Oleh :
SHOFI KHAQUL ILMY
NIM. 105070200131010
A. DEFINISI
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang kebanyakan hereditas dengan tanda
tanda hiperglikemia dan glukosuria , disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
maupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2007).
B. KLASIFIKASI
a. DM tipe 1 (tergantung pada Insulin)
- Adanya kerusakan pada pankreas sehingga tidak mampu memproduksi insulin
- biasanya timbul pada masa kanak kanak dan puncaknya pada masa akil balig.
- Biasanya kurus karena terjadi lipolisis
b. DM tipe II (tidak tergantung pada insulin)
- Terjadi karena adanya resistensi insulin dan diferensiasi insulin
- Reseptor insulin tidak bekerja dengan baik Pankreas meningkatkan sekresi
insulin agar bekerja defisiensi insulin
c. DM malnutrisi
- Fibro calculus pankreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein
sehingga klasifikasi pankreas melalui proses mekanik (fibrosis) atau Toksik
(cyanide) yang menyebabkan sel beta rusak.
-
pankreas.
d. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas, obat, infeksi, antibodi, sindroma
penyakit lain.
e. Gestasional Diabetes (meurut pyke). Sebab dari hormon yang disekresi plasenta (GH
dan estrogen)
- kelas I : GD, Diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah
melahirkan
- kelas II : Pre GD , Diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil
- Kelas III : Pre GD yang disertai penyakit Pembuluh darah seperti retinopati ,
nefropati , Penyakit Pembuluh darah panggul dan pembuluh darah perifer.
terhadap faktor pencetus tidak diketahui . Salah satu mekanisme yang kemungkinan adalah
bahwa terdapat agens lingkungan yang secara antigenik mengubah sel sel pankreas
sehingga menstimulasi pembentukan autoantibodi . Kemungkinan lain bahwa individu
memiliki kesamaan antigen antara sel sel beta pankreas mereka dan mikroorganisme
tertentu atau obat tertentu. Sewaktu berespon terhadap virus atau obat , sistem imun
mungkin gagal mengenali bahwa sel pankreas adalah diri mereka sendiri .
Diabetes Mellitus tipe II (Corwin, 2008)
Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik yang belum teridentifikasi yang dapat
menyebabkan pankreas mengeluarkan insulin yang berbeda atau menyebabkan reseptor
insuklin atau perantara kedua tidak berespons secara adekuat terhadap insulin . Terdapat
kemungkinan lain bahwa kaitan rangkai genetik antara yang dihubungkan dengan
kegemukan ada rangsangan berkepanjangan reseptor reseptor insulin . Hal ini
menyebabkan penurunan jumlah reseptor insulin yang terdapat di sel tubuh . Mungkin Pula
individu menghasilkan autoantibodi insulin yang berkaitan dengan reseptor insulin ,
menghambat akses insulin ke reseptor, tetapi tidak merangsang aktivitas pembawa carrier.
Diabetes mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus gestasional berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar
estrogen dan hormon pertumbuhan . Kedua hormon ini menstimulasi pelepasan insulin yang
berlebihan mengakibatkan penurunan responsivitas seluler.
FAKTOR RESIKO :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Poliuri
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi.
Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air
kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air
kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah
yang banyak (poliuri).
2. Polidipsi
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum
(polidipsi).
3. Polifagi
Banyak makan, akibat gangguan penyimpanan glikogen dan deposit lemak. Sejumlah
besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan.
Untuk mengkompensasikan hal ini, penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa
sehingga banyak makan (polifagi).
4. Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan
selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka
terhadap infeksi.
5. Penurunan berat badan
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita
diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar
penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
6. Ketoasidosis
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang
dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang
lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia
beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah,
lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat
karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita
tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa
berkembang menjadi koma dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai
menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika
mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi,
kecelakaan atau penyakit yang serius.
7. Hiperglikemik
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah
sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres, misalnya
infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut
koma hiperglikemik - hiperosmolar non-ketotik.
8. Sering kesemutan, gejala ini disebut neuropati. Hal ini karena kandungan gula dalam
darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan system saraf. Dapat juga terjadi
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
9. Tanda penting lainnya yang perlu dicermati adalah apabila penderita diabetes mendapat
luka ditubuh cenderung membutuhkan waktu lama dalam penyembuhannya. Selain itu
ada pula tanda berupa Letih dan lesu. Kondisi ini disebabkan karena produksi gula
dalam darah terhambat, sehingga pembuatan energi menjadi ikut terganggu.
Pandangan kabur atau tidak jelas juga bisa jadi merupakan gejala diabetes melitus yang
perlu diwaspadai.
Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada keadaan DM,
kadar glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus ginjal,
sehingga pada akhirnya, ginjal mengalami kebocoran dan dapat berakibat terjadinya
gagal Ginjal. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa adanya penanganan yang benar untuk
mengurangi kandungan glukosa darah yang tinggi, maka akan terjadi berbagai
komplikasi sistemik yang pada akhirnya menyebabkan kematian karena gagal ginjal
kronik.
Interpretasi :
a. 0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa.. Bukan DM
b. +1 = Berwarna Hijau. Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau DM stadium
dini/awal.
energi
dalam
keadaan
DM,
sehingga
tubuh
melakukan
mekanisme
glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan asam asetat
tersebut adalah Trigliseric Acid/TGA, yang merupakan hasil pemecahan dari lemak.
Cara kerja :
a. Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi
b. Masukkan 1 gram reagens Rothera dan kocok hingga larut
c. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1 - 2 mlmasukkan amonium hidroxida
secara perlahan lahan melalui dinding tabung
d. Taruh tabung dalam keadaan tegak
e. Baca hasil dalam setelah 3 menit
f. Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairan menandakan
adanya zat zat keton
F. PENATALAKSANAAN
Non-farmakologi
Dalam mengelola DM untuk jangka pendek tujuannya adalah menghilangkan keluhan/gejala
DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Untuk jangka panjangnya lebih jauh lagi,
yaitu mencegah penyulit, baik makroangipati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan
tujuan akhir menurunkan morbidilitas dan mortalitas DM.
Lima pilar utama pengelolaan DM
1. Perencanaan makanan
2. Latihan jasmani
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
4. Penyuluhan (edukasi)
5. Pemeriksaan glukosa mandiri
1. Perencanaan makan yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah:
Karbohidrat
a.
b.
c.
d.
g. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.
b. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
c. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh
dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
e. Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
Protein
a. Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan
tempe.
c. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1
sendok teh) garam dapur.
b. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi
cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang
baik untuk kesehatan.
b. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
b. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
c. Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
d. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
e. Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
f.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily
Intake / ADI)
2. Latihan Jasmani
Manfaat :
a. menurunkan kadar glukosa darah (mengurangi resistensi insulin ,meningkatkan
b.
c.
d.
e.
sensitivitas insulin)
menurunkan berat badan
mencegah kegemukan
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik , gangguan
lipid darah , peningkatan tekanan darah,hiperkoagulasi darah.
Prinsip : Continuous , Rhytmic , Interval , Progressive , Endurance
( misalnya bulu tangkis , sepak bola , dan olah raga permainan lain )
Jangan teruskan bila ada gejala hipoglikemia
Farmakologi
a. Sulfonil urea
Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak 1957. Berbagai
macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa,
demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya. Beberapa informasi baru
mengenai obat golongan ini ada, terutama mengenai efek farmakologis pada
pemakaian jangka lama dan pemakaiannya secara kombinasi dengan insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel- pankreas untuk melepaskan
insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien
yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresikan insulin.
Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1. Efek ekstra prankreas yaitu
memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi tidak penting karena ternyata obat ini
tidak bermanfaat pada pasien yang insulinopenik.
Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea:
-
Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda dalam hal
masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Semuanya dapat menyebabkan
hipoglikemia
yang
mungkin
dapat
fatal.
Untuk
mengurangi
kemungkinan
hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa kerjanya paling pendek.
Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia
lanjut
b. Kombinasi Sulfonilurea dengan Insulin
Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa
darah sepanjangn hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasnya.
Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak
tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin
kerja sedang malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga
kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah. Selanjutnya kadar glukosa
darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasanya
Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada insulin saja dan
dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Selain itu pasien lebih bisa
menerima cara pengelolaan kombinasi daripada pengelolaan dengan suntikan yang
lebih sering.
c. Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjnya sama dengan sulfonilurea,
dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).
Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati.
d. Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Metformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi
glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan juga disangka menghambat absorbsi glukosa dari
usus pada keadaan sesudah makan.
Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan
penurunan sampai di bawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat
hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan
sulfonilurea, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh sulfonilureanya. Pada
pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%.
Kadar insulin plasma basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat
badan seperti pada pemakaian sulfonilurea.
e. Tiazolidindion
adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan
sensitivitas insulin. dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini bekerja
meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa dihati.
Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat kerjanya pada sasaran
kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk mengatasi berbagai
manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak
menyebabkan kelelahan sel- pankreas.
f.
g.
Insulin
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien
yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi
sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang mungkindiberikan adalah insulin
Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan memakai
insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin kerja
menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat
dimana perlu sesuai dengan respons kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat juga
pasien langsung diberikan insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali
sehari.
Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur
dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan
insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin campuran. Keuntungannya pasien
tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih besar
gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang
berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya,
antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang
keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah
dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.
3. Komplikasi makrovaskular
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease
= PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun
yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2
yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari
penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain
Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau
Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya
pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus
dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar
kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan
darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar
mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi
seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain
sebagainya.
4. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan
terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong
timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan
neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga
dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki
kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya. Namun
demikian prediktor terkuat untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama
(durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara yang signifikan untuk
mencegah atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah
dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan
menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai
dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya
komplikasi mikrovaskular sampai 60%
LUKA GANGREN
A. Definisi
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi (Askandar, 2001).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai.
(Askandar, 2001).
B. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
- Derajat 0
: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
-
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Derajat V
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan:
1.
Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI:
1.
2.
3.
4.
C. Etiologi
Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi
endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolic
b. Angiopati diabetic
c. Neuropati diabetic
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Penderita yang beresiko tinggi mengalami gangren diabetik adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat
asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.
E. Manifestasi Klinis
-
Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki dimulai
dari cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau di
daerah kulit kering, atau pembentukan sebuah kalus. Jaringan yang terkena mulamula menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian, jaringan yang
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menurut Doengoes et al. (1999), fokus pengkajian pada klien dengan DM meliputi dua
hal sebagai berikut:
1. Pengkajian data dasar yang meliputi:
a. Aktivitas / istirahat
Aktivitas/ isitirahat adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup yang
diinginkan atau diperlukan (bekerja atau bersenang-senang) dan untuk
mendapatkan istirahat / tidur yang adekuat. Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Takikardia dan takipneu padan keadaan istirahat atau dengan
-
aktivitas.
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau berjalan.
b. Sirkulasi
Sirkulasi adalah kemampuan untuk mengirimkan oksigen dan nutrien yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sel. Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi, nadi
yang menurun / tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan
-
abdomen, diare.
e. Makanan atau cairan
Makanan atau cairan adalah kemampuan untuk mempertahankan masukan
dan penggunaan nutrien dan cairan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.
Tanda dan gejalanya antara lain:
- Tanda: Kulit kering atau bersisik, turgor jelek, kekakuan atau distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau halitosis atau manis, bau buah
f.
(napas aseton).
Gejala: Hilang nafsu makan, mual atau muntah, penurunan berat badan
untuk
mengontrol
pernapasan meningkat.
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum
j.
kekuatan, parestesia.
Gejala: Kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Seksualitas
Seksualitas
adalah
(komponen
integritas
ego
dan
interaksi
sosial)
B. RIWAYAT PENYAKIT :
1. Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit yang berbahaya.
2. Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes
melitus.
3. Riwayat Kesehatan
Terutama yang berhubungan dengan penurunan berat badan, frekuensi minum
dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran,
perubahan perilaku dan manifestasi dari diabetes melitus tergantung insulin,
sebagai berikut:
- Polifagi
- Polidipsi
- Poliuri
Hal-hal lain yang perlu dikaji:
1. Kaji hiperglikemia dan hipoglikemia
2. Satus hidrasi
4. Pemeriksaan fisik
Menurut Doengoes, dkk (1999), pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan:
poliuri/ banyak kencing (normal : kuramg lebih 1500 ml), polidipsi/ banyak
minum, polifagia/ banyak makan, kelemahan otot, berat badan menurun,
kelaianan kulit : gatal, bisul-bisul, kelainan ginekologis : keputihan, pruritus pada
vagina, luka tidak sembuh-sembuh, peningkatan angka infeksi, impotensi pada
pria.
INTERVENSI KEPERAWATAN
2. Rawat luka dengan baik dan benar: membersihkan luka secara abseptik menggunakan
larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati.
Rasional: merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan
nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
insulin,
pemeriksaan
kultur
pus
mengurangi nyeri
Pergerakan penderita bertambah luas.
Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 37,5 0C, N: 60
80 x /menit, T : 100 130 mmHg, RR : 18 20 x /menit ).
Rencana tindakan:
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional: untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional: pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi
ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam
melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional: Rangasangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional: Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional: massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional: Obat obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Bare, Brenda G and Suzane C, Smeltzer, 2009. Brunner and Suddarths Textbook of medical
surgery Nursing. USA: Lipincott William & Wilkins
Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi Edisi revisi 3, Jakarta: EGC
Dirjen Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical care untuk penyakit
Diabetes Mellitus. Depkes RI
NANDA Internasional. 2012. Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012 2014.
West Sussex : Wiley blackwell
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku Diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta : EGC
Tim Faal FKUB. Slide kuliah: Endokrinologi Pankreas. 2012. FKUB.