Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Parfum
Parfum sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu - kata "parfum" berasal dari bahasa
Latin per fume artinya "melalui asap". Kosmetik pengharum tubuh (fragrance) atau parfum
sudah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia.Catatan paling tua berasal dari bangsa Mesir
Kuno yang mengunakan bahan aromatik dalam kehidupan sehari hari, baik untuk kecantikan
maupun untuk keagamaan.Wewangian yang terhirup dari piramid kuburan Firaun saat pertama
kali dibuka 1926, berasal dari minyak binatang dan resin atau balsam yg dicampur dg minyak
kelapa atau valerian.Parfum kuno bangsa Yahudi berasal dari batang pohon myrrh yg terkenal di
Arab.Kamfer merupakan parfum yang berasal dari China.Cinnamon, sandalwood (cendana)
adalah parfum dari India yang sudah merupakan kehidupan sehari-hari.Parfum-parfum di atas
diperdagangkan sampai ke daratan Eropa. Negeri yang kini terkenal dengan parfumnya adalah
Perancis (Deliani & Zulkarnain, 2012).
2.2 Jenis - Jenis Parfum
Parfum atau minyak wangi adalah campuran senyawa aroma, fixative, solubilizerdan
pelarut yang digunakan untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek, atau
ruangan. Minyak parfum perlu diencerkan dengan pelarut karena minyak esensial/murni (baik
yang alami ataupun sintetis) mengandung konsentrat tinggi dari komponen volatil yang mungkin
akan mengakibatkan reaksi alergi dan kemungkinan cedera ketika digunakan langsung ke kulit
atau pakaian. Pelarut juga menguapkan minyak esensial, membantu mereka menyebar ke
udara.Sejauh ini pelarut yang paling umum digunakan untuk pengenceran minyak parfum adalah
etanol atau campuran etanol dan air. Minyak parfum juga dapat diencerkan dengan cara
menetralkan bau lemak menggunakan jojoba, minyak kelapa difraksinasi atau lilin (Edward,
2006). Persentase volume konsentrat dalam minyak parfum adalah sebagai berikut:
1. Ekstrak parfum : 20-40 % senyawa aromatik.
2. Esprit de Parfum ( ESDP ) : 15-30 % senyawa aromatik.
3. Eau de Parfum ( EDP ): 10-15 % (khas 15%) senyawa aromatik.
4. Eau de Toilette ( EDT ) : 8 -10 % ( khas ~ 10 % ) senyawa aromatik.
5. Eau de Cologne ( EDC ) : 3-8 % ( khas ~ 5 % ) senyawa aromatik.

6. PerfumeMist : 3-8 % senyawa aromatik ( pelarut non - alkohol).


7. Eau de Splash ( EDS ) : 1-3 % senyawa aromatik.
Semakin tinggi jumlah persentase senyawa aromatik, maka daya tahan lama aroma
parfum akan semakin besar.Meskipun Eau de Parfum (EDP) akan lebih pekat dibandingkan Eau
de Toilette (EDT) dan Eau de Cologne (EDC), hal ini tidak selalu terjadi. Perfumeries yang
berbeda menetapkan jumlah yang berbeda dari minyak untuk masing-masing parfum mereka.
Oleh karena itu, meskipun konsentrat minyak parfum dalam pengenceran EDP selalu akan lebih
tinggi daripada parfum yang sama dalam bentuk EDT dalam kisaran yang sama, jumlah yang
sebenarnya dapat bervariasi antaramasing-masing Perfumeries.Sebuah parfum EDT dari
sebuah Perfumeries mungkin lebih kuat daripada EDP dari Perfumeries yang lain(Chisvert &
Salvador, 2007).
2.3 Fragrance Notes
Parfum digambarkan dalam metafora musik sebagai memiliki tiga set Notes, membuat
aroma sesuai yang harmonis .Notes terungkap dari waktu ke waktu dengan kesan langsung dari
Top Notes mengarah ke Middle Notes dan Base Notes secara bertahap muncul sebagai tahap
akhir.Notes ini dibuat dengan hati-hati dengan pengetahuan tentang proses penguapan
parfum(Lubrizol, 2006). Ketiga Notes digambarkan seperti Piramida yang ditunjukan pada
Gambar 2.1.

TOP NOTES

MIDDLE NOTES

BASE NOTES

Gambar 2.1 Pyramide Fragrance Note


Top Notes

Aroma yang dirasakan langsung pada aplikasi dari parfum.Top Notes merupakan
bagian yang mudah menguap dengan cepat.Top Notes membentuk kesan awal parfum yang
dapat dihirup, dengan demikian sangat penting dalam penjualan parfum.Top Notes disebut
juga head Notes.
1. Middle Notes
Aroma parfum yang muncul sesaat setelah Top Notes.Middle Notes membentuk " hati
" atau tubuh utama parfum dan bertindak untuk menutupi kesan awal. Middle Notes disebut
juga heart notes.
2. Base Notes
Aroma parfum yang muncul setelah Middle Notes.Top Notes dan Middle Notes
bersama-sama adalah tema utama parfum.Base Notes memiliki aroma yang kaya dan " dalam
" dan biasanya tidak dirasakan sampai 30 menit setelah aplikasi.
Aroma dalam Top Notes dan Middle Notes dipengaruhi oleh Base Notes, serta aroma
Base Notesakan diubah oleh jenis bahan wewangian digunakan sebagai Base Notes. Produsen
parfum biasanya mempublikasikan Fragrance Notes dan biasanya mereka hadir sebagai
wewangian piramida, dengan komponen yang tercantum dalam hal imajinatif dan
abstrak(Lubrizol, 2006).
2.4 Sumber Biang Parfum
Biang parfum merupakan senyawa yang mudah menguap dan bersifat non polar.
Berdasarkan sumbernya biang parfum digolongkan menjadi empat yaitu biang parfum dari
tumbuhan, biang parfum dari sekresi binatang, biang parfum isolate kimia dan biang parfum
sintetik (kimia)(Chisvert & Salvador, 2007).
1. Parfum yang berasal dari tumbuhan
Minyak atsiri diperoleh dari bermacam-macam tumbuhan dari bagian-bagian tertentu
seperti :
a. Bunga: rose, lavender, orange blossom (blimau)
b. Biji: caraway (jintan), almond (prunus amygdalus)
c. Daun: bay (dsalam), thyme,
d. Kayu: sandalwood (cendana), cedar, aloe
e. Kulit kayu: cinnamon, cascarilla
f. Buah: lemon (citrus), nutmeg (pala)

g. Minyak bunga: jasmin absolute, rose absolute


h. Resin, gum, balsam bahan tidak menguap yang diperoleh dari tanaman tetapi bahan ini
mengandung minyak menguap yg beraroma dan kental: gum styrax, balsam peru,
benzoin, myrrh.
2. Biang Parfum Dari Sekresi Binatang
a. Musk: dari kelenjar dekat organ seks rusa (musk deer)
b. Civet: dari musang (civet catz)
c. Ambergris: dari usus halus sperm whale (ikan paus yg mengandung spermaceti)
d. Castereum: dari berang-berang
3. Parfum dari bahan kimia (isolat)
a. Eugenol: biasanya diperoleh dari minyak cengkeh
b. Citral: dari minyak lemongrass
c. Geraniol: dari minyak citronella
Produk isolat diturunkan langsung dari masing masing minyak atsiri melalui reaksi kimia,
Senyawa ini tidak ada dalam alam, bahan ini merupakan produk esterifikasi seperti: formiat,
Asetat, propionat, dan ester-ester dari citronellol, linalool, geraniol, terpinol, dan lain
sebagainya (Edward, 2006).
4. Parfum Dari Bahan Kimia (organic sintetik)
Bahan organik sintetik terdiri dari alkohol aromatic dan alkohol lemak (fatty alkohol) yg
biasanya mempunyai bau, ester-ester dan aldehida.
a. Phenyl ethyl alkohol: salah satu bahan dasar parfum rose
b. Cinnamyl alkohol: suatu fixatif dan digunakan dalam parfum lilac
c. Terpeneol: terdapat dalam minyak pine tetapi dibuat dari terpentin, suatu minyak atsiri
d. Amyl cinnamic aldehyde, salah satu bahan dasar parfum jasmin
e. Ester-ester dari bau karakteristik buah-buahan: methyl phenyl carbinyl acetate yg
digunakan dalam parfum gardenia & jasmine dan benzyl acetate yg digunakan dalam
floral parfum (Edward, 2006).
2.5 Emulsi / Surfactant
Surfactant (Surface Active Agent) adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus
hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul. Secara umum kegunaan surfaktan adalah
menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang

terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi, yaitu misalnya oil in water (o/w) atau water in
oil (w/o). Disamping itu surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air
sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan dari partikel yang
terdispersi. Produk surfaktan dalam kehidupan sehari-hari adalah sabun, detergen, pasta gigi dan
disinfektan (Usn, Garcia, & Solans, 2004).
2.5.1 Jenis Jenis Surfaktan
Surfaktandibagi menjadi empat jenis penting dan digunakan secara meluas pada hampir
semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan anionik, surfaktan
kationik, surfaktan non ionik dan surfaktan amfoterik.
a.

Surfaktan anionik adalah senyawa yang bermuatan negatif pada


bagian aktif permukaan (surface-active) atau pusat hidrofibiknya (misal RCOO-Na, R adalah
fatty hydrophobe seperti sodium lauril sulfat).

b.

Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada


bagian aktif permukaan (suface-active) atau gugus antar muka hidrofobiknya (hidrofobe
surface active), misalnya trimetil dodesilammonium klorida.

c.

Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang mengandung gugus


anionik dan kationik dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH tinggi dapat
menunjukan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menujukan sifat kationik misalnya alkil
sulfobetain.

d.

Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau


tidak terjadi ionisasi molekul, misalnya polysorbat 80 (Tween 80), Polypropylene Glycol 40
Hidrogenated Castor Oil (Portasol 40)(Usn et al., 2004).
Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, seperti bahan deterjen, kosmetik, farmasi,

makanan, tekstil, plastik dan lain-lain. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu
sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan
pelarut (solubilizing agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan
emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan
dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam
minyak (Usn et al., 2004).
Pemilihan jenis surfaktan yang digunakan dapat dilihat dari besarnya nilai HLB
(Hydrophilic - Liphophilic Balance). HLB merupakan sistem menyederhanakan pilihan surfaktan

untuk memenuhi emulsi persyaratan formulasi.Hal ini didasarkan pada keseimbangan antara
hidrofilik dan lipofilik yang memberikan setiap surfaktan fungsinya. Dalam Sistem HLB,
keseimbangan hidrofilik - lipofilik setiap surfaktan memiliki nomor HLB. Kombinasi Emulsifier
di kisaran HLB dari 8 sampai 18 terbukti paling cocok untuk minyak dalam produk air. Air
dalam emulsi minyak biasanya membutuhkan pengemulsi dalam kisaran HLB dari 4 sampai
6(Chemmunique, 1980).
2.5.2 Hydrophilic - Liphophilic Balance ( HLB)
Nilai HLB merupakan angka yang menunjukkan ukuran keseimbangan gugus hidrofilik
yang suka air/polar dan gugus lipofilik yang suka minyak atau non polar.Aturan dalam teknologi
emulsi adalah jika emulsifier yang terlarut dalam air cenderung memberikan emulsi o/w dan
emulsifier yang terlarut dalam minyak memberikan emulsi w/o. Konsep ini dikenal sebagai
rumus Bancroft. Rumus Bancroft ini semuanya bersifat kualitatif, sehingga untuk membuat
hubungan kuantitatif antara hidrofilisitas surfaktan dan fungsi dari larutan, Griffin pada tahun
1949 memperkenalkan konsep keseimbangan HLB dari surfaktan(Chemmunique, 1980).Nilai
HLB untuk surfaktan non-ionik yang normal dapat ditentukan dengan hitungan sebagai berikut.
1. Untuk alcohol ethoxylate dan alkylphenol ethoxylate

HLB =

berat ethylene oxide


.( 1 )
5

2. Untuk polyol ethoxylate

HLB =

berat ethylene oxide+ berat polyol


( 2 )
5

3. Untuk ester asam lemak dari polyol

HLB = 20 (1

angka saponifikasi
angka asam

)..( 3 )

Konsep angka HLB dari Griffin terbatas untuk surfaktant jenis non-ionik.Tabel 2.1
memperlihatkan bahwa fungsi surfaktan bergantung pada HLB.Sebagai contoh untuk
membentuk emulsi w/o harus mempunyai angka HLB 3 6 sebaliknya untuk membentuk emulsi
o/w kisaran angka HLB adalah 8 18. Hal ini selaras dengan rumus Bancrof(Chemmunique,
1980).
Tabel 2.1 Penggunaan Konsep Angka HLB Griffin
1. Penampakan
Angka HLB

Penampakan larutan aqueous

14

Tanpa Dispersibilitas

36

Dispersibilitas lemah

68

Dispersi seperti susu setelah pengadukan

8 10

Dispersi seperti susu yang stabil

10 13

Dari translucent sampai clear

13 20

Larutan yang clear

2. Aplikasi
Angka HLB

Aplikasi

36

Emulsi w/o

79

Wetting agent

8 18

Emulsi o/w

13 15

Detergent

15 18

Solubilizer

Untuk operasi pada suhu ruangan angka HLB yang diprediksi berdasarkan Griffin (1949)
dalam pemilihan emulsifier cukup memberikan hasil yang baik. Masalahnya adalah jika terjadi
kenaikan suhu selama emulsifikasi atau ketika emulsi yang telah terbentuk disimpan pada suhu
rendah.Surfaktan non-ionik dari tipe polyoethylene sangat peka terhadap suhu, dimana pada
umumnya memberi emulsi o/w pada kondisi ambient dan emulsi w/o pada suhu yang meningkat.
Oleh karena faktor-faktor seperti konsentrasi elektrolit, polaritas minyak dan ratio air minyak
sangat berpengaruh pada tipe emulsi yang akan terbentu, maka nampaknya angka HLB saja tidak
dapat digunakan sebagai alat yang universal untuk memilih emulsifier yang tepat atau untuk
menentukan tipe emulsi yang akan terbentuk(Usn et al., 2004).
Konsep angka HLB Griffin kemudian diperluas oleh Davies, yang memperkenalkan
perhitungan HLB dari gugus fungsional surfaktan baik gugus hidrofilik maupun lipofilik, yang

tersaji pada Tabel 2.2.Sebagai contoh dari table tersebut dapat dilihat bahwa sulfat merupakan
gugus polar yang lebih kuat dari carboxylat.
Tabel 2.2 Penentuan Angka HLB Berdasarkan Davies
1. Angka Grup Hydrofilic
-SO4Na
-CO2K
-CO2Na
-N (amin tersier)
Ester (cincin sorbitan)
Ester (free)
-CO2H
-OH
-O-OH (cincin sorbitan)

35.7
21.1
19.1
9.4
6.3
2.4
2.1
1.9
1.3
0.5

2. Angka Grup Lipofilic


-CF3
-CF2-CH3
-CH

-0.870
-0.870
-0.475
-0.475

HLB = 7 +

(angka grup hydrofilic)

(angka grup Lipofilic)

HLB yang dihitung dari hubungan ini adalah :


HLB = 7 + (angka gugus hidrofilik) + (angka gugus lipofilik)( 4 )

2.5.3 Metode HLB untuk Memilih Surfaktan


Telah ditemukan secara empiris bahwa kombinasi surfaktan hydrofilik dan lipofilik
sering lebih baik daripada surfaktan tunggal. Keuntungan dari campuran emulsifier/surfaktan
juga berhubungan dengan laju penyerapan molekul surfaktan selama proses emulsifikasi.
Dengan adanya emulsifier yang terlarut dalam minyak maupun dalam air, maka antar muka
minyakair yang baru terbentuk akan dipenuhi oleh surfaktant dari dua sisi secara
simultan(Chemmunique, 1980). Beberapa panduan secara umum untuk memilih surfaktan
sebagai emulsifier adalah sebagai berikut :
1. Surfaktan harus mempunyai kecenderungan yang kuat untuk berpindah ke interface
2. Surfaktan yang larut dalam minyak cenderung membentuk emulsi w/o atau sebaliknya
3. Emulsi yang stabil sering dibentuk dengan menggunakan campuran surfaktan hidrofilik dan
surfaktan hidrofobik
4. Semakin polar fase minyak, semakin hidrofilic emulsifiernya dan sebaliknya.
Pada proses emulsifikasi dengan menggunakan kombinasi beberapa emulsifier maka
harga HLB dihitung dengan menggunakan persamaan :
HLB rata-rata = X1 HLB1 + X2 HLB2 ( 5 )
Dimana :
X1 dan X2 adalah fraksi berat surfaktant 1 dan 2
HLB1 dan HLB2 adalah harga individu HLB surfaktan 1 dan 2
Harga individu masing-masing surfaktan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel2.3 Angka HLB untuk Beberapa Senyawa Organik
Senyawa

Angka HLB

Senyawa

Angka HLB

Acetophenone

14

Kerosene

14

Acid, Lauric

16

Lanolin, anhydrous

12 -13

Acid, Ionoleic

16

Mineral oil, aromatic

12

Acid, oleic

17

Mineral oil, paraffine

10

Acid, ricinoleic

16

Mineral Spirit

14

Acid, stearic

17

Petrolatum

78

Alcohol, cetyl

15

Pine oil

16

Alcohol, decyl

14

Propena, tetramer

14

Alcohol, lauryl

14

Toluene

15

Alcohol, tridecyl

14

Wax, bee

Benzena

15

Wax, candelilla

14 15

Carbon tetrachloride

16

Wax, carnauba

12

Castor oil

14

Wax microcrystalline

10

Chlorinated Paraffin

Wax, paraffin

10

Cyclohexane

15

Xylene

14

2.5.4 Critical Micelle Concentration (CMC)


Critical Micelle Concentration atau CMC merupakan salah satu sifat penting surfaktan
yang menunjukkan batas konsentrasi kristis surfaktan dalam suatu larutan. Diatas konsentrasi
tersebut akan terjadi pembentukan micelle atau agregat. Pada prakteknya dosis optimum
surfaktan ditetapkan disekitar harga CMC. Penggunaan dosis surfaktan yang jauh diatas harga
CMCnya mengakibatkan terjadinya emulsi balik (reemulsification), disamping itu juga secara
ekonomis tidak menguntungkan(Schrader & Ingenieurwissenschaften, 2014).
Cara yang umum untuk menetapkan CMC adalah dengan mengukur tegangan muka atau
tegangan antar muka larutan surfaktan sebagai fungsi dari konsentrasi.Makin tinggi konsentrasi
surfaktan menyebab bkan tegangan muka makin rendah sampai mencapai suatu konsentrasi
dimana tegangan antar mukanya konstan. Batas awal konsentrasi mulai konstan disebut
CMC(Schrader & Ingenieurwissenschaften, 2014). Gambar 2.2 menunjukan ilustrasi penetapan
CMC dari suatu surfaktan dalam air.

Gambar 2. 1 Critical Micelle Concentration (CMC)


Adsorpsi surfaktan pada permukaan tergantung dari konsentrasinya.Pada konsentrasi
yang sangat rendah, molekul-molekul bergerak bebas dan dapat berjajar datar di atas
permukaan.Dengan meningkatnya konsentrasi, maka jumlah molekul surfaktan di atas
permukaan juga meningkat, sehingga tidak ada ruang lagi bagi surfaktan tersebut untuk berjajar
datar sehingga mulai bergerak ke satu arah, dimana arahnya tergantung dari sifat grup hidrofilik
dan permukaannya.Pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi, jumlah molekul surfaktan yang
tersedia

sekarang

cukup

untuk

membuat

lapisan

molekul

gabungan

(unimolekular

layer).Konsentrasi ini sangat penting dan dikenal sebagai critical micelle concentration
(CMC).Pada konsentrasi diatas CMC, tidak nampak adanya perubahan adsorpsi pada permukaan
hidrofobic, tetapi pada permukaan hydrophilic lebih dari satu lapis molekul surfaktan terbentuk
menjadi struktur yang teratur yang dikenal sebagai micelle. Harga CMC dari surfaktan campuran
non-ionik dan anionik dalam minyak yang ada pada phase air dapat dihitung dari penurunan
tegangan antar muka versus log konsentrasi(Schrader & Ingenieurwissenschaften, 2014).
2.6 Solubilizer
Solubilizer merupakan surfaktan yang dapat melarutkan cairan non polar (zat terlarut)
dalam cairan polar (pelarut) yang tidak dapat bercampur dalam sistem o/w, menjadi larutan yang
homogen. Proses pencampuran dua cairan oleh solubilizer disebut solubilisasi. Solubilisasi

terjadi ketika transfer spontan suatu senyawa tidak larut ke dalam suatu pelarut menjadi larutan
dengan bantuan surfaktan. Hal ini terjadi karena solubilizer mempunyai gugus hidrofilik yang
lebih besar dibandingkan gugus lipofilik, sehingga cairan non polar (zat terlarut) akan tertarik ke
dalam pelarut polar sehingga menjadi larutan homogen. Solubilitasi suatu senyawa meningkat
ketika semakin besar gugus hidrofilik dari solubilizer tersebut(Zhou, Li, Wei, Su, & Ma, 2011).
Kemampuan solubilisasi suatu solubilizer ditentukan oleh nilai HLB dari solubilizer
tersebut. Semakin besar nilai HLB dari suatu solubilizer maka kemampuan solubilizer akan
semakin besar solubilisasi akan semakin besar. Kemampuan solubilisasi suatu solubilizer terjadi
pada HLB > 15. Senyawa yang memiliki kemampuan solubilizer adalah surfaktan non ionik.
Beberapa senyawa yang memiliki kemampuan solubilizer adalah Portasol 40 (PEG 40
Hidrogenated Castor Oil) dan Tween 80 (Polysorbat 80)(Zhou et al., 2011). Struktur Portasol 40
dan Tween 80 dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(a)

(b)

Gambar 2.1 Struktur Molekul (a) Portasol 40 dan (b) Tween 80


2.7 Fixative
Wangi parfum akan cepat menguap tanpa zat pengikat karena pada umumnya zat pewagi
dalam alkohol lebih cepat menguap dari alkohol sendiri. Zat pengikat (fixative) adalah suatu
senyawa yang memiliki daya menguap yang lebih rendah dari zat pewangi atau minyak atsiri
serta dapat menghambat atau mengurangi kecepatan penguapan zat pewangi. Penambahan
fixative bertujuan mempertahankan komponen yang dapat menguap agar dapat dipertahankan
untuk jangka lebih lama.Fixativeakan mengikat minyak atsiri sehingga berat molekul akan
semakin

besar.

Semakin

besarnya

turun(Wannaruemon et al., 2013).

berat

molekulnya

maka

daya

volatilitas

akan

Berdasarkan

sumbernya

fixative

ada

dua,

yaitu

fixative

alam

dan

fixative

sintesis.Fixatives alam adalah fixative yang diperoleh dari ekstraksi bahan alam baik yang
berasal dari tumbuhan dan hewan.Fixative alam dari tumbuhan contohnya adalah resinoida,
benzoin, labdanum, patchouli alkohol, olibanum, storax , tolu balsam sedangkan fixative alam
dari hewan contohnya adalan ambergris, kastor. Fixative sintetis merupakan fixative hasil sintesis
ekstrak alam yang menghasilkan senyawa dengan volatilitas yang rendah. Contoh fixative
sintetis adalah cyclopentadecanolide, ambroxide, propylene glycol 20 Glucosa Ether (Glucam
P20), benzil salisilat, benzil benzoat, dietil ftalat, trietil sitrat(Floratech, 2010). Rumus Struktur
molekul zat fixative Patchouli alkohol dan Glucam P20 dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(a)

(b)

Gambar 2.2 Struktur Molekul (a) Patchouli alkohol, (b) Glucam P20
Dalam industri parfum surfaktan fixative sangat penting untuk meningkatkan daya tahan
aroma parfum. Dengan adanya bahan bakufixative, kita dapat mengurangi persentase biang
parfum dalam formulasi parfum tetapi daya tahan aroma (longlasting) parfum akan tetap kuat.
Dengan berkurangnya persentase biang parfum maka biaya produksi parfum akan berkurang.

Anda mungkin juga menyukai