Anda di halaman 1dari 28

SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Laporan Kasus

PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun Oleh
M. Rozaqy Ishaq
0910015056

Pembimbing
dr. H. Handy Wiradharma, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada


SMF/Laboratorium Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan,
persalinan dan nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20
menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak
balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun.
Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di negara miskin, terutama di
Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita menurun
15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988
menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002 (Survei
Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka
kematian bayi di negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000
kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian besar kematian perempuan disebabkan
komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi,
aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Anonim, 2005).
Preeklampsia-eklampsia

merupakan

kesatuan

penyakit

yang

masih

merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi
di Indonesia. Wahdi, dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat
preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 19961998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18
September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian
terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak

langsung

adalah

preeklampsia

anemia,
yang

penatalaksanaannya

penyakit

merupakan

harus

jantung.

Sehingga

pendahuluan

diperhatikan

diagnosis

eklampsia

dini
serta

dengan seksama. Disamping itu,

pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mencari tanda
preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam usaha
pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya,
2003).
Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan
ras dan etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga
faktor lingkungan. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di
Colorado

meningkatkan

insiden

preeklampsia.

Beberapa

penelitian

menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju


terkena

preeklampsia

(Cunningham,

2003).

Preeklampsia

jarang

lebih sering

terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain


yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik,
kelainan faktor pembekuan, diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti
Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia
dalam keluarga (George, 2007).
1.2 Tujuan
Pada laporan kasus kali ini akan dibahas lebih

lanjut mengenai

preeclampsia berat terkait alur penegakan diagnosis, komplikasi, beserta


penatalaksanaannya.

BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, 27 Maret


2015 pukul 16.00 Wita di ruang VK Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.
Anamnesis:
Identitas pasien:
Nama

: Ny. KMS

Umur

: 19 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: IRT

Suku

: Banjar

Alamat

: Cendrawasih

Masuk RS (MRS)

: 27 Maret 2015

Identitas suami:
Nama

: Tn. AR

Umur

: 23 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Swasta

Suku

: Banjar

Alamat

: Cendrawasih

Keluhan Utama:
Nyeri Perut Bawah

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengeluhkan nyeri perut bagian bawah 4 jam SMRS. Pasien juga
mengeluhkan kepala sering pusing sejak awal bulan ke 6. Keluhan ini tanpa
disertai dengan keluar cairan, maupun darah dari jalan lahir. Pasien tidak
mengeluhkan adanya mual/ muntah , nyeri epigastrium , pandangan kabur, dan
riwayat kejang. Menurut pasien selama pemeriksaan kehamilan sebelumnya ada
ditemukan darah tinggi
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal
Riwayat Haid:
-

Menarche usia 12 tahun

Lama haid + 7 hari

Jumlah darah haid : 2x ganti pembalut per hari

HPHT: 23 Juni 2014

TP : 30 Maret 2015

Riwayat Perkawinan:
Perkawinan pertama, lama menikah 1 tahun, pertama kali kawin saat usia 18
tahun.
Riwayat Obstetrik:

No

Tahun

Tempat

Umur

Partus

Partus

kehamilan

2015

Jenis

Penolong

Persali

Persalina

nan

Jenis
Kelamin
Anak/
BB

Keadaan
Anak
Sekarang

Hamil ini

Kontrasepsi:
Pasien tidak menggunakan KB
Pemeriksaan Obstetri :
-

Inspeksi

: Perut membesar dengan arah memanjang, linea nigra (+),

1.
2.
3.
4.

stria albicans (+)


Palpasi
:
TFU
DJJ
His
Pemeriksaan Leopold
I : bokong

: 33 cm
: 138x/menit, teratur
: (-)
:

II: punggung kanan


III: presentasi kepala
IV: Belum masuk PAP
5. Vaginal toucher : VV dalam batas normal, Portio lunak tebal, pembukaan
(-), bloody show (-)
Pemeriksaan fisik :
1. Berat badan

: 71 kg, Tinggi badan : 157 cm

2. Keadaan Umum

: Baik

3. Kesadaran

Composmentis,

GCS:

E4V5M6
4. Tanda vital:
Tekanan darah

: 160/100 mmHg

Frekuensi nadi

: 82x/menit

Frekuensi napas

: 20x/menit

Suhu

: 36,5C

5. Status generalis:
Kepala

: normocephali

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)

Telinga/hidung/tenggorokan: tidak ditemukan kelainan


Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorax:

Jantung

: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

: vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

: hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)

Ekstremitas

: akral hangat, edema (+/+)

Pemeriksaan Tambahan:
Laboratorium Darah Lengkap
Jenis

Hasil Lab

Nilai Normal

Hb

8,2 mg/gl

11,0-16,00 mg/dl

Ht

26,7 %

37-54%

BT

2-5

CT

5-10

Leu

11100 L

4000-10.000 L

Tr

268.000 L

150.000-450.000 L

GDS

82 gr/dl

60-150 mg/dl

Ureum

20,7

10-40 mg/dl

Creatinin

0,7

0,5-1,5 mg/dl

HbsAg

NR

NR

112

NR

NR

Proteinuria

+3

Pemeriksaan

Diagnosis Kerja:
G1P0A0 gravid 39 40 minggu + belum inpartu + PEB

11

Penatalaksanaan
-

Naikkan VK
Protap MgSO4
NST
Jika NST tidak reaktif R/ SC CITO!
Follow up:
N

Tanggal

Follow up

Lab

o
1.

27/3/201
5
17.21

S : nyeri perut bagian bawah

P : (lapor dr. Sp. OG)

O : TD = 160/100 mmHg, N= Protab MgSO4


82x/menit,

Frekuensi

napas: NST

20x/menit, Suhu: 36,5C DJJ: 138


x/menit, His (-)
A : G1P0A0 gravid 39 40 minggu +
belum inpartu + PEB
2.

27/3/201

S : nyeri perut bagian bawah, P : (lapor dr. Sp. OG)

muntah (-), pusing (-)

19.00

O : TD = 150/90 mmHg, N=

- Terapi lanjutkan
- Rencana SC CITO besok pagi

78x/menit, RR= 20x/menit DJJ =


140x/menit

His

(-),

NST:

Baseline 140x/menit, akselerasi (-),


deselerasi (-), variabilitas < 5 dpm
A : G1P0A0 gravid 39 40 minggu +
belum inpartu + PEB
3.

28/3/201
5
07.15

S:-

P:

O : TD = 140/90 mmHg, N= Pasien diantar ke OK IGD untuk SC


90x/menit, RR= 20x/menit DJJ = CITO
142x/menit His = (-)

13

A : G1P0A0 gravid 39 40 minggu +


belum inpartu + PEB

Laporan Operasi
Diagnosa Pre Operatif

G1P0A0 gravid 39 40 minggu + belum

Diagnosa Post Operatif

inpartu + PEB
G1P0A0 gravid 39 40 minggu + belum

Macam Operasi
Tanggal
Laporan Operasi

inpartu + PEB
Sectio Caesaria
28 03 2015
Asepsis lapangan operasi
Duk steril dipasang
Dibuat insisi mediana lapis demi
lapis dinding abdomen

Pisahkan plika vesica uterina


secara tumpul dengan tangan

operator
Fiksasi

menggunakan hak blast


Dilakukan insisi pada segmen

bawah rahim
Dilakukan pemecahan ketuban

dan kemudian dilakukan suction


Meluksir janin mulai dari kepala

janin,badan, dan kaki


Mengusap kepala bayi dengan

blast

dengan

kassa steril, kemudian ulut dan

hidung bayi di suction


Klem tali pusat kemudian
dilakukan

pemotongan

tali

pusat, dan kemudian melakukan


injeksi oksitosin sebanyak 10 UI

pada uterus
Melakukan

manual

plasenta

untuk mengeluarkan plasenta

15

Dilakukan pembersihan kavum


uteri dengan kassa betadin dan
pastikan tidak ada sisa plasenta

yang tertinggal
Dilakukan penjahitan segmen
bawah

rahim

dengan

menggunakan benang cat gut

plain 2.0
Membersihkan kavum abdomen
dengan

cairan

NaCl

dan

kemudian dilakukan suction


Menjahit lapisan abdomen lapis

demi lapis
-

Peritoneum

menggunakan cat gut plain No


2.0

Otot

dijahit

menggunakan cat gut plain No

2.0
-

Fasia tranversalis

dijahit menggunakan vicryl No


1.0

cat gut plain No. 2.0


Kutis

menggunakan silk 3.0


Permukaaan
abdomen

dibersihkan dengan Nacl 0,9 %


Menutup luka dengan kassa
steril

Instruksi Post Operasi

Lemak menggunakan

dan

dengan

diplester

menggunakan leukomed
Operasi selesai

Inj. Cefotaksim 3 x 1 gr

17

Inf. Metronidazole 2x500mg


Inj. Vit C. 1x1
Inj. Oxytosin 3 x 1
Drip RL : D5 2:2 30 tpm
Setelah 6 jam post operasi :
Cek Hb Post operasi
Observasi perdarahan

Observasi 2 jam post operasi


Jam

Tekanan Darah

Nadi

Frekuensi

09.00

TD 120/80 mmHg

N 96 kali/menit

Napas
RR

200

cc

N 96 kali/menit

kali/menit
pekat
RR
24 UT 200

cc

N 88 kali/menit

kali/menit
pekat
RR
24 UT 200

cc
cc

09.15
09.30

TD 110/80 mmHg
TD 110/70 mmHg

Urin Tampung
24 UT

09.45

TD 110/80 mmHg

N 88 kali/menit

kali/menit
pekat
RR
24 UT 200

10.15

TD 120/80 mmHg

N 92 kali/menit

kali/menit
pekat
RR
20 UT 200

cc

N 90 kali/menit

kali/menit
pekat
RR
22 UT 200

cc

10.45

TD 120/70 mmHg

kali/menit

pekat

19

4.

28/3/2015

Bayi lahir Perempuan dengan

09.30

BB 3000 gram, dan APGAR


score 9/10

21

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Preeklampsia
Preeklampsia

merupakan

sindrom

spesifik-kehamilan

berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003,
Matthew warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20
minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat
juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat
berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat
(George, 2007). Preeklampsia berat adalah preeclampsia dengan tekanan darah
sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria 5
gram/ 24 jam (Prawirohardjo, 2009)
3.2 Epidemiologi Preeklampsia
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia
frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), Sedangkan di
Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari
semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada
primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka
kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar

23

74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13
kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan
primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda,
hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan
kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya
hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Deborah E
Campbell, 2006).
Di samping itu, preklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk
(1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU
Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu
sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37
minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan
tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan
preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu,
wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang
lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).
3.3 Etiologi Preeklampsia
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin meningkat.
25

Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstrikso


generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan
pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume
plasma (Y. Joko, 2002).
2) Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada
kehamilan

terjadi pembentukan

blocking

antibodies

terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia


terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini
dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
3) Peran Faktor Genetik
Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang menderita
preeklampsia.
4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus
5) Defisiensi kalsium.
Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan
vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006).
6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel
endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah
wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah
dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat

27

sesuai dengan kemajuan kehamilan

3.4 Patofisiologi Preeklampsia


Preeklampsia terjadi pada wanita yang memiliki kehamilan abdomen
dan mola hidatidosa. Penyakit ini lebih sering terjadi pada kondisi plasenta
besar (seperti pada kehamilan kembar dan hydrops fetalis) dan pada wanita
yang memiliki penyakit mikrovaskular seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit
vascular lainnya. Pada preeclampsia, implantasi trofoblastik abnormal sehingga
perfusi plasenta berkurang. (Duley, 2003) Pada preeclampsia terjadi
abnormalitas dalam pelepasan kadar nitrit oksida sehingga menyebabkan
peningkatan resistensi arteri uterine. Adanya peningkatan resistensi ini
mengakibatkan peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen
(seperti prostaglandin, tromboxan, radikal bebas, lipid yang teroksidasi, dan
endothelial growth factor) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet.
Disfungsi endotel ini bertanggung jawab terhadap gejala klinis yang
ditemukan pada pasien preeclampsia. Disfungsi endotel pada pembuluh darah pada
hepar berkontribusi terhadap onset sindrom HELLP. Penumpukan trombus dan
pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit
kepala
kejang.

dan
Nekrosis

glomerulus

defisit
ginjal

dapat

saraf
menyebabkan

lokal
penurunan

dan
laju

filtrasi

dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler

menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi

29

terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya


cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan
hemolisis

microangiopati

menyebabkan

anemia, trombositopenia, serta

menyebabkan peningkatan hiperpermeabilitas vascular yang menyebabkan adanya


edema. Deplesi dari faktor pertumbuhan endotel di dalam podosit menyebabkan
endoteliosis menyumbat diafragma pada membrane basalis, sehingga menyebabkan
kemampuan glomerulus untuk berfiltrasi dan menyebabkan adanya proteinuria.
Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat
bahkan kematian janin dalam rahim.
Kaskade preeclampsia ini diduga terjadi akibat adanya kegagalan sistem
imun ibu yang tidak bisa mengenali unit fetoplasenta. Produksi eksesif dari sel imun
yang tidak bisa mengenali unit fetoplasenta ini menyebabkan terjadinya sekresi dari
TNF- yang menginduksi adanya apoptosis dari sitotrofoblas ekstravili. (Uzan,
Carbonnel, & Ayoubi, 2011)

3.6 Diagnosis Preeklampsia Berat


Diagnosis dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Preeklampsia berat ditegakkan apabila terdapat indikasi terlibatnya
beberapa sistem, sebagai berikut:

Tekanan darah sistolik 160/110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun
mespikun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan harus menjalani tirah

baring.
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau dalam pemeriksaan

kualitatif 4+
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
Adanya kenaikan kadar kreatinin plasma, > 120 mol/ L

31

Adanya gangguan visus dan gangguan serebral : penurunan kesadaran, nyeri

kepala, skotoma, dan pandangan kabur


Nyeri epihastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen ( akibat

teregangnya kapsula Glisson).


Terdapat edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit

dengan cepat
Gangguan fungsi hepar : peningkatan kadar alanin dan aspartate

aminotransferase
Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
Sindrom HELLP
Preeklampsia berat dibagi menjadi preeclampsia berat tanpa impending

eclampsia dan preeclampsia berat disertai dengan impending eclampsia yang


disertai dengan gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
Fetus harus diperiksa dengan elektrokardiografi. Tes laboratorium meliputi
perhitungan darah lengkap, hapusan darah tepi untuk melihat adanya skistosit,
pemeriksaan bilirubin, aspartat transaminase dan alanin transaminase untuk
mengidentifikasi adanya potensi sindrom HELLP, cek fungsi ginjal untuk
mengetahui adanya kegagalan ginjal akut atau uremia, proteinuria, cek
protrombin, activated thromine time, dan fibrinogen perlu dilakukan. (Uzan,
Carbonnel, & Ayoubi, 2011)
3.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Pengobatan Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan untuk tirah baring miring ke kiri. Pemeriksaan sangat teliti
diikuti dengan observasi harian tetang tanda-tanda klinik berupa : nyeri kepala,
gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu
perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran

33

tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.


Perawatan yang penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan cairan
karena penderita preeklampsia dan eklampsia memiliki risiko tinggi untuk
mengalami edema paru dan oliguria. Harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa
jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan oleh urin. Bila terjadi tanda-tanda
edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa
5% Ringer Dekstrose atau cairan NaCl jumlah tetesan < 125 cc/jam, atau Infus
Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer Laktat (60 125
cc/jam) 500 cc.
Selain diberikan cairan, dipasang juga Foley Catheter untuk mengukur
pengeluaran urin. Dikatakan oliguria bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 3 jam
atau < 500 cc dalam 24 jam.
Dapat diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat
asam.
Diet yang diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium
sulfat ( MgSO4) yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang
efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun
janinnya.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi
neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian MgSO4,
magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsaangan tidak terjadi

35

karena terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium. Kadar
kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
Cara pemberian :

Loading dose : initial dose


o 4 gram MgSO4 intravena (40 % dalam 10 cc) selama 15
menit
Maintenance dose :
o Infus 6 gramd alam larutan Ringer / 6 jam ; atau diberikan 4
atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4

gram IM tiap 4 6 jam


Syarat pemberian MgSO4 :
o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10 % = 1 g (10 % dalam 10 cc)
diberikan IV 3 menit.
o Refleks patella (+) kuat
o Frekuensi pernapasan > 16 kali / menit , tidak ada tanda-

tanda distress napas.


Magnesium sulfat dihentikan bila :
o Ada tanda-tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
o Dosis terapeutik
4 7 mEq/l
4.8 8.4 mg/dl
o Hilangnya refleks tendon 10 mEq/ l
12 mg/dl
o Terhentinya pernapasan 15 mEq/l
18 mg/dl
o Terhentinya jantung
> 30 mEq/l > 36 mg/dl
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan
salah satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital,
diazepam, atau fenitoin.

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif, atau edema anasarka. Diuretik yang dipakai ialah furosemid.
Hati hati dalam pemberian diuretikum karena menyebabkan hipovolemia,
memperburuk

perfusi

uteroplasenta,

meningkatkan

hemokonsentrasi,

menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.


Antihipertensi masih diperdebatkan tentang penentuan batas tekanan darah untuk
pemberiannya. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan
37

diastolik 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu


penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160 / 105 atau MAP < 125.

Antihipertensi lini pertama


o Nifedipin
Dosis 10 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam


Nifedipin merupakan jenis antihipertensi yang diberikan di

Indonesia.
Antihipertensi lini kedua
o Sodium nitroprusside
0.25 g IV/kg/menit, infuse ; ditingkatkan 0.25 g IV/kg/5
menit
o Diazokside
30 60 mg IV/ 5 menit ; atau IV infuse 10 mg / menit /

dititrasi
Antihipertensi sedang dalam penelitian
o Calcium channel blockers : isradipin, nimodipin
o Serotonin reseptor antagonis : ketan serin

Obat lain yang diberikan di Indonesia dalam bentuk injeksi ialah klonidine
(Catapres). Satu ampul mengandun 0.15 mg / cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan.

Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32 34 minggu, 3 x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.

Sikap terhadap kehamilannya


Berdasar Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap
kehamilannya dibagi menjadi :
1. Aktif (aggressive management ) : berarti kehamilan segera diakhiri / diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa
2. Konservatif (ekspektatif) : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Perawatan Aktif (agresif) : sambil member pengobatan, kehamilan
diakhiri.
o Ibu
39

o Janin

Umur kehamilan 37 minggu.


Adanya tanda-tanda/gejala Impending Eclampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu :
keadaan klinik dan laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
Adanya tanda-tanda fetal distress
Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction

(IUGR)
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadinya oligohidramnion
o Laboratorik
Adanya tanda-tanda syndrome HELLP khususnya

menurunnya trombosit dengan cepat.


Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin
baik. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa
pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif ; sikap
terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda
preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setalah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita
boleh pulang bila menunjukkan gejala preeclampsia ringan.

Penyulit Ibu
Sistem saraf pusat
o Perdarahan intrakanial, thrombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau
retina detachment dan kebutaan korteks.
o Gastrointestinal hepatic : subskapsular hematoma hepar,
ruptur kapsul hepar
o Ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
o Hematologik : DIC, trombositopenia dan hematoma luka
operasi

41

o Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik atau non


kardiogenik, depresi atau arrest pernapasan, kardiak arrest,
iskemia miokardium
o Lain-lain : asites, edema laring, hipertensi yang tidak
terkendalikan.

Penyulit Janin
Intrauterine Fetal Growth Restriction
Solusio Plasenta
Prematuritas
Sindroma distress napas
Kematian janin intrauterine
Kematian neonatal perdarahan intraventikular
Necrotizing enterocolitis
Sepsis
Cerebral Palsy

43

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penegakkan Diagnosis


No
1

Teori

Fakta

Anamnesis :
- Preeklampsia

adalah

hipertensi Pasien adalah wanita primigravida

disertai proteinuria yang terjadi dengan

umur

kehamilan

39-40

pada umur kehamilan di atas 20 minggu.


minggu
- Pada
preeclampsia,
mengalami

nyeri

Pasien
pasien
kepala,

penglihatan kabur, nyeri di daerah

mengeluhkan

nyeri

perut

bagian bawah
Pasien

juga

mengeluhkan

kepala

sering pusing sejak awal bulan ke 6

epigastrium, mual atau muntah-

Pasien tidak mengeluhkan adanya


muntah.
mual/ muntah , nyeri epigastrium ,
- Faktor risiko pada preeclampsia
pandangan kabur, dan riwayat kejang.
adalah riwayat preeclampsia,
Pada
pemeriksaan
kehamilan
primigravida,
kegemukan,
sebelumnya
pasien
dinyatakan
kehamilan
ganda,
riwayat
memiliki darah tinggi
penyakit hipertensi kronik, dan
Riwayat
hipertensi
sebelumnya
diabetes miletus.
disangkal

45

Pemeriksaan Fisik :
- Pada

preeclampsia

dapat -

ditemukan tekanan darah sistolik

Pada pasien ini ditemukan tekanan


darah 160/100 mmHg

160 mmHg dan tekanan darah


diastolik 110 mmHg.
- Dapat juga ditemukan takikardia,
takipneu, edema paru, perubahan
kesadaran,

hipertensi

ensefalopati, dan hiperefleksia.

Pemeriksaan Penunjang
Pada

Pada

preeclampsia

pasien

berat, pemeriksaan

ini

dilakukan

proteinuria

dan

didapatkan proteinuria lebih dari 5 didapatkan hasil + 3. Pada pasien


gr/24

jam

atau

dalam tidak

pemeriksaan kualitatif

ditemukan

kreatinin

plasma,

kenaikan

kadar

trombositopenia,

Oliguria, kenaikan kadar kreatinin dan peningkatan kadar alanin dan


plasma,

trombositopenia

peningkatan

kadar

alanin

berat, aspartat aminotransferase.


dan

aspartat aminotransferase.

47

4.2Penatalakasanaan
Teori
Pasien preeclampsia berat dirawat inap Pasien

Fakta
dirawat inap

(MRS)

dan

dan dinasihati agar bed rest total. diberikan MgSO4. Kemudian pasien
Dilakukan pemasangan kateter untuk dilakukan NST dan hasilnya non reaktif
memonitor cairan output dan input. sehingga
Diet

yang

cukup

protein,

dilakukan

terminasi

rendah kehamilan dengan cara sectio caesaria.

karbohidrat, lemak, dan garam.


Untuk pemberian anti kejang, yang
diberikan
Diberikan

pertama
anti

adalah

hipertensi

MgSO4.
apabila

tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau


tekanan diastolic 110 mmHg. Jenis
obat anti hipertensi yang diberikan di
Indonesia nifedipin dengan dosis awal
10 20 mg, diulangi setelah 30 menit ;
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Sikap terhadap kehamilan pada
preeclampsia yaitu dapat dilakukan
perawatan
konservatif.

aktif

atau

perawatan

Perawatan

konservatif

dilakukan bila kehamilan preterm 37


minggu tanpa disetai tanda impending
eclampsia dengan keadaan janin baik.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan,
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus
diterminasi.

49

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Pasien Ny. KMS usia 19 tahun datang ke RSUD AW Sjahranie dengan
keluhan nyeri perut bagian bawah dan didapatkan tekanan darah tinggi dari hasil
pemeriksaan fisik. Pasien didiagnosa dengan preeklampsia berat dan primigravida
berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

51

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Leveno, Bloom, Dashe, & Spong. (2014). William


Obstetrics 24th Edition. Philadelpia: McGraw Hill.
Duley, L. (2003). Preeclampsia and the Hypertensive Disorders of
Pregnancy.
Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, B. A. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Uzan, J., Carbonnel, M., & Ayoubi, J. M. (2011). Preeclampsia :
patophysiology, diagnosis and management. Vascular Health
and Risk Management, 467 - 474.

53

Anda mungkin juga menyukai