BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Meningitis tergolong
penyakit
serius
dan
bisa
mengakibatkan
terlanjur koma ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan
hidup. Infeksi pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang
dewasa karena tubuh anak belum bisa memproduksi antibodi yang dapat
melawan bakteri tersebut.
Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh
biasanya menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada
kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental.
Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin
parah setelah beberapa bulan.
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk
mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya
pada mata kuliah keperawatan Neurobehavior II tentang asuhan
keperawatan klien dengan infeksi dan inflamasi system saraf pusat.
2. TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan klien dengan infeksi dan
inflamasi system saraf pusat: Meningitis, mengetahui penyebab, tanda
dan gejala, komplikasi yang mungkin terjadi, serta penatalaksanaan dari
klien yang mengalami meningitis.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari meningitis.
2. Bagaimana penyebab terjadinya meningitis.
BAB II
ISI
KONSEP DASAR PENYAKIT
I.
DESKRIPSI
Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis.
Selaput otak terdiri atas tiga lapisan dari luar kedalam yaitu duramater,
arakhnoid, dan piamater. Duramater terdiri dari lapisan yang berfungsi
kecuali di dalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada
tulang dan terdapat sinus venosus.
ETIOLOGI
Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi:
1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneumokokus, dan hasil influenza.
2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.
3. Organisme jamur.
III. KLASIFIKASI
Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan factor penyebabnya:
1. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau
menyebabkan iritasi meningen yang di sebabkan oleh abses otak,
ensefalitis, limfoma, leukemia, ataui darh di ruang subarachnoid.
2. Sepsis
antara
cairan
otak
dengan
lingkungan
(dunia
luar),
Adanya
mikroorganisme
yang
patologis
merupakan
bagian
atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah
saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid
menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi
radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar
otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada
darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan TIK.
V. MANIFESTASI KLINIS
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan:
- Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
- Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
- Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang
berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata.
VI. KOMPLIKASI
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
konsentrasi
yang
cukup
untuk
menghentikan
perkembangbiakan
generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar
pemberian antimikroba lebih efektif digunakan. Obat anti-infeksi (meningitis
tuberkulosa):
Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama
1 setengah tahun.
Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3
bulan.
Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
Sefalosporin generasi ketiga
Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
Pengobatan simtomatis:
Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7
mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian
tambahan volume cairan intravena.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan meningitis meliputi: anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial
(pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi).
a. Anamnesis, meliputi:
- Identitas klien, antara lain: nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan,
agama, pendidikan, dsb.
- Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
- Riwayat Penyakit Saat Ini
Factor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahhui
jenis kuman penyebab. Disisi harus ditanya dengan jelas tentang gejala
yang timbul sepertyi kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah
buruk. Pada pengkajiian klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan
yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awaal tersebut biasanya sakit kepala dan demam.
Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan
sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi
obat
antituberkulosis
yang
sangat
berguna
untuk
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
- Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Sebagian besar pangkajian ini
dapat diselesaikan melalui interasi menyeluruh dengan klien dalam
pelaksanaan pengkajian lain dengan member pernyataan dan tetap
melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan
ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengauhnya dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (ganngguan citra tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar bias
digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk
mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan
perubahan perilaku akibat stress.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan mmemerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga
memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Persfektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan
denyut
nadi
terjadi
berhubungan
dengan
tanda-tanda
ronkhi
pada
kien
dengan
meningitis
tuberkulosa
dengan
membuat
peringkat
perubahan
dalam
kewasspadaan
dan
kesadaran.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien
sudah mengalimi koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kasadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pembarian
asuhan keparawatan.
b. Fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspesi wajah dan aktifitas motorik yang
pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
Saraf III,IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya yanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reksi pupil akan didapatkan.
Dengan alas an yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usuha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(rigiditas nukal).
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
e. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, lagamentum
atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis
akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma.
Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.
f. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada
anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi.
Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang
terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
g. System sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi
raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan
tubuh. Sensasi proprioseptif dan diskriminatif normal.
Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan
peningkatan TIK. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat
purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda
vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernapasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran
Adanya ruang merupakan salah satu cirri yang menyolok pada
meningitis meningokokal (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari
semua kloien dengan tipe meningitis, mengalami lesi-lesi pada kulit
diantaranya ruam ptekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah
yang luas.
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali
yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah
rigiditas nukal, tanda kering (positif) dan adanya tanda brudzinski. Kaku
kuduk adalah tanda awal adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran
karena
adanya
spasme
otot
leher.
Fleksi
paksaan
dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat
diekstgensikan sempurna.
Tanda brutzinski: tanda ini didapatkan bila leher klien difleksikan, maka
dihasilnya fleksi lutut dan pinggul; bila didapatkan fleksi pasif, maka
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat
pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
B4 (BLADDER)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan volume
haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
B5 (BOWEL)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
B6 (BONE)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan
pergelangan kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada
penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah.
Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik
secara umum sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari (ADL).
PENGKAJIAN PADA ANAK
Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini
disebabkan pengkajian anamnesis lebih banyak dengan orang tua dan
rutin
pada
klien
meningitis
meliputi
DIC.
mengidentifikasi
Serum
elektrolit
adanya
dan
serum
ketidakseimbangan
glukosa
dinilai
elektrolit
untuk
terutama
hiponatremia.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis
cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan
peningkatan TIK. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah
10. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang,
fiksasi kurang optimal.
11. Gangguan aktifitas sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik
umum.
12. Risiko tinggi koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan
dengan prognosis penyakit, perubahan psiko-sosial, perubahan perspsi
kognitif, perubahan actual dalam strukltur dan fungsi, ketidakberdayaan,
dan merasa tidak ada harapan.
13. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan
kesehatan.
C. INTERVENSI
Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi
perfusi jaringa otak meningkat.
Criteria hasil: Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar,
disorientasi negative, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan
oksigenassi baik, TTV dalam batas normal, dan syok dapat
dihindari.
Intervensi
Anjurkan klien berbaring
Rasional
Mencegah nyeri kepala yang
lumbal pungsi.
intracranial.
Monitor tanda-tanda
peningkatan tekanan
intracranial selama
perjalanan penyakit (nadi
lambat, TD meningkat,
kesadaran menurun, nafas
ireguler, refleks pupil
Perubahan-perubahan ini
menurun, kelemahan).
Mengurangi tekanan
intracranial.
intracranial.
gerakan-gerakan klien.
Anjurkan klien untuk
menghembuskan nafas
dalam bila miring dan
bergerak ditempat tidur.
tidak perlu.
Untuk merujuk ke rehabilitasi.
Beri penjelasan kepada klien
tentang keadaa n lingkungan.
Evaluasi selama masa
penyembuhan terhadap
Menurunkan tekanan
intracranial.
Intervensi
Kaji factor penyebab dari
Rasional
Panas merupakan reflex dari
situasi/keadaan
hipotalamus. Peningkatan
individu/penyebab
koma/penurunan perfusi
peningkatan TIK.
kepala.
meningkat.
lamanya prosedur.
prednisone
Mengurangi nyeri
secret,
penurunan
kemampuan
batuk,
dan
komplikasi potensial.
penggunaan otot-otot
kekentalan sputum.
semifowler.
vibrilasi dada.
2500 ml/hari.
Pengisapan mungkin
diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan
jalan nafas m,enjadi bersih.
tenang.
Dapat menyebabkan
kepala.
vasokonstriksi pembuluh
darah otak.
Lakukan penatalaksanaan
nyeri dengan metode distraksi
dan relaksasi nafas dalam.
Lakukan latihan gerak aktif
Membantu menurunkan
(memutuskan ) stimulassi rasa
nyeri.
Kolaborasi pemberian
analgesic.
Rasional
Gambaran iritabilitas system
lainnya.
komplikasi.
terjadi.
mengurangi kejang.
diazepam, fenobarbital.
Risiko
gangguan
nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan
yang
Menghindari resiko
infeksi/iritasi.
pada klien.
secret.
Fungsi GI bergantung pada
kerusakan otak. Bising usus
Auskultasi bising usus, amati
menentukan respons
bising usus.
atau aspirasi.
meninggikan kepala.
Letakkan posisi kepala lebih
tinggi pada waktu, selama dan
sesudah makan.
Stimulasi bibir untuk menutup
dan membuka mulut secara
manual dengan menekan
ringan di atas bibir/ di bawah
terganggu.
menelan air.
menurunkan terjadinya
aspirasi.
Dapat meningkatkan
latihan /kegiatan.
makan.
dengan
prognosis
penyakit,
perubahan
dengan derajat
ketidakmampuan.
pemilihan intervensi.
Membantu klien untuk
mengekspresikan perasaan,
menyesuaikan dengan
perasaan tersebut.
kemarahan.
Bantu dan anjurkan perawatan
Membantu meningkatkan
kebiasaan.
Menghidupkan kembali
melakukan sebanyak-
membantu perkembangan
dirinya.
proses rehabilitasi.
Klien dapat beradaptasi
ppeningkatan minat/partisipasi
Meningkatkan kemandirian
kateter.
Dapat mengindikasikan
peningkatan kesulitan
menarik diri.
Dapat memfasilitasi
tanda
verbal
dampak
kecemasan,
dan
dampingi dapat
menunjukkan
rasa
Konfrontasi
meningkatkan
dapat
rasa
marah,
memperlambat
penyembuhan
Mulai
melakukan
tindakkan Mengurangi
rangsangan
rutin
dan
aktivitas kecemasan
yang diharapkan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Meningitis adalah radang pada meningen/membrane (selaput) yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis.
Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi: Bakteri, Virus, Organisme
jamur.
Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan factor penyebabnya: Asepsis,
Sepsis, Tuberkulosa
Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Arsip Blog
2012 (4)
o April (4)
TENTAMEN SUCIEDE
Mengenai Saya
Dwy Hardiyanti
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Gambar template oleh sbayram. Diberdayakan oleh Blogger.