Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS DAN GANGGREN


Untuk Memenuhi Laporan Pendahuluan di Departemen Medikal
Periode: 9 14 Februari 2015
Di Ruang 29 Rumah Sakit Saiful Anwar Malang

Oleh :
SHOFI KHAQUL ILMY
NIM. 105070200131010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

A. DEFINISI
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang kebanyakan hereditas dengan tanda
tanda hiperglikemia dan glukosuria , disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
maupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2007).
B. KLASIFIKASI
a. DM tipe 1 (tergantung pada Insulin)
- Adanya kerusakan pada pankreas sehingga tidak mampu memproduksi insulin
- biasanya timbul pada masa kanak kanak dan puncaknya pada masa akil balig.
- Biasanya kurus karena terjadi lipolisis
b. DM tipe II (tidak tergantung pada insulin)
- Terjadi karena adanya resistensi insulin dan diferensiasi insulin
- Reseptor insulin tidak bekerja dengan baik Pankreas meningkatkan sekresi
insulin agar bekerja defisiensi insulin
c. DM malnutrisi
- Fibro calculus pankreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein
sehingga klasifikasi pankreas melalui proses mekanik (fibrosis) atau Toksik
(cyanide) yang menyebabkan sel beta rusak.
-

Protein defisiensi Pancreatic Diabetes Mellitus (PDPD)


Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel beta

pankreas.
d. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas, obat, infeksi, antibodi, sindroma
penyakit lain.
e. Gestasional Diabetes (meurut pyke). Sebab dari hormon yang disekresi plasenta (GH
dan estrogen)
- kelas I : GD, Diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah
melahirkan
- kelas II : Pre GD , Diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil
- Kelas III : Pre GD yang disertai penyakit Pembuluh darah seperti retinopati ,
nefropati , Penyakit Pembuluh darah panggul dan pembuluh darah perifer.

C. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO


Diabetes Mellitus tipe I (Corwin , 2008)
Diperkirakan terjadi akibat destruksi autoimun sel sel beta langerhans . Individu yang
memiliki kencenderungan genetik penyakit ini tampaknya menerima faktor pemicu dari
lingkungan , antara infeksi virs seperti gondongan (mumps) , rubella atau cytamegalovirus
kronis. Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga memicu serangan autoimun
ini. Mengapa individu membentuk antibodi terhadap sel sel pulau langerhans sebagai respon

terhadap faktor pencetus tidak diketahui . Salah satu mekanisme yang kemungkinan adalah
bahwa terdapat agens lingkungan yang secara antigenik mengubah sel sel pankreas
sehingga menstimulasi pembentukan autoantibodi . Kemungkinan lain bahwa individu
memiliki kesamaan antigen antara sel sel beta pankreas mereka dan mikroorganisme
tertentu atau obat tertentu. Sewaktu berespon terhadap virus atau obat , sistem imun
mungkin gagal mengenali bahwa sel pankreas adalah diri mereka sendiri .
Diabetes Mellitus tipe II (Corwin, 2008)
Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik yang belum teridentifikasi yang dapat
menyebabkan pankreas mengeluarkan insulin yang berbeda atau menyebabkan reseptor
insuklin atau perantara kedua tidak berespons secara adekuat terhadap insulin . Terdapat
kemungkinan lain bahwa kaitan rangkai genetik antara yang dihubungkan dengan
kegemukan ada rangsangan berkepanjangan reseptor reseptor insulin . Hal ini
menyebabkan penurunan jumlah reseptor insulin yang terdapat di sel tubuh . Mungkin Pula
individu menghasilkan autoantibodi insulin yang berkaitan dengan reseptor insulin ,
menghambat akses insulin ke reseptor, tetapi tidak merangsang aktivitas pembawa carrier.
Diabetes mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus gestasional berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar
estrogen dan hormon pertumbuhan . Kedua hormon ini menstimulasi pelepasan insulin yang
berlebihan mengakibatkan penurunan responsivitas seluler.
FAKTOR RESIKO :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Riwayat Keluarga (saudara atau keluarga dengan diabetes).


Obesitas (BMI > 27 kg/m).
Usia >45 tahun.
Gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa.
Hipertensi ( >140/90 mmHg).
Kolesterol (HDL < 35 mg/dl (0.90 mmol/l) dan atau TG >250 mg/dl (28 mmol/L)).
Riwayat diabetes gestasional.
Kaffein (mengurangi toleransi glukosa).
Diet tinggi kalori, rendah serat, tinggi lemak (Brunner and suddarth, 2009).

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Poliuri
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi.
Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air
kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air
kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah
yang banyak (poliuri).
2. Polidipsi
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum
(polidipsi).
3. Polifagi
Banyak makan, akibat gangguan penyimpanan glikogen dan deposit lemak. Sejumlah
besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan.

Untuk mengkompensasikan hal ini, penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa
sehingga banyak makan (polifagi).
4. Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan
selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka
terhadap infeksi.
5. Penurunan berat badan
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita
diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar
penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
6. Ketoasidosis
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang
dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang
lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia
beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah,
lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat
karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita
tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa
berkembang menjadi koma dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai
menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika
mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi,
kecelakaan atau penyakit yang serius.
7. Hiperglikemik
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah
sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres, misalnya
infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut
koma hiperglikemik - hiperosmolar non-ketotik.
8. Sering kesemutan, gejala ini disebut neuropati. Hal ini karena kandungan gula dalam
darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan system saraf. Dapat juga terjadi
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
9. Tanda penting lainnya yang perlu dicermati adalah apabila penderita diabetes mendapat
luka ditubuh cenderung membutuhkan waktu lama dalam penyembuhannya. Selain itu
ada pula tanda berupa Letih dan lesu. Kondisi ini disebabkan karena produksi gula
dalam darah terhambat, sehingga pembuatan energi menjadi ikut terganggu.
Pandangan kabur atau tidak jelas juga bisa jadi merupakan gejala diabetes melitus yang
perlu diwaspadai.

Manifestasi klinik berdasarkan tipe penyakit diabetes mellitus yaitu :


1. Diabetes mellitus tipe I yaitu : hiperglikemia post prandial (peningkatan kadar glukosa
dalam darah sesudah makan, glukosuria (glukosa muncul dalam urine), diuretik osmosis
(pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan), poliuria (peningkatan rasa haus),
penurunan berat badan, kelelahan dan kelemahan, nafas bau keton serta hiperventilasi,
nyeri abdomen, mual, muntah, perubahan kesadaran, koma.
2. Diabetes mellitus tipe II yaitu : kelelahan, iritabilitas, poliuria (peningkatan dalam
berkemih), polidipsi (peningkatan rasa haus), bila terjadi luka pada kulit, lama
sembuhnya.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu,
kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral standar.
Untuk kelompok resiko tinggi DM, seperti usia dewasa tua, tekanan darah tinggi,
obesitas, dan adanya riwayat keluarga, dan menghasilkan hasil pemeriksaan negatif,
perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun. Bagi beberapa pasien yang berusia tua tanpa
faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

1. Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO


Tes ini telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti, namun tidak
dibutuhkan untuk penapisan dan tidak sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia Cara pemeriksaannya adalah :
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
b. Kegiatan jasmani cukup
c. Pasien puasa selama 10 12 jam
d. Periksa kadar glukosa darah puasa
e. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu
5 menit
f. Periksa kadar glukosa darah saat , 1, dan 2 jam setelah diberi glukosa
g. Saat pemeriksaan, pasien harus istirahat, dan tidak boleh merokok
Pada keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa individu yang dirawat jalan dengan
toleransi glukosa normal adalah 70 110 mg/dl. Setelah pemberian glukosa, kadar
glukosa akan meningkat, namun akan kembali ke keadaan semula dalam waktu 2 jam.
Kadar glukosa serum yang < 200 mg/dl setelah . 1, dan 1 jam setelah pemberian
glukosa, dan <140 mg/dl setelah 2 jam setelah pemberian glukosa, ditetapkan sebagai
nilai TTGO normal.
2. Tes Benedict
Pada tes ini, digunakan reagen Benedict, dan urin sebagai specimen. Cara kerja :
a.
b.
c.
d.

Masukkan 1 2 ml urin spesimen ke dalam tabung reaksi


Masukkan 1 ml reagen Benedict ke dalam urin tersebut, lalu dikocok
Panaskan selama kurang lebih 2-3 menit
Perhatikan jika adanya perubahan warna

Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada keadaan DM,
kadar glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus ginjal,
sehingga pada akhirnya, ginjal mengalami kebocoran dan dapat berakibat terjadinya
gagal Ginjal. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa adanya penanganan yang benar untuk
mengurangi kandungan glukosa darah yang tinggi, maka akan terjadi berbagai
komplikasi sistemik yang pada akhirnya menyebabkan kematian karena gagal ginjal
kronik.
Interpretasi :
a. 0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa.. Bukan DM
b. +1 = Berwarna Hijau. Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau DM stadium
dini/awal.

c. +2 = Berwarna Orange. Ada Glukosa. Jika pemeriksaan kadar glukosa darah


mendukung/sinergis, maka termasuk DM.
d. +3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa. Positif DM.
e. +4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa. DM kronik.
3. Rothera test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai, Rothera agents,
dan amonium hidroxida pekat. Test ini untuk berguna untuk mendeteksi adanya aceton
dan asam asetat dalam urin, yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari
ketoasidosis akibat DM kronik yang tidak ditangani. Zat zat tersebut terbentuk dari hasil
pemecahan lipid secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai
sumber

energi

dalam

keadaan

DM,

sehingga

tubuh

melakukan

mekanisme

glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan asam asetat
tersebut adalah Trigliseric Acid/TGA, yang merupakan hasil pemecahan dari lemak.
Cara kerja :
a. Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi
b. Masukkan 1 gram reagens Rothera dan kocok hingga larut
c. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1 - 2 mlmasukkan amonium hidroxida
secara perlahan lahan melalui dinding tabung
d. Taruh tabung dalam keadaan tegak
e. Baca hasil dalam setelah 3 menit
f. Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairan menandakan
adanya zat zat keton
F. PENATALAKSANAAN
Non-farmakologi
Dalam mengelola DM untuk jangka pendek tujuannya adalah menghilangkan keluhan/gejala
DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Untuk jangka panjangnya lebih jauh lagi,
yaitu mencegah penyulit, baik makroangipati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan
tujuan akhir menurunkan morbidilitas dan mortalitas DM.
Lima pilar utama pengelolaan DM
1. Perencanaan makanan
2. Latihan jasmani
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
4. Penyuluhan (edukasi)
5. Pemeriksaan glukosa mandiri
1. Perencanaan makan yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah:
Karbohidrat
a.
b.
c.
d.

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.


Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan

sama dengan makanan keluarga yang lain


e. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
f. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

g. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.
b. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
c. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh
dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
e. Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
Protein
a. Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan
tempe.
c. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1
sendok teh) garam dapur.
b. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi
cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang
baik untuk kesehatan.
b. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
b. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
c. Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
d. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
e. Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

f.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily

Intake / ADI)
2. Latihan Jasmani
Manfaat :
a. menurunkan kadar glukosa darah (mengurangi resistensi insulin ,meningkatkan
b.
c.
d.
e.

sensitivitas insulin)
menurunkan berat badan
mencegah kegemukan
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik , gangguan
lipid darah , peningkatan tekanan darah,hiperkoagulasi darah.
Prinsip : Continuous , Rhytmic , Interval , Progressive , Endurance

Continuous adalah latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terusmenerus tanpa


henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit , maka selama 30 menit pasien melakukan
jogging tanpa istirahat.
Rhytmic adalah latihan olah raga harus dipilih yang berirama,yaitu otot-otot berkontraksi
dan relaksasi secara teratur.Contoh: jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda,
mendayung.
Interval adalah latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan lambat.Contoh:
jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan lainlain.
Progressive adalah latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dari
intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
Endurance adalah latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi,
seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur ), jogging, berenang, dan bersepeda.
Dalam latihan jasmani ada hal-hal yang perlu dihindari sebagai berikut:
-

Hindari berlatih pada suhu terlalu panas/dingin


Bila kadar glukosa darah > 250 mg/dl . Jangan melakukan latihan jasmani berat

( misalnya bulu tangkis , sepak bola , dan olah raga permainan lain )
Jangan teruskan bila ada gejala hipoglikemia

Farmakologi
a. Sulfonil urea
Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak 1957. Berbagai
macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa,
demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya. Beberapa informasi baru
mengenai obat golongan ini ada, terutama mengenai efek farmakologis pada
pemakaian jangka lama dan pemakaiannya secara kombinasi dengan insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel- pankreas untuk melepaskan
insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien
yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresikan insulin.
Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1. Efek ekstra prankreas yaitu
memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi tidak penting karena ternyata obat ini
tidak bermanfaat pada pasien yang insulinopenik.
Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea:
-

Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (stored insulin)


Menurunkan ambang sekresi insulin

Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda dalam hal
masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Semuanya dapat menyebabkan
hipoglikemia

yang

mungkin

dapat

fatal.

Untuk

mengurangi

kemungkinan

hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa kerjanya paling pendek.
Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia
lanjut
b. Kombinasi Sulfonilurea dengan Insulin
Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa
darah sepanjangn hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasnya.
Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak
tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin
kerja sedang malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga
kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah. Selanjutnya kadar glukosa
darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasanya
Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada insulin saja dan
dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Selain itu pasien lebih bisa
menerima cara pengelolaan kombinasi daripada pengelolaan dengan suntikan yang
lebih sering.
c. Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjnya sama dengan sulfonilurea,
dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).
Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati.
d. Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Metformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi
glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan juga disangka menghambat absorbsi glukosa dari
usus pada keadaan sesudah makan.
Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan
penurunan sampai di bawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat
hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan
sulfonilurea, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh sulfonilureanya. Pada
pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%.
Kadar insulin plasma basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat
badan seperti pada pemakaian sulfonilurea.

e. Tiazolidindion
adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan
sensitivitas insulin. dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini bekerja
meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa dihati.
Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat kerjanya pada sasaran
kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk mengatasi berbagai
manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak
menyebabkan kelelahan sel- pankreas.
f.

Penghambat Glukosidase Alfa


Obat ini bekerja secara kompetitif megnhambat kerja enzim kosidase alfa di
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia postprandial. obat ini bekerja di dalam lumen usus dan
tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek
samping akibat maldigestif karbohidrat berupa gejala gastrointestinal seperti
meteorismus, flatus dan diare.

g.

Insulin
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien
yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi
sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang mungkindiberikan adalah insulin
Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan memakai
insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin kerja
menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat
dimana perlu sesuai dengan respons kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat juga
pasien langsung diberikan insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali
sehari.
Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur
dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan
insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin campuran. Keuntungannya pasien
tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih besar

h. Kombinasi Obat Hipoglikemia Oral


Kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dan isulin dapat dimulai jika dengan
OHO dosis hampir maksimal, baik sendiri-sendiri ataupun secara kombinasi namun
kadar glukosa darah belum tercapai. Pada keadaan ini dipikirkan adanya kegagalan
pamakaian OHO. Untuk kombinasi ini, insulin kerja sedang dapat diberikan pada pagi
atau malam hari.
Indikasi Pemakaian Obat Hipoglikemia Oral:
1. Diabetes sesudah umur 40 tahun
2. Diabetes kurang dari 5 tahun
3. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit perhari

4. DM tipe 2, berat normal atau lebih


G. KOMPLIKASI
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis.
Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus diwaspadai.
1. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing,
lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap),
keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak
segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.
Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl,
walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada
kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat
berfungsi bahkan dapat rusak.
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat
dialami 1 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggeris
diperkirakan 2 4% kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan
hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi,
meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin.
Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)


Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli gizi
Berolah raga terlalu berat
Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya
Minum alcohol
Stress
Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia

Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila penderita


mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:
a. Dosis insulin yang berlebihan
b. Saat pemberian yang tidak tepat
c. Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik berlebihan
Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap insulin, misalnya
gangguan fungsi adrenal atau hipofisis
2. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tibatiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obatobatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan
yang parah (fatigue), dan pandangan kabur.
Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi
parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti

gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang
berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya,
antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang
keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah
dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.
3. Komplikasi makrovaskular
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease
= PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun
yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2
yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari
penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain
Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau
Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya
pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus
dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar
kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan
darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar
mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi
seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain
sebagainya.
4. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan
terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong
timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan
neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga
dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki
kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya. Namun
demikian prediktor terkuat untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama
(durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara yang signifikan untuk
mencegah atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah
dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan
menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai
dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya
komplikasi mikrovaskular sampai 60%

LUKA GANGREN
A. Definisi
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi (Askandar, 2001).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai.
(Askandar, 2001).
B. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
- Derajat 0
: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
-

Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Derajat V

kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw, callus .


: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan:
1.
Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI:
1.
2.
3.
4.

Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.


Pada perabaan terasa dingin.
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
Didapatkan ulkus sampai gangren.
2.
Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis
di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi
pembuluh darah kaki teraba baik.

C. Etiologi
Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi
endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolic

b. Angiopati diabetic
c. Neuropati diabetic
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Penderita yang beresiko tinggi mengalami gangren diabetik adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Lama penyakit diabetes yang melebihi 10 tahun


Usia pasien yang lebih dari 40 tahun
Riwayat merokok
Penurunan denyut nadi perifer
Penurunan sensibilitas
Deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus)
Riwayat ulkus kaki atau amputasi
Pengendalian kadar gula darah yang buruk

D. Patofisiologi Gangren Diabetik


Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu
1.

teori sorbitol dan teori glikosilasi.


Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu
dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan
enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel /
jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama
yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal
dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor disebutkan dalam
etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi.
Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga
akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran
darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar
maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa: ujung kaki terasa dingin,
nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya

angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat
asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.

E. Manifestasi Klinis
-

Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki dimulai
dari cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau di
daerah kulit kering, atau pembentukan sebuah kalus. Jaringan yang terkena mulamula menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian, jaringan yang

mati, menghitam dan berbau busuk.


Cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaannya sudah menghilang dan bisa
berupa cedera termal, cedera kimia atau cedera traumatik. Pengeluaran nanah,
pembengkakan, kemerahan (akibat

selulitis) atau akibat gangren biasanya

merupakan tanda pertama masalah kaki yang menjadi perhatian penderita.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Menurut Doengoes et al. (1999), fokus pengkajian pada klien dengan DM meliputi dua
hal sebagai berikut:
1. Pengkajian data dasar yang meliputi:
a. Aktivitas / istirahat
Aktivitas/ isitirahat adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup yang
diinginkan atau diperlukan (bekerja atau bersenang-senang) dan untuk
mendapatkan istirahat / tidur yang adekuat. Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Takikardia dan takipneu padan keadaan istirahat atau dengan
-

aktivitas.
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau berjalan.

b. Sirkulasi
Sirkulasi adalah kemampuan untuk mengirimkan oksigen dan nutrien yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sel. Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi, nadi
yang menurun / tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan
-

kemerahan; bola mata cekung.


Gejala: Adanya riwayat hipertensi; IM akut, kebas, kesemutan pada

ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.


c. Integritas ego
Integritas ego adalah kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan
keterampilan dan tingkah laku untuk mengintegrasikan dan mengelola
pengalaman hidup. Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Ansietas, peka rangsang
- Gejala: Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
d. Eliminasi
Eliminasi adalah kemampuan untuk mengeluarkan produk sisa.
Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Urin encer, pucat, kuning; poliuri, urin berkabut, bau busuk
-

(infeksi), abdomen keras, asites.


Gejala: Poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), infeksi saluran kencing (ISK) baru atau berulang, nyeri tekan

abdomen, diare.
e. Makanan atau cairan
Makanan atau cairan adalah kemampuan untuk mempertahankan masukan
dan penggunaan nutrien dan cairan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.
Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Kulit kering atau bersisik, turgor jelek, kekakuan atau distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau halitosis atau manis, bau buah
f.

(napas aseton).
Gejala: Hilang nafsu makan, mual atau muntah, penurunan berat badan

lebih dari periode beberapa hari atau minggu, haus.


Neurosensori
Neurosensori adalah kemampuan untuk merasakan, mengintegrasikan, dan
berespon terhadap tanda-tanda internal dan eksternal. Tanda dan gejalanya
antara lain:
- Tanda: Disorientasi, mengantuk, letargi, koma (tahap lanjut), gangguan
-

memori (baru, masa lalu), aktivitas kejang (tahap lanjut).


Gejala: Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan

pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.


g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri atau ketidaknyamanan adalah kemampuan

untuk

mengontrol

lingkungan internal dan eksternal untuk mempertahankan kenyamanan.


Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
- Gejala: Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau berat).
h. Pernapasan

Pernapasan adalah kemampuan untuk menyediakan dan menggunakan


oksigen untuk memenuhi kebutuhan fisiologis. Tanda dan gejalanya antara
lain:
- Tanda: batuk, dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi
i.

pernapasan meningkat.
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum

purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak).


Keamanan
Keamanan adalah kemampuan untuk memberikan rasa aman, lingkungan
yang meningkatkan pertumbuhan. Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya
-

j.

kekuatan, parestesia.
Gejala: Kulit kering, gatal; ulkus kulit.

Seksualitas
Seksualitas

adalah

(komponen

integritas

ego

dan

interaksi

sosial)

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan atau karakteristik peran pria atau


wanita. Gejalanya antara lain:
- Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan atau pembelajaran
Penyuluhan atau pembelajaran adalah kemampuan untuk memasukkan dan
menggunakan informasi untuk mencapai pola hidup sehat atau kesehatan
yang optimal. Gejalanya antara lain:
- Gejala: Faktor risiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik
(tiazid); dilantin atau fenorbarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
l.

darah), mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.


Pertimbangan rencana pemulangan
Mungkin memerlukan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.

B. RIWAYAT PENYAKIT :
1. Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit yang berbahaya.
2. Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes
melitus.
3. Riwayat Kesehatan
Terutama yang berhubungan dengan penurunan berat badan, frekuensi minum
dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran,
perubahan perilaku dan manifestasi dari diabetes melitus tergantung insulin,
sebagai berikut:
- Polifagi
- Polidipsi
- Poliuri
Hal-hal lain yang perlu dikaji:
1. Kaji hiperglikemia dan hipoglikemia
2. Satus hidrasi

3. Tanda dan gejala ketoasidosis, nyeri abdomen, mual muntah, pernapasan


kusmaul menurunnya kesadaran.
4. Kaji tingkat pengetahuan
5. Mekanisme koping
6. Kaji nafsu makan
7. Status berat badan
8. Frekuensi berkemih
9. Fatigue
10. Irirtabel
11. Pemeriksaan Laboratorium
- Glikosuria
Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-macam
-

reagensia seperti benedict, clinitest, dan sebagainya.


Hiperglikemia
Pemeriksaan kadar gula darah puasa. Gula darah puasa meningkat
dapat berkisar antara 8-20 mmol/L (130-800 mg) atau lebih tergantung
beratnya keadaan penyakit. Biasanya diatas 14 mmol/L dan sesudah
makan, gula darah meningkat lebih tinggi dibandingkan anak normal dan

penurunan kadar ke kadar sebelumnya membutuhkan waktu lebih lama.


Ketonuria
Kolestrol
dapat
meningkat
Normalnya di bawah 5,5 mmol/L. Tidak selalu nilainya paralel dengan
gula darah, tetapi kadar kolestrol darah yang tetap tinggi (yaitu diatas 10
mmol/L) menunjukkan prognosis jangka panjangnya buruk karena

komplikasi seperti oterosklerosis lebih sering terjadi.


Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, PaCO2 menurun, pH
merendah. Bila penyakit berat maka bisa terjadi asidosis metabolik dan
perubahan biokimiawi karena dehidrasinya.

4. Pemeriksaan fisik
Menurut Doengoes, dkk (1999), pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan:
poliuri/ banyak kencing (normal : kuramg lebih 1500 ml), polidipsi/ banyak
minum, polifagia/ banyak makan, kelemahan otot, berat badan menurun,
kelaianan kulit : gatal, bisul-bisul, kelainan ginekologis : keputihan, pruritus pada
vagina, luka tidak sembuh-sembuh, peningkatan angka infeksi, impotensi pada
pria.

INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke


daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan: mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil:
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan:
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi.
Rasional: dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa:
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok
dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
4. Kolaborasi dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan
terapi oksigen (HBO).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
2. Kerusakkan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan: Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil:
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- pus pada jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan:
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.

2. Rawat luka dengan baik dan benar: membersihkan luka secara abseptik menggunakan
larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati.
Rasional: merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan
nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian

insulin,

pemeriksaan

kultur

pus

pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.


Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar
gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
3. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan: rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil:
- Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang.
- Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
-

mengurangi nyeri
Pergerakan penderita bertambah luas.
Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 37,5 0C, N: 60
80 x /menit, T : 100 130 mmHg, RR : 18 20 x /menit ).

Rencana tindakan:
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional: untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional: pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi
ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam
melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional: Rangasangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional: Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional: massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional: Obat obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Bare, Brenda G and Suzane C, Smeltzer, 2009. Brunner and Suddarths Textbook of medical
surgery Nursing. USA: Lipincott William & Wilkins
Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi Edisi revisi 3, Jakarta: EGC
Dirjen Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical care untuk penyakit
Diabetes Mellitus. Depkes RI
NANDA Internasional. 2012. Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012 2014.
West Sussex : Wiley blackwell
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku Diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta : EGC
Tim Faal FKUB. Slide kuliah: Endokrinologi Pankreas. 2012. FKUB.

Anda mungkin juga menyukai