Anda di halaman 1dari 12

ANEMIA

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hemotokrit di bawah normal. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan suatu pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terjadi
kekuarangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.
Jenis jenis anemia
1.
Anemia gizi
Karena tidak tercukupinya asupan gizi untuk pembentukan sel darah.
Fe dalam Fe SO4, kekurangan unsur ini eritrosit diproduksi dalam
jumlah biasa tapi kandungan hemoglobin rendah atau dalam bentuk kecil
shg daya angkut O2 rendah.
Vit B12 / Cyanocobalamin, diperlukan untuk pematangan dan
proliferasi eritrosit
Asam folat, kekurangan unsur ini menyebabkan eritrosit berbentuk
besar dan rapuh sehingga eritrosit berumur pendek.
2.
Anemia pernisiosa
Usus tidak dapat menyerap Vit B12, eritrosit berbentuk besar dan rapuh. Vit B12
diberikan dalam bentuk im / iv
3.
Anemia aplastik
Sumsum gagal membentuk sel darah merah. Bisa karena pengaruh zat kimia
toxic (benzen, arsen ), teraphi : Cloramphenikol, Foto R, keganasan ( Ca )
4.
Anemia ginjal
Kerusakan ginjal mekan produksi eritropoetin.
5.
Anemia hemoragik
Kehilangan seldarah yang bermakna karena perdarahan.
6.
Anemia hemolitik
Pecahnya sel darah dalam jumlah besar dan lebih cepat dari biasanya.
Patofisiologis
Mencerminkan adanya kegagalan sumsusm atau kehilangan sel darah
merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (mis;berkurangnya
eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi., pajanan toksik, invasi tumor,
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang disebut
terakhir, masalah dapat akibat defek darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal dan akibat beberapa factor diluar sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah
(disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampai proses ini,
biliburin, yang terbentuk dalam fogosit, akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
kenaikan biliburin plasma. (konsentrasi normalnya 1mg/dl atau kurang; kadar di
atas 1,5 mm/dl menyebabkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah
mengalami kehancuran dalam sirkulasi, seperti terjadi pada berbagai kelainan
hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma ( protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semua (mis; apabila jumlahnya lebih dari
sekitar 100 mm/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan

kedalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak ada hemoglobinemia dan
hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi pengehancuran sel
darah merah abnomal pada pasien dengan hemolisis dan dapat merupakan
petunjuk untuk dapat mengetahui sifat hemolitik tersebut
Pertimbangan gerontology
Anemia sering terjadi pada manula dan merupakan kondisi hematologis
paling sering yang mengenai manula, namun penelitian menunjukkan proses
menua tidak menyebabkan perubahan dalam hematopeosis. Penyebabnya bisanya
tidak diketahui. Anemia secara umum dianggap sebagai bagian proses patologis
yang mnyebabkan kehilangan darah. Karena manula biasanya tidak mampu
berspons terhadap anemia secara adekuat dengan meningkatknya curah jantung
dan ventilasi pulmonary, maka anemia dapat mengakibatkan efek serius pad
fungsi jantung-paru apabila tidak ditangani dengan baik. Jadi, penting
mengidentifikasi penyebab anemia, dari pada menganggapnya sebagi proses
penuan yang tidak dapat di cegah
Manifestasi klinis
Factor yang mempengaruhi berat dan adanya gejala :
(1) kecepatan terjadinya anemia,
(2) durasinya (mis; kronisitas),
(3) kebutuhan metabolisme pasien bersangkutan,
(4) adanya kelianan lain atau kecacatan,
(5) komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabkan
anemia.
Semakin berat gejalanya, pada orang yang normal penurunan hemoglobin,
hitung darh merah, atau hematokrit tanpa gejala yang tampak atau ketidak
mampuan yang jelas secara bertahap biasnay dapat ditoleransi sampai 50%,
kehilangan cepat sebanyak 30% dapat menyebabkan kolaps vaskuler pada
individu yang sama. Individu yang telah mengalami anemia selama waktu yang
cukup lama, denag kadar hemoglobin antara 9 sampai 11 mm/dl, hanyamengalami
sedikit gejala atau tidak ada sam sekali selain takikardi ringan saat latihan. Pasien
yang biasanya aktif lebih berat mengalami gejala, dibanduing orang yang tenang.
Pasien dengan hipotirodisme dengan kebutuhan oksigen yang rendah bisa tidak
bergejala sam sekali, tanpat akikardi ataupenigkatan curah jantung, pada kadar
pada kadar hemoglobin pada kadar 10 g/dl. Berbagai kelainna anemia akan
berkomplikasi dengan berbagai abnormalitas yang buakan diakibatkan oleh
anemia tetapi menyertai penyakit ini. Abnormalitas tersebut dapat menimbulkan
gejala yang secara sempurna menutupi gejala anemia, seperti pada penderita
anemia sel sabit yang mengalimi krisis nyeri.
Evaluasi diagnostic
Beberpa uji hematoligis dilakukan untuk menntukan penyebab anemia. Uji
tersebut meliputi kadar hemoglobin dan hematokrit, indeks sel darah merah,
penelitian sel darah putih, kadar besi serum, pengukuran kapasitas ikatan-besi.
Kadar folat, vitamin B12, hitung trambosit, waktu perdarahan, waktu protrombin,
dan waktu protromboplastinparsial. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang dapat
dilakukan. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan diagnostic untuk menntukan
adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.

Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk penyebab dan mengganti darah
yang hilang. Penatalaksanaan berbagi jenis anemia akan dibahas dalam diskusi
pada halaman selanjutnya.
Komplikasi
Komplikasi umum anemia meliputi gagal jantung, parestesia, dan kejang.
Pada setiap tingkat anemia, pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar
mengalami angina atau gejala gagal jantung kongestif dari pada seseorang yang
tidak mempunyai penyakit jantung. Komplikasi sehubungan dengan jenis anemia
tertentu disertakan bersama penjelasan yang terpisah.

Proses keperawatan Pasien anemia


Pengkakjian
Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik akan memberikan data mengenai
masalah dan keluhan pasien. Kelemahan, kelelahan, dan malaise umum sering
terjadi, demikina juga kulit dan membran mukosa yang menjadi pucat. Ikterik
terdapat pada pasien dengan anemia pertisiosa atau anemia hemolitika. Rambut
dan kulit kering sering terjadi pada anemia defesiensibesi. Status jantung harus
dikaji denga teliti. Apabila hemoglobin rendah, jantung akan berusaha
mengkompensasi dengan memompa lkebih cepat dan lebih kuat sebagai usaha
untuk mengangkat lebih banyak darah ke jaringan yang mengalami hipoksia.
Peningkatan beban jantung tersebut mengakibatkan berbagai gejala seperti
takikardi, palpitasi, dispnu, pusing,opturnu, dan dispnu saat latihan. Selanjutnya
akan terjadi gagal jantung kongestif, yang ditandai dengan adanya pembesaran
jantung (kardiomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali) dan edema perifer.
Pemeriksaan neurologis juga penting karena efek anemia pernisiosa pada system
saraf pusat dan perifer. Ppasien dikaji mengenai adanya baal dan peristesea
perifer, ataksia, gangguan koordinasi, dan kejang. Pengkajian fungsi
gastrointestinal dapat mengungkap keluhan mual, muntah, diare ,anorreksia,dan
glositis(peradangan lidah)riwayat kesehatan meliputi informasi mengenai setiap
pengobatan yang di minum pasien yang mungkin menekan aktifitas sumsum
tulang atau mempengaruhi metabolisme folat.riwayat akuratmengenai asupan
alcohol,termasuk jumlahdan durasi harus di tanyakan. Pasien juga di tanya
mengenai setiap kehilangan darah, seperti adanya darah dalam tinja, atau
menstruasi yang berlebihan pada wanita. Riwayat keluarga juga penting karena
beberapa jenis anemia bersifat herediter.kegemaran olahraga juga penting karena
latihan dapat menurunkan eritroppoeis dan ketahan hidup sel darah merah pada
beberapa olah ragawan.pengkajian nutrisi dapat menunjukan adanya kekurangan
nutrisi esensial seperti besi,vitamin B12 dan asam folat.Anak dari tunawisma
mempunyai resiko tinggi mengalami anemia akibat malnutrisi.
Diagnosa
Diagnosa keperawaatan.
Berdasarkan pada data pengkajian,diagnosa keperawatan utama mencakup;
1. Intolaransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan,kelemahan dan malaise
umum.
2. Kekurangan nutris,kurang dari kebutuhan tubuh,berhubungan dengan
kekurangan asupan nutrisi esensial.
Masalah kalaborasil

Komplikasi potensial
Berdasarkan pada pengkajian, komplikasi potensial yang mungkin terjadi
mencakup;
Gagal jantung kogestif
Perestesia
Konfusi
Perencanaan dan inplementasi
Tujuan.tujuan utama meliputi tolenransi terhadapa aktivitas,pencapaian
atau pemeliharaan nutrisi yang adekuat,dan tidak adanya komplikasi.
Intervensi keperawatan
Promosi istirahat dan aktivitas.pasien di dorong untuk menjaga kekuatan
dan energi fisik dan emosional.di anjurkan istirahat yang sering,dan dukungan
keluarga di perlukan untuk menjaga suasana istirahat.jadual teratur mengenai
istirahat teratur wajib untuk mempertahankan kekuatan dan tolenransi terhadap
aktivitas.di anjurkan untuk tetap bergerak dan aktif sejauh yang dapat di
tolenransi.begitu anemia di tangani dan nilai-nilai darah kembali ke norma,pasien
harus di dorong untuk kembali ke aktifitas normal secara bertahap.Aktifitas yang
ternyata menyebabkan kelemahan harus di tunda sampai ketahanan telah pulih
kembali.latihan
penyesuaian
dapat
di
gunakan
untukmeningkatkan
ketahanan.peringatan keamanan di terapkan untuk mencegah supaya jangan
sampai jatuh akibat gangguan koordinasi,perestesia,dan kelemahan.
Menjaga nutrisi yang adekuat.kekurangan asupan nutrisi esensial,seperti
besi dan asam folat,dapat mengakibatkan anemiatertentu. Gejala sehubungan
dengan anemia, seperti kelemahan dan anoreksia, pada gilirannya juga akan
mempengaruhi nutrisi. Diet yang seimbang dengan makanan tinggi protein, tinggi
kalori, buah-buahan dan sayuran sangat dianjaurkan. Alcohol akan mempengaru
penggunaan nutrisi esensial, jadi pasien dianjurkan dilarang atau membatasi
konsumsi minuman beralkohol. Makanan yang berbumbu yang mengiritasi
lambung dan makanan yang banyak menghasilkan gas harus dihindari. Sesi
mengenai penyeluhan diet direncanakan diet harus dapat diterima baik oleh pasien
maupun oleh keluarganya. Suplemen makanan (mis. Vitamin, besi, folat) bisa
diresepkan.
Monitor dan penatalaksanaan komlikasi. Dengan adanya kekurangan
oksihemoglobin yang berlangsung lama, jantung menjandi kurang mampu
mnyuplai darah kejaringan yang mengalami hipoksia. Jantung kemudian
mengalami pembesaran, curah jantung menurun, dan terjadi gagal jantung
kongestif. Upaya keperawatan ditujukan kearah menurunkan aktivitas dan stimuli
yang menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan peningkatan curah jantung.
Pasien didorong untuk mengidentifikasi situasi yang menyebabkan palpitasi dan
dispnu dan mnghindarinya sampai anemianya sembuh. Apabila dispnu menjadi
masalah, upaya seperti meninggikan kepala atau menggunakan bantal pendukung
perlu dilakuakan. Latihan yang tidak perlu harus dihindari. Mungkin perlu
iberikan oksigen. Tanda vital harus sering dipantau dan pasien diobservasi
mengenai adanya tanda retensi cairan (mis. Edema perifer,penurunan curah urin,
dan distensi vena leher).
Pasien dipantau mengenai adanya parestesia (mis, memar yang tidak jelas
penyebabnya atau luka baker [pada ekstermitas bawah), gangguang koordinasi,
ataksia, dan kejang. Harus dilakukan upaya pengamanan untuk mencengah
cedera.

Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1.
mampu bertoleransi dengan aktivitas normal
a.
mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan
b.
mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energi
2.
mencapai/mempertahankan nutrisi yang adekuat
a.
makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin
b.
menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung
c.
mengembangkan rencana makanan yang memperbaiki nutrisi yang
optimal
3.
tidak mangalami komlikasi
a.
menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardi, palpasi, pusing,
dan dispnu
b.
mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi
dispnu
c.
mempunyai tanda vital normal
d.
tidak mengalami tanda retensi caaairan (mis, edema perifer, curah urin
berkurang, distensi vena leher)
e.
berorientasi terhadap nama, waktu, tempat dan situasi
f.
tetap bebas dari cedera
Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, pendekatan fisiologis
akan mentukan defesiensi jumlah sel darah merah (anemia hipoproliferatifa) atau
oleh destruksi sel darah merah (anemia hemolitika).
Pada anemia hipoproliferatifa, sel darah merah biasanya bertahan dalam
jangka waktu yang normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu jumlah sel yang
adekuat, jadi jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
kerusakan sumsum tulang akibat obat atau bahan kimia (mis. Clhoramphenicol,
benzene) atau mungkin kekurangan hemopoetin (sweperti pada penyakit ginjal),
besi, vitamin B12, atau asam folat.l
Apabila hemolisis (disolusi sel darah merah dengan pembebasan
hemoglobin keplasma disekitarnya) merupakan penyebab utama, maka
abnormalitas biasanya terdapat dalam sel darah merah itu sendiri (sedperti pada
anemia sel sabit atau defesiensi G-6PD [glucose-6-phosphate dehidrogenase]).
Dalam plasma (seperti pada anemia hemolisis katup jantung). Pada anemia
hemolitika, angka retikolosit dan kadar bilirubin indirek meningkat, dan telah
mampu menyebabkan ikterik klinik.
Anemia Hemolitika
Pada anemia hemolitika, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek.
Sumsum tulang biasanya mampu menkompensasi sebagian dengan memproduksi
sel darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan kecepatan normal
konsekuensinya semua anemia jenis ini mempunyai gambaran laboratoris yang
sama, (1) jumlah retikolosit meningkat, (2) fraksi bilirubin indirek meningkat dan
(3) haptoglobin (protein yang meningkat hemoglobin bebas) biasanya rendah.
Sumsum tulang menjadi hiperseluler akibat proliferasi eritrosit.
Uji dignostik yasng pasti untuk hemolisis adalah pemeriksaan ketahanan
sel darah merah. Uji ini biasanya hanya untuk dilakukan dengan masalah
diagnostic yang sulit. Sekitar 20 sampai 30 ml darah pasien diambil, dieramkan

dengan krom-51 radioaktif kemudian diinjeksikan kembali. Krom-51 akan


melabel sel darah merah saja. Setelah sel ini bercampur dengan darah yang
beredar, diambil satu sample kecil dengan interval sehari kemudian dan seminggu
kemudian, dan diukur radioaktivitasnya. Ketahanan krom-51 normal adalah 28
sampai 35 hari. Sel darah merah pasien dengan hemolisis berat (seperti pada
anemia sel sabit) mempunyai ketahan 10 hari atau kurang.
Anemia Hemolitika Turunan
Sferositosis Turunan
Sferositosis turunan merupakan suatu anemia hemolitika ditandai dengan sel
darah merah kecil berbentuk sferis dan pembesaran limpa (splenomegali).
Merupakan kelainan yang jarang, secara dominan. Kelainan ini biasanya
terdiagnosa pada anak-anak, namun dapat terlewat sampai dewasa karena
gejalanya sangat sedikit.penanganannya berupa pengambilan limpa secara bedah.
Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada
molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Penyakit yang
melemahkan ini ditemukan terutama Afrika mengenai 1 diantara 375 bayi Afrika
amerika. Juga didapatkan pada penduduk mediterania, karibia, dan keturunan
Amerika selatan dan tengah dan yang mempunyai nenek moyang Arab dan India
Timur.
Patifisiologi. Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantai beta
hemoglobin. Karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai alfa dan dua
rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sentesa tiap rantai.
Trait sel sabit. Orang dengan trait sel sabit hanya mendapat satu gen
abnormal, sehingga sel darah merah mereka masih mampu mensintesa kedua
rantai beta dan beta s, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S. mereka
tiadak menderita anemia dan tampak sehat. Sekitar 8 % dan 12% keturunan
Afrika-Amerika mempunyai trait sel sabit.
Apabila dua orang dengan trait sel sabit menikah, beberapa anaknya akan
membawa dua gen abnormal dan hanya mempunyai dua rantai beta S dan hanya
hemoglobin S, anak ini menderita anemia sel sabit.
Manifestasi klinik. Hemoglobin sabit mempunyai sifat buruk karena
mempunyai bentuk seperti kristal bila terpajan tekanan oksigen rendah. Oksigen
dalam darah vena cukup rendah sehingga terjadilah perubahan ini,
konsekoensinya sel yang mengandung hemoglobin S akan rusak, kaku dan
berbentuk sabit ketika berada disirkulasi vena. Sel yang panjang dan kaku yang
dapat terperangkap dalam pembuluh kecil, dan ketika mereka saling menempel
satu sama lain, aliran darah kedaerah atau organ yang mengalami perlambatan.
Apabila terjadiiskemia atau infark, pasien dapat mengalami nyeri, pembengkakan
dan demam. Urutan kejadian tersebut menerangkan terjadnya krisis nyeri penyakit
ini, namun apa yang mencetuskan urutan kejadian tersebut atau yang
mencengahnya tidak di ketahui.
Gejala disebabkan oleh hemolisis dan trombosis. Sel darah merah sabit
memiliki usia hidup yang pendek 15 sampai 25 hari, sel normal 120 hari. Pasien
selalu anemis, dengan nilai hemoglobin antara 7 sampai 10 g/dl. Biasanya terdapat
ikterik dan jelas terlihat pada skelera. Sumsum tulang membesar saat kanak-kanak
sebagai usaha kompensasi, kadang menyebabkan pembesaran tulang wajah dan
kepala. Anemia kronis sering disertai dengan takikardi, murmur jantung, dan

pembesaran jantung (kardiomegali). Disritmia dan gagal jantung dapat terjadi


pada [pasien dewasa.
Setiap jaringan dan organ rentan terhadap gangguan mikrosirkulai akibat
proses penyabitan, sehinggapek terhadap kerusakan hipoksik atau nekrosis
iskemik yang sebenarnya. Terdapat kenaikan kekentalan darah.
Evaluasi diagnostic. Diagnosa dapat ditegakkan dengan elektroforesis hemoglobin
atau focus isoelektrik dan teknik kromatografi cairan kinerja tinggi. Diagnosa
pasti bagi bayi tidak dapat ditegakkan sampai uji laboratorium lebih lanjut
dilakukan pada samplel darah kedua dan dikorelasikan dengan riwayat klinis.
Hanya elektroforesis yang dapat membedakan antara trait sel sabit mempunyai
kadar hemoglobin dan hematokrit yang normal begitu juga apusan darah tepinya
juga normal. Sebaliknya pasien dengan anemia sel sabit mempunyai hematokrit
yang rendah edan sel sabit pada asupan.
Panduan praktek klinis penyakit sel sabit AHCPR (1993)
direkomendasikan untuk menyaring semua bayi baru lahir karena bisa terjadi bayi
yang menderita penyakit ini lolos apabila hanya ditujukan pada kelompok bayi
tertentu.
Prognosis anemia sel sabit. Pasien dengan anemia sel sabit biasanya
terdiagnosa pada masa kanak-kanak, karena mereka nampak anemis ketika bayi
dan mulai mengalami krisis sel sabit pada usia 1 sampai 2 tahun. Kebanyakan
meninggal pada tahun pertama kehidupan, namun antibiotika dan kemajuan ilmu
pengetahuan mengenai penyakit ini ditambah dengan penyeluhan terhadap pasien
bisa meningkatkan kinerja pada 20 ampai 25 tahun terakhir ini. Meskipun harapan
hidup reratanya adalah 40 tahun,namun ada beberapa pasien yang mampu hidup
sampai decade usia keenam. Semua saudara kandung pasien dengan anemia sel
sabit harus diuji mengenai penyakit ini.
Penatalaksanaan. Penanganan kelainan hemoglobin ini masih terus
berkembang. Banyak percobaan pengobatan yang mempunyai sifat antisabit telah
dilakukan. Meskipun jumlah sampelnya masih terlalu sedikit, namun ada harapan
yang menjajikan dengan hydroxyurea. Obat ini meningkatkan produnsi
hemoglobin fetal (Hb F) pada pasien penyakit sel sabit. Persentase sel sabit
ireversibel menurun dan terjadinya nyr\eri berkurang. Obat ini juga mengurangi
hemolisis dan memperpanjang ketahanan hidup sel darah merah. Obatini masih
dianggap eksperimental dan mempunyai berbagi resiko seperti karsinogenesis dan
teratogenesis yang masih belum dipahami.
Cetiedil citrate, suatu modifier membrane sel darah merah, juga
mempunyai efek antisabit yang efektif. Pentoxyfyline, obat yeng menurunkan
kekentalan darah dan tahanan vaskuler perifer, memberikan harapan menurunkan
lamanya krisis sel sbit. Vanili, bahan tambahan makanan, juga mempunyai sifat
antisabit dan sedang dievaluasi sebagi terapi tambahan untuk anemia sel sabit.
Penyuluhan mengenai keinginan mempunyai anak harus diberikan kepada
semua pasangan usia subur yang menderita anemia sel sabit atau trait sel sabit.
Penyuluhan mungkin lebih efektif apabila dilakukan dengan anggota komonitas
yang berasal dari kelompok etnis yang sama yang merupakan kelompok dengan
resiko tinggi. Krisis tidak selalu dapat dicengah. Tetapi, bila bayidengan penyakit
sel sabitdiimunisasi untuk melawan hemophilus influenza pada usia 2 bulan dan
diberi pencengahan dengan penisilin, maka angka morbiditas dan mortalitasnya
dapat diturunkan.
Karena infeksi nampaknya mencetuskan krisis, maka setiap infeksi harus
segera ditangani atau dicengah bila mungkin. Karena dehidrasi hipoksia memacuh

terjadinya penyabitan sel, maka pasien dianjurkan untuk menghindari ketinggian,


anesthesia, atau kehilangan cairan. Karena adanya defek ginjal, pasien ini sangat
mudah mengalmi dehidrasi. Terapi asam folat diberikan setiap hari, karena
kebutuhan sumsum tulang sangat tinggi.
Krisis sel sabit. Apabila terjadi krisis sel sabit, terapi yang utama adalah
hidrasi dan analgesia. Peningkatan asupan cairan dapat membantu mengencerkan
darah dan membalikkan proses aglutinasi sel sabit dalm pembuludarah kecil.
Pasien dan keluarganya dapt belajar menangani krisis ringan dirumah, apabila
tidak membaik dalam beberapa jam, perlu dibawa kerumah sakit.
Pasie dengan krisis sel sabit sering mengalami demam dan lekositosis,
sehingga infeksi, apendisitis atau kolesistitis harus disingkirkan. Cairan intra vena
(3 sampai 5 L/hari untuk orang dewasa) harus diberikan. Kateter vena ukuran
kecil dapat mengurangi trauma terhadap vena, setelah kejadian krisis, vena dapat
mengalami sclerosis. Analgetik opiod mungkin diperlukan karena beratnya nyeri
dan harus diberikan dengan dosis yang adekuat. Pengontrolan nyeri pasien (PCA,
patient controlled analgesia) dengan morfin sulfat merupakan pilihan terbaik.
Tetapi, narkotik tidak boleh diberikan untuk penghilang nyeri untuk jangka
panjang karena resiko ketergantungan. Bahan untuk inflamasi non-steroid cukup
untuk pasien dengan nyeri kronis.
Transfuse ditangguhkan untuk keadaan tertentu saja (1) krisis apalastik,
bila hemoglobin pasien turun drestus , (2) krisis nyeri hebat yang tidak berespons
dengan terapi apapun selama beberapa hari, (3) tindakan pra bedah untuk
mengencerkan jumlah sel sabit, dan (4) sebagai usaha mencengah terjadinya krisis
selam paruh akhir masa kehamilan.
Komplikasi. Komplikasi anemia sel sabit meliputi infeksi, hipoksia dan
iskemia, episode trombosis,stroke, gagal ginjal, dan praplosmus (nyeri abnormal
dan ereksi penis terus-menerus).
Pasien dengan anemia sel sabit biasanya rentan terhadap infeksi, terutama
pneumonia dan osteomielitis. Dan dapat menderita batu kandung empedu ( akibat
peningkatan hemolisis yang menyebabkan batu bilirubin) dan ulkus tungkai.
Ulkus dapat bersifat kronis dan nyeri serta memerlukan tandur kulit. Infeksi
merupakan penyebab kematian utama.
Episode trombosis dapat mengakibatkan infark oaru atau terjadinya sroke
mendadak dengan paralysis pada satu sisi. Episode ini sam sekali tidak dapat
diramalkan, dapat terjadi tiap bulan atau sangat jarang dan dapat berlangsung
selama beberapa jam, hari atau minggu. Kejadian yang nampaknya mencetuskan
krisis adalah dehidrasi, kelemahan, asupan alcohol, stress emosi, dan asidosis.
Beberapa akibat infark bersifat permanen, seperti hemiplegia, nekrosis aseptic
kapur femur, dan defek kosentrasi ginjal. Gagal ginjal merupakan penyebab
kematian utama pada orang dewasa dengasn penyakit ini.
PROSES KEPERAWATAN
PASIEN ANEMIA SEL SABIT
Pengkajian
Karena proses penyabitan dapat mengakibatkan terhentinya sirkulasi disetiap
jaringan atau organ, disertai hipoksia dan iskemia, maka pengkajian yang cermat
mengenai seluruh sistem tubuh harus dilakukan..pengkajian lebih di tekankan
pada nyeri,pembengkakan,dan demam.semua sendi harus di periksa dengan teliti
akan adanya nyeri dan pembengkakan ,begitujuga abodemen.pemeriksaan

neuorologis yang cermat perlu di lakukan untuk mengetahui adanya hipoksida


serebral.pasien juga di Tanya mengenai gejala yang mengarah ke batu kandungan
empedu,seperti tidak toleran terhadap makanan,nyeri epigastrik,dan nyeri
abodemen kuadran kanan atas.
Karena pasien dengan anemia sel sabit rentan terhadap infeksi,harus di lakukan
pengkajian terhadap setiap proses infeksi.perhatian khusus diberikan pada
pemeriksaan dada dan tulang panjang serta kaput femur,begitu pulapenemonia dan
osteomielits.sering terjadi ulkus tungkai,yang mungkin terinfeksi dan lama
sembuh.masalah lain yang sering terjadi sehubungan dengan anemia sel sabit
yaitu anemia kronis,juga harus di perhatikan selama pemeriksaan fisik.
Pasien yang sering mengalami krisis ditanya mengenai factor yang dapat
mencetuskan krisis. Mereka mengalami gejala infeksi atau dehidrasi atau
mengalami situasi yang menyebabkan kelemahan atau stress emosi. Riwayat
asupan alcohol juga dikaji. Selain, itu pasien diminta untuk mengingat kembali
factor yang tampaknya mencetuskan krisis dimasa lalu dan upaya apa yang
mereka lakukan untuk mencengah krisis tersebut. Informasi yang diperoleh dapat
digunakan sebagai panduan untuk mengindentifikasi dan memenuhi kebutuhan
belajar mereka.
Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup yang
berikut :
nyeri berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah
kurang pengetahuan mengenai pencegahan krisis
gangguan harga diri berhubungan dengan gangguang gambaran diri
ketidak berdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan akibat penyakit
masalah kalborasi
komplikasi potensial
berdasarkan pada data pengkajian, komlikasi potensial mencakup :

krisi sel sabit

infeksi

hipoksia dan iskemia

priapismus
Perencanaan Dan Inplementasi
tujuan. Tujuan utamnya adalah penghilangan nyeri, menghindari situasi yang
dapat mencetuskan krisis, meningkatkan perasaan harga diri dan kekuatan, dan
tidak adanya komplikasi.
Intervensi keperwatan
Rencana asuhan yang mengkhususkan pada intervensi untuk pasien
dengan penyakit sel sabit disajikan direncana asuhan keperawatan 32-1.
Pemantaun dan penatalaksanaan komlikasi potensial. Selama krisis sel
sabit, pasien harus diistirahatkan tanpa gangguan selama mungkin. Ekstermitas
yang membengkak tidak boleh digerakkan dan nyeri harus dihilangkan.
Penggambaran subyektif dari pasien mengenai nyueri, menggunakan skala nyeri,
dapat dipakai sebagai panduan untuk menentukan jenis analgetik. Teknik
relaksasi, latiahan pernapasan, stimulasi saraf transkutan, dan berendam dalam
kolam berbusa dapat meringankan penderitaan pasien.
Perawat dapat membantu pasien dan keluargannya menyesuaikan diri
terhadap penyakit kronis ini dan memmahami pentingnya dehidradi dan

pencengahan infeksi. Kekuatan pencengahan dengan peneselin perlu diulang


terus-menerus oleh perawat. Pasien dan keluarganya harus diberi tahu untuk
segera mencari pertolongan medis bila muncul tanda infeksi atau komlikasi lain.
Apabila terdapat ulkus tungkai, perlu dilakukan balutan yang tercermat serta
perlindungan terhadap trauma dan kontaminasi luka. Apabila tidak dapat sembuh,
mungkin diperlukan tandur kulit. Teknik aseptic yang sangat teliti harus
diterapkan untuk mencengah infeksi nasokomial.
Pasien pria dapat mengalami episode priapismu yang sangat nyeri (ereksi
penis terus-menerus). Pasien harus diberitahu untuk segera mengosongkan
kandung kemihnya saat awitan serangan, berolahraga, dan berendam air hangat.
Apabila episode berlangsung lebih dari 3 jam, harus mendapat pertolongan medis.
Episode berulang dapat mengaklitbatkan trombosit vaskuler ekstensif
menyebabkan impotensi.
Promosi keterampialan koping. Penyakit ini, dengan eksaserbasi akutnya
yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan kronis, sering mengakibatkan
pasien merasa tidak berdaya dan menurunkan harga diri. Kemampuan pasien
menggunakan sumber koping normal seperti kekuatan fisik, s5amina psikologis,
dan harga diri yang positif dan hilang. Asuhan keperawtan yang difokuskan pada
kekuatan pasien dan bukannya kelemahan dapat memperkuat keterampilan
kop[ing yang efektrif. Memberi kesempatqn kepada pasien untuk membuat
keputusan mengenai perawatan harian, dapat meningkatkan perasaana untuk
mengontrol diri.
Hemoglobinopati lainnya
Hemoglobin C. hemoglobin C lebih jarang dari S hemoglobin pada orang
Amerika keturunan Afrika. Pasien dengan trait hemoglobin C tidak bergejala, dan
penyakit C homozigot merupakan anemia hemolotik ringan dengan spelenomegali
(limpa membesar) tetapi tanpa komlikasi serius.
Talasemia.talasemia merupakan sekelompok kelainan keturunan yang
berhubungan dengan defek sintesis rantai hemoglobin. Anemia ini terdapat
diseluruh dunia, namun revalensi yang tertinggi terjadi pada keturunan orang
mediterania, Afrika dan Asia Tenggara. Insedensinya meningkat diAmerika serikat
bersamaan dengan imegrasi orang-orang Asia tenggara. Talsemia di tandai dengan
penurunan kadar hemoglobin abnormal dalam eritrosit (hipokromia) eritrosi
dengan ukuran lebih kecil dari normal (mikrositasis), kerusakan elemen darah
(hemolisis) dan bermacam tingkat anemia. Talasemia diklafikasikan dan dalam
dua kelompok utama sesuai rantai globin yang terkena : alfa-talasemia dan betatalasemia, yang masing-masing berhubungan dengan penurunan atau ketiadaan
sintesis rantai alfa- dan rantai beta. Alfa talasemia terjadi pada penduduk Asia
tenggara dan Afrika, beta talsemia paling serin terjadi dipopulasi mediterania. Alfa
talasemia lebih ringan disbanding bentuk beta dan sering tanpa gejala. Pasien
dengan beta talasemia berat akan meninggal dalam tahun pertama kehidupan
apabila tidak ditangani : bila ditangani dengan transfuse teratur, mereka dapat
bertahan dengan usia 20 atau 30 tahun. Penyuluhan terhadap pasien selama usia
subur harus mencakup penyuluhan dengan perkawianan mengenai resiko
talasemia mayor kogenital.
Talasemia minor. Kebanyakan pasien dengan talaemia minor tidak
mempunyai gejala tetapi merupakan pembawa talasemia mayor. Namun
kehamilan dapat menyebabkan anemia yang bermakna sehingga memerluka terapi
transfuse.

Talasemia mayor. Talaemia mayor (anemia cooley) ditandai dengan anemia berat,
hemolisis, dan mproduksi eritrosit (eritropoyesis) yang tidak efektif. Tetapi
tranfusi awal, dapat mempertahankan petumbuhan dan perkembangan selama
masa kanak-kanak. Disfungsi organ sehubungan dengan kelebihan besi dapat
terjadi. Terapi chalet teratur dengan destropsamin supkutan dapat menurunkan
komlikasi kelebihan besi dan memperpanjang hidup pasien. Tetapi, kelangsungan
hidup keseluruhan pasien yang mendapatkan chelate besi secara terus-menerus
sejak tahun pertama kehidupan belum diketahui.
Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase
Abnormalitas kelainan ini terdapat pada G-6-PD, suatu enzim dalam sel
darah merah yang esensial untuk stabilitas membrane. Beberapa pasien mendapat
enzim secara heriditer yang tidak baik sehingga ia mengalami anemia hemolitika
kronik namun jenis paling banyak yaitu, kerusakan yang sampai mengakibatkan
hemolisis hanya terjadi apabila sel darah merah mengalami stress akibat suatu
kondisi tertentu, kelainan ini baru ditemukan oleh peneliti selam a perang dunia ke
II, dimana bebberapa prajurit mengaklami hemolisis ketika mendapat primaquine,
suatu obat antimalaria.
Obat yang mempunyai efek hemolitik pada pasien dengan defenisi G-6PD adalah obat antimalaria, sulfonamide nitrofurantoin, analgetik tarbtu bara yang
biasa (termasuk aspirin) diuretic thehiazide, obat hipoklikemik oral,
chloramphenicol, asam para amino-salasilat (pas), dan vitamin K.
Orang Amerika kweturunan Afrika dan orang Yunani dan Italia adalah
yang paling banyak menderita kelainan ini. Jenis defesiensi yang mengakibatkan
hemolisis hebat dan kadang anemia mengancam jiwa lebih banyak ditemukan
pada populasi mediterania disbanding populasi AMerika keturunan Afrika.
Semua jenis defesiensi G-6_PD diturunkan sebagai defek terpaut x . oleh
sebab itu pria lebih beresiko disbanding wanitga. diAMerika serikat, sekitar 15 %
pria Amerika ket5urunan Afrika mengalami kelainan ini.
Manifestasi klinis. Pasien tidak menunjukkan gejala, dan kadar hemoglobin dan
serta jumlah retikulosit normal pada keadaan biasa. Tetapi beberapa hari setelah
terpajang obat, mereka akan menmgalami pucat ekterok, hemoglobin uria
(hemoglolbin dalam urine), dan jumlah retikulosit akan meningkat. Pewarnaan
khusus pada darah perifer memperlihatkan badan Heinz (hemoglobin yang
terdegrasi). Hemolisis berlangsung sampai seminggu dan kemudian berlangsung
secar spontan jaumlahnya mulai meningkat kembali Karen asel darah merah muda
yang baru lebih tahan terhadap hemolisis. Pada jenis mediterania, tidak terjadi
penyembuhan seperti ini.
Evaluasi diagnostic dan Penatalaksanaan. Diagnosa ditegakkan dengan uji
penyaringan atau essay kuantitatif G-6-PD. Penanganan dilakukan dengan cara
menghentikan obat yang menyebabkannya. Dan fusi hanya diperlukan pada jenis
mediterania sja. Pasien harus diberi pengertain mengenai penyakitnya dan daftar
obat yang harus dihindari. Obat tersebut adalah sulfonamide, obat
hipokglikenmia, antimalaria, nitrofurantion, phenasefin, aspirin (dalam dosis
tinggi), danazam para aminoparasalisilat.
Anemia hemolitika didapat
Terdapat berbagai macam anemia hemolitik didapat, termasuk
hemoglobinuria nocturnal mikroagiopati, hemolisis katup jantung dan anemia
selspur, begitu pula yang berhubungan dengan infeksi dan hiperslenisme.
Anemia hemolitik imun

Ketika antibody bergabung denagn sel darah merah meraka dapat menjadi
isoantibodi, bereaksi dengan se lasing (seperti pada reaksi transfuse atau
eritroblastosisfetalis), atau otoantibodi, yang bereaksi dengan sel individu itu
sendiri. Hemolisis imun yang terjadi bisa sangat berat. Antibody membungkus sel
darah merah menimbulkan uji coomb positif. Sel tersebut klemudian akan diambil
oleh limpa dan system repikuleondotelial lainnya. Kebanyakan sel tersebut
kemudian akan dihancurkan, dan lainnya akan kembali kesirkulasi sebagai sferosit
dengan membran yang lebih tipis dan ketahanan hidup yang lebih pendek.
Pada keadaan hemolitik otoimun idiopatik, alasan sistem imun terinduksi
untuk membentuk antibody tidak diketahui. Penyakit ini awitannya mendadak,
sering pada individu diatas usia 40 tahun. Pada beberapa kasus, hemolisis yang
terjadi berhubungan dengan penyakit sistemiok (ususnya lupus eritematosus
sistemik, leukemia limpositik kronik, atau limfoma). Pada orang lain lagi, dengan
gambaran klinis yang sama, terbkti membentuk antibody terhadap obat tertentu
(terutama penesilin, sefalosforin, atau quiinidine). Antibody pada sel darah merah
sehingag terjadi penghancuran sel (hemolisis). Pasien yang mendapat dosis tinggi
metildopa dapat membentuk antibody terhadap sel darah merahnya sendiri; tetapi
hanya sebagian dari pasien ini yang mengalmi anemia hemolitika bermakna.
Manifestasi klinis. Manifestasi klinis dapat berbeda-beda. Uji coomb
positif bisa merupakan satu-satunya manifestasi yang terdapat pada kasus ringan.
Namun yang lebih sering, terdapat tanda anemia ysng mencakup kelemahan,
dispnu, paspitasi, dan ikterik. Anemianya begituberat sehungga pasien mengalami
hemolisis yang erlebihan dan memngalami syok.
Penatalaksanaan. Semua obat yeng diduga menjadi penyebab harus
dihentikan. Penanganan terdiri atas dosistinggi kortikosteriod sampai
hemolisisnya menghilang. Kertika hemoglobin kembali ke angka normal,
biasanay setelah beberapa minggu, steroid dapat diturunkan atau, pada beberapa
kasus, diturunkan bertahap atau dihentikan. Pada kesus berat, diperlukan transfuse
darah. Karena antibody dapat pula bereaksi dengan sei donor, maka penentuan
golongan darah harus sangat hati-hati dan pemberian transfusi dilakukan dengan
lambat dan berhati-hati. Splenektomi (pngangkatan limpa) menghilangkan
sebagian tempat utama pengahnacuran sel darah merah; jadi, harus dilakukan bila
kotikostreroid tidak mampu menghasilkan remisi. Apabila terapi kotikostreroid
maupun splenektomi tidak berhasil, maka perlu diberikan obat imunosupresi.

Anda mungkin juga menyukai