Anda di halaman 1dari 17

Tugas Hukum Pajak Lanjut

REFORMASI PERPAJAKAN INDONESIA

Disusun Oleh:

Wahyu Ardiansyah - NIM. 11010111150008


KELAS A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara historis pajak telah lama menjadi sumber penerimaan potensial
negara untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Pajak dapat
dipahami sebagai suatu pungutan paksa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
rakyatnya (wajib pajak) yang tidak memberikan kontraprestasi secara langsung
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (budgeter) maupun untuk
mengatur segala sesuatu yang ada di luar bidang keuangan (regulator). Menurut
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.1
Pajak memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi budgeter dan fungsi
regulasi. Fungsi budgeter berkaitan dengan fungsi pajak sebagai alat untuk
mengumpulkan dana dari masyarakat yang kemudian digunakan untuk membiayai
administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan pembangunan. Sedangkan
fungsi regulasi adalah fungsi pajak yang berkaitan dengan peran oajak dalam
mengatur perekonomian, alokasi sumber daya, redistribusi pendapatan, konsumsi
dan investasi publik.
Dengan melihat dua fungsi diatas maka sudah jelas bahwasanya
perpajakan merupakan produk kebijakan pemerintah di bidang fiskal/keuangan.
Telah kita cermati kebijakan perpajakan (dengan adanya sistem perpajakan) di
indonesia telah mengalami berbagai perubahan-perubahan besar dalam kurun
waktu sejak Indonesia merdeka hingga era reformasi sekarang. Sistem perpajakan
senantiasa harus disesuaikan dengan perubahan kondisi sosial ekonomi Indonesia.
Sistem perpajakan mengalami perubahan-perubahan yang cukup penting karena
didasari berbagai faktor yang mengharuskan adanya suatu sistem perpajakan yang
1

Mardiasmo, Perpajakan, Andi Offset, Yogyakarta, 2011, hlm : 1.

lebih sesuai dengan kondisi kenyataan yang ada. Dapat kita sajikan kenyataan
ketika era 80-an dikala itu terjadi penurunan harga minyak bumi dunia yang
menyebabkan penurunan pula terhadap penerimaan dari sektor migas sebagai
penerimaan utama negara waktu itu, yang mengharuskan pemerintah menggali
sumber-sumber pendapatan negara dari sektor-sektor lain yang salah satunya
adalah pajak yang belum dikelola secara optimal. Oleh karena itulah muncul
kebijakan baru perpajakan untuk memicu peningkatan penerimaan negara. Hal
tersebut sebagai salah satu contoh bahwasanya sistem perpajakan sebagai sebuah
kebijakan negara di bidang keuangan harus berubah seiring perubahan kondisi
sosial ekonomi yang ada.
Terkait perubahan kebijakan dalam perpajakan, Indonesia telah melakukan
beberapa kali perubahan kebijakan perpajakan yang dapat disebut sebagai
reformasi perpajakan (Tax Reform). Kapan saja reformasi perpajakan tersebut
dilakukan, apa yang mendasarinya dan bagaimana bentuk perubahannya,
akanpenulis sajikan dalam bagian selanjutnya dari tulisan ini.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas serta mengetahui gambaran yang lebih
lanjut mengenai Reformasi Perpajakan (Tax Reform), maka penulis mencoba
mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
Apa latar belakang terjadinya reformasi perpajakan (Tax Reform)?
Apakah tujuan dari reformasi perpajakan (Tax Reform)?
Bagaimana wujud/bentuk reformasi perpajakan (Tax Reform)?
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dan tujuan dari dibuatnya makalah ini, selain untuk memenuhi tugas
mata kuliah Hukum Pajak Lanjut, juga untuk menambah pengetahuan dan
wawasan penulis dalam memahami lebih lanjut mengenai Reformasi Perpajakan
tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Tax Reform


Sistem perpajakan di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan
atau yang kerap disebut Tax Reform. Tax reform (reformasi pajak) adalah
perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Setidaknya terdapat lima
tahap reformasi perpajakan di Indonesia, yaitu :
a. Tax Reform yang Pertama pada tahun 1983 1985;
b. Tax Reform yang Ke-dua pada tahun 1997;
c. Tax Reform yang Ke-tiga pada tahun 1997;
d. Tax Reform yang Ke-empat pada tahun 2000;
e. Tax Reform yang Ke-lima pada tahun 2002 2009.

Apakah kiranya yang menjadi latar belakang dilakukannya Reformasi


Perpajakan yang dimulai pada tahun 1983, setidaknya ada beberapa hal dalam
situasi perpajakan nasional pada saat itu yang melatar belakangi adanya tax
reform :
a. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dikala itu adalah
sebagai warisan zaman kolonial Belanda yang pemikiran, dan tujuan yang
dibuat pada zaman tersebut dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan
kehidupan bangsa Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat sejak
Proklamasi 19 Agustus 1945. Pada zaman kolonial, pemungutan pajak
semata-mata

dimaksudkan

untuk

memenuhi

kepentingan

pemerintah

penjajahan. Sedangkan dalam alam kemerdekaan, pemungutan pajak dijiwai


oleh pancasila dan UUD 1945 untuk kemakmuran bangsa;
b. Selain tidak sesuai kehidupan Bangsa Indonesia yang telah merdeka dan
berdaulat,

peraturan

pajak

warisan

hindia

belanda

dirasakan

tidak

memperhatikan azas dan aspek pemerataan, keadilan, kepastian hukum dan


pertumbuhan ekonomi;
4

c. Performa instansi pajak dan aparatnya yang kurang baik sehingga


menimbulkan sikap masyarakat apatis dan berprasangka jelek terhadap pajak.
Baik karena sistem perpajakan yang ada saat itu bukan saja tidak sesuai
dengan perekonomian Indonesia yang makin modern, tapi juga sangat rumit
dan sukar dipahami oleh pemungut pajak maunpun oleh pembayar pajak,
maupun sikap moral korup oknum-oknumnya. Dan berlanjut pada jumlah
penerimaan Pajak yang belum Optimal dan bisa dikatakan masih minim sekali
terlihat dari jumlah Wajib Pajak yang masih sedikit dengan jumlah
penerimaan yang sedikit pula terlihat dari Jumlah Penerimaan pada tahun
anggaran 1983/1984 hanya sebesar Rp 2,3 trilyun. Serta sampai dengan akhir
1983 tax ratio penerimaan pajak dengan produk domestik bruto

hanya

sebesar 6,35 persen saja.2

Disamping kondisi perpajakan diatas, pemicu utama sebagai latar


belakang dilaksankannya tax reform tahap pertama adalah merosotnya harga
ekspor minyak bumi pada masa Pasca Oil Boom yang pada Tahun Anggaran
1981/1982 Harga minyak sebesar US$ 35.00/ per barrel menurun menjadi US$
29.53/ barrel pada Tahun Anggaran 1983/1984.
Merosotnya harga minyak di pasar internasional pasca Oil Boom
menimbulkan masalah berat bagi perekonomian Indonesia karena penerimaan
sektor migas menurun, defisit transaksi berjalan dan defisit APBN meningkat.
Penerimaan migas dari hasil ekspor menurun 2,0% menjadi US$ 14.449 juta
(1983/1984). Defisit transaksi berjalan meningkat dari US$2..888 juta menjadi
US$4.151 juta (1983/1984). Defisit APBN meningkat dari Rp 1.938 triliun
menjadi Rp 2.742. triliun (1983/1984)3.
Adapun beberapa alasan lainnya mengapa pemerintah melakukan
reformasi perpajakan yaitu :
a. Sebagai upaya menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena
pengaruh perekonomian internasional maupun nasional.
2

Miyasto, Pidato Pengukuhan Guru Besar : Sistem Perpajakan Nasional Dalam Era Ekonomi
Global, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang, 6 Desember 1997, hlm : 8.
3
Hakim Simanjuntak, Sejarah Masa Pembangunan Ekonomi Indonesia, Global Education, 2013

b. Sebagai usaha mengalihkan sektor penerimaan APBN dari migas yang semula
sebagai sektor primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat
menjanjikan karena secara rasional pajak adalah penerimaan yang
berkelanjutan tidak seperti migas.
c. Usaha mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman
luar negeri) yang mensyaratkan struktur pajak yang ada harus disesuaikan
dengan kondisi seharusnya.
d. Meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Harapannya dengan Reformasi Perpajakan, sistem perpajakan akan


berintikan kesederhanaan, menunjang pemerataan dan memberikan kepastian dan
keadilan. Sistem perpajakan baru tidak akan memungut pajak atas keseluruhan
masyarakat, tetapi adalah upaya dalam memperoleh penerimaan negara yang
berasal dari hasil pemungutan pajak terhadap perusahaan-perusahaan besar dan
individu yang berpenghasilan.

2.2 Tujuan Tax Reform


Tujuan

reformasi

perpajakan

adalah

dalam

rangka

mewujudkan

kemandirian bangsa dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih


mengoptimalkan segenap kemampuan dalam negeri terutama di bidang
perpajakan. Pemerintah telah menyadari bahwa untuk membiayai pengeluaran
negara baik itu rutin maupun pembangunan pada saat ini dan masa yang akan
datang kita tidak dapat lagi bergantung pada penerimaaan negara dari sumber
minyak bumi dan gas alam maupun utang luar negeri. Oleh sebab itu peningkatan
penerimaan pajak merupakan keharusan bagi terpenuhinya kebutuhan dana bagi
pengeluaran negara terutama pembangunan. Reformasi perpajakan akan
memudahkan tercapainya kehendak tersebut.
Menteri

Keuangan

Republik

Indonesia,

Bapak

Radius

Prawiro,

menyampaikan tujuan reformasi perpajakan adalah :


Untuk lebih menegakkan kemandirian Indonesia dalam
pembiayaan pembangunan nasional dengan jalan lebih mengarahkan
segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri, khususnya dengan
6

cara meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dan sumbersumber diluar migas. Untuk membiayai dan menjamin berhasilnya
Repelita IV, kita tidak akan sekedar mengandalkan kepada peningkatan
penerimaan negara yang berasal dari sektor migas, melainkan juga dari
usaha peningkatan penerimaan pajak (non migas). Guna meningkatkan
penerimaan dimaksud dianggap perlu untuk mengadakan penyempurnaan
Sistem Perpajakan.4
Secara lebih detail dan dirincikan, reformasi perpajakan memiliki beberapa
tujuan, yaitu antara lain untuk:
a. lebih menegakkan kemandirian Indonesia dalam membiayai pembangunan
nasional;
b. meningkatkan penerimaan pajak dari sektor pajak;
c. membuat beban pajak akan makin adil dan wajar;
d. meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak;
e. meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak;
f. menerapkan prinsip konsep good governance, dengan adanya asas
transparansi, responsibility, keadilan dan akuntabilitas dalam meningkatkan
kinerja instansi pajak;
g. meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam
pelaksanaan administrasi pajak baik kepada petugas pajak maupun kepada
wajib pajak.

2.3 Pelaksanaan Tax Reform di Indonesia


Sebelum dilakukannya Tax Reform beberapa jenis pajak yang ada di
Indonesia adalah sebagaimana berikut ini :
a. Staatsblad No. 13 Tahun 1908 tentang Ordinasi Rumah Tangga
b. Staatsblad No. 498 Tahun 1921 tentang Aturan Bea Materai
c. Staatsblad No. 291 Tahun 1924 tentang Ordinasi Bea Balik Nama
d. Staatsblad No. 405 Tahun 1932 tentang Ordinasi Pajak Kekayaan
e. Staatsblad No. 718 Tahun 1934 tentang Ordinasi Pajak Kendaraan Bermotor

Radius Prawiro, Pidato : Pidato Rancangan Undang-Undang Pajak, DPR-RI, Jakarta, 5 Oktober
1983.

f. Staatsblad No. 611 Tahun 1934 tentang Ordinasi Pajak Upah


g. Staatsblad No. 671 Tahun 190368 tentang Ordinasi Pajak Potong
h. Staatsblad No. 17 Tahun 1944 tentang Ordinasi Pajak Pendapatan
i. Staatsblad No. 12 Tahun 1947 tentang Pajak Radio
j. Staatsblad No. 144 Tahun 1947 tentang Pajak Pembangunan 1
k. UU No. 12 Tahun 1952 tentang Pajak Peredaran
l. UU Tahun 1951 tentang Pajak Penjualan yang diubah UU No. 2 Tahun 1968
m. UU No. 21 tahun 1959 tentang Pajak Deviden yang diubah dengan UU No. 10
tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Deviden, dan Royalti
n. UU No. 19 tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa
o. UU No. 74 tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing
p. UU No. 8 tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKk, dan PPs/ Tata
Cara MPS-MPO

Sejalan dengan tuntutan perubahan zaman dan kebutuhan yang


melatarbelakangi, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah guna
mereformasi sistem perpajakan di Indonesia. Reformasi sistem perpajakan
meliputi dua aspek yaitu :
1. Reformasi di bidang kebijakan perpajakan (Tax Policy Reform);
melalui Perubahan UU PPh, Perubahan UU PPN dan PPn Bm, Perubahan UU
PBB, Perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan dan UU cukai. Pada
intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini lebih dititikberatkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang
perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan
penerimaan perpajakan.
2. Reformasi sistem administrasi perpajakan (Tax Administrative Reform);
meliputi :
a. Penyempurnaan peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan;
b. Pembentukan dan perluasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus Wajib
Pajak (WP) Besar (Large Taxpayer Office, LTO), diantaranya meliputi
pembentukan organisasi berdasarkan fungsi, pengembangan sistem

administrasi perpajakan yang terintegrasi dengan pendekatan fungsi, dan


implementasi dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance;
c. Pembangunan KPP khusus WP menengah, dan KPP khusus WP kecil di
Kanwil VI Direktorat Jenderal Pajak;
d. Pengembangan basis data, pembayaran pajak dan penyampaian SPT
secara online;
e. Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak; serta
f. Peningkatan efektivitas penerapan kode etik di jajaran Direktorat Jenderal
Pajak dan Komisi Ombudsman Nasional.

Secara bertahap, sampai dengan saat ini dapat dikatakan ada 5 tahapan
Reformasi Perpajakan (Tax Reform), yaitu :
I.

Reformasi Pajak (Tax Reform ) Tahap I 1983-1985


Diterbitkan serangkaian Undang-undang yaitu:
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (UU KUP);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh
1984);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN 1984
dan UU PPn Bm 1984);
4. Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi (UU PBB) dan
Bangunan; dan
5. Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (UU BM).
Dalam reformasi perpajakan pertama ini terdapat suatu perubahan sistem

yang sangat mendasar, yaitu dari official assessment menjadi self assessment,
di mana wajib pajak tidak hanya menjadi obyek tetapi justru menjadi subyek
yang diharapkan aktif berpartisipasi dalam system perpajakan nasional.
Selain perubahan system tersebut, terdapat beberapa perubahan penting
dalam tax reform pertama ini, antara lain:
1. Penyederhanaan jumlah dan jenis pajak;

2. Penyederhanaan tariff pajak untuk memudahkan wajib pajak dalam


menghitung pajaknya;
3. Menghilangkan insentif pajak;
4. Diabaikannya fungsi regulasi.

II.

Reformasi Pajak (Tax Reform ) Tahap II 1994


Setelah pelaksanaan Tax Reform Tahap I, pemerintah tidak lagi melakukan

erus mengupayakan perbaikan reformasi perpajakan, karena terdapat hal-hal


penting yang harus mendapat perhatian, di antaranya:
1. Reformasi perpajakan tahun 1983 ternyata belum mampu memperkecil
prosentase hutang luar negeri dalam struktur APBN;
2. Masih terdapat beberapa loopholes dalam undang-undang pajak tahun
1983, sehingga memberikan kesempatan bagi timbulnya upaya-upaya
penghindaran pajak;
3. Reformasi perpajakan pertama belum banyak mengantisipasi aktivitasaktivitas ekonomi yang semakin global;
4. Strategi perpajakan nasional pada tahun 1983 belum secara maksimal
diarahkan untuk membantu pengusaha agar mendapat akses pada
persaingan global.
Oleh karena hal tersebut maka diterbitkan serangkaian undang-undang
perpajakan yaitu :
1. Undang-undang No. 9 tahun 1994 tentang perubahan pertama atas
Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan;
2. Undang-undang No. 10 tahun 1994 tentang perubahan kedua atas Undangundang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
3. Undang-undang No 11 tahun 1994 tentang perubahan pertama atas
Undang-undang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
4. Undang-undang No. 12 tahun 1994 tentang perubahan pertama atas
Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;

10

5. Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Materai


Dalam tax reform II ini, terdapat beberapa perubahan sistem perpajakan
yang mendasar, antara lain:
1. Di bidang hukum pajak, meliputi:
a) Perluasan kewajiban wajib pajak sehingga termasuk kewajiban
mendaftarkan penghasilan usahanya;
b) Ditambahnya masa daluwarsa dari 5 tahun menjadi 10 tahun;
c) Sanksi pidana diperberat dan cakupan pidananya diperluas.
2. Di bidang Pajak Penghasilan, meliputi:
d) Pemisahan subyek pajak BUT dengan subyek pajak badan;
e) Perluasan

biaya

yang

diperbolehkan

yang

berkaitan

dengan

peningkatan sumber daya manusia dan pemeliharaan lingkungan;


f) Perubahan lapisan tarif pajak, namun masih tetap bersifat progresif;
3. Di bidang PPN dan PPnBM, meliputi perluasan obyek pajak.
4. Di bidang PBB dan BPHTB, meliputi:
g) Diberlakukan adanya NJOP;
h) Diadakannya tindak pidana di bidang PBB.

III.

Reformasi Pajak (Tax Reform ) Tahap III 1997


Tax reform tahap III tahun 1997 dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan

akan

perlunya

keberadaan

peradilan

pajak

sebagai

sarana

untuk

menyelesaikan persengketaan di bidang perpajakan antara wajib pajak dengan


Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pemerintah juga perlu menyediakan payung
hukum bagi pemungutan pajak daerah dan sektor-sektor lain seperti
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) agar lebih sederhana demi adanya kepastian hukum.
Adapun serangkaian Undang-undang yang diterbitkan yaitu:
1. Undang-undang No. 17 tahun 1997 tentang Pengadilan Pajak (Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak);
2. Undang-undang No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
daerah; dan

11

3. Undang-undang No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat


Paksa;
4. Undang-undang No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak
5. Undang-undang No. 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan

IV.

Reformasi Pajak (Tax Reform ) Tahap IV 2000,


Diterbitkan serangkaian Undang-undang yaitu :

1. Undang-undang No. 16

tahun 2000 tentang perubahan kedua atas

Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata


Cara Perpajakan
2. Undang-undang No. 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga Undangundang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
3. Undang-undang No 18 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undangundang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang
4. Undang-undang

No. 19

tahun

2000 tentang

perubahan pertama atas

Undang-undang No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat


Paksa
5. Undang-undang

No. 20

tahun

2000 tentang

perubahan pertama atas

Undang-undang No. 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan.
6. Undang-undang No. 34 tahun 2000 tentang perubahan pertama atas
Undang-undang No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Hal-hal penting yang terdapat dalam tax reform Tahap IV ini antara lain:
1. Perluasan subyek/obyek pajak dan penyederhanaan/pembebasan pajak;
2. Perubahan struktur tarif pada PPh;
3. Mempertegas obyek yang tidak dikenakan pajak pada PPN dan PPn BM;

12

4. Mempertegas jenis-jenis retribusi yang menjadi wewenang Pemerintah


Daerah, baik pemerintah tingkat I maupun pemerintah tingkat II.

V.

Reformasi Pajak (Tax Reform ) Tahap V 2002 - 2009


Setelah tahun 2000, pemerintah terus melakukan berbagai upaya lanjutan

reformasi perpajakan, yaitu kembali menerbitkan paket Undang-Undang di


bidang perpajakan. Tax reform Tahap V ini dilatarbelakangi oleh adanya
harapan terwujudnya efisiensi pajak dalam mendukung penerimaan negara,
terwujudnya pelayanan yang baik, keadilan dan daya saing bagi penanaman
modal yang mendukung usaha kecil dan menengah, menyesuaikan
perkembangan sosio-ekonomi masyarakat dan teknologi informasi, serta
meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan.
Adapun paket Undang-Undang yang diterbitkan antara lain:
1. Undang-undang No. 14 tahun 2002 perubahan pertama atas Undangundang No. 17 tahun 1997 tentang Pengadilan Pajak (Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak).
2. Undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas
Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
cara Perpajakan;
3. Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
4. Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
5. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas
Undang-undang No. 12 tahun 1994 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan
6. Undang-undang nomor 42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas
Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pertambahan Nilai Barang
dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

13

Dalam tax reform terakhir, terjadi beberapa perubahan dalam ketentuan


umum dan tatacara perpajakan, kenaikan besaran penghasilan yang tidak
dikenakan pajak (PTKP), dan lain-lain.
.

14

BAB III
SIMPULAN
Pajak dapat dipahami sebagai suatu pungutan paksa yang dilakukan oleh
pemerintah

terhadap

rakyatnya

(wajib

pajak)

yang

tidak

memberikan

kontraprestasi secara langsung yang digunakan untuk membiayai pengeluaran


umum (budgeter) maupun untuk mengatur segala sesuatu yang ada di luar bidang
keuangan (regulator).
Pajak memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi budgeter dan fungsi
regulasi. Fungsi budgeter berkaitan dengan fungsi pajak sebagai alat untuk
mengumpulkan dana dari masyarakat yang kemudian digunakan untuk membiayai
administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan pembangunan.
Di Indonesia sendiri, pajak telah dikenal sejak zaman kolonial berjaya di
Indonesia. Latar pemikiran, jiwa, sasaran dan tujuan yang dibuat pada zaman
tersebut dirasakan sudah tidak sesuai lagi kehidupan bangsa Indonesia yang telah
merdeka dan berdaulat. Pada zaman kolonial, pemungutan pajak semata-mata
dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan pemerintah penjajahan. Sedangkan
dalam alam kemerdekaan, pemungutan pajak dijiwai oleh pancasila dan UUD
1945.
Sejalan dengan tuntutan perubahan zaman dan kebutuhan, pemerintah
Indonesia telah melakukan berbagai langkah guna mereformasi sistem perpajakan
di Indonesia. Reformasi sistem perpajakan meliputi dua aspek yaitu :
1. Reformasi di bidang kebijakan perpajakan (Tax Policy Reform);
dilakukan dengan penerbitan paket Undang-Undang Perpajakan / Perubahan
Undang-undang, yang lebih menitik-beratkan pada pemberian rasa keadilan
dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong
investasi, serta mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
2. Reformasi sistem administrasi perpajakan (Tax Administrative Reform);
meliputi penyempurnaan peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan
dan sistem administrasi pajak serta pengawasan dan pengadilannya.

15

Perubahan tersebut dilakukan melalui lima tahap reformasi perpajakan di


Indonesia, yaitu :
f. Tax Reform yang Pertama pada tahun 1983 1985;
g. Tax Reform yang Ke-dua pada tahun 1997;
h. Tax Reform yang Ke-tiga pada tahun 1997;
i. Tax Reform yang Ke-empat pada tahun 2000;
j. Tax Reform yang Ke-lima pada tahun 2002 2009.

16

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo , 2011, Perpajakan, Penerbit ANDI, Yogyakarta.


Miyasto, Pidato Pengukuhan Guru Besar : Sistem Perpajakan Nasional Dalam Era
Ekonomi Global, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang, 6
Desember 1997.
Prawiro, Radius, Pidato : Pidato Rancangan Undang-Undang Pajak, DPR-RI, Jakarta, 5
Oktober 1983.
Simanjuntak, Hakim, , 2013, Sejarah Masa Pembangunan Ekonomi Indonesia, Global
Education, Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai