosis.4,5

12

Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a.auditori interna (a. labirintin) yang berasal
dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri
dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.4,5
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :4
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari
utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularisposterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena
auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus
koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada
sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis
sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus
sigmoid.
Aliran vena telinga luar dan tengah dilakukan oleh pembuluhpembuluh darah yang
menyertai arteri v.emisari mastoid yang menghubungkan kortek keluar mastoid dan sinus lateral.
Aliran vena telinga dalam dilakukan melalui 3 jalur aliran .dari koklea putaran tengah dan apical
dilakukan oleh v.auditori interna. Untuk putaran basiler koklea dan vestibulum anterior
dilakukan oleh v.kokhlear melalui suatu saluran yang berjalan sejajar dengan akuadutus kokhlea
dan masuk kedalam sinus petrosa inferior. Suatu aliran vena ketiga mengikuti duktus endolimfa
dan masuk ke sinus sigmoid pleksus ini mengalirkan darah dari labirin posterior.4,5

F. Persarafan Telinga
Daun telinga dan liang telinga luar menerima cabangcabang sensoris dari cabang
aurikulotemporal saraf ke5 (N. Mandibularis) dibagian depan, dibagian posterior dari Nervus
aurikuler mayor dan minor, dan cabangcabang Nervus Glofaringeus dan Vagus. Cabang Nervus
Vagus dikenal sebagai Nervus Arnold. Stimulasi saraf ini menyebabkan reflek batuk bila teliga
13

luar dibersihkan. Liang telinga bagian tulang sebelah posterior superior dipersarafi oleh cabang
sensorik Nervus Fasial.4,5
Tuba auditiva menerima serabut saraf dari ganglion pterygopalatinum dan sarafsaraf
yang berasal dari pleksus timpanikus yang dibentuk oleh Nervus Cranialis VII dan IX.4
M.tensor timpani dipersarafi oleh Nervus Mandibularis (Nervus Cranial V 3 ).sedangkan
M.Stapedius dipersarafi oleh Nervus Fasialis.3
Korda timpani memasuki telinga tengah tepat dibawah pinggir posterosuperior sulkus
timpani dan berjalan kearah depan lateral ke prosesus longus inkus dan kemudian kebagain
bawah leher maleus tepat diatas perlekatan tendon tensor timpani setelah berjalan kearah medial
menuju ligamen maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani.4

G. Fisiologi Telinga
1.

Fisiologi Pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor khusus

untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian, gelombang suara
hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya
melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi suara yang terjadi secara alamiah sewaktu
gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga
tengah.13
Daun telinga, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga
luar. Banyak spesies (anjing, contohnya) dapat memiringkan daun telinga mereka ke arah sumber
suara untuk mengumpulkan lebih banyak gelombang suara, tetapi daun telinga manusia relatif
tidak bergerak. Karena bentuknya, daun telinga secara parsial menahan gelombang suara yang
mendekati telinga dari arah belakang dan, dengan demikian, membantu seseorang membedakan
apakah suara datang dari arah depan atau belakang.13
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang dari kanan atau kiri ditentukan
berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih dekat
ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga satunya.
Kedua, suara terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih jauh, karena
14

kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu perambatan gelombang
suara. Korteks pendengaran mengintegrasikan semua petunjuk tersebut untuk menentukan lokasi
sumber suara. Kita sulit menentukan sumber suara hanya dengan satu telinga.13,14
Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar
sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan
rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk
keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.11,13
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di telinga
dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat
bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang
pertama, maleus, melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela
oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai
respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi
sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membran timpani ke jendela oval. Tekanan
di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang
pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara
semula. Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakkan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem osikuler yang
memperkuat tekanan gelombang suara dan udara untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama,
karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval,
terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke jendela
oval (tekanan gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran
menghasilkan

keuntungan

mekanis

tambahan.

Kedua

mekanisme

ini

bersama-sama

meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang
suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan
pergerakan cairan koklea.1,2,4,11,13,14
Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu sistem tubulus
bergelung yang terletak di dalam tulang temporalis. Akan lebih mudah untuk memahami
komponen fungsional koklea, jika organ tersebut "dibuka gulungannya", seperti diperlihatkan
dalam. Di seluruh panjangnya, koklea dibagi menjadi tiga kompartemen longitudinal yang berisi
cairan. Duktus koklearis yang buntu, yang juga dikenal sebagai skala media, membentuk
15

kompartemen tengah. Saluran ini berjalan di sepanjang bagian tengah koklea, hampir mencapai
ujungnya. Kompartemen atas, yakni skala vestibuli, mengikuti kontur bagian dalam spiral, dan
skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti kontur luar spiral. Cairan di dalam duktus
koklearis disebut endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani keduanya mengandung cairan
yang sedikit berbeda, yaitu perilimfe. Daerah di luar ujung duktus koklearis tempat cairan di
kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut helikotrema. Skala vestibuli disekat dare
rongga telinga tengah oleh jendela oval, tempat melekatnya stapes. Lubang kecil berlapis
membran lainnya, yakni jendela bundar, menyekat skala timpani dari telinga tengah. Membrana
vestibularis yang tipis memisahkan duktus koklearis dare skala vestibuli. Membrana basilaris
membentuk lantai duktus koklearis, memisahkannya dare skala timpani. Membrana basilaris
sangat penting karena mengandung organ Corti, organ untuk indera pendengaran.11,13,14
Transmisi Gelombang Suara (a) Gerakan cairan di dalam perilimfe ditimbulkan oleh
getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) melalui skala vestibuli, mengitari helikotrema, dan
melalui skala timpani, menyebabkan jendela bundar bergetar; dan (2) "jalan pintas" dan skala
vestibuli melalui membrana basilaris ke skala timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan
penghamburan energi suara, tetapi jalur kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara
dengan membengkokkan rambut di sel-sel rambut sewaktu organ Corti pada bagian atas
membrana basilaris yang bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di
atasnya. (b) Berbagai bagian dart membrana basilaris bergetar secara maksimal pada frekuensi
yang berbeda-beda. (c) Ujung membrana basilaris yang pendek dan kaku, yang terletak paling
dekat dengan jendela oval, bergetar maksimum pada nada berfrekuensi tinggi. Membrana
basilaris yang lebar dan lentur dekat helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada
berfrekuensi rendah.1,2,13,14
Organ Corti, yang terletak di atas membrana basilaris, di seluruh panjangnya
mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut menghasilkan
sinyal saraf jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami perubahan bentuk berkaitan
dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut ini secara mekanis terbenam di dalam
membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tenda-rumah yang menggantung di atas, di sepanjang
organ Corti.13
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
16

dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam: (1)
perubahan posisi jendela bundar dan (2) defleksi membrana basilaris. Pada jalur pertama,
gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas, kemudian mengelilingi
helikotrema; dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar ke dalam rcngga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan
tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah,
perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur
ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara; tetapi hanya menghamburkan tekanan.13,14
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil "jalan
pintas". Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibularis
yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke
kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luarmasuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan
melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah, atau
bergetar, secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ Corti menumpang pada
membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris
bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam membrana tektorial yang
kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu
membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial. Perubahan bentuk
mekanis rambut yang maju-mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang-mekanis di
sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial
depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantianpotensial reseptordengan frekuensi yang sama
dengan rangsangan suara semula.13,14
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi
dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis). Depolarisasi
sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergeser ke atas) meningkatkan kecepatan
pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen.
Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut
mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana
basilaris bergerak ke bawah).2,13,14
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan
17

berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju-mundur rambut-rambut di


sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan
penutupan (secara bergantian) saluran di sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial
berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial
aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal
saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.11,13,14

Bagan 1. Fisiologi Pendengaran

18

2. Fisiologi Keseimbangan
Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga dalam
memiliki komponen khusus lain, yakni aparatus vestibularis, yang memberikan informasi yang
penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan-gerakan kepala dengan
gerakangerakan mata dan postur tubuh. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang
terletak di dalam tulang temporalis di dekat kokleakanalis semisirkularis dan organ otolit,
yaitu utrikulus dan sakulus.2,13,14
Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Seperti di koklea,
semua komponen aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe.
Juga, serupa dengan organ Corti, komponen vestibuler masing-masing mengandung sel-sel
rambut yang berespons terhadap perubahan bentuk mekanis yang dicetuskan oleh gerakangerakan spesifik endolimfe. Seperti sel-sel rambut auditorius, reseptor vestibularis juga dapat
mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan. Namun, tidak
seperti sistem pendengaran, sebagian besar informasi yang dihasilkan oleh sistem vestibularis
tidak mencapai tingkat kesadaran.2,11,13
Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotasional
kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir balik, atau memutar kepala.
Tiap-tiap telinga memiliki tiga kanalis semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam
bidang-bidang yang tegak lurus satu sama lain. Sel-sel rambut reseptif di setiap kanalis
semisirkularis terletak di atas suatu bubungan (ridge) yang terletak di ampula, suatu pembesaran
di pangkal kanalis. Rambut-rambut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa seperti topi di
atasnya, yaitu kupula, yang menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula. Kupula bergoyang
sesuai arah gerakan cairan, seperti ganggang Taut yang mengikuti arah gelombang air.13,14
Akselerasi (percepatan) atau deselerasi (perlambatan) selama rotasi kepala ke segala arah
menyebabkan pergerakan endolimfe, paling tidak, di salah satu kanalis semisirkularis karena
susunan tiga dimensi kanalis tersebut. Ketika kepala mulai bergerak, saluran tulang dan
bubungan sel rambut yang terbenam dalam kupula bergerak mengikuti gerakan kepala. Namun,
cairan di dalam kanalis, yang tidak melekat ke tengkorak, mulamula tidak ikut bergerak sesuai
arah rotasi, tetapi tertinggal di belakang karena adanya inersia (kelembaman). (Karena inersia,
benda yang diam akan tetap diam, dan benda yang bergerak akan tetap bergerak, kecuali jika ada
suatu gaya luar yang bekerja padanya dan menyebabkan perubahan.) Ketika endolimfe tertinggal
19

saat kepala mulai berputar, endolimfe yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada
dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala (serupa dengan
tubuh Anda yang miring ke kanan sewaktu mobil yang Anda tumpangi berbelok ke kiri).
Gerakan cairan ini menyebabkan kupula condong ke arah yang berlawanan dengan arah gerakan
kepala, membengkokkan rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Apabila gerakan
kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak
bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak mereka. Ketika kepala
melambat dan berhenti, keadaan yang sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan
diri bergerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala melambat untuk berhenti. Akibatnya,
kupula dan rambutrambutnya secara sementara membengkok sesuai dengan arah rotasi semula,
yaitu berlawanan dengan arah mereka membengkok ketika akselerasi. Pada saat endolimfe
secara bertahap berhenti, rambut-rambut kembali tegak. Dengan demikian, kanalis semisirkularis
mendeteksi perubahan kecepatan gerakan rotasi kepala. Kanalis tidak berespons jika kepala tidak
bergerak atau ketika bergerak secara sirkuler dengan kecepatan tetap.2,13,14
Rambut-rambut pada sel rambut vestibularis terdiri dari dua puluh sampai lima puluh
stereosilia, yaitu mikrovilus yang diperkuat oleh aktin, dan satu silium, kinosilium. Setiap sel
rambut berorientasi sedemikian rupa, sehingga sel tersebut mengalami depolarisasi ketika
stererosilianya membengkok ke arah kinosilium; pembengkokan ke arah yang berlawanan
menyebabkan hiperpolarisasi sel. Sel-sel rambut membentuk sinaps zat perantara kimiawi
dengan ujung-ujung terminal neuron aferen yang akson-aksonnya menyatu dengan akson
struktur vestibularis lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan saraf
auditorius dari koklea untuk membentuk saraf vestibulokoklearis. Depolarisasi sel-sel rambut
meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di serat-serat aferen; sebaliknya, ketika selsel rambut mengalami hiperpolarisasi, frekuensi potensial aksi di serat aferen menurun.13,14
Sementara kanalis semisirkularis memberikan informasi mengenai perubahan rotasional
gerakan kepala kepada SSP, organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif
terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan gerakan linier (bergerak
dalam garis lurus tanpa memandang arah). Utrikulus dan sakulus adalah struktur seperti kantung
yang terletak di dalam rongga tulang yang terdapat di antara kanalis semisirkularis dan koklea.
Rambut-rambut pada sel-sel rambut reseptif di organ-organ ini juga menonjol ke dalam suatu
lembar gelatinosa di atasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta
20

menimbulkan perubahan potensial di sel rambut. Terdapat banyak kristal halus kalsium karbonat
otolit ("batu telinga")yang terbenam di dalam lapisan gelatinosa, sehingga lapisan tersebut
lebih berat dan lebih lembam (inert) daripada cairan di sekitarnya. Ketika seseorang berada
dalam posisi tegak, rambut-rambut di dalam utrikulus berorientasi secara vertikal dan rambutrambut sakulus berjajar secara horizontal.1,3,13,14
Sakulus memiliki fungsi serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa is berespons secara
selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal (misalnya bangun dari tempat
tidur) dan terhadap akselerasi atau deselerasi liner vertikal (misalnya meloncat-loncat atau
berada dalam elevator).13
Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen aparatus vestibularis dibawa melalui
saraf vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis, suatu kelompok badan sel saraf di batang otak,
dan ke serebelum. Di sini informasi vestibuler diintegrasikan dengan masukan dari permukaan
kulit, mata, sendi, dan otot untuk: (1) mempertahankan keseimbangan dan postur yang
diinginkan; (2) mengontrol otot mata eksternal, sehingga mata tetap terfiksasi ke titik yang sama
walaupun kepala bergerak; dan (3) mempersepsikan gerakan dan orientasi.13,14
Beberapa individu, karena alasan yang tidak diketahui, sangat peka terhadap gerakangerakan tertentu yang mengaktifkan aparatus vestibularis dan menyebabkan gejala pusing
(dizziness) dan mual; kepekaan ini disebut mabuk perjalanan (motion sickness). Kadangkadang
ketidakseimbangan cairan di telinga dalam menyebabkan penyakit Meniere. Tidaklah
mengherankan, karena baik aparatus vestibularis maupun koklea mengandung cairan telinga
dalam yang sama, timbul gejala keseimbangan dan pendengaran. Penderita mengalami serangan
sementara vertigo (pusing tujuh keliling).13,14

BAB III
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
21

A. DEFINISI
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan
kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan
ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau
sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior,
inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan
mukoperiosteum dari middle ear

cleft

sehingga menyebabkan

terjadinya

perubahan-

perubahan patologis yang ireversibel.16,18


B. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran
nafasatas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan
derajat perubahan mukosa, serta migrasi

sekunder dari epitel skuamous. Sekret

mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari


mukosatelinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas 19:


Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk
melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi
bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip
yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan
penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan
22

konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau
tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yangberpulsasi diatas
kuadran posterosuperior.
Fase tidak aktif / fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai
seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis
Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi
Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
Otitis media supuratif akut yang berulang
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebihsering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,
terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2
tipe yaitu :
a. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah:
- Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
- Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.Pada mulanya dari jaringan
embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang
berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital
kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis
parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b. Didapat.
23

Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong


retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi
dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami
perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal. Area kolaps
pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani. Epitel
skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel mati
dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan
proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada
akhirnya membentuk kolesteatoma. Pengeluaran epitel melalui leher kantong
yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi tersebut membesar. Membran
timpani tidak mengalami perforasi dalam arti kata yang sebenarnya : lubang
yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak
seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri
penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin. Teori lain pembentukan
kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa pada mukosa telinga
tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau adanya suatu
pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi,
terutama pada perforasi marginal.21
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma
didapat, yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel.
Granuloma kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma,
meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara
bersamaan

pada

telinga

tengah

atau

mastoid.Granuloma

kolesterol,

disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat serosanguin yang ada
sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi khas
sel raksasa dan jaringan granulomatosa.

24

Perforasi Membran Tympani


Definisi
Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membrane timpani yang menyebabkan
hilanggnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani. Membran timpani adalah organ
pada telinga yang berbentuk seperti diafragma, tembus pandang dan fleksibel sesuai dengan
fungsinya yang menghantarkan energy berupa suara dan dihantarkan melalui saraf pendengaran
berupa getaran dan impuls-impuls ke otak. Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian,
seperti infeksi, trauma fisik atau pengobatan sebelumnya yang diberikan.

25

Menurut letaknya :
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan posterosuperior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total.
Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.
4. Perforasi postero-superior
Menurut luasnya perforasi
a. Perforasi kecil
b. Perforasi sedang
c. Perforasi luas ( subtotal -- total)

26

III.

EPIDEMIOLOGI
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK

dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada
orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika
Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negaranegara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi
dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200
juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di
poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.15

C. Etiologi

27

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft
palate

dan

Downs

syndrom.

Adanya

tuba

patulous,

menyebabkan

refluk

isi

nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti
infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain15,16,20 :
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK:
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.
D. Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan
bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di
belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab
utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media).
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup danakan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang
28

belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang
datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah
menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.

Gambar 6. Anatomi

tuba eustachius anak dan

dewasa
Pada

anak

dengan

infeksi

saluran

nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang
menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat,
seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah
pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin
kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.15
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan,
epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak
lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang
bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai
dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.15

29

Gambar 7. Perjalanan Penyakit OMSK


E. Patologi
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis
ini

lebih

berdasarkan

keseragaman

waktu

dan

stadium

dari

pada

keseragaman

gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:


1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir
terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media
yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid
mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang15.
F. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret
dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
30

mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai
tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaranmenghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada
OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga
ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.24
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi
karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistel labirin tanpa terjadinya
labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
3.

Otalgia ( nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda

yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda

31

berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari
telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

G. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk melengkapi pemeriksaan,

dapat

dilakukan

pemeriksaan

penunjang

sebagai berikut 15,7:


1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula
dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas17
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
32

Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB


Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.

2. Pemeriksaan Radiologi.
a. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto
ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen17.
b. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan
gambaran

tulang-tulang

anterior

pendengaran

dan

telinga
atik

tengah. Akan

sehingga

dapat

tampak
diketahui

apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur17.


c. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat16,17
d. Proyeksi Chause III
Memberi
gambaran

atik

secara

longitudinal

sehingga

dapat

memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan
dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom17.
e. Bakteriologi
Bakteri yang

sering

dijumpai

pada

OMSK

adalah

Pseudomonas

aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA


Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang
dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah
Bacteriodes sp15,16.
I. Penatalaksanaan
Terapi OMSK memerlukan waktu ama dan harus berulang. Pengobatan penyakit telinga
kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium

33

penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obatobatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.

OMSK Benigna Tenang


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorektelinga, air
jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobatbila menderita
infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksiberulang serta gangguan pendengaran.
OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :
Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Pemberian antibiotika :
o antibiotika/antimikroba topikal
o antibiotika sistemik
Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme. Pembersihan kavum timpani dengan menggunakan cairan pencuci telinga
berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga
merupakan media yang buruk untuk pertumbuhan kuman.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, dimana
pengobatanannya dibagi atas :
1. Pemberian antibiotik topikal
Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini dikarenakan biasanya ada gangguan
vaskularisasi ditelinga tengah sehingga antibiotika oral sulit mencapai sasaran optimal. Cara
pemilihan antibiotika yang paling baik adalah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes telinga
dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu ditambahkan kortikosteroid
untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat tetes yang dijual di pasaran saat ini banyak

34

mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu, jangan diberikan secara terus
menerus lebih dari 1-2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.
Antibiotika yang sering digunakan untuk OMSK adalah:
1. Kloramfenikol
Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak aktif
mendapatkan bahwa sensistifitas kloramfenikol terhadap masing-masing kuman adalah
sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp. (73,33%), Bacillus sp. (62,23%),
Staphylococcus sp. (60%), dan Pseudomonas sp. (14,23%).
2. Polimiksin B atau Polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram

negatif,

Pseudomonas,

E.coli,Klebsiella, dan Enterobakter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap kuman Gram
positif seperti Proteus dan B. Fragilis dan toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
3. Gentamisin
Gentamisisn adalah antibiotika derivat aminoflikosida dengan spektrum yang luas dan
aktif untuk melawan organisme Gram positif dan negatif. Saah satu bahaya dari
pemberian gentamisin tetes telinga adalah kemungkinan terjadinya kerusakan telinga
dalam. Telah diketahui bahwa pemberian gentamisin secara sistemik akan menyebabkan
efek ototoksik.
4. Ofloksasin
Ofloksasin mempunyai aktifitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan positif dan
bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. Pada OMSK dengan perforasi
membrana timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin telah ditemukan 30 menit setelah
pemberian solutio ofloksasin 0,3%. Berdasarkan penelitian, pemakain tetes siprofloksasin
lebih berhasil dan lebih murah dibandingkan tetes kloramfenikol, dan tidak dijumpai efek
ototoksik. Keuntungan lainnya ofloksasin dapat diberikan secara tunggal tanpa antibiotik
oral.

Antibiotik oral
Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin sebelum hasil tes
resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin,
dapat diberikan ampisilin-asam klavulanat. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret.
Terapi antibiotika sistemik yang dianjurkan pada OMSK adalah:
1. Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin
35

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

P. Mirabilis: ampisilin atau sefalosporin


P.morganii, P.vulgaris : aminoglikosida +karbenisilin
Klebsiella: sefalosporin atau aminoglikosida
E.coli: ampisilin atau sefalosporin
S.aureus antis-stafilikokus: penisiln, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus: penisilin, sefalosforin, ertiromisin, sminoglikosida
B. Fragilis: klindamisin.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat

diberikan pada OMSK aktif dosis 400 mg 3 kali sehari, selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu. Antibiotika golongan kuinolon tidak dianjurkan untuk anak berusia dibawah
16 tahun.
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti yang bertujuan untuk menghentikan
infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegab terjadinya
komplikasi serta memperbaiki pendengaran.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat
tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar
lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang burukuntuk tumbuhnya kuman. Selain itu
dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan
Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan
kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak
lebih dari 1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan
kulturkuman penyebab dan uji resistensi.
2. Pembedahan
Jenis pembedahan OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis baik tipe aman atau bahaya, antara lain:1
a. Mastoidektomi sederhana (simple MAstoidectomy).

36

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruangan mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada
operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.1
b. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteotoma
yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum tympani dibersihkan dari semua jaringan
patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak di perbaiki.
Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus dating dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi
serta membuat meatoplast yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus telinga luar menjadi lebar.

c. Mastoidektomi radikal dengan Modifikasi


d. Miringoplasti.
e. Timpanoplasti
Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik didalam telinga
tengah dan diikuti rekontruksi system konduksi suara pada telinga tengah.Timpanoplasti
diajukan pertama kali oleh Wullstein tahun 1953 yang kemudian membagi timpanoplasti
menjadi V tipe pada tahun 1956.

Tujuan dari timpanoplasti itu sendiri ialah

mengembalikan fungsi telinga tengah, mencegah infeksi berulang dan memperbaiki


pendengaran.
Tujuan lainnya membersihkan

semua jaringan patolgis dimana anatomi dari

meatus eksternus termasuk sulkus timpani utuh. Kavum mastoid dibuka untuk

37

menghindari system aerasi yang tertutup. Aerasi dapat diperoleh dengan membersihkan
penyumbatan antara kavum tympani, antrum, dan system sel mastoid.
Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bias ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa..
Pada operasi ini selain rekontruksi membrane tympani sering kali harus dilakukan
juga rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum rekontruksi dikerjakan lebih dahulu
dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk
membersihkan jaringan patologis.1
Tipe-tpe Timpanoplasti
Tipe I
Disebut juga miringoplasti. Operasi ini merupakan timpanoplasti yang paling ringan, dengan
melakukan rekontruksi hanya pada membrane tympani dan cangkokan bersandar pada maleus.
Indikasioperasi ini dilakukan padaOMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan
yang hanya disebabkan oleh perforasi yang menetap.
Pada tipe I ini seharusnya dapat memulihkan pendengaran konduktifsampai normal atau hamper
normal.
Tipe II sampai tipe V dilakukan rekontruksi membrane timpani dan rekontruksi tulang
pendengaran.

Table 2. Jenis Timpanoplasti

38

f. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined Approach Tympanoplasty)


Operasi ini merupakan tekni operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus
OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkanmenyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding
posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi kavum timpani, dikerjakan
melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya
39

belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma
kembali.1
J. Komplikasi
Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk
menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi
tergantung

pada

kelainan

patologik

organisme

yang

resisten

dan

yang

kurang

menyebabkan

efektifnya

otore.

pengobatan,

Walaupun
akan

demikian

menimbulkan

komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis
media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun
dapat menyebabkan komplikasi1,2.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama
adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding
tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
1. Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
a. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut
b. Gejala prodromal tidak jelas
c. ada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta
lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah
2. Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :
a. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit
b. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi
c. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi
dengan struktur sekitarnya
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :
a. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
b. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat
ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat otitis
c.

media yang sudah sembuh


Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena
erosiBila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi
gejala, seperti otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak
menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan, maka
harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium akut,

40

yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya suhu tubuh, nyeri
kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah. Dapat juga
timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, dan adanya mual,
muntah proyektil, serita kenaikan suhu badan yang menetap selama
terapi, merupakan tanda komplikasi intrakranial. Pada OMSK, tanda
penyebaran

penyakit

dapat

terjadi

setelah sekret berhenti, karena

menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.


Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati
3 macam lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk ke jaringan otak.
Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma sudah menurun
sejak

semakin

banyaknya

antibiotik

pada

awal

abad

ke

20.

Bagaimanapun,

komplikasi ini dapat terus terjadi, dan bisa berakibat fatal apabila tidak diidentifikasi dan diterapi
secara

tepat.

Terapi

dari

komplikasi

otitis

media

kronik

tidak

sama

dengan

penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya memerlukan tindakan intervensi bedah.
Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi persisten dari telinga
tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan perforasi dari membran timpani, dengan
adanya cairan yang keluar dari telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus. Dengan
terjadinya otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba eustachius yang persisten, membran
timpani melemah, yang meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan
kolesteatoma.
Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan intrakranial
meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari struktur kompartemen yang
berlokasi di sekitar daerah itu. Otitis media akut (OMA) dan komplikasinya leboh sering terjadi
pada anak kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa
klesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa.
Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem klasifikasi yang
dibagi

menjadi

komplikasi

intrakranial

dan

ekstrakranial.

Komplikasi

ekstrakranial

dibagi lagi menjadi komplikasi extratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan


penggunaan antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun,
komplikasi dapat terus terjadi, dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan
41

pengobatan. Selanjutnya, dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant,
komplikasi ini mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada saat ini menjadi
kurang efektif.
Komplikasi Extrakranial
1. Abses Subperiosteal
a. Definisi
Abses subperiosteal adalah komplikasi ekstrakranial dari OMK yang paling
sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel
udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi
sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent,
tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat

dari

perluasan

vaskular

sekunder

menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal terlihat lebih sering
pada

anak-anak

muda

dengan

OMA,

tetapi

juga ditemukan

pada

otitis

kronis dengan dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi


aditus

ad

antrum,

mencegah

terhubungnya

dari

isi

dari

mastoid

yang

terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini
meningkatkan kemungkinan

dekompresi

yang

infeksius

sampai

korteks

mastoid, menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal atau abses Bezold.


b. Diagnosis
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya,
pasien akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama
dengan tanda-tanda lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan
inferior, dan juga terdapat daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang
telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat
menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal

pada

mastoid.

Sebuah

kasus

dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang temporal pada semua pasien
dengan gejala-gejala ini, untuk membantu dalam perencanaan terapi dan untuk
menyingkirkan

kemungkinan

limfadenopati,

abses

komplikasi

superfisial,

dan

lainnya.
kista

Mastoiditis
sebasea

tanpa

terinfeksi

abses,
adalah

kemungkinan lain yang harus disingkirkan.


2. Abses Bezold
a. Definisi
42

Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks
mastoid terkena pada ujungnya,

sebagai

akan

dalam sampai

berkembang

di

leher,

lawan

dari

korteks

lateral,

sternokleidomastoid. Abses

abses
ini

dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Karena
abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini ditemukan pada
anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari mastoid telah
diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari ekstensi
langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan
cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA
dengan mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal
sebagai komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.
b. Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis
dari abses Bezold.

Presentasi

dari

pembesaran

massa

yang

dalam

dan

lembut di leher harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas
dasar klinis saja. CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang
meningkat dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di
ujung mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi.
Komplikasi Intratemporal
1. Fistula Labirin
a. Devinisi
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis
kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus.
Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya sebuah
labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko kehilangan
pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat
labirin terbuka dan pengelolaannya menjadi topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian
yang paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini.
Meskipun kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan
superior, dan di koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan insidensi

43

terjadinya gangguan pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan
labirin fistula.
Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang
berbeda.
atau

Dengan terdapatnya

tekanan

cholesteatoma,

mediator

diaktifkan

dari

matriks,

dari cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan

membuka labirin. Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena
mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan
granulasi.
Salah
kurangnya
telah

satu

alasan

sistem pembagian

diusulkan.

kontroversi
stadium

dan

yang

membahas

dapat

fistula

diterima.

ini

adalah

Beberapa

sistem

Sistem diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini

berkaitan dengan keterlibatan labirin


tulang

dalam

endosteum

yang

mendasarinya.

utuh diklasifikasikan

sebagai

Fistula

stadium

dengan

erosi

fistula.

Jika

endosteum ini terkena, namun ruang perilymphatic tidak, fistula ini diklasifikasikan
sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja disedot,
fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa labirin
membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah.
b. Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan
vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran
klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau
disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang
memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien
yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan
pendengaran

sensorineural ditemukan di sebagian besar pasien (68%), itu bukan

indikator yang sensitif untuk fistula.


Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes
fistula positif pada pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan
untuk fistula, tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini
sebagai alasan bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan
adanya fistula di setiap kasus cholesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak
terduga.
44

Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma


belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT
pra

operasi meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis

fistula preoperatif atas dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya
untuk meningkatkan deteksi suatu labirin, nervus facialis , atau dura yang terkena, untuk
membantu dalam perencanaan operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula
secara akurat pada CT pra operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam
laporan saat ini CT scan tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik
dalam mendeteksi fistula labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat
intraoperatif,

yang

menegaskan kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus

cholesteatoma dengan hati-hati.


2. Mastoiditis Coalescent
a. Devinisi
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat
untuk diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa
atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara
rutin pada CT scan.
Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema,
dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut
diindikasikan untuk menentukan pengobatan yang paling tepat.
b. Diagnosis
Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi
abses subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah
proses

akut, infeksi

tulang

mastoid,

dengan

kehilangan

karakteristik

tulang

trabekuler. Ini adalah komplikasi yang jarang terjadi, dan terlihat biasanya pada anakanak muda dengan OMA.
Klasik, mastoiditis coalescent digambarkan sebagai terjadi di mastoid
yang terpneumatisasi pada OMA yang tidak sempurna diobati, sedangkan otitis
kronis

dan cholesteatoma terjadi pada tulang temporal sklerotik. Namun, sebanyak

25% dari kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan terjadi pada tulang temporal
sklerotik dengan OMK dan cholesteatoma.

45

3. Facial Paralysis
a. Definisi
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA,
OMK
dengan

tanpa cholesteatoma,
saluran

dan cholesteatoma. Yang pertama

biasanya

terjadi

tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak

langsung mediator inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau
tanpa

cholesteatoma

dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan

saraf pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering
terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya singkat
dengan pengobatan yang tepat.
Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering
menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih
buruk.
b. Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau
kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit
untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT
dipertanyakan.
Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan
terapi
juga

dan konseling
dapat

pasien.

Ketika

cholesteatoma

melibatkan

saluran

tuba,

mengikis struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi

tulang dari kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.
Komplikasi Intrakranial
1. Meningitis
a. Definisi
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan
OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri
terbaru komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini
tetap merupakan komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic
telah menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era
postantibiotic. Meningitis dapat muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran
hematogen dari meninges dan ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau
mastoid melalui saluran yang telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang
46

dan

penyuluhan

langsung.

Dari

ketiga kemungkinan, meningitis otogenic paling

umum adalah hasil dari penyebaran hematogen.


b. Diagnosis
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda
peringatan oleh dokter.
komplikasi

Tanda-tanda

bahwa

harus

meningkatkan

kecurigaan

intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah;

iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu
diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk,
ataksia, atau status mental menurun. Jika ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi,
pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut sangat penting. Antibiotik spektrum
luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan selama tes diagnostik
sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan menunjukkan peningkatan
karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan yang
dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang
signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
diagnosis dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.
2. Abses Otak
a. Definisi
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari
otitis

media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan

meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan
hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya.
Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi
tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat
menyebabkan abses lobus temporal. Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila
positif, biasanya mengungkapkan flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur
daripada patogen lain. Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga
tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu
yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang.
Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum
dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk

47

sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan
peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses
yang pecah atau meluas.
b. Diagnosis
Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan
keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT
scan atau MRI kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk
abses otak, MRI lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik
mengenai abses sendiri, CT scan memberikan informasi berharga tentang erosi
tulang mastoid, dan dapat membantu dalam menentukan penyebab abses dan pilihan
pengobatan yang paling tepat. Pencitraan

itu

sendiri

adalah

diagnostik

abses

parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan diperlukan


untuk

menyingkirkan

komplikasi

intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan

intrakranial meningkat.
3. Trombosis Sinus Lateral
a. Definisi
Sinus sigmoid atau trombosis sinus
terkenal dari otitis
komplikasi

media

dimana

lateralis

tercatat

17%

merupakan komplikasi yang


sampai

19%

kasus

dari

intrakranial. Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus

vena dural memudahkan mereka

untuk

menjadi

trombosis

dan

tromboflebitis

sekunder terhadap infeksi dan peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan
sinus sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan
cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung

dari

proses

menular

ke

ruang

perisinus, atau dari penyebaran ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah
sinus

telah

terlibat,

dan

trombus

intramural berkembang, dapat menghasilkan

sejumlah komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal


sejumlah

besar

kasus

proximal

melibatkan

ini.

Bekuan

pertemuan sinus

yang

terinfeksi

untuk

mempersulit

dapat menyebar ke arah

(torcular herophili) dan

sinus sagital,

menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal untuk
melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna meningkatkan
risiko emboli paru septik.

48

b. Diagnosis
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam
tinggi yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan
malaise umum. Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan
karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik bersamaan. Dengan
adanya demam tinggi spiking, atau kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT
scan harus dikontraskan dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih
cerah dengan
berkaitan

kontras

dan

menghasilkan

tanda

delta

karakteristik

yang

dengan trombosis sinus. Dengan adanya trombosis sinus signifikan, sebuah

Venogram resonansi magnetik

MRI

dijamin,

karena

mereka

dapat

digunakan

serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau resolusi.


4. Abses Epidural
a. Devinisi
Adanya

abses

epidural

sering

dapat

membahayakan

dalam

perkembangan. Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang


dari

cholesteatoma

atau

dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak

berbeda secara signifikan dari yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural
dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda
menyangkut di latar belakang OMK.
Karena komplikasi ini tidak
sehingga

begitu

jelas

dalam

presentasi

klinis,

sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT

scan untuk keperluan lain.


b. Diagnosis
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau
spesifik sugestif
diperlukan
otalgia

dari

proses

untuk mendiagnosis

meningkat

atau

penyakit
abses

ini.

Kecurigaan

epidural

sebelum

klinis

yang

operasi.

tinggi

Kehadiran

sakit kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk

komplikasi intrakranial. CT scan atau MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini.
Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini sering dibuat pada saat operasi.
5. Otitic Hydrocephalus
a. Definisi

49

Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan


peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal,
yang

dapat

hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic.

"Hidrosefalus Otitic" sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi
patofisiologi Ini adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan
pasien tidak memiliki ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds,
yang menciptakan istilah otitic hidrosefalus,
dikembangkan

dari

thrombophlebitis

infeksi

sinus

ke pertemuan sinus

merasa

bahwa

(transversal) lateral,

kondisi

ini

dengan perluasan

untuk melibatkan sinus sagital superior.

Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan LCS melalui
vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi
tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus juga
terdapat pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun
trombosis sinus lateral biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah
dilaporkan tanpa trombosis sinus dural.
b. Diagnosis
Diagnosis
tinggi

hidrosefalus

otitic

membutuhkan

tingkat

kecurigaan

yang

untuk mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini

adalah akibat dari tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit
kepala, mual, muntah, perubahan
memerlukan

visual,

dan

kelesuan.

Kehadiran

gejala

ini

pemeriksaan menyeluruh dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus

dilakukan untuk mengevaluasi papilledema sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat.


MRI dan MRV harus dilakukan untuk mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau
komplikasi intrakranial yang lain, seperti trombosis sinus yang signifikan dengan
obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan gejala klinis dan papilledema tanpa
adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup untuk membuat diagnosis ini. MRV
akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis sinus dural, tetapi tidak
diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic.

50

BAB IV
MASTOIDEKTOMI

A. Definisi
Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses infeksi pada
tulang mastoid. Tujuan mastoidektomi adalah menghindari kerusakan lebih lanjut terhadap organ
telinga dan sekitarnya8.
Indikasi mastoidektomi :
1. Untuk mengobati mastoiditis yang sudah tidak respon terhadap antibiotika.
2. Melakukan operasi pada keganasan disekitar telinga.
3. Mencegah komplikasi lebih lanjut dari mastoiditis : meningitis, abses otak,
trombosis pada vena otak.
4. Kolesteatoma
5. Dalam rangka memperbaiki trauma pada n. VII

51

B. Alat Operasi8
1. Mikroskop operasi, dengan fokus lensa obyektif 25 cm shg tangan operator leluasa untuk
operasi.
2. Set alat :
a. Wullstein Retraktor minimal 2 buah, ( gigi 3, gigi 2 )
b. Scalpel handle
c. Blade scalpel no 15 dan 11
d. Klem arteri
e. Spuit 3 ml dan 5 ml dengan jarum
f. Spekulum telinga
g. Needle holder 13 cm
h. Mosquito forcep
i. Cauter dan kabelnya serta power suplaynya
j. Gunting
k. Berbagai macam Forcep mikro
l. Resparatorium Perios
m. Macam 2 Hak (hook)
n. Handpiece : straight & angel
o. Mata Bor : ada 3 macam
cutting buur/ kasar untuk mengikis tulang dengan cepat
polizing burr/ lebih halus permukaannya
diamond buur/ lebih halus dan tajam untuk bekerja di tempat-tempat rentan.
Bisa disediakan bebagai ukuran dgn diameter 1mm (kecil), 3mm (sedang )
dan 6 mm ( besar ). Jika dana terbatas cukup beli jenis cutting dan polizing,
karena jenis diamond sangat mahal. Kalau hanya melakukan mastoidektomi
simpel tanpa timpanotomi posterior maka tidak perlu membeli diamond. Ukuran
kecil sedang dan besar sebaiknya disediakan.
52

p. Dinamo Injakan kaki


q. Mesin pengebor
r. Pahat dan Palu
s. Kuret
t. Sucction dan sucction tip
u. Elevator freer

C. Insisi Mastoidektomi
Ada 3 pendekatan :
1. Pendekatan Transkanal.
2. Pendekatan Endaural.
3. Pendekatan Retro Aurikuler.
Yang sering kita lakukan adalah pendekatan Retroaurikuler (post aurikuler) karena pendekatan
ini memungkinkan visualisasi yang lebih luas.
D. insisi Kulit daerah retroaurikula :
Pada dewasa sebaiknya melengkung dimulai 0,5 cm dari ujung insersi auricula atas
kengikuti insersi auricula sampai ke tip mastoid. Pada anak usia dibawah 4 th tip mastoid belum
terbentuk sempurna sehingga nervus fasialis tidak terlindungi. Maka insisi tidak usah
melengkung untuk menghindari n. Fasialis.
Pendekatan operasi retroaurikuler : lakukan insisi kulit 0,5 cm dari lipatan retroaurikuler,
kemudian jaringan lunak didiseksi sehingga mencapai daerah dinding liang telinga. Selanjutnya,
secara tumpul kulit liang dilepaskan dari dinding tulang ke medial sampai terlihat anulus
timpanikus, dilanjutkan dengan incisi melingkar pada kulit telinga bagian posterior untuk
memaparkan liang telinga dari arah posterior.

E. Teknik Operasi Mastoidektomi Simpel ( Sederhana )

53

Mastoidektomi simpel adalah tindakan membuka kortek mastoid dari arah permukaan
luarnya, dalam rangka membuang jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan
lunak. Caranya dengan menemukan antrum dan membuka aditus ad antrum bila tersumbat.
Mastoidektomi simple ini juga da 2 macam : yang lengkap (membuang sel-sel mastoid termasuk
yang di sudut sinodura, sel mastoid di tegmen mastoid, di segitiga trautmann, sampai sel-sel
mastoid di mastoid tip) dan teknik tidak lengkap yaitu cukup membuang jaringan patologik ,
membuka aditus ad antrum , sedangkan pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu
dibuang8.
Pada keadaan sehari-hari mastoidektomi yang lengkap jarang diperlukan, cukup hanya
membuang jaringan yang busuk, membuka korteks mastoid sampai ke antrum dan membuka
sumbatan aditus ad antrum.
Dalam melakukan operasi mastoidektomi harus bisa membayangkan secara 3 dimensi
landmark yang harus diingat :
1. Dinding posterior liang telinga
2. Spina supra meatal henle
3. Linea temporalis
4. Segitiga MacEwen
5. Processus mastoid
6. Tegmen mastoid
7. Sinus lateralis
8. Kanalis semisirkularis horisontalis
9. Muskulus digastrikus
10. Fossa inkudis
11. Kanalis fasialis
12. Korda timpani.

Tetap harus diperhatikan adanya kemungkinan anomali letak.


Tindakan membuang mastoid harus dilakukan secara bertahap landai dari luar ke dalam,
dimulai dengan apa yang disebut mastoidektomi superfisial, kemudian identifikasi tegmen
54

mastoid dan sinus lateralis, dilanjutkan dengan mastoidektomi dalam, memasuki antrum mastoid
ke arah kavum timpani menemukan inkus lalu identifikasi kanalis semisrkularis lateralis ,
mengidentifikasi n.VII dan mengikuti jalannya dengan mengidentifikasi lebih dulu fossa inkudis
dan m. Digastrikus. Tindakan dapat dilanjutkan ke arah depan atas untuk memvisualisasi
sebagian maleus dan inkus dan membuka aditus ad antrum.

F. Teknik Pengeboran menuju Antrum Mastoid


Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea temporalis, spina
henle, segitiga Mc. Ewen, Prosesus mastoid. Pada tahap ini mata bor yang dipakai adalah yang
paling besar. Untuk menghisap serpihan tulang akibat pengeboran digunakan ujung penghisap
yang besar. Sebelum dibor permukaan tulang diirigasi dulu agar serbuk tulang tidak
berterbangan. Diharapkan daerah pengeboran tetap basah yang berguna untuk meredam panas
yang ditimbulkan oleh gesekan mata bor8.
Pengeboran pertama adalah disepanjang linea temporalis dari depan ke belakang,
kemudian persis di belakang liang telinga sedalam kira-kira 2-3 mm ke arah atas sehingga
bertemu dengan garis pengeboran pertama di linea temporalis , ke arah bawah sampai paling
sedikit setinggi lantai liang telinga. Patokan untuk menemukan antrum adalah segitiga Mc.
Ewen, yaitu segitiga imajiner yang dibentuk oleh linea temporalis dan dinding posterior liang
telinga. Batas belakangnya bisa dikatakan garis tegak lurus linea temporalis yang
menyinggung dinding posterior liang telinga.
Spina supra meatus yang sudah tak kelihatan atau hancur akan mengakibatkan kita
kesulitan menemukan antrum mastoid. Pengeboran dilanjutkan ke seluruh korteks mastoid
dengan kedalaman bertahap, melandai luas ke belakang dengan bagian terdalam di daerah
segitiga Mc. Ewen yang merupakan daerah yang menutupi antrum mastoid.
Pengeboran di dalam korteks mastoid harus cukup luas sebelum mengebor lebih dalam
untuk dapat mengenali landmark dengan lebih baik. Pengeboran yang sempit tetapi dalam sering
mengganggu orientasi dan cenderung mengakibatkan kerusakan serta tidak sempurnannya
membersihkan sel mastoid. Luas pengeboran tergantung kebutuhan membuang sel pneumatisasi
55

yang sakit dan jaringan di dalamnya, ke belakang sampai sinus sigmoid, ke atas sampai tegmen
mastoid dan ke bawah ke seluruh prosesus sampai ujung mastoid.

Kesulitan mencari antrum mastoid terjadi karena :


Pengeboran dilakukan terlalu rendah atau jauh linea temporalis.
Antrum letaknya belakang dinding posterior saluran telinga luar, lateral dari anulus
timpanikus.
Spina supra meatus yang sudah tak kelihatan atau hancur.
Melupakan adanya septum korner pada beberapa kasus yang disebut sebagai lamina petro
skuamosa.

56

Tulang mastoid diploic atau sklerotik yang sering disertai dengan penurunan letak tegmen
dan sinus sigmoideus ke depan.

G. Identifikasi Bagian-Bagian Penting


1. Identifikasi Tegmen Mastoid dan Tegmen timpani
Tegmen mastoid dan tegmen timpani adalah lempeng tulang yang membatasi rongga
mastoid dan kavum timpani dengan duramater. Lempeng ini lebih keras dari tulang
mastoid, permukaan lebih halus dan perubahan warna menjadi merah muda. Pengeboran
didaerah ini tidak boleh menggunakan bor yang kasar karena bisa menyebabkan fraktur
tulang tegmen yang tipis. Disarankan menggunakan mata bor diamond.
2. Identifikasi Sinus Lateral
Sinus lateral atau sinus transversus atau sinus sigmoid, harus dicapai dengan mengebor
jauh ke belakang tergantung luasnya pneumatisasi mastoid. Sinus sigmoid ini dipisahkan
dengan rongga mastoid oleh lempeng sinus (sinus plate). Tercapainya daerah ini ditandai
dengan adanya warna kebiruan dan permukaannya menjadi lebih halus. Gunakan juga
mata bor diamond bila mendekati daerah ini.
3. Identifikasi Antrum Mastoid
Dengan melanjutkan pengeboran langsung di belakang liang telinga dengan menjaga
dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis, maka di sebelah dalam segitiga imajiner Mc.
Ewen akan ditemukan antrum mastoid. Disebelah dalam antrum mastoid akan ditemukan
dinding tulang kanalis semisirkularis . Syarat menemukan Antrum mastoid harus
didapatkan ruangan yang relatif lebih luas dibanding sekitarnya dan mempunyai
hubungan dengan kavum timpani melalui aditus ad antrum. Luas antrum bervariasi untuk
tulang dengan pneumatisasi yang baik ukuran antrum besar, untuk tulang yang skelotik
ukuran antrum kecil dan sangat jarang antrum tidak terbentuk.
4. Identifikasi Aditus Ad Antrum
Aditus ad Antrum bisa ditemukan dengan menyusuri bagian anterior superior pertemuan
dinding belakang liang telinga dengan tegmen mastoid. Patensi dari aditus ad antrum
merupakan syarat keberhasilan timpanoplasti .
57

5. Fosa Inkudis
Fosa inkudis paling mudah dicapai dengan mengebor bagian tulang zigomatikus yang
menutupi antrum dekat dengan bayangan inkus apabila area pengeboran dipenuhi cairan
irigasi. Gunakan mata bor diamond atau pahat kecil karena resiko menyentuh tulang
pendengaran.
6. N. Fasialis pars vertikalis
Pars verikalis N VII dimulai persis disebelah anteromedial kanalis semiskularis lateralis.
Patokan untuk menemukan perjalanan nervus ini adalah fosa inkudis dan digastric ridge.
Kanalis fasialis dapat ditemukan disekitar garis yang menghubungkan fosa inkudis
dengan digastric ridge.
Pada mastoid dengan pneumatisasi yang baik, digastric ridge membagi sel-sel mastoid
menjadi

kompartemen

anterior

dan

kompatemen

posterior

sehingga

untuk

mengidentifikasinya sebaiknya dilakukan pengeboran sampai ditemukan alur yang


mengandung serat otot.
Harus diingat bahwa letak N. VII bervariasi pada setiap orang. Gunakan mata bor diamon
dan dengan arah dari superior ke inferior. Dengan menipiskan kanalis fasialis akan
tampak perubahan warna N VII. Harus diidentifikasi juga korda timpani yang
meninggalkan N. VII pada dataran yang lebih rendah dari liang telinga.

58

H. Atikotomi
Atikotomi dikenal sebagai epitimpanotomi atau timpanotomi anterior adalah tindakan
membuka atap kavum timpani dengan tetap menjaga keutuhan dinding liang telinga dan daerah
sekutum serta tulang-tulang pendengaran agar struktur epitimpani dapat dilihat secara lurus
melalui mikroskop operasi. Atikotomi dilakukan untuk membuang jaringan kolesteatoma luas
yang mencapai epitimpanum, tujuan lain untuk menghubungkan rongga mastoid dengan kavum
timpani. Atikotomi bisa juga dilakukan dari arah korteks mastoid ( transmastoid ), dan melalui
liang teliga ( trans meatal ).
I. Pemilihan Canal Wall Up atau Canal Wall Down
Eradikasi kolesteatoma kavum timpani dan kavum mastoid pada tingkat tertentu akan
memerlukan apakah mastoidektomi dinding utuh ( canal wall up ) atau dinding runtuh ( canal
wall down ) . Pemilihan kedua teknik tersebut masih memiliki perdebatan karena masingmasing memiliki kekuarangan dan kelebihan.
J. Canal Wall Up
Tujuannya membersihkan kolesteatoma atau jaringan patologik di daerah kavum timpani
dan rongga mastoid dengan mempertahankan keutuhan dinding belakang liang telinga. Canal
Wall up memerlukan tindakan timpanotomi posterior sehingga teknik ini lebih sulit. Sedangkan
tindakan timpanotomi posterior adalah membuka rongga mastoid secara luas sehingga
memudahkan akses ke resesus fasialis.
K. Timpanotomi Posterior
Timpanotomi posterior adalah tindakan membuka resesus fasialis dari arah mastoid ke
kavum timpani dengan tetap menjaga keutuhan dinding belakang liang telinga. Resesus fasilais
adalah suatu cekungan yang kedalamannya bervariasi di daerah dinding belakang kavum
timpani. Patokan untuk menemukan resus fasialis adalah berada di bawah fosa inkudis, dilateral

59

dari genu eksterna n. VII, sebelah medial korda timpani, dan posterolateral tepi posterior liang
telinga.
Pada pneumatisasi mastoid yang baik, resesus fasialis ini merupakan kumpulan air
cells dan berupa hubungan antara kavum timpani dan rongga mastoid sehingga dapat
berupa tempat penjalaran infeksi selain melalui aditus ad antrum.

Canal Wall Down adalah modifikasi dari mastoidektomi radikal (modified Radical
Mastoidectomy).
L. Mastoidektomi Radikal
Mastoidektomi radikal klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di
rongga mastoid, meruntuhkan seluruh dinding belakang liang telinga, membersihkan seluruh sel
60

mastoid yang mempunyai drainase ke kavum timpani yaitu pembersihan total sel-sel mastoid di
sudut sinodura, di daerah segitiga trautmann, disekitar kanalis fasialis, di sekitar liang telinga
yaitu di prosesus zigomatikus, juga di prosesus mastoid sampai ke ujung mastoid. Kemudian
membuang inkus dan maleus, hanya stapes dan sisa stapes yang dipertahankan, sehingga
terbentuk kavitas operasi yang merupakan gabungan rongga mastoid, kavum timpani, dan liang
telinga. Mukosa Kavum Timpani juga harus dibuang seluruhnya, muara tuba Eustachii ditutup
dengan tandur jaringan lunak. Maksud tindakan ini adalah membuang seluruh jaringan patologis
dan meninggalkan kavitas operasi yang kering, namun harapan ini sering kali gagal.
Mastoidektomi Radikal Modifikasi ( Timpanoplasti dinding Runtuh ) digunakan untuk mengatasi
hal ini.
M. Mastoidektomi Radikal Modifikasi ( Timpanoplasti Dinding Runtuh / Canal Wall
Down)
Sama seperti Mastoidektomi radikal hanya bedanya mukosa kavum timpani dan sisa-sisa
tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba
Eustachius dibersihkan dari jaringan patologis ( dipertahankan ). Kavitas operasi ditutup dengan
fasia m. temporalis baik berupa tandur bebas ( free Fascia graft) ataupun sebagai jabir fasia m.
temporalis. Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.
Teknik mastodektomi ini harus menggunakan incisi retro aurikula dengan alasan
didapatkan jaringan yang cukup lumayan untuk jabir, akan diperoleh fasia m. temporalis yang
lebih lebar, memperoleh paparan yang luas pada korteks,terutama ke mastoid tip dan diperoleh
sudut yang paling baik dalam usaha merendahkan Facial Ridge.
Dengan membuang korteks mastoid dan amputasi ujung mastoid serta merendahkan
facial ridge, akan menyebabkan jaringan lunak diluarnya jatuh (collaps ) ke dalam sehingga luas
kavitas operasi jauh berkurang.
N. Penutupan Luka Operasi dan Pembalutan
Kavitas operasi harus dibersihkan dulu dari kepingan-kepingan tulang dan debu dengan
irigasi cairan fisiologis. Kemudian jaringan lunak ditutup lapis demi lapis, kulit dan periosteum

61

dijahit dengan benang yang bisa diserap badan (cut gut ). Untuk mencegah hematom terkumpul
di kavitas operasi, dipasang drain kecil atau tampon rol.
Liang telinga ditampon dengan spongostan dan tampon yang diberi salep antibiotika,
setelah itu dipasang perban mastoid.
O. Perawatan paska Operasi
Infus dengan cairan antibiotika tetap terpasang dalam rangka mengatasi dehidrasi apabila
pasien muntah-muntah hebat karena terangsangnya labirin atau post narkose. Observasi fungsi
motorik n. VII krn narkose sering menyebabkan parese tidak jelas.
Perban dibuka sekitar 3 hari, tampon liang telinga bagian luar sebaiknya diangkat
sekalian dan pada hari ketujuh lepas jahitan,. Setelah itu pasien diinstruksikan untuk menetes
obat tetes telinga pada malam hari. Antibiotika tergantung tergantung tanda-tanda infeksi yang
ditemukan. Pasien boleh mandi asalkan sebelumnya liang telinga ditutup baik-baik dengan kapas
yang diberi salep. Gelfoam/ spongostan dapat diangkat pada minggu ke 2 atau 3. Audiometri
nada murni dilakukan setelah 3-4 bulan paska operasi. Pasien ini idealnya diikuti sampai
bertahun-tahun paska-operasi.
P. Komplikasi Mastoidektomi
Komplikasi segera :
1. Paresis n. Fasialis
2. kerusakan korda timpani
3. tuli saraf
4. Trauma pada osikel
5. gangguan keseimbangan
6. fistel labirin , trauma Labirin
7. trauma pada sinus sigmoid, bulbus jugularis, bocornya LCS
8. Infeksi

Komplikasi Kemudian :
62

1. Kolesteatoma rekuren
2. reperforasi
3. Lateralisasi tandur/jabir
4. stenosis liang telinga luar, displasia.

Q. Trauma N. Fasialis
Trauma N. Fasialis paling sering pada pars vertikalis waktu melakukan mastoidektomi,
bisa juga terjadi pada pars horisontalis waktu memanipulasi daerah stapes. Trauma panas tidak
langsung seperti panas yang ditimbulkan pengeboran, keruskan pembuluh darah yang mendarahi
saraf juga bisa menyebabkan kelumpuhan.
Paresis yang terjadi segera setelah operasi bisa dilakukan operasi dekompresi. Paresis
yang terjadi kemudian biasanya disebabkan karena inflamasi saja dan mempunyai prognosis
yang bagus.
R. Trauma pada Labirin
Trauma operasi pada labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo paska operasi
dapat terjadi hanya karena iritasi selama operasi, belum tentu karena cedera operasi. Trauma
pada labirin ini bisa mengakibatkan tuli saraf total.

63

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa telinga merupakan salah satu organ
tubuh yang kompleks, memiliki struktur khusus yang memiliki fungsi pendengaran dan
keseimbangan.
Telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Telinga luar berfungsi sebagai penghantar gelombang suara dari lingkungan luar ke
telinga tengah dengan menggetarkan membran timpani, telinga tengah berfungsi untuk
menghantarkan suara ke telinga dalam melalui tulang-tulang pendengaran, dan telinga
dalam berfungsi untuk mengubah getaran suara menjadi energi listrik dan nantinya akan
dihantarkan ke pusat auditorik di otak. Selain itu, di telinga dalam terdapat struktur
anatomi yang disebut aparatus vestibular yang berfungsi sebagai pusat keseimbangan
Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses infeksi pada
tulang mastoid.
Tujuan mastoidektomi adalah menghindari kerusakan lebih lanjut terhadap organ telinga
dan sekitarnya
B. Saran
Diharapkan penulis dan pembaca lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang bedah
mastoidektomi. Tentang bagaimana indikasi, kontraindikasi, tahap pembedahan, dan komplikasi
dari pembedahan ini. Diharapkan bermanfaat buat semua pembaca tidak hanya bagi penulis

64

Anda mungkin juga menyukai