Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakakang


Sindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan oleh efek
metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat dalam darah. Penyakit
ini pertama kali digambarkan oleh Harvey Cushing pada tahun 1910 pada seorang wanita
dengan obesitas sentral, striae abdomen, hirsutism, amenorrhea, hipertensi, kelemahan
otot proximal, penipisan rambut dan purpura. Sindrom cushing terjadi akibat kelebihan
glukokortikosteroid. Sangat sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik.1
Sindrom cushing dapat terjadi akibat dari ACTH-dependent (80% kasus) atau
ACTH-independent (20% kasus). Akhir-akhir ini umumnya terjadi akibat dari benigna
(60%) atau malignansi (40%) tumor adrenal.
Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae, osteoporosis,
hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di area leher, dan lain
sebagainya. Gejala klinis yang ditemukan sangat mudah berpengaruh terhadap
perkembangan penyakit selanjutnya atau risiko komplikasinya.
Prevalensi sindroma cushing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan pada
perempuan 1: 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom cushing desebabkan
oleh hipertensi berat sebesar 67%, diabetes gestasional sebesar 30%. Kematian ibu telah
dilaporkan sebanyak 3 kasus dari 65 kehamilan dengan sindrom cushing. (Hernaningsih
dan Soehita, 2005)
Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian khususnya ibu pasca
melahirkan dengan sindrom cushing yang semakin bertambah kami mencoba untuk
menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom cushing. Kami akan menyusun asuhan
keperawatan penyakit sindrom cushing secara umum yang baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Adrenal

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Adrenal


Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga disebut
sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya yang ada di atas ginjal. Selain itu kelenjar
adrenal juga disebut kelenjar anak ginjal karena lokasinya yang menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal tersusun dari dua lapis yaitu korteks dan medulla. Korteks
adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat
menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensintesis tiga kelas hormon steroid yaitu
mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen. (Hotma, 1999)
Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan :
1. Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya
mineralokorticoid (aldosteron), yang terutama diatur oleh angiotensin II,
kalium, dan ACTH. Juga dipengaruhi oleh dopamine, atrial natriuretic
peptide (ANP) dan neuropeptide.
2. Zona fasciculata pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis
glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh
beberapa sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptida
3. Lapisan terdalam zona reticularis tempat sekresi androgen adrenal
(terutama

dehydroepiandrostenadion

[DHEA],

DHEA

sulfat

dan

androstendion) juga glukokortikoid (kortisol dan corticosteron).


2.2 Hormon Glukokortikoid (Kortisol)
Kortisol adalah glukokortikoid utama dihasilkan oleh zona fasikulata (ZF) dan
zona reticularis (ZR) bagian dalam yang dirangsang oleh ACTH (adenokortikotropik
hormon). Sekresi kortisol memiliki pola tertinggi ketika bangun tidur (pagi) dan terendah
pada waktu tidur (malam atau bed time). Sekresi kortisol mencapai puncaknya antara
pukul 06.00 sampai 08.00 WIB. Selain itu, produksi kortisol juga meningkat pada waktu

latihan fisik karena penting untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak bebas sebagai
bahan pembentuk energi.
Jumlah kortisol normal pada jam 09.00 WIB sebesar 6-20 g/dl, pada tengah
malam kurang dari 8 g/dl. Kortisol terikat erat dengan transkortin atau Cortisol-Binding
Globulin (CBG) 75% dari jumlah kortisol seluruhnya. 15% terikat kurang erat dengan
albumin, dan 10% dari jumlah kortisol seluruhnya memiliki efek metabolik.
Berikut beberapa efek metabolik kortisol, yaitu :
(a) Protein : Proses katabolik sehingga meningkatkan glukoneogenesis
(b) Lemak :Proses lipolisis sehingga pelepasan lemak bebas (FFA) meningkat dan
menyebabkan deposisi lemak sentripetal (Buffalo Hump)
(c) Karbohidrat :Penyerapan glukosa di otot dan lemak menurun, sekresi glukosa oleh
hepar meningkat sehingga sel beta pankreas dapat dilemahkan (DM tersembunyi
muncul).
Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi insulin dan
meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi kortisol juga dirangsang oleh
beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan berbagai jenis stres. Kortisol

akan

menghambat proteksi dan efek dari berbagai mediator dari proses inflamasi dan imunitas
seperti interleukin-6 (IL-6), Lymphokines, Prostaglandins, dan histamine
Produksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu efek unutk
vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu mempertahankan tonus pembuluh
darah yang adekuat (adequate vascular tone). Tonus pembuluh darah yang adekuat untuk
mengatur tonus arteriol dan memlihara tekanan darah. Glukokortikoid juga meningkatan
sekresi air (renal free water clearance), ekskresi K+, retensi Na+

dan menekan

penyerapan kalsium di tubulus renalis.


Mekanisme sekresi kortisol yaitu ketika kadar kortisol dalam darah menurun
maka target cells yaitu kelenjar adrenal menstimulasi hipofisis untuk mensekresi ACTH,
agar ACTH tersekresi maka perlu menstimulasi hipotalamus untuk sekresi ACRH.

ACRH Adrenocortico Releasing Hormon berperan mengontrol sintesa sekresi hormon


hipofisis. TSH

2.3 Definisi Cushing Sindrom


Cushing sindrom adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal sehingga
mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bentuk gangguan ini
relatif jarang dijumpai.
Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan mencakup
kelebihan glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian terapeutik kortikosteroid.
Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan hipertensi,
akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks
adrenal. Sindromnya dapat tergantung kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung
ACTH.
2.4 Etiologi Cushing Sindrom
Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di
dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam pengaturan
tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein, karbohidrat, dan
lemak dalam makanan.
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam
tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik
yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu
lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di
dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada salah
satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang mengatur
produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80% wanita
lebih sering menderita sindroma chusing.
2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi kelenjar
adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.

3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana
tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian tumor
menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan
biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor
karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler
tiroid), atau thymus (tumor thymus).
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol
secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya tumor
jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas pada kelenjar
adrenal (adrenocortical carcinoma).
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu
menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang
sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma
benigna.

2.5 Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam
tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi
metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi
glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan
berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:
1.) Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis
protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke
sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino
intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang
menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada
di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam
amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan
protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau

seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat
ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh
dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang
pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh
darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh
dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur
patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak
asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati
sehingga pembentukan glukosa meningkat.
2.) Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme

karbohidrat

untuk

merangsang

glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain
oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah
satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen
dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh
kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenindinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar
menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian
glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa
oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah
yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini
menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi normal.
Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama
otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan
pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada
sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada
seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari
glukokortikoid

akan

dilawan

dengan

meningkatkan

sekresi

insulin

untuk

meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi


insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan
menimbulkan manifestasi klinik DM.
3.) Metabolisme lemak

gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan


mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika gliserofosfat tidak ada
maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh
kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih
sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare
dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas
dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa
penampilan Cushingoid.
4.) Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral
oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung
pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada
jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan
antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar
benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat
pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti
gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu
proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan
proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan
menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5.) Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid
yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium
dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis
metabolik.
6.) Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat
meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini
dapat mempermudah terjadinya tukak.
7.) Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan
oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.

8.) Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan
limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan
eritropoiesis.
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang
dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan
lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak cenderung
untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara
lain :
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer
Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk
(a) Kelelahan yang sangat parah
(b) Otot-otot yang lemah
(c) Tekanan darah tinggi
(d) Glukosa darah tinggi
(e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
(f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi
(g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu
(National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)

Gambar 2.Gejala Cushing Sindrom


2.6 Penatalaksanaan Cushing Sindrom
Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon
kortisol yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara
pembedahan, radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol. Jika
penyebabnya

adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang

digunakan untuk mengobati gangguan lain, dokter secara bertahap akan mengurangi
dosis hingga mencapai dosis terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan
gangguan itu. Setelah kontrol berhasil dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid
dapat ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari lain untuk mengurangi efek
samping .
a. Hipofisis Adenoma
Pengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis . Cara yang paling
banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor , yang dikenal sebagai
transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop khusus dan
instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui
lubang hidung atau pembukaan yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan
atau penyembuhan dari prosedur ini lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang
ahli bedah yang berpengalaman. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH
dua tetes di bawah normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami, namun untuk

sementara klienakan diberi bentuk sintetis dari kortisol ( seperti hydrocortisone atau
prednisone).
Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal , dapat dilakukan
metode radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan selama 6. Hal ini
memerlukan waktu beberapa bulan atau tahun sebelum klien merasa lebih baik.
Namun demikian, kombinasi dari radiasi dan obat Mitotane (Lysodren) dapat
membantu mempercepat pemulihan . Mitotane dapat menekan produksi kortisol dan
menurunkan kadar hormon plasma dan urin. Tingkat keberhasilan dengan
menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30 sampai 40 persen. Obat lain yang
digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan
kortisol diantaranya aminoglutethimide , metyrapone , trilostane dan ketoconazole.
b. Ektopik ACTH Syndrome
Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik
dapat disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker yang mensekresi
ACTH. Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi,
atau kombinasi dari perawatan ini tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh
tumor tersebut telah menyebar. Karena ACTH, tumor mensekresi ( misalnya, kanker
paru-paru sel kecil) mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat
diagnosis, obat penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari
pengobatan. Pada beberapa kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi
pengangkatan kelenjar adrenal ( adrenalektomi bilateral ) dapat menggantikan cara
pengobatan.
c. Tumor Adrenal
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar
adrenal. Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal
pengangkatan kelenjar adrenal mungkin diperlukan.

operasi

Anda mungkin juga menyukai