PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk unik, yang memiliki perilaku dan kepribadian
yang berbeda-beda dalam kehidupannya, Perilaku dan kepribadian didasarkan dari
berbagai macam faktor penyebab, salah satunya faktor lingkungan, yang berusaha
beradaptasi untuk bertahan dalam kehidupannya.
Begitu pula fisik manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar dalam
beradaptasi menjaga kestabilan dan keseimbangan tubuh dengan cara selalui
berespon bila terjadi tubuh terkena hal yang negatif dengan berusaha
menyeimbangkannya kembali sehingga dapat bertahan atas serangan negatif,
misal mata kena debu maka akan berusaha dengan mengeluarkan air mata.
Keseimbangan juga terjadi dalam budaya daerah dimana manusia itu
tinggal, seperti kita ketahui bahwa di Indonesia sangat beragam budaya dengan
berbagai macam corak dan gaya, mulai dari logat bahasa yang digunakan, cara
berpakaian, tradisi prilaku keyakinan dalam beragama, maupun merespon atas
kejadian dalam kehidupan sehari-harinya seperti halnya dalam menangani rasa
nyeri akibat terjadi perlukaan dalam tubuh dengan direspon oleh manusia dengan
berbagai macam adaptasi, mulai dari suara meraung-raung, adajuga cukup dengan
keluar air mata dan kadang dengan gelisah yang sangat.
Atas dasar tersebut maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui
atas berbagai perilaku dan budaya yang ada di Indonesia sehingga dalam
penanganan terhadap nyeri yang dirasakan oleh setiap orang dapat melakukan
pengkajian dan tindakan pemberian terapi secara obyektif, maka untuk itu RSUD
Kota Depok menyusun panduan dalam penanganan nyeri.
B. TUJUAN
Panduan Manajemen Nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi
dalam asesmen dan manajemen nyeri di RSUD Kota Depok sehingga kualitas
pelayanan kesehatan khususnya penanganan nyeri di RSUD Kota Depok semakin
baik.
C. DEFINISI
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik
BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang Lingkup pelayanan nyeri meliputi pelayanan bagi pasien-pasien di
Unit Gawat Darurat, Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, dan Unit Kamar Operasi
RSUD Kota Depok.
BAB II
TATALAKSANA
A. ASESMEN NYERI
1. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Onset nyeri akut atau kronik, traumatik atau non- traumatik.
2) Karakter dan derajat keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa
terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.
3) Pola penjaaran / penyebaran nyeri
4) Durasi dan lokasi nyeri
5) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan,
mual/muntah, atau gangguan keseimbangan / kontrol motorik
6) Faktor yang memperhambat dan memperingan
7) Kronisitas
8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon
terapi
9) Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka
10)Penggunaan alat bantu
11) Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup
dasar (activity of daily living)
12)Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti
adanya faktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang
berhubungan dengan sindrom kauda ekuina.
b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu
c. Riwayat psiko- sosial
a) Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
b) Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien
c) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yanga berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri
d) Pembatasan / restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang
berpotensi menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan
kooperasi pasien dengan program penanganan/ manajemen nyeri ke
depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan
psikoterapi / psikofarmaka
e) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi
pasien/keluarga.
d. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti
mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar merupakan
pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung.
e. Obat-obat dan alergi
1)
studi
menunjuakan
bahwa
14%
populasi
di
Indonesia
2)
3)
efek samping.
Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan
gastrointestial,
dengan baik)
4 6 = nyeri sedang (secara obyektif pasien menyeringai, dapat
menunjukan lokasi nyeri, atau mendeskripsikan, dapat mengikuti
2 nyeri ringan
3 nyeri sedang
4 nyeri berat
5 nyeri sangat berat
Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain Rating Scale
Ketenangan
Distress
pernapasan
Skor
Tidur pulas / nyenyak
Tidur kurang nyenyak
Gelisah
Sadar sepenuhnya dan waspada
Hiper alert
Tenang
Agak cemas
Cemas
Sangat cemas
Panik
tidak ada respirasi spontan dan tidak
ada batuk
2- respirasi spontan dengan sedikit /
tidak ada respon terhadap ventilasi
Tanggal
Waktu
12345123451-
Menangis
Pergerakan
Tonus otot
Tegangan
wajah
Tekanan
darah basal
Denyut
jantung basal
RSUD Kota Depok
Definisi
Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
Mampu melawan tahanan ringan
Mampu bergerak melawan gravitasi
Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan
Tidak terapat kontraksi otot
e. Pemerikasaan sensorik
Lakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum, pin prick),
gerakan, dan suhu.
f. Pemeriksaan neurologis lainnya
1) Evaluasi nervus kranial I XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah
atau servikal dan sakit kepala
2) Pemeriksaan refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk
mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot
3) Nilai adanya refleks Babinskin dan Hoflimen (hasil positif menunjukan lesi
upper motor neuron).
4) Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan
melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-ketibia), tes disdiadokokinesia, tes keseimbangan (Romberg dan Romberg
modifikasi).
Tabel 3.3 Pemeriksaan Refleks
Refleks
RSUD Kota Depok
Segmen spinal
9
Biseps
Brakioradialis
Triseps
Tendon patella
Hamstring medial
Achilles
C5
C6
C7
I4
I5
S1
g. Pemeriksaan khusus
1) Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi
tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan
5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi.
2) Kelima tanda ini adalah :
Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik
Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)
Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes pemeriksaan nyeri.
Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindahan-pindah) saat
gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang (distraksi)
4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)
a. Membantu mencari penyebab nyeri akut/ kronik pasien
b. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang terkena
c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan berhubungan dengan
rehabilitasi, injeksi, pembedahan atau obat.
d. Membantu menegakkan diagnosis
e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respon
terhadap terapi.
f. Indikasi kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli- neuropati, radikulopati.
5. Pemeriksaan sensorik kuantitatif
a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri); getaran
b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri); tusukan jarum, tekanan
c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas)
d. Pemeriksaan sensasi persepsi
6. Pemeriksaan radiologi
a. Indikasi
1) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
2) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang,
penyakit inflamatorik dan penyakit vascular.
3) Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau
ereksi.
4) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
5) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan karakteristik
nyeri.
1) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan vertebra, spondilosis-spondilasis, neoplasma )
2) MRI gold standart
RSUD Kota Depok
10
3) CT-scan
4) Radionuklida dalam mendeteksi perubahan metabolisme tulang
7. Asesmen psikologi
a. Nilai mood pasien, adakah ketakutan, despresi
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
c. Nilai adanya dukungan sisoal, interaksi sosial.
B. FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK
1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5%
a. Berisi lidokain 5% (700 mg)
b. Mekanisme kerja memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronal.
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa adanya
efek anestesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada efek samping
sistemik
d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misal : herpetik, neuropati,
diabetik, neuralgia pasca- pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri
miofasial.
e. Efek samping iritasi kulit ringan pada tempat menempelkan lidokain
f. Dosis dan cara penggunaan: dapat menekan hingga 3 patches di lokasi
yang paling nyeri (kulit harus bersih tidak boleh ada luka terbuka dan
dipakai selama < 12 jam dalam periode 24 jam.
2. Eutectic Mixture of Local Anesthesia
a. Mengandung lidokain 2,5% dan prokain HCl 2,5%
b. Indikasi : anestesi mukosa topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak
pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor dan sebagai
pre-medikasi untuk anestesi umum
c. Mekanisme kerja: efek anastesi (baal) dengan memblok total kanal natrium
saraf sensorik
d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek anestesi
lokal pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi kassa oklusif dan
menetap selama 1-2 jam setelah kassa dilepas
e. Kontraindikasi: methemoglobinemia idiopatik atau kongenital.
f. Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal pada kulit
dan tutuplah dengan kassa oklusif.
3. Parasetamol
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang
dan
antipiretik.
Dapat
11
kepala
kronik.
12
a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ ringan. Bersifat sinergistik dengan medikasi
OAINS.
b. Indikasi: efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri) kanker,
osteoarthritis, nyeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca- herpetik, nyeri pasca- operasi.
c. Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal dan per oral
e. Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal: 400mg
dalam 24 jam.
f. Titrasi terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi terutama
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk
terdadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh.
Tabel 3.4 Jadwal Titrasi Tramadol
Protokol
Titrasi
Titrasi
10 hari
Dosis
Jadwal Titrasi
Inisial
4 x 50
2 x 50mg selama 3 hari
Naikkan menjadi 3 x 50mg
mg
selama 3
hari
selama 3 hari
Lanjutkan dengan 4 x 50mg
Dapat dinaikan sampai
Direkomendasikan
untuk
Lanjut usia
Risiko jatuh
Sensivitas
medikasi
diinginkan
4 x 25mg 2 x 25mg selama 3 hari
selama 3 Naikkan menjadi 3 x 25mg
hari
selama 3 hari
Naikkan menjadi 4 x 25mg
Lanjut usia
Risiko jatuh
Sensivitas
medikasi
selama 3 hari
Naikkan menjadi 2 x 50mg dan
2 x 25mg selama 3 hari
Naikkan menjadi 4 x 50mg
Dapat dinaikkan sampia
tercapai efek analgesik yang
diinginkan
10. Opioid
a. Merupakan analgesik pasien (tergantung dosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufetnanil, meperidin.
RSUD Kota Depok
13
antiasmatik tertentu)
Adanya kondisi tertentu : gangguan elektrolit, hipovolemia,
uremia, gangguan respirasi dan peningkatan tekanan
intrakmustial.
Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten
2) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan
menggunakan skor sedasi, yaitu:
0
= sadar penuh
1
= sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah
dibangunkan
2
= sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk,
mudah dibangunkan
3
= sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
S
= tidur normal
3) Sistem Saraf pusat:
Euforia, halusinasi, miosis, kekakuan otot
Pemakaian MAOI: pemberian petidin dapat menimbulkan
koma
4) Toksisitas metabolit
Petidin (norpetidin) menimbulkan tremo, twitching, mioklonus,
multifokal, kejang
Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk
14
15
16
17
inap biasa
Efek samping dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit
sehingga semua pasien harus diobservasi ketat selama fase ini
Manajemen efek samping:
Opioid
- Mual dan muntah : antiemetik
- Konstipasi: berikan stimulant buang air besar, hindari laksatif
yang mengandung serat karena dapat menyebabkan produksi
-
gas-kembung-kram perut.
gatal : ertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat
panjang.
OAINS:
- Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton pump inhibitor)
- Pendarahan akibat disfungsi platelet: pertimbangkan untuk
mengganti OAINS yang tidak memiliki efek terhadap agregasi
platelet.
b. Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di
tempat nyeri.
c. Non-farmakologi:
1) Olah raga
2) Imobilisasi
3) Pijat
4) Relaksasi
5) Stimulasi saraf transkutan elektrik
5. Follow-up (asesmen ulang)
a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur.
b. Panduan umum:
1) Pemberian parenteral: 30 menit
2) Pemberian oral: 60 menit
3) Intervensi non- farmakologi: 30-60 menit.
6. Pencegahan
a. Edukasi pasien:
RSUD Kota Depok
18
19
20
herpetik.
Karkteristik: nyeri parsisten, rasa terbakar, terfapat penjalaran nyeri
pada
ekstremitas bawah.
Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/ lebih jenis otot, berakibat
cemas,
riwayat
penyalahgunaan
obat-obatan,
riwayat
21
untuk
meningkatkan fungsi
3) Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif
dengan
restorasi
untuk
membantu
mengurangi
nyeri
dan
meningkatkan fungsi.
4) Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang
rumit dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup manajemen stres,
latihan fisik, terapi relaksasi, dan sebagainya
5) Beritahu kepada pasien bahwa fokus dokter adalah manajemen nyeri
6) Ajaklah untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri
7) Jadwalkan kontrol pasien secara rutin, jangan biarkan penjadwalan
untuk kontrol dipengaruhi oleh peningkatan level nyeri pasien
8) Bekerja sama dengan keluarga untuk memberikan dukungan kepada
pasien
9) Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap
10)Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri
11) Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien)
Manajemen level I:
Menggunakan pendekatan standar dalam penatalaksanaan nyeri kronik
termasuk
farmakologi,
intervensi,
non-farmakologi,
dan
terapi
22
Prosedur
ablasi:
radiofrekuensi
Terapi lainnya:
kormiotomi,
hypnosis,
terapi
ablasi
saraf
relaksasi
dengan
(mengurangi
kardiovaskular,
fleksibilitas, keseimbangan
- Mekanik
- Pijat, terapi akuatik
Manajemen perilaku:
- Stress / depresi
- Teknik relaksasi
- Perilaku kognitif
- Ketergantungan obat
- Manajemen amarah
Terapi obat:
- Analgesik dan sedasi
- Antidepressant
- Opioid jarang dibutuhkan
3) Nyeri inflamasi
23
Intracability
(keterlibatan)
Risiko (R)
Psikologi
Kesehatan
Rehabilitas
Penjelasan
1= kondisi kronik ringan dengan temuan obyektif minimal
atau tidak adanya diagnosis medis yang pasti. Misalnya
migraine, nyeri punggung tidak spesifik.
2= kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau
kondisi nyeri sedang menetap dengan temuan objektif
medium. Misalnya nyeri punggung dengan perubahan
degeneratif medium, nyeri neurotopik.
3= kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif
nyata. Misalnya: penyakit iskemik vascular berat,
neuropatik lanjut, .... spinal berat.
1= pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara
minimal dalam manajemen nyeri.
2= beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak
sepenuhnya terlibat dalam manajemen nyeri, atau terdapat
hambatan (finansial, transportasi, penyakit medis)
3= pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri
tetapi respon terapi tidak adekuat.
R= jumlah skor P+K+R+D
1= disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa
yang mempengaruhi terapi. Misalnya gangguan
kepribadian, gangguan efek berat.
2= gangguan jiwa / kepribadian medium / sedang. Misalnya
depresi, gangguan, cemas.
3= komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau
gangguan yang signifikan.
1= penggunaan obat akhir-akhir ini. alkohol berlebihan,
penyalahgunaan obat.
2= medikasi untuk mengatasi stess, atau riwayat remisi
psikofarmaka
3= tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan.
1= banyak masalah: penyalahgunaan obat, bolos kerja /
jadwal control.
2= terkadang mengalami kesulitan dalam komplians, tetapi
secara keseluruhan dapat diandalkan
3= sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal control dan
terapi)
24
Dukungan
sosial
Efikasi
Skor total
Keterangan:
Skor 7 + 13 : tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14 + 21 : sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
b. LEVEL II
Manajemen level 2
1) Meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan
rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau
infus intratekal)
2) Indikasi pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen
level 1.
3) Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan
dengan manajemen level 1.
25
26
27
nyeri neuropatik.
Kategori:
- Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis adremergic
-
28
pada anak. Indikasi: pasien nyeri dimana pemberian per oral dan opioid
parenteral intermitten tidak memberikan hasil yang memuaskan, adanya
muntah hebat (tidak dapat memberika obat per oral)
e. Analgesik dan anetesi regional: epidural atau spinal
1) Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut yang sulit
diatasi dengan terapi konservatif.
2) Harus dipantau dengan baik
3) Beriakn edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera obatobatan dan peralatan resusitasi, dan pencatatan yang akurat mengenai
tanda vital / skor nyeri.
f. Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab multipel, dapat
melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik
1) Lakukan anamnesis dan fisik menyeluruh
2) Pemeriksaan penunjang yang sesuai
3) Evaluasi faktor yang mempengaruhi
4) Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif, fisik dan
perilaku).
5) Lakukan pendekatan multidisiplin
g. Panduan penggunaan opioid pada anak:
1) Pilih rute yang paling sesuia. Untuk pemberian jangka panjang, pilih
jalur oral.
2) Pada penggunaan infus kontinu IV, sediakan obat opioid kerja
singkat dengan dosis 50%-200% dari dosis infus per jam kontinu
prn.
3) Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam,
naikkan dosis infus IV per-jam kontinu sejumlah total dosis opioid prn
yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif lainnya adalah
dengan menaikkan kecepatan infus sebesar 50%
4) Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya
5) Jika efek analgeseik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas
tingkatkan dosis sebesar 50%
6) Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien yang
menerima opioid > 1 minggu, harus dilakukan tapering-off (untuk
menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50% selama 2 hari
lalu kurangi sebesar 25 % setiap 2 hari. Jika dosis ekuivalen dengan
dosis morfin oral (0,6 mg/ kgBB/hari ), opioid dapat dihentikan.
7) Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat
terakumulasi dan menimbulkan mioklonus dan hiperrekfleks
Tabel 3.6 Obat Non-Opioid yang sering digunakan pada Pediatrik
Obat
RSUD Kota Depok
Dosis
keterangan
29
Parasetamol
10-15mg/kgBB oral,
Ibuprofen
Naproksen
diklofenak
10-20mg/kgBB/hari
hipertensi.
Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien
2 dosis
1mg/kgBB oral,
bertujuan
untuk
mengurangi
perilaku
yang
dapat
Kognitif
Informasi
Pilihan dan kontrol
Distraksi dan atensi
Hypnosis
Psikoterapi
Perilaku
Latihan
Terapi relaksasi
Umapan balik positif
Modifikasi gaya
hidup / perilaku
Fisik
Pijat
Fisioterafi
Stimulasi ternal
Stimulasi sensorik
Akupuntur
TENS
30
31
3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker,
neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik,
degeneratif.
4. Lokasi yang sering mengalami nyeri, sendi utama / penyangga tubuh,
punggung, tungkai bawah dan kaki.
5. Alasan seringgnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah:
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada geriatri.
b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid
6. Asesmen nyeri pada geriartri yang valid, reliable dan dapat diaplikasikan
menggunakan Function Pain Scaleseperti dibawah ini:
Tabel 3.8 Function Pain Scale
Skala Nyeri
0
1
2
3
Keterangan
Tidak nyeri
Dapat ditoleransi (aktivitas tidak terpengaruh )
Dapat ditoleransi (beberapa aktivitas sedikit terganggu)
Tidak dapat ditoleransi (tetapi dapat menggunakan telepon
32
perdarahan
gastrointestinal
meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 6,5 tahun
10. Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh termasuk absorbsi,
distribusi,
33
34
BAB IV
DOKUMENTASI
1. SPO Manajemen Nyeri
2. SPO Manajemen Nyeri dengan Kondisi Khusus
3. Formulir Rencana Perawatan Pasien Nyeri Kronik
35
REFERENSI
1. Joint Commision on accreditation of Healthcare Organization. Pain: current
understansing of asessment, management, and treatments. Nations
Pharmaceutical Council, Inc: 2001.
2. Wallace Ms, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts. Mcgrawhill; 2005.
3. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain
intensity instruments: numeric rating scale; 2003.
4. Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St. Louis:
C.V. mosby Company: 1986.
5. Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assesing distress in pediatric
intensive care environments: the COMFORT scale. J Paed Psych. 1992;17:95109.
6. Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh
dari:www.hospitalsoup.com
7. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008.
8. Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy Forum.
Adult pain management guidelines. NHS; 2006.
9. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI).health care guideline:
assessment and management of choronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011.
10. Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be asked.
Edisi ke-3. Philadelphia: mosby Elsevier;2009.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas kemudahan yang
diberikan olehNya kami dapat menyelesaikan panduan ini.
Panduan Manajemen Nyeri RSUD Kota Depok adalah suatu acuan dalam
asesmen dan manajemen nyeri pasien-pasien di RSUD Kota Depok. Panduan
36
dalam penanganan nyeri yang terdiri dari pengertian, serta asuhan dan terapi yang
harus diberikan.
Semoga Panduan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya
oleh seluruh unit terkait di RSUD Kota Depok.
Tim Penyusun
37
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................................... 1
C. Definisi ................................................................................................................. 2
BAB II RUANG LINGKUP ............................................................................................... 3
BAB III TATA LAKSANA .................................................................................................. 4
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Asesmen Nyeri...................................................................................................... 4
Farmakologi Obat Analgesik ................................................................................ 12
Manajemen Nyeri Akut ......................................................................................... 18
Manajemen Nyeri Kronik ..................................................................................... 23
Manajemen Nyeri pada Pediatrik ........................................................................ 31
Manajemen Nyeri pada Kelompok Usia Lanjut ................................................... 36
ii
38
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 COMFORT Scale ............................................................................................ 7
Tabel 3.2 Derajat Kekuatan Motorik ............................................................................... 10
Tabel 3.3 Pemeriksaan Refleks ...................................................................................... 11
Tabel 3.4 Jadwal Titrasi Tramadol .................................................................................. 15
Tabel 3.5 Skor DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy) ........................................ 28
Tabel 3.6 Obat Non-Opioid yang sering digunakan pada Pediatrik ............................... 34
Tabel 3.7 Terapi Non-Obat .............................................................................................. 35
Tabel 3.8 Function Pain Scale ........................................................................................ 37
39
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain Rating Scale ....................................................... 6
Gambar 3.2 WHO Analgesic Ladder .............................................................................. 19
Gambar 3.3 Algoritma Pemberian Opioid Intermitten .................................................... 20
Gambar 3.4 Algoritma Asesmen Nyeri Akut ................................................................... 22
Gambar 3.5 Algoritma Manajemen Nyeri Akut ............................................................... 23
Gambar 3.6 Algoritma Asesmen Nyeri Kronik ................................................................ 30
Gambar 3.7 Algoritma Manajemen Nyeri Kronik ........................................................... 31
Gambar 3.8 Algoritma Manajemen Nyeri Pada Pediatrik .............................................. 36
40
iv