Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS BEDAH

Prolapsus Vagina, Sectio Secaria, dan Ovariohisterektomi Pada


Domba

Oleh :
DK FARAH ANA
MUHAMMAD VIQIH
NUR FITRI UTAMI
YENI KEZIA BEKALANI

B94134217
B94134232
B94134237
B94134259

Dibawah bimbingan :
Drh. Budhy Jasa Widyananta. M.Si

BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI


PROGRAM PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN-IPB
2015

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini pembangunan pertanian khususnya sub sektor peternakan telah
dirasakan penting dalam menunjang kehidupan masyarakat. Salah satu usaha
budidaya peternakan yang sekarang dan masih banyak dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat adalah domba. Daging yang dihasilkan
dengan berternak domba merupakan sumber protein hewani. Dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan daging domba maka diperlukakn peningkatan populasi dan
produktivitas domba. Namun berbagai kendala penyakit dapat mengganggu upaya
tersebut.
Berbagai penyakit reproduksi seperti prolapsus vagina dan distokia sering
ditemukan. Hal ini tentu menyebabkan kerugian ekonomi karena dapat
mempengaruhi harga dan peluang hidup domba. Sehingga perlu dilakukan
tindakan yang tepat dalam upaya penanganan kasus tersebut. Salah satu tindakan
yang dapat dilakukan adalah operasi. Dengan mengambil kasus tindakan
prolapsus vagina, sectio cesaria dan ovariohisterektomi, diharapkan dapat
menjadi pembelajaran dan pilihan dalam penangan kasus prolapsus vagina dan
distokia.
Tujuan
Mengobati kasus pada domba yakni prolapsus vagina dan membantu
proses melahirkan serta mengetahui keadaan domba pasca operasi

METODOLOGI
Alat
Alat-alat yang digunakan pada operasi kali ini antara lain stetoskop,
termometer, set alat bedah minor (towel clamp, pinset anatomis, pinset sirurgis,
gagang scalpel, gunting lurus, gunting bengkok, arteri clamp anatomis dan
sirurgis, dan needle holder), perlengkapan operator dan asisten operator (sikat,
handuk, penutup kepala, masker, baju operasi, dan sarung tangan ), blade, kapas,
tampon, tali pengikat, plester, selang infus, kain kasa steril, syringe, alat pencukur
rambut, benang jahit jenis silk dengan ukuran 3/0, needle, lampu penerang, meja
peralatan, dan meja operasi.
Bahan
Hewan yang digunakan adalah seekor domba betina. Kemudian bahanbahan yang digunakan untuk operasi kali ini diantaranya sediaan anastetikum

yang terdiri dari Lidocaine HCl 2% sebagai anastetik lokal, sediaan desinfektan
yaitu alkohol 70% dan iodium tincture 3% sebagai antiseptik, sediaan antibiotik
yang terdiri dari penicillin 50.000 IU, oksitetrasiklin dan amoxicillin serta larutan
NaCl 0.9%.
Metode Kerja
Persiapan ruangan operasi
Ruangan operasi dibersihkan dari kotoran debu, kemudian ruangan
didesinfeksi menggunakan campuran kalium permanganate 5% dengan formalin
10%. Perbandingan campuran adalah 1:2, yang didiamkan selama 15 menit atau
dapat juga menggunakan formalin tablet yang diletakkan di ruangan. Meja operasi
dibersihkan menggunakan desinfektan berupa alkohol 70%.
Sterilisasi perlengkapan dan peralatan operasi
Peralatan operasi yang akan digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu.
Set peralatan bedah minor yang harus dipersiapkan adalah 4 towel clamp, 1
gagang scalpel, 1 pinset anatomis,1 pinset sirurgis, 2 gunting lurus,1 gunting
bengkok, 4 arteri klem lurus anatomis, 2 arteri klem lurus sirurgis, 1 arteri klem
bengkok anatomis, 1 arteri klem bengkok sirurgis, dan 1 needle holder.
Alat-alat tersebut dicuci bersih terlebih dahulu, kemudian dikeringkan, lalu
ditata di dalam wadah. Alat-alat tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain. Kain
lapis pertama dibentangkan dan wadah diposisikan di tengah kain dengan posisi
simetris. Sisi kain terdekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi wadah dan
ujung lainnya yang berseberangan dilipat mendekati tubuh kemudian sisi kanan
dilipat dan dilanjutkan dengan sisi kiri. Kain lapis kedua dibentangkan dan wadah
yang terbungkus kain pertama diletakkan di tengah kain kedua dengan posisi
diagonal. Ujung kain yang dekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi wadah,
sisi kanan dilipat dan dilanjutkan dengan sisi kiri. Ujung yang jauh dari tubuh
dilipat mendekati tubuh dan diselipkan di penutup wadah. Peralatan yang
terbungkus rapi kemudian dimasukkan ke dalam oven sterilisasi. Proses sterilisasi
dilakukan dengan suhu 120oC selama 30 menit.
Peralatan yang sudah steril harus digunakan secara aseptis dan benar. Kain
terluar dibuka di belakang meja operasi, lalu kemasan diletakkan di meja. Lipatan
ditarik ke arah tubuh pembuka, kemudian dilanjutkan dengan menarik ujungujung lipatan lainnya. Bungkusan diserahkan kepada tim yang sudah steril dan
diletakkan di meja yang sudah steril. Pembukaan oleh tim yang sudah steril juga
dengan menarik lipatan ke arah tubuh, diikuti ujung lainnya, dan diletakkan di
atas meja yang sudah steril.

Persiapan Operator dan Asisten


Perlengkapan yang dibutuhkan antara lain sikat, handuk, penutup kepala,
masker, baju operasi, dan sarung tangan. Baju operasi dilipat hingga bagian yang
bersinggungan dengan pasien berada di dalam. Duk dilipat hingga bagian yang
bersinggungan langsung dengan permukaan duk dilipat ke dalam. Perlengkapan
tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain seperti membungkus peralatan, dengan
urutan dari bawah: sarung tangan (dibungkus kertas/plastik), baju operasi, handuk,
2 sikat bersih, masker, tutup kepala, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 60oC selama 30 menit.

KASUS HEWAN I
Status Hewan
Anamnesa
Domba ditemukan dengan vagina menyembul keluar. Keadaan tersebut
sudah berlangsung selama satu minggu dan belum pernah dilakukan treatment.
Signalemen
Nama hewan
Nama pemilik
Jenis kelamin
Jenis hewan
Ras
Warna bulu, kulit
Umur
Berat badan
Hipotesa/temuan klinis

: Coycoy
:: Betina
: Domba
: Domba ekor tipis
: Putih
: 1 tahun
: 16 Kg
: Prolapsus vagina

Status present
Perawatan
: Cukup
Habitus
: Tulang punggung rata
Status gizi
: Cukup
Pertumbuhan badan : Baik
Suhu tubuh
: 39,1oC
Frekuensi nadi
: 120 kali/menit
Frekuensi napas
: 40 kali/menit
Adaptasi Lingkungan : Baik
Turgor kulit
: Baik, < 3 detik

Gambar 1 Kondisi vulva pasien pre operasi

Pemeriksaan Darah
Tabel 1 Hasil pemeriksaan darah
Jenis
Hb
PCV
SDM
SDP
Diferensial SDP
Limfosit
Neutrofil
Monosit
Eosinofil
Basofil

Diagnosa

Satuan

Normal

Hasil

g%
%
juta/mL
ribu/mL

8-16
24-45
8-15
4-12

11.80
30.75
12.64
10.45

%
%
%
%
%

40-75
10-50
1-5
1-8
0-3

37
57
2
4
-

Keterangan
Normal
Normal
Normal
Normal
Penurunan tidak signifikan
Kenaikan tidak signifikan
Normal
Normal
Normal

: Prolapsus vagina

Diferensial diagnosa : Tumor


Prognosa
Terapi

: Fausta
:Reposisi
vagina,
penjahitan
vulva,
oxytetracycline, amoxicillin, Bioplacentondan
vitamin B-Complex.

Prosedur Operasi Prolapsus Vagina


Pra-Operasi
Sebelum melakukan reposisi pada vagina domba yang mengalami
prolapsus, daerah sekitar vagina dan anus dibersihkan dengan sabun dan air
bersih, kemudian dilap menggunakan tampon yang dibasahi iodin. Hewan
selanjutnya dianastesi lokal dengan cara menginjeksi lidocain 2% secara subkutan
di daerah sekitar vulva dan pada bagian vagina yang mengalami prolapsus.
Setelah domba teranastesi, bagian vagina yang mengalami prolapsus dibersihkan
menggunakan larutan NaCl.

Gambar 2 Injeksi lidocain 2%

Operasi
Penyayatan dilakukan pada jaringan vagina yang mengalami nekrosa.
Penyayatan ini bertujuan untuk mempercepat proses persembuhan luka dan
mengeliminasi terbentuknya jaringan nekrosa baru. Darah yang keluar karena
proses penyayatan kemudian dibersihkan dengan tampon. Setelah semua jaringan
nekrosa diinsisi, vagina dibersihkan kembali menggunakan larutan NaCl dan
ditetesi dengan antibiotik cair sebanyak 2 ml. Antibiotik yang digunakan pada
operasi ini adalah penicillin. Tindakan yang dilakukan selanjutnya adalah
mereposisi bagian vagina yang mengalami prolaps. Setelah melakukan reposisi,
vulva dijahit dengan jahitan vulva flessa. Penjahitan vulva ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya prolaps kembali (residiva). Setelah penjahitan selesai
dilakukan, lidocain 2% kembali disuntikkan pada subkutan di sekitar vagina untuk
menghilangkan rasa sakit yang dialami domba. Hilangnya rasa sakit tersebut
hanya bersifat sementara.

Gambar 3

Insisi jaringan yang mengalami nekrosa (a), pemberian larutan NaCl (b),
pemberian antibiotik secara topikal (c), reposisi vagina (d), penjahitan pada
vulva dengan metoda vulva flessa (e)

Post Operasi
Post operasi, domba diinjeksi oxytetrasiklin dengan dosis 14 mg/kgBB
Untuk terapi harian, domba diberi antibiotik oral (amoxicillin syrup) 1x1 hari dan
bioplacenton. Antibiotik yang digunakan adalah Amoxillin dengan dosis 20
mg/KgBB . Bioplacenton adalah gel yang digunakan untuk mempercepat proses
persembuhan luka.
Perhitungan dosis pemberian oxytetrasiklin :

Perhitungan dosis amoxillin :

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sebelum dilakukan pengoperasian, hewan dilakukan pengecekan status
kesehatan dan pemeriksaan darah hewan terlebih dahulu. Secara umum hewan
dalam keadaan baik artinya hewan siap untuk dilakukan tindakan pengoperasian.
Pada hasil status presents terjadi peningkatan frekuensi napas dan frekuensi nadi
yang cenderung meningkat. Hal ini bisa terjadi karena hewan mengalami stres.
Sedangkan pada hasil pemeriksaan darah penurunan jumlah limfosit dan kenaikan
6

neutrofil yang tidak signifikan menunjukan bahwa hewan sedang terinfeksi


bakteri akibat sudah 1 minggu prolapsus vagina terjadi.
Pada tahap pra-operasi, pemberian anasthesi lokal yakni lidocain 2 %
menjadi pilihan untuk meminimalisir dampak yang terjadi terhadap induk hewan
dan fetus. Pemberian lidocain 2% pada daerah subkutan vagina yang prolaps di
tujukan agar mempermudah dalam proses reposisi dan pembersihan vagina karena
dapat menghilangkan rasa sakit sementara.
Selama pengoperasian, dilakukan monitoring suhu, frekuensi denyut jantung
dan frekuensi napas. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Grafik 1.
Tabel 2 Status fisiologi domba selama operasi
Menit ke-

Suhu (oC)

Frekuensi jantung
(x/menit)

Frekuensi napas
(x/menit)

0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
195
210
225

38.7
39.5
38.8
38.7
36.2
38.3
38.4
36.5
37.6
37.0
37.0
36.4
36.0
36.2
37.3
37.4

96
84
80
72
68
76
64
72
80
84
92
100
76
96
96
84

28
24
32
36
32
32
16
16
20
20
16
16
16
24
24
24

120
100
suhu

80
60

frekuensi denyut
jantung

40

frekuensi napas

20

21
0

18
0

15
0

12
0

90

60

30

Grafik 1 Fluktuasi keadaan suhu, frekuensi denyut jantung dan frekuensi napas
selama operasi

Berdasarkan hasil monitoring selama operasi prolapsus vagina, diketahui


bahwa suhu tubuh domba mengalami penurunan dibawah normal yakni 38.5
40.5 C (Jackson 2002). Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor seperti
aktivitas yang menurun dan pemberian anesthesi serta lingkungan. Pada
penurunan kasus kali ini dimungkinan karena faktor lingkungan dan penurunan
aktivitas gerak tubuh akibat ditahan (restrain) pada saat pengoprasian. Sedangkan
pada pemberian anasthesi yang digunakan adalah lidocain 2 % tidak
mempengaruhi suhu tubuh domba karena bersifat lokal. Penurunan suhu terendah
terjadi pada menit ke-180 dengan suhu 36.0C. Pada penurunan suhu domba,
maka pada saat operasi berlangsung, penanganan yang dilakukan adalah
memberikan plastik yang berisi air hangat dan ditaruh pada sekitar ekstremitas
dan bagian tubuh yang terasa lebih dingin. Hal ini bertujuan untuk menaikan
kembali suhu tubuh. Frekuensi jantung selama berjalannya operasi tidakstabil,
anmun masih dalam selang normal 60-120 x/menit (Duke 1997). Sedangkan pada
frekuensi napas cenderung tidak stabil. Menurut Frandson (1992) frekuensi
normal respirasi yakni 26-32 x/menit. Hal ini bisa terjadi karena domba sedang
dilakukan penahanan (restrain), perebahan dengan left lateral recumbency dapat
menahan bagian otot-otot di antara os costae, sehingga tidak bisa berkontraksi
secara maksimal.
Pada proses penyembuhan, didapatkan hasil yang cukup baik dimana lima
hari pasca operasi, prolaps tidak muncul kembali dan vulva terlihat normal.

Gambar 4 kondisi vulva 5 hari pasca operasi

KASUS HEWAN II
Status Hewan
Anamnesa
Domba mulanya ditemukan dengan vagina menyembul keluar. Namun
dicurigai bunting saat dipalpasi pada bagian abdomen. Pemeriksaan lanjutan
berupa fluoroscopy dilakukan untuk meneguhkan diagnosa.
Signalemen
Nama hewan
Nama pemilik
Jenis kelamin
Jenis hewan
Ras
Warna bulu, kulit
Umur
Berat badan
Hipotesa/temuan klinis

: Coycoy
:: Betina
: Domba
: Domba ekor tipis
: Putih
: 1 tahun
: 16 Kg
: Bunting, sudah dilakukan penjahitan disekitar vulva

Status present
Perawatan
Habitus
Status gizi
Pertumbuhan badan
Suhu tubuh
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Adaptasi Lingkungan
Turgor kulit

: Cukup
: Tulang punggung rata
: Cukup
: Baik
: 38,8oC
: 96 kali/menit
: 38 kali/menit
: Baik
: Baik, < 3 detik

Gambar 5 Kondisi pasien sebelum tindakan operasi.

Pemeriksaan Darah
Tabel 3 Hasil pemeriksaan darah
Jenis
Hb
PCV
SDM
SDP
Diferensial SDP
Limfosit
Neutrofil
Monosit
Eosinofil
Basofil

Diagnosa

Satuan
g%
%
juta/mL
ribu/mL

Normal
8-16
24-45
8-15
4-12

Hasil
11.80
30.75
12.64
10.45

%
%
%
%
%

40-75
10-50
1-5
1-8
0-3

37
57
2
4
-

Keterangan
Normal
Normal
Normal
Normal
Penurunan tidak signifikan
Kenaikan tidak signifikan
Normal
Normal
Normal

: Bunting dan vulva terjahit

Pemeriksaan Lanjutan : Fluoroscopy


Prognosa

: Dubius

Terapi

: Sectio caesaria, oxytetracycline, amoxicillin,


Bioplacentondan vitamin B-Complex.

Prosedur Operasi Sectio Caesaria Dan Ovariohisterektomi


Pra-Operasi
Domba dipuasakan terlebih dahulu sebelum operasi dilakukan. Hal ini
bertujuan untuk menghindari refleks muntah. Physical examination (PE)
dilakukan untuk memastikan bahwa kondisi domba memungkinkan untuk
dilakukan tindakan operasi. Hasil PE menunjukkan bahwa temperatur tubuh,
frekuensi denyut jantung, dan frekuensi napas domba berada pada range normal,
sehingga tindakan operasi dapat dilakukan. Persiapan peralatan, anestesi, dan
obat-obatan lainnya dilakukan sebelum operasi. Apabila semua sudah siap, maka
dilakukan pencukuran rambut pada daerah legok lapar (flank) kiri (Gambar 6).

10

Gambar 6 Pencukuran rambut domba pada daerah legok lapar (flank) kiri.

Anestesi yang digunakan adalah anestesi inverted L-Block dengan


menggunakan Lidocaine HCl 2% sebanyak 50 ml. Anestesi dilakukan secara
lokal pada bagian yang akan diinsisi, vertikal sepanjang os costae terakhir dan
horizontal sepanjang L1-L4 (Gambar 7). Jarum yang digunakan berukuran 18G.
Apabila anestesi sudah dimasukkan, maka tunggu sekitar 10-15 menit hingga
teranestesi sempurna.

Gambar 7 Anestesi inverted L-Block

Operasi
Apabila daerah legok lapar (flank) kiri sudah dipastikan teranestesi, maka
bedah laparotomi flank dapat dilakukan. Insisi dilakukan pada lapisan kulit,
jaringan lemak, m. transversus eksternus dan internus, m. obliquus abdominis dan
peritoneum (Gambar 8). Insisi dilakukan sepanjang 20 cm, mempertimbangkan
ukuran fetus yang akan dikeluarkan. Rumen terlihat menutupi lubang insisi.
Eksplorasi dilakukan untuk mencari dinding uterus. Apabila uterus sudah
ditemukan, maka temukan ujung kaki fetus kemudian lakukan insisi dinding
uterus pada daerah tersebut (Gambar 9). Insisi dilakukan dekat cornua uteri.
Ketika dinding uterus terbuka, akan terlihat fetus yang masih terbungkus oleh

11

selaput amnion. Selaput amnion tersebut disobek agar dapat memegang kaki fetus.
Kedua kaki fetus dipegang, kemudian ditarik secara perlahan. Penarikan fetus ini
harus dilakukan secara cepat agar tidak terjadi pneumonia aspirasi yang dapat
menimbulkan kematian fetus. Hal ini bisa terjadi apabila kaki belakang fetus
ditarik keluar lebih dahulu, maka saluran pusar akan terputus, sedangkan kepala
fetus masih ada di dalam selaput amnion yang berisi cairan. Apabila prosesnya
lama, fetus akan bernafas di dalam cairan amnion.

Gambar 8 Insisi/penyayatan pada kulit,


otot, dan peritoneum.

Gambar 9 Insisi/penyayatan pada


dinding uterus untuk mengeluarkan
fetus.

Penanganan fetus dilakukan dengan cara membersihkan anak domba dari


cairan dan selaput yang masih menempel (Gambar 10), kemudian dilakukan
bantuan pernapasan. Namun, anak domba mengalami kematian 1 jam setelah
dikeluarkan.

Gambar 10 Pembersihan anak domba.

Pelepasan ikatan antara kotiledon dan karankula sulit dilakukan (Gambar


11). Oleh karena itu, diputuskan untuk melakukan tindakan OvarioHisterektomi
(OH) mengingat pula lumen vagina yang mengecil akibat operasi prolapsus yang

12

telah dilakukan sebelumnya. Plasenta tidak dapat keluar sendiri melalui lumen
vagina.

Gambar 11 Proses pelepasan ikatan kotiledon dan karankula.

Masukkan telunjuk ke sepanjang dinding abdomen, setelah itu putar ke arah


medial untuk mendapatkan cornua uteri sebelah kanan dan ligamen-ligamen,
kemudian angkat dari ruang abdomen. Telusuri cornua uteri hingga didapatkan
ovarium. Potong ligamentum suspensori yang dekat dengan ginjal (hati-hati
dengan pembuluh darah ovari, jangan sampai ikut terpotong). Apabila ovarium
kanan dan kiri telah ditemukan, maka bagian mesovarium dijepit dengan tang
arteri kemudian diikat melingkar dengan kuat menggunakan benang. Jepit dengan
dua tang arteri di caudal dan kemudian pemotongan dilakukan diantara kedua tang
arteri tersebut. Buat lubang pada ligamen di bagian caudal ovarium. Letakkan 2
sampai 3 forcep dengan posisi di bawah pembuluh darah, forcep menjepit
ovarium proximalis. Buat ikatan pada ovarium yang sudah di klem dengan
menggunakan benang silk agar ikatan kuat mengingat domba adalah hewan besar.
Ikatan dibuat sebanyak 2 ikatan. Potong ligamen antara ikatan yang mengikat
ligamen suspensori dengan klem yang menjepit ovarium. Setelah yakin tidak
terjadi pendarahan, tang arteri yang mengikat ligamen suspensori bagian proximal
dapat dilepas. Bagian uterus ditelusuri sampai mencapai bifurcatio dan corpus
uteri. Bagian corpus uteri dijepit dengan klem, kemudian dilanjutkan untuk
menelusuri cornua uteri yang satu lagi. Lakukan penjepitan dan pemotongan
seperti sebelumnya. Angkat dua cornua uteri yang telah di potong tadi sampai
didapatkan corpus uteri, buat lubang pada ligamen yang menggantung uterus serta
arteri dan vena. Klem semua ligamen hingga terjepit, buat ikatan yang kuat dan
potong. Setelah yakin tidak terjadi pendarahan, klem yang menjepit uterus bagian
proximal dapat dilepas. Reposisi uterus dan omentum kedalam abdomen.

13

Gambar 12 Pengikatan pembuluh darah dan corpus uteri (A) dan pemotongan ovarium
serta uterus (B).

Rongga abdomen dibersihkan dari darah yang membeku dan runtuhan


jaringan yang berasal dari rongga uterus. Bersihkan dengan larutan NaCl
fisiologis yang dicampur dengan antibiotik Penstrep. Pembersihan ini penting
untuk menghindari terjadinya adhesi antar organ viscera pasca operasi. Apabila
rongga perut sudah bersih, mulai melakukan penjahitan lapisan otot dan
kulit. Penjahitan dilakukan satu lapis, yaitu jahitan gabungan antara peritoneum,
m. obliquus abdominis, m. transversus internus, dan m. transversus externus
menggunakan benang catgut (Gambar 13a). Lapis terakhir adalah jahitan pada
kulit dengan benang silk (Gambar 13b). Pastikan saat melakukan penjahitan, lapis
demi lapis otot bergabung untuk menghindari adanya rongga yang bisa
menyebabkan infeksi post operasi. Setelah jahitan selesai, diberikan iodine
tincture 3% kemudian dilakukan pembalutan.

Gambar 13 Penjahitan peritoneum, m. obliquus abdominis, m. transversus internus,


dan m. transversus externus (A), dan penjahitan kulit (B).

Post Operasi
Penanganan post operasi meliputi pengobatan, perawatan, dan observasi.
Beberapa saat setelah operasi selesai, domba disuntik dengan menggunakan
antibiotik oxytetracycline IM dengan dosis 14 mg/KgBB , interval penyuntikan 2
hari sekali. Pemberian antibiotik ini bertujuan untuk mencegah infeksi sekunder
pada post operasi.
Perlindungan daerah luka menggunakan salep Bioplacenton yang
dioleskan secara rutin pada jahitan. Bioplacenton mengandung ekstrak plasenta
dan neomycin sulfate yang merupakan antibiotik. Salep ini sangat efektif dalam

14

proses perawatan luka. Ekstrak plasenta sebagai biogenic stimulator berperan


penting dalam mempercepat regenerasi sel dan penyembuhan luka. Kandungan
neomycin sulfate bekerja sebagai antibiotik yang mampu membunuh beragam
jenis bakteri dengan daya kerja yang tidak terganggu oleh pus (Dewi 2010).
Pengamatan/observasi dilakukan terhadap frekuensi denyut jantung, frekuasi
napas, temperatur, nafsu makan, feses, urin, dan luka jahitan. Jahitan sudah mulai
mengering pada hari ke-3 post operasi. Jahitan sudah dapat dibuka pada hari ke-7
post operasi.

Gambar 14 Kondisi domba post operasi. Domba memperlihatkan kondisi tubuh dan nafsu
makan yang baik.

Perhitungan dosis pemberian oxytetrasiklin :

Perhitungan dosis amoxillin :

HASIL DAN PEMBAHASAN


Domba dicurigai sedang bunting saat palpasi daerah abdomen.
Pemeriksaan fluoroscopy dilakukan untuk memastikan apakah domba tersebut
benar-benar bunting atau tidak. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa domba
sedang dalam keadaan bunting (Gambar 15). Umur kebuntingan diperkirakan
sekitar 5 bulan dengan posisi fetus yang sudah berada di jalan kelahiran.
Kondisi demikian menyebabkan tindakan operasi Sectio Caesaria harus segera

15

dilakukan. Selain itu, kondisi lumen vulva dan vagina yang mengecil pasca
operasi prolapsus menyebabkan fetus tidak mungkin keluar normal.

Gambar 15 Hasil pemeriksaan fluoroscopy menunjukkan domba dalam keadaan bunting.

Pemeriksaan darah dilakukan sebelum operasi dilakukan. Darah yang telah


diambil dari vena jugularis kemudian dievaluasi di laboratorium diagnostik untuk
diperiksa gambaran darahnya. Berdasarkan pemeriksaan darah, hasil gambaran
darah menunjukkan penurunan limfosit dan peningkatan netrofil namun keduanya
tidak menunjukkan penurunan maupun kenaikan yang signifikan. Penurunan
limfosit mungkin dikarenkan dengan kondisi domba yang stress setelah
trasnportasi dan lingkungan baru, sedangkan peningkatan netrofil
mengindikasikan adanya peradangan yang dapat dilihat disekitar vulva domba
yang terlihat kemerahan dan mengalami kebengkakan.
Berdasarkan kondisi umum domba Coycoy pre operasi, temperatur domba
berada dikisaran normal. Kisaran suhu normal domba adalah 38,5C- 40,5 C
(Jackson 2002). Frekuensi jantung dan napas juga masih berada pada kisaran
normal, namun pada menit ke-15 menit, frekuensi napas mengalami penurunan
dan kembali normal pada menit ke-30. Namun pada menit ke-90, 105, 150 dan
165 frekuensi napas terjadi penurunan kembali yaitu 16x/menit dan kembali
normal pada menit selanjutnya. Penurunan frekuensi respirasi saat operasi
disebabkan oleh relaksasi otot-otot di antara os costae yang berkontraksi sewaktu
respirasi (Lumb dan Jones 1996). Menurut Frandson (1992), frekuensi normal
napas domba adalah 26-32x/menit sedangkan frekuensi normal jantung domba
adalah 60-120 x /menit (Duke 1997). Membran mukosa domba mengalami
kepucatan pada saat pre operasi dan selama operasi. Hal ini karena domba
mengalami pendarahan yang cukup banyak pada saat proses pengeluaran fetus.
Pada menit ke-120, fetus berhasil dikeluarkan dalam kondisi lemah. Setelah 1 jam
pasca pengeluaran, fetus mati karena kondisi fetus yang prematur dan sangat
lemah. Gambaran kondisi fisik hewan pra dan saat operasi sectio caesaria dan OH
dapat dilihat pada Tabel 4 Dan Grafik 2.

16

Tabel 4 Monitoring kondisi fisik hewan pra-operasi dan saat operasi Sectio Caesaria dan
Ovariohysterectomy.

Menit ke-

Suhu (oC)

0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
195
210
225

38.8
39.7
38.8
38.8
38.7
38.4
38.3
36.5
37.0
37.0
37.0
37.0
36.4
36.0
36.2
36.2

Frekuensi
jantung
(x/menit)
96
76
100
92
84
80
72
76
64
76
68
80
96
96
84
96

Frekuensi
napas
(x/menit)
28
24
32
36
32
32
16
16
20
20
16
16
16
24
24
24

Membran
mukosa

CRT

Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat

>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2
>2

120
100
80
60
40

suhu
frekuensi
denyut
jantung

20

Grafik 2 Fluktuasi keadaan suhu, frekuensi denyut jantung dan frekuensi napas selama
operasi

Pemeriksaan fisik dilakukan post operasi menunjukkan temperatur,


frekuensi jantung, nadi, nafas, membran mukosa dan turgor kulit berada dalam
kisaran normal. Pasien juga menunjukkan nafsu makan, urinasi dan defekasi yang
cukup baik sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi hewan semakin membaik
pasca operasi.

17

Tabel 5 Monitoring kondisi hewan post operasi

DAFTAR PUSTAKA
Dewi SP. 2010. Perbedaan efek pemberian lendir bekicot (Achatina fulica) dan
gel Bioplacenton terhadap penyembuhan luka bersih pada tikus putih
[Skripsi]. Surakarta [ID]: Universitas Sebelas Maret.
Dukes 1995. Physiology of Domestic Animal Comstock. Publisinhg: New York
University Collage, Camel
Frandson RD 1992. Anatomi dan fisiologi Ternak Edisi II. Gadja MAda
University Press. Yogyakarta.
Jackson, Peter G G 2002. Clinical examination of Farm Animals. Blackwell: UK.
Lumb W.V. and Jones E.W. 1996. Veterinary Anesthesia. Ed ke-3. USA: Lea and
Febtger.

18

Anda mungkin juga menyukai