Tumbuh Kembang
Pendahuluan
Seorang bayi laki-laki berusia 2 bulan dibawa ibunya ke puskesmas untuk mendapatkan
imunisasi rutin. Bayi tersebut lahir dari seorang ibu yang tidak memiliki komplikasi selama
kehamilan dan selama ini sehat serta aktif.
Peristiwa tumbuh kembang pada anak meliputi seluruh proses kejadian sejak terjadi
pembuahan sampai masa dewasa. Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa
yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Dalam memaksimalkan tumbah kembang diperluakan usaha untuk mengukur
tumbuh kembang salah satunya dengan antopometri dan melindungi anak dari penyakit
infeksi dengan imunisasi. Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas anamnesis, pemeriksaan
dan penetalaksanaan yang bertujuan untuk memaksimalkan tumbuh kembang anak.
Hipotesis: bayi laki-laki dapat mendapatkan imunisasi rutin.
rumusan
masalah
anamnesis
ibu
perilaku anak
sejak kecil
pemeriksaan
fisik pada
bayi
antopometri
BB,PB,lingkar
kepala.
penatalaksan
aan
edukasi
jadwal
imunisasi
Pembahasan
1. Anamnesis
Anmnesis merupakan wawancara yang seksama terhadap pasien atau keluarga dekatnya
mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan.
Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala
(simptom) dan tada (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan
dalam menentikan diagnosis kemungkinan sehingga membantu dalam menentukan langkah
pemeriksaan selanjutnya. 1
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis atau
Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu
anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab
semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis
terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang
sesungguhnya dia rasakan, namun dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat
dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab
pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan
permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari informasi orag lain ini disebut Alloanamnesis
atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersamasama auto dan alloanamnesis. 1
2
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluahan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat obstri dan ginekologi (khusus wanita). Riwayat penyakit
dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial
ekonomi, budaya, kebiasaaan, obat-obatan dan ingkungan). 1
Identitas anak meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua atau anggota keluarga
terdekat sebagai penanggung jawab, alamat, pendidikan orang tua , pekerjaan orang tua, suku
bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memeastikan bahwa pasien yang
dimaksud dan sebagai data penelitian. 1
Beberapa hal penting yang penting ditanyakan dalam anamnesis untuk anak (bayi dan balita
adalah sebagai berikut:2-4
a. Anamnesis faktor pranatal dan perinatal
Merupakan faktor yang penting untuk mengetahui perkembangan anak. Anamnesis harus
menyangkut faktor risiko untuk terjadinya gangguan perkembangan fisik dan mental
anak, termasuk faktor risiko untuk bota, tuli, palsi serebralis, dll. Anamnesis juga
menyangkut penyakit keturunan dan apakah ada perkawinan antar keluarga. 2-4
b. Kelahiran prematur
Harus dibedakan antara bayi prematur (SMK = Sesuai Masa Kehamilan) dan bayi dimatur
(KMK = Kecil Masa Kehamilan) dimana telah terjadi retradasi pertumbuhan intrauterin.
Pada bayi prematur, karena dia lahir lebih cepat dari kelahiran normal, maka harus
diperhitungakn pertumbuhan intrauterin yang tidak sempat dilalui tersebut. Contoh, bayi
ahir 3 bulan prematur (umur kehamilan 6 bulan), tidak dapat dibandingkan dengan bayi
usia 6 bulan, maka yang dilakuakn adalah pemeriksaan bayi berusia 3 bulan. 2-4
c. Anamnesis harus menyangkut faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan
anak.
Misalnya untuk meneliti perkembangan motorik pada anak, harus ditanyakan berat
badanya, karena erat hubungannya dengan perkembangan motorik tersebut. Untuk
menanyakan kemampuan menolong sendiri, misalnya makan, berpakaian dll. Harus pula
ditanyakan apakah ibunya memberikan kesempatan pada anak untuk belajar itu. 2-4
d. Anamnesis kecepatan pertumbuhan anak.
3
Merupakan informasi yang sangat penting yang harus ditanyakan pada ibunya pada saat
kali datang. Anamnesis yang teliti tentang milestone perkembangan anak, dapat
mengetahui tingkat perkembangan anak tersebut. 2-4
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik bayi
Pemeriksaan fisik pada bayi, merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh bidan,
perawat, atau dokter untuk menilai status kesehatan yang dilakukan pada saat bayi baru lahir,
24 jam setelah lahir, dan pada waktu pulang dari rumah sakit. Dalam melakukan pemeriksaan
ini sebaiknya bayi dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang, sehingga bayi tidak
mudah kehilangan panas. Tujuan pemeriksaan fisik secara umum pada bayi adalah menilai
status adaptasi atau penyesuaian kehidupan intrauteri ke dalam kehidupan ekstrauteri serta
mencari kelainan pada bayi. Adapun petneriksaan fisik yang dapat dilakukan pada bayi antara
lain sebagai berikut:2-5
-
Hitung frekuensi napas. Pemeriksaan frekuensi napas ini dilakukan dengan menghitung
rata-rata pernapasan dalam satu menit. Pemeriksaan ini dikatakan normal pada bayi baru
lahir apabila frekuensinya antara 30-60 kali per menit, tanpa adanya retraksi dada dan
suara merintih saat ekspirasi, tetapi apabila bayi dalam keadaan lahir kurang dari 2.500
gram atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu, kemungkinan terdapat adanya retraksi
dada ringan. Jika pernapasan berhenti beberapa detik secara periodik, maka masih
lengan panggul dan lutut semi fleksi. Selanjutnya pada bayi berat kurang dari 2.500 gram
atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu ekstremitasnya dalam keadaan sedikit
ekstensi. Apabila bayi letak sungsang, di dalam kandungan bayi akan mengalami fleksi
penuh pada sendi panggul atau lutut/sendi lutut ekstensi penuh, sehingga kaki bisa
mencapai mulut. Selanjutnya gerakan ekstremitas bayi harusnya terjadi secara spontan
dan simetris disertai dengan gerakan sendi penuh dan pada bayi normal dapat sedikit
-
gemetar. 2-5
Periksa tonus atau kesadaran bayi. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat adanya
letargi, yaitu penurunan kesadaran di mana bayi dapat bangun lagi dengan sedikit
kesulitan, ada tidaknya tones otot yang lemah, mudah terangsang, mengantuk, aktivitas
berkurang, dan sadar (tidur yang dalam tidak merespons terhadap rangsangan).
Pemeriksaan ini dalam keadaan normal dengan tingkat kesadaran mulai dari diam hingga
sadar penuh serta bayi dapat dibangunkan jika sedang tidur atau dalam keadaan diam. 2-5
Pemeriksaan ekstremitas. Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan
ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal (menghadap ke dalam
atau ke luar garis tangan), serta menilai kondisi jari kaki, yaitu jumlahnya berlebih atau
pada hari kedua atau selanjutnya, kulit tubuh yang terkelupas pada hari pertama. 2-5
Pemeriksaan tali pusat. Pemeriksaan ini unluk melihat apakah ada kemerahan, bengkak,
bernanah, berbau, atau lainnya pada tali pusat. Pemeriksaan ini normal apabila warna tali
pusat putih kebiruan pada hari pertama dan mulai mengering atau mengecil dan lepas
pada hari pertama karena tertutup oleh caput succedaneum, konsistensinya lunak,
berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi hilang tengkorak, tidak menyeberangi sutura,dan
apabila menyeberangi sutura akan mengalami fraktur tulang tengkorak yang akan
hilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan. Adanya perdarahan yang terjadi karena
pecahnya vena yang menghubungkan jaringan di luar sinus dalam tengkorak,
batasnya tidak tegas, sehingga bentuk kepala tampak asimetris. Selanjutnya diraba
untuk menilai adanya fluktuasi dan edema. Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai
fontanella dengan cara melakukan palpasi menggunakan jari tangan, kemudian
fontanel posterior dapat dilihat proses penutupannya setelah usia 2 bulan, dan fontanel
pipi bisanya disebut sebagai monilia albicans, gusi juga perlu diperiksa untuk menilai
adanya pigmen pada gigi, apakah terjadi penumpukan pigmen yang tidak sempurna.
Pemeriksaan leher dapat dilakukan dengan melihat pergerakan, apabila terjadi
keterbatasan dalam pergerakannya, maka kemungkinan terjadi kelainan pada tulang
menonjol). 2-5
Pengukuran antropometri. Antropometri menurut Hinchiliff (1999) adalah pengukuran
tubuh manusia dan bagian-bagiannya dengan maksud untuk membandingkan dan
menentukan norma-norma untuk jenis kelamin,usia, berat badan, suku bangsa dll.
Antropometri dilakukan pada anak-anak untuk menilai tumbuh kembang anak sehingga
dapat ditentukan apakah tumbuh kembang anak berjalan normal atau tidak. Ketepatan dan
ketelitian pengukuran sangat penting dalam menilai pertumbuhan secara benar. Kesalahan
atau kelalaian dalam cara pengukuran akan mempengaruhi hasil pengamatan. 2,3,5
Pada bayi baru lahir, perlu dilakukan pengukuran antropometri seperti berat badan,
dimana berat badan yang normal adalah sekitar 2.500-3.500 gram, apabila ditemukan
berat badan kurang Bari 2.500 gram, maka dapat dikatakan bayi memiliki berat badan
lahir rendah (BBLR). Akan tetapi, apabila ditemukan bavi dengan berat badan lahir lebih
dari 3.500 gram, maka bayi dimasukkan dalam kelompok makrosomia. Pengukuran
antropometri lainnya adalah pengukuran panjang badan secara normal, panjang badan
bayi baru lahir adalah 45-50 cm, pengukuran lingkar kepala normalnya adalah 33-35 cm,
pengukuran lingkar dada normalnya adalah 30-33 cm. Apabila ditemukan diameter kepala
lebih besar 3 cm dari lingkar dada, maka bayi mengalami hidrosefalus dan apabila
7
diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar dada, maka bayi tersebut mengalami
mikrosefalus. 2-5
Adapun cara pengukurannya adalah sebagai berikut :
Pengukuran Berat Badan
Berat badan merupakan indikator untuk keadaan gizi anak. Gangguan pada berat badan
biasanya menggambarkan gangguan yang bersifat perubahan akut/jangka pendek. 2,3,5
Alasan mengapa pengukuran berat badan merupakan pilihan utama: 2,3,5
Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena
gambaran pertumbuhan
Umum dan luas dipakai di Indonesia
Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur
Digunakan dalam KMS
BB/TB merupakan indeks yang tidak tergantung umur
Alat ukur dapat diperoleh di pedesaan dengan ketelitian tinggi ( dacin )
: 2,3,5
Pengukuran lingkar kepala bertujuan untuk mengetahui lingkar kepala anak dalam batas
normal atau di luar batas normal. Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan
tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar
lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Interpretasi hasil nya
adalah 2,3,5
Tidak normal :
Mikrosefalus bila LK < P2
Makrosefalus bila LK > P98
Pita ukur diletakkan pada oksiput melingkar ke arah supraorbita dan glabela.
9
Hasil dicatat pada grafik lingkar kepala menurut umur dan jenis kelamin.
Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan ukuran sekarang.
Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi karena mudah, murah dan cepat.
Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran
tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas
mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan status KEP (Kurang Energi
Protein) pada balita. Namun kelemahannya adalah : 2,3,5
Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang
memadai untuk digunakan di Indonesia
Sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif untuk
golongan dewasa.
Pemeriksaan Genitalia
Pemeriksaan genitalia ini untuk mengetahui keadaan labium minor yang tertutup oleh
labia mayor, lubang uretra dan lubang vagina seharusnya terpisah, namun apabila
ditemukan sstu lubang maka didapatkan terjadinya kelainan dan apabila ada sekret pada
lubang vagina, hal tersebut karena pengaruh hormon. Pada bayi laki-laki sering
didapatkan fimosis, secara normal panjang penis pada bayi adalah 3-4 cm dan 1-1,3 cm
untuk lebaruya, kelainan yang terdapat pada bayi adalah adanya hipospadia yang
merupakan defek di bagian ventral ujung penis atau defek sepanjang penisnya. Epispadia
merupakan kelainan defek pada dorsinn penis. 2-5
10
Pemeriksaan kesadaran
Tujuan pemeriksaan ini adalah menilai status kesadaran anak.nilai kesadaran meliputi dua
jenis yaitu kesadaran kualitatif dan kesadaran kuantitatif. Kesadaran kualitatif meliputi
beberapa tingkat kesadaran yaitu: komposmetis, apatis, somnolen, sopor, koma, delirium;
sedangkan untuk kesadaran kuantitatif penilaian diukur melalui penilaian skala koma
( glasgow )yang dinyatakan dengan gcs ( glasgow coma scale ).
-
Pemeriksaan ini dilakukan degan cara seperti memeriksa atropometik, meliputi berat badan,
tinggi badan dan lingkar lengan atas.
-
Pemeriksaan nadi
Pemeriksaan denyut nadi dilakukan pada saat keadaan tidur/ istirahat, dengan menghitung
menggunakan arloji atau stopwatch dan dicatat.
-
dilakukan
dengan
prosedur
palpasi
dan
auskultasi
dengan
alat
Pemeriksaan pernapasan
Pemeriksaan suhu
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan termometer suhu tubuh di beberapa tempat yaitu di
oral, rektal dan aksila.
-
Pemeriksaan kulit dilakukan untuk menilai warna, adanya sianosis, ikterus, ekzema, pucat,
purpura ,makula ,papula ,vesikula ,pustula ,ulkus ,turgor kulit. Pemeriksaan kuku dilakukan
dengan mengadakan inspeksi terhadap
rambut dilakukan untuk menilai adanya warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik dari
rambut. Pemeriksaan kelenjar getah bening dilakukan dengan cara mempalpasi pada daerah
leher/inguinal dan daerah lain yang kelenjar getah beningnya dapat diraba.
-
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan kepala secara umum yaitu wajah, mata, telinga, hidung,
mulut, faring, laring dan leher.
,
-
Pemeriksaan dada
Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan genetalia
Pemeriksaan pada laki-laki dengan cara memperhatikan ukuran, bentuk penis, testis serta
kelainan
yang
ada.
Sementara
pemeriksaan
pada
perempuan
dengan
cara
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara inspeksi terhadap adanya kelainan tulang belakang
seperti lordosis, kifosis, skoliosis, serta perasaan nyeri tulang belakang
-
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaaan ini meliputi inspeksi, pemeriksaan reflek , pemeriksaan tanda maningeal dan
pemeriksaan kekuatan dan tonus otot.
3. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
Dalam melakukan penetalaksanaa untuk memaksimalkan tumbuh kembang anak diperlukan
usaha-usaha dari berbagai pihak terutama lingkungan terdekat seperti keluarga. Diperlukan
usaha dari orang tua untuk memenuhi kebutuhan dasar anak anak.Kebutuhan dasar anak
untuk tumbuh kembang secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar. 6-8
12
dampak negatif pada tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial emosi. 6-8
Kebutuhan akan stimulasi mental ( Asah )
Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan)
pada anak. Stimulasi mental mengembangkan perkembangan mental psikososial seperti
kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral-etika,
produktivitas. 6-8
b. Medikamentosa - Imunisasi
Pemerintah indonesia telah memiliki pendoman vaksinasi. Prinsipnya vaksinasi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu vaksinasi wajib, terutama yang ditujukan bagi bayi dan anak
(vaksinasi tuberkolosis, hepatitis B, difteri, tetanus, pertusis, polio, dan campak) serta
vaksinasi yang dianjurkan (MMR, demam tifoid, varisela, hepatitis A, haemophilus influenza
tipe B, rabies, influenza, pneumokokus, meningokokus, rotavirus, kolera, yellow fever,
japanase encephalitis dan human papillomavirus), yang diperuntukan baik bagi anak maupun
dewasa.9
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit
tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. 5, 9
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2, yakni : 9
-
Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance), yang dimaksud dengan faktorfaktor
13
non khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi
badan dari suatu penyakit. Misalnya kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari
perut (usus), adanya refleks-refleks tertentu, misalnya batuk, bersin dan sebagainya.
-
Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya berhubungan dengan ras (warna
kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam (negro) cenderung lebih
resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai
hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum daripada orang yang
mempunyai hemoglobin AA.
b. Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity)
Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan. Kekebalan dapat
bersifat aktif dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh
dari penyakit tertentu. Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, ia akan kebal
terhadap penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi yang
berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme patogen (bibit) penyakit. Kekebalan pasif
diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah memperoleh kekebalan terhadap
penyakit tertentu misalnya campak, malaria dan tetanus maka anaknya (bayi) akan
memperoleh kekebalan terhadap penyakit tersebut untuk beberapa bulan pertama. Kekebalan
pasif juga dapat diperoleh melalui serum antibodi dari manusia atau binatang. Kekebalan
pasif ini hanya bersifat sementara (dalam waktu pendek saja). Banyak faktor yang
mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan, gizi dan trauma.
-
Umur, untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih
mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih
rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin
disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.
Seks, untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteria lebih parah
terjadi pada wanita daripada pria.
Kehamilan, wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap
penyakitpenyakit menular tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta
amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi pada wanita
hamil.
14
Gizi, gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap
penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan
Imunisasi Pasif (Pasive Immunization), imunisasi pasif ini adalah immunoglobulin. Jenis
Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut
anak balita (bawah lima tahun). Berikut ini adalah Jenis-jenis imunisasi pada balita : 5,9
-
bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti
pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa
menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3
kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT
III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu.Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun
setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi
terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. Setelah
mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada
usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan
perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85%
anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan
memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun. 5,9
-
9 bulan atau lebih. Vaksin penguat diberikan pada umur 5-7 tahun. 5,9
Imunisasi MMR, imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan
dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Dapat diberikan pada umur 12
bulan, apabia beum mendapat vaksin pada umur 9 bulan. Selanjutnya MMR ulangan
dapat diberikan pada mur 5-7 tahun. Campak menyebabkan demam, ruam kulit batuk,
hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia.
Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak
dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan
pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa
menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan
pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah
zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam
ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa
Penyakit ini sangat berbahaya karena seringkali meninggalkan gejala sisa yang cukup
serius. Misalnya kelumpuhan. Ada 2 jenis vaksin yang beredar di Indonesia, yaitu Act Hib
dan Pedvax. Diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dan vaksin ulangan pada umur 18
-
luar biasa varisela, atau atas permintaan orang tua dapat diberikan pada umur 1 tahun.
Imunisasi HBV (hepatitis B), imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis
B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Karena itu imunisasi hepatitis B termasuk yang wajib diberikan. Jadwal pemberian
imunisasi ini sangat fleksibel, tergantung kesepakatan dokter dan orangtua. Bayi yang
baru lahir pun bisa memperolehnya. Imunisasi ini pun biasanya diulang sesuai petunjuk
dokter. Orang dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi hepatitis B adalah individu yang
dalam pekerjaannya kerap terpapar darah atau produk darah, klien dan staf dari institusi
pendidikan orang cacat, pasien hemodialisis (cuci darah), orang yang berencana pergi
atau tinggal di suatu tempat di mana infeksi hepatitis B sering dijumpai, pengguna obat
suntik, homoseksual/biseksual aktif, heteroseksual aktif dengan pasangan berganti-ganti
atau baru terkena penyakit menular seksual, fasilitas penampungan korban narkoba,
imigran atau pengungsi di mana endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan
tiga dosis dengan jadwal 0, 1, dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respon yang
baik maka tidak perlu dilakukan pemberian imunisasi penguat (booster). 5,9
Imunisasi Pneumokokus Konjugata, imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak
terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat
menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi
darah). Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan
pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi
pneumokokus. 5,9
Tipa, imunisasi tipa diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap demam tifoid
(tifus atau paratifus). Kekebalan yang didapat bisa bertahan selama 3 sampai 5 tahun.
Oleh karena itu perlu diulang kembali. Di Indonesia tersedia 2 jenis vaksin yaitu vaksin
suntikan (polisakarida) dan oral (bakteri hidup yang dilemahkan).
Vaksin capsular Vi
polysaccharide: diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml, pemberian secara intramuskular. Tifoid oral
17
Ty21a: diberikan pada umur lebih dari 6 tahun, dikemas dalam kapsul, diberikan 3 dosis
dengan interval selang sehari (hari 1,3 dan 5). Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5
tahun. Vaksin oral pada umumnya diperlukan untuk turis yang akan berkunjung ke daerah
-
endemis tifoid. Pada imunisasi ini tidak terdapat efek samping. 5,9
Polio, terdapat 2 jenis vaksin yang beredar dan yang umum diberikan di Indonesia adalah
vaksin sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya adalah melalui mulut.
Dibeberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Dapat
dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B dan DPT. Imunisasi ulangan
diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT. Imunisasi polio diberikan sebanyak
empat kali denga selang waktu kurang dari satu bulan. Imunisasi ulangan dapat diberikan
sebelum anak masuk sekolah (5-6tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12tahun).
Diberikan dengan cara meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam
mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis.
Imunisasi polio digunakan untuk untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
polimielitis. Imunisasi polio tidak boleh diberikan pada anak yang sedang menderita diare
berat. Efek samping yang mungkin terjadi adalah dapat berupa kejang-kejang, tetapi
enam. 5,9
Retrovirus, dilakukan untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh retrovirus seperti
diare pada anak. Retrovirus diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada usia 2, 4 dan 6 bulan. 5,9
Kondisi Dimana Imunisasi Tidak Dapat Diberikan atau Imunisasi Boleh Ditunda:9
-
lama, HIV) tidak boleh diberi vaksin hidup (Polio Oral, MMR, BCG, Cacar Air).
Alergi terhadap telur hindari imunisasi influenza
18
Penutup
Sebelum imunisasi anak harus dalam keadaan sehat ( pertumbuhan dan perkembangan
normal). Diukur dengan antropometri dan Tes Denver. Jika pertumbuhan terhambat,
diberikan multivitamin dan mineral + diberikan penyuluhan pola makan yang baik.
Daftar Pustaka
19
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam . Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.25-76.
2. Schartz MW, editor. Pendoman klinis pediatri. Jakarta : EGC; 2004.h. 1-31.
3. Miall L, Rudolf M, Levene M. Paediatrics at a glance. 2nd ed. Victoria: Blackwell
Publishing Asia; 2007; p. 10-42.
4. Houghton RA, Gray D, editor. Chamberlains gejala dan tanda dalam kedokteran
klinis. Ed ke-13. Jakarta:PT Indeks; 2010.h.3-45, 459-98.
5. Meadow SR, Newell SJ. Lecture notes Pediatrika. Ed ke-7. Jakarta: Erlangga;
2005.h.1-233 .
6. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1995.h.1-78.
7. Berhman E, Arvin AM, Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed ke-18.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.37-56.
8. Hidayat AA. Asuhan neonatus, bayi, dan balita. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007.h.1-17.
9. Cahyono JBSB, Lusi RA, Verawati, Sitorus R, Utami RCB, Dameria K. Vaksinasi,
cara ampuh cegah penyakit infeksi. Jakarta: Kanisius; 2010.h.1-169 .
20