Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis adalah penyakit langsung yang mengenai parenkim paru
yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar
kuman tuberculosis mengenai paru tapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya (Brunner & Suddarth, 2001).
TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia, berdasarkan laporan tahun 1997 Indonesia menduduki tempat
ketiga sebagai penyumbang kasus tuberculosis enam belas negara di dunia.
Berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga tahun 1995. Penyakit TB
paru

merupakan

penyebab

kematian

nomor

tiga

setelah

penyakit

kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia


dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB paru dimana sekitar
1/3 penderita di puskesmas 113 ditemukan pelayanan rumah sakit, klinik
pemerintahan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit
pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000
per tahun (http://www.infeksi.com.2007).
Penyakit TB paru menyerang sebagian besar usia kelompok produktif,
kelompok ekonomi menengah dan berpendidikan menengah, penyakit TB
paru juga lebih banyak ditemukan di daerah miskin.

Penderita tuberculosis paru BTA positif akan menjadi sumber


penularan

bagi

lingkungan

sekitarnya.

Beberapa

faktor

yang

erat

hubungannya dengan terjadinya infeksi hasil tuberculosis yaitu adanya sumber


penularan. Jumlah basil yang cukup banyak dan terus menerus memapar calon
penderita. Virulensi (keganasan basil serta daya tahan tubuh, dimana daya
tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan faktor lingkungan,
misalnya perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis, keadaan penyakit yang
memudahkan infeksi seperti diabetes mellitus dan campak, serta faktor
genetik.
Pada penderita tuberculosis paru bila penanganan di rumah sakit
kurang baik, maka penderita tuberculosis paru akan mengalami komplikasi
perdarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas, penyebaran
infeksi ke organ lain misalnya otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
Dengan mengetahui meningkatnya kasus tuberculosis paru setiap
tahun dan meningkatnya angka kematian karena penyakit tuberculosis paru
per tahun, maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan
judul Asuhan Keperawatan Tuberculosis Paru pada Tn.A di ruang Umar
Rumah Sakit Roemani Semarang.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:

1. Penulis ingin mendeskripsikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan


pada pasien Tn.A dengan penyakit tuberculosis paru di ruang Umar
Rumah Sakit Roemani Semarang.
2. Penulis mampu membahas permasalahan keperawatan dan memodifikasi
tindakan keperawatan klien Tn.A dengan penyakit tuberculosis paru di
ruang Umar Rumah Sakit Roemani Semarang.
3. Penulis ingin memberikan sumbang saran sesuai masalah keperawatan
yang dihadapi klien Tn.A dengan penyakit tuberculosis paru di ruang
Umar Rumah Sakit Roemani Semarang.

C. Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data


Karya tulis ilmiah ini penulis susun dengan menggunakan metode
penulisan deskriptif yaitu menggambarkan suatu keadaan yang sedang terjadi.
Penulis menggambarkan suatu proses keperawatan pada klien Tn.A dan
tuberculosis di ruang Umar Rumah Sakit Roemani Semarang mulai dari
pengkajian sampai evaluasi.
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai
berikut:
1. Observasi partisipatif
Observasi partisipatif adalah suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien selama dirawat di rumah sakit dan lebih bersifat
obyektif yaitu dengan melihat respon klien setelah dilakukan tindakan.

Penulis melakukan perawatan secara langsung pada klien dengan


penyakit tuberculosis paru di ruang Umar Rumah Sakit Roemani
Semarang.

2. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan tanya jawab dengan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lain untuk mendapatkan keterangan.
Penulisan melakukan wawancara pada klien, keluarga, perawat
ruangan dan tim kesehatan mengenai teori tentang keadaan klien dengan
penyakit tuberculosis paru di ruang Umar Rumah Sakit Roemani
Semarang.
3. Studi dokumenter
Studi dokumenter adalah suatu teknik diperoleh dengan mempelajari
buku laporan, catatan medis serta hasil pemeriksaan yang ada.
Penulis mempelajari buku laporan, catatan mengenai data-data klien
Tn.A dengan penyakit tuberculosis paru di Ruang Umar Rumah Sakit
Roemani Semarang.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah teknik pengumpulan data dengan
melakukan pemeriksaan mulai dari inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi untuk mendapatkan data fisik klien secara keseluruhan (Patricia
A. Potter, 1996). Penulis melakukan pemeriksaan fisik secara langsung
pada klien Tn.A dengan penyakit tuberculosis di ruang Umar Rumah Sakit
Roemani Semarang.

D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan sistematika
penulisan sebagai berikut:
BAB I

Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan


penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II

Menerangkan konsep dasar yang meliputi pengertian penyakit,


anatomi dan fisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan,
komplikasi, pengkajian fokus, pathway, fokus intervensi secara
rasional.

BAB III

Merupakan tinjauan kasus yang merupakan laporan tentang kasus


yang dirawat meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan sampai
evaluasi.

BAB IV

Merupakan pembahasan berdasarkan pada pengkajian, diagnosa


keperawatan yang ditegakkan sampai evaluasi dari tiap diagnosa
dan kendala yang ditemui serta solusinya.

BAB V

Merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran.

BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Tuberculosis

adalah

penyakit

infeksi

yang

disebabkan

oleh

mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan


organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, hal.753, 1995).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arif
Mansjoer, 1999).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis (Smeltzer, Brunner & Suddarth, 2001).
Tuberculosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang paru-paru maupun
bagian lain dari tubuh manusia (www.medicastore.com).
Jadi tuberculosis paru pada manusia dapat dijumpai dalam 2 bentuk
yaitu:
1. Tuberculosis primer
Bila penyakit terjadi pada infeksi pertama kali.
2. Tuberculosis pasca primer
Bila penyakit timbul setelah beberapa waktu, seorang terkena infeksi
primer menyembuh dan merupakan yang terpenting oleh karena bentuk
yang paling sering ditemukan dan dengan terdapat kuman dalam sputum,
merupakan sumber penularan.

B. Anatomi dan Fisiologi


Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks,
yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan
tekanan.
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru
mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya
yang terletak di dalam mediastinum.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi
dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur
toraks kecuali paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura.
Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh membran halus dan licin
yang disebut pleura yang juga meluas untuk membungkus dinding interior
toraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi
paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura
yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas
dan bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah.
Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh
fisurel yang merupakan perluasan pleura.

Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus.


Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada paru kiri).
Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan
dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi
bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang
memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus.
Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas.
Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh
silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paruparu menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus
terminalis kemudian menjadi saluran transisional antara kalan udara konduksi
dan jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke
dalam duktus alveolus dan jakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran
oksigen dan karbondioksida terjadi di dalam alveoli.

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel
alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar
tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu
fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagosit
besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai
mekanisme pertahanan yang penting (Brunner & Suddarth, 2001: 512).
1. Definisi Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung O2 ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi
keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi dalam paru-paru terjadi pertukaran
zat antara O2 ditarik dari udara masuk kedalam darah dan CO2 akan
dikeluarkan dari darah secara osmosis seterusnya CO 2 akan dikeluarkan
melalui traktus respiratorius (jalan pernafasan) dan masuk ke dalam tubuh
melalui kapiler-kepiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri
jantung (atrium sinistra) ke aorta ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan
sel-sel) disini terjadi oksidasi (pertukaran) sebagai ampas (sisanya dari)
dari pembakaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran
darah vena masuk ke jantung (serambi kanan/ atrium dekstra) ke otak
kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonaris ke
jaringan-jaringan paru-paru akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel

10

dan alveoli. Proses pengeluaran sisa dari metabolisme lainnya akan


dikeluarkan melalui traktus urogenetalis dan kulit.

2. Fungsi Pernafasan
a. Mengambil O2 (oksigen) yang kemudian di bawa oleh darah ke seluruh
tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran.
b. Mengeluarkan CO2 (karbondioksida) yang terjadi sebagai sisa dari
pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang
(karena tidak berguna lagi oleh tubuh).
c. Menghangatkan dan melembabkan udara.
Setelah udara luar di proses didalam hidung masih memerlukan
epiglotis yang berguna untuk menutup laring, sewaktu menelan, sehingga
makanan tidak masuk ke trakea, sedangkan waktu bernafas epiglotis
terbuka begitu seterusnya. Jika makanan masuk kedalam laring maka kita
mendapat serangan batuk untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebut
dari laring dan dibantu oleh adanya bulu-bulu getar yaitu gunanya untuk
menyaring debu-debu, kotoran-kotoran, dan benda-benda asing.
Ada benda asing/ kotoran tersebut memberikan rangsangan kepada
selaput lendir dan bulu-bulu getar sehingga terjadi bersin-bersin, kadangkadang terjadi batuk-batuk, benda asing/ kotoran tersebut bisa dikeluarkan
melalui hidung dan mulut. Dengan kejadian tersebut diatas udara yang
masuk kedalam alat-alat pernafasan benar-benar bersih.

11

Tapi kalau kita bernafas melalui mulut, udara yang masuk kedalam
paru-paru tidak dapat disaring, dilembabkan/dihangatkan, ini bisa
mengakibatkan gangguan terhadap tubuh, dan sel-sel bersilia (bulu-bulu
getar) dapat rusak apabila adanya gas beracun dan dalam keadaan
dehidrasi.
Namun dalam keadaan tertentu diharapkan kita bernapas melalui
mulut, misalnya pada operasi hidung, pengangkatan polip, karena setelah
operasi pada kedua hidung diisi tampon sehingga bernapas melalui mulut
tidak merugikan. (Evelyn, Pearce. 2000)

3. Proses Terjadinya Pernafasan


Menurut Syaifuddin (1997), Pernapasan terdiri dari dua (2) proses
yaitu Inspirasi (Menarik nafas) dan Ekspirasi (Menghembuskan nafas).
Bernafas berarti melakukan inspirasi dan ekpirasi secara bergantian,
teratur, berirama dan terus-menerus. Bernafas merupakan gerak reflek
yang terjadi pada otot-otot pernafasan.
Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari
nervus frenikus lain mengkerut datar. Muskulus Interkostalis yang letaknya
miring, setelah dapat rangsangan kemudian mengkerut dan tulang iga
(costa) dan vertebra semakin luas dan melebar menjadi datar. Dengan
demikian jarak antara sternum (tulang dada) Rongga dada membesar maka
pleura akan berbalik, dengan demikian akan menarik paru-paru maka

12

tekanan didalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. (Syaifuddin,


1997)
Ekpirasi, pada suatu saat otot akan kendor lagi (diafragma akan
menjadi cekung, muskulus inlerkostalis) dan dengan demikian rongga dada
menjadi kecil kembali, maka udara didalam keluar. Jadi proses respirasi
atau pernafasan ini terjadi karena adanya tekanan antar rongga pleura dan
paru-paru.
Reflek bernafas ini diatur oleh pusat pernafasan yang terletak
didalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena
seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat nafasnya ini
berarti reflek bernafas ini juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat
pernafasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan
kekurangan dalam darah. (Syafuddin, 1997).

13

C.
D.
E.

Gambar 1. Tampilan anterior trakea, pohon bronkiolus dan lobus-lobus paru

14

C. Etiologi
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru
oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang
dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang
menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit
tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet
nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (pedoman nasional
penanggulangan tuberculosis, cetakan ke 8, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta. 2002).

D. Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan,
infeksi tuberculosis terjadi melalui (airban) yaitu melalui instalasi dropet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya
diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (Sylvia Price, 1996).

15

Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau


paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan
reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan
memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari
pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler
ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal
atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening
reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi
oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang
relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di
sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda,
jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan
komplet ghon dengan mengalami pengapuran.

16

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan
dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler
materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam
percabangan keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari
paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan
dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak
menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo
hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke
dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
(Sylvia A. Price, 1996)

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala

17

Tanda dan gejala tuberculosis dapat bermacam-macam antara lain (ilmu


penyakit dalam jilid III, hal.718).
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.

18

2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk
darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan
hilang timbul secara tidak teratur.
Klasifikasi diagnosis TB adalah
1. TB paru

19

a. BTA (bakteri tahan asam) mikroskopis langsung (+) atau biakan (-),
kelainan foto toraks menyokong TB paru dengan gejala klinis sesuai
TB paru.
b. BTA (bakteri tahan asam) mikroskopis langsung atau biakan (-) tetapi
kelainan rontgen atau klinis sesuai dengan TB paru dengan
memberikan perbaikan pada pengobatan awal inti TB paru (initial
therapy) pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat.
2. TB paru tersangka
Diagnosa pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan
bakteri tahan asam (BTA) didapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan
BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau
pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB
paru. Pengobatan dengan inti TBC sudah dapat dimulai.
3. Bekas TB paru (tidak sakit)
Ada riwayat TB paru pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa
pengobatan atau gambaran rontgen normal / abnormal tetapi stabil pada
foto serial dan sputum GBTA (+) kelompok ini tidak perlu diobati.

F. Komplikasi
Penderita TB paru antara lain:
1. Pendarahan

dari

saluran

pernafasan

bagian

bawah

yang

dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya


jalan nafas.

20

2. Penyebaran infeksi ke organ lain


Misalnya : otak, jantung persendian, ginjal aslinya.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Regimen dasar pengobatan TB paru adalah kombinasi isonizid
(INH) dan rifamicin selama 6 bulan dengan pyrazinamide (P2A) pada 2
bulan pertama. Pada TB berat dan ekstra pulmonal biasanya pengobatan
dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan (ditambah asam bucal
dan streptomran) dilanjutkan dengan inti-inti ritamicin selama 4-10 bulan,
sesuai perkembangan klinis. Pada meningitis TB peritonitis TB miliar dan
efusi pleura diberikan contikosteroid oleh prednisone 1-2 mh/kgBB/hari
selama 2 minggu, diturunkan secar bertahan (fenering of) SMP 2-5
minggu (Arief Mansjoer, dkk. 1998).
Diet yang diberikan pada penderita makanan yang tinggi kalori,
protein agar penderita TB cepat sembuh, maka penderita harus minum
obat secara teratur sesuai petunjuk, makan-makan yang cukup gizi, rajin
kontrol ke puskesmas atau sarana.
2. Penatalaksanaan perawatan
Penatalaksanaan perawatan untuk klien ditujukan agar:
a. Klien dapat mempertahankan jalan nafas dengan mengeluarkan sekret
tanpa bantuan
b. Kebut nutrisi klien dapat terpenuhi

21

c. Kebut istirahat tidur klien dapat terpenuhi


d. Klien dapat beraktivitas secara efektif
e. Klien dapat lebih mendapatkan pengetahuan tentang penyakit TB
f. Klien tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran penyakitnya ke organ
orang lain

H. Pengkajian Fokus
Pengkajian tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala

: kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek


karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau
berkeringat.

Tanda

: takikardia. takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri


dan sesak (tahap lanjut).

2.

Integritas EGO
Gejala

: adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan


tidak berdaya/tidak ada harapan. populasi budaya/etnik, missal
orang Amerika asli atau imigran dari Asia Tenggara/ benua
lain.

Tanda

: menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas ketakutan,


mudah terangsang.

22

3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan. tidak dapat mencerna penurunan
berat badan.
Tanda

: turgor kulit buruk, kering/ kulit bersisik, kehilangan otot/


hilang lemak subkutan.

4. Nyeri atau kenyamanan


Gejala

: nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda

: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

5. Pernafasan
Gejala

: batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat


tuberculosis terpajan pada individu terinfeksi.

Tanda

: peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis


parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri
(effuse pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural atau penebalan pleural bunyi nafas menurun / tidak ada
secara bilateral atau unilateral efusi pleural / pneumotorak)
bunyi nafas tubuler dan bisikan pectoral di atas lesi luas,
krekels tercabut di atas aspek paru selama inspirasi cepat
setelah batuk pendek (krekes posttussic) karakteristik sputum:
hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).

23

6. Keamanan
Gejala

: adanya kondisi penekanan imun. contoh: AIDS, kanker. Tes


HIV positif.

Tanda

demam rendah atau sedikit panas akut.

7. Interaksi sosial
Gejala

: perasaan

isolasi/

penolakan

karena

penyakit

menular,

perubahan bisa dalam tanggungjawab / perubahan kapasitas


fisik untuk melaksanakan peran.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a.

Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap


akhir penyakit.

b.

Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan


cairan darah) positif untuk basil asam cepat.

c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10


mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
d. Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas
simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f.

Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium


tuberculosis,

24

g.

Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis,

h. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya


infeksi.
i.

GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.

j.

Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan


ruang mati, peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru
kronis luas)
(Doengoes, 2000)

25

I. Pathway

Mycobacterium tuberculosis
Airbone / inhalasi droplet

Saluran pernafasan

Saluran pernafasan atas

Saluran pernafasan bawah

Paru-paru

Bakteri yang besar bertahan di


bronkus

Alveolus
Peradangan bronkus

Penumpukan sekret

Alveolus
mengalami
konsolidasi
dan eksudasi

Terjadi perdarahan

Penyebaran bakteri secara


limfa hematogen
Efektif

Sekret keluar
saat batuk

Batuk terus
menerus

Tidak efektif

Gangguan
pertukaran
gas

Sekret sulit
dikeluarkan

Demam

Obstruksi

Peningkatan
suhu tubuh
Perubahan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan

Sesak nafas
Terhisap orang
sehat

Resiko
penyebaran
infeksi

Gangguan
pola nafas
tidak efektif

Anoreksia
malaese mual
muntah

Keletihan

Intoleransi
aktivitas

Bersihan jalan
nafas tidak efektif

Sumber : Sylvia A. Price and Lourraine.

26

J. Diagnosa Keperawatan
1. Berikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek
paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
5. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigenasi untuk aktivitas.
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif.
8. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan
primer adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi,
malnutrisi.

K. Fokus Intervensi dan Rasional


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
a. Tujuan : bersihan jalan nafas efektif

27

b. KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan


sekret tanpa bantuan
c. Intervensi
1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan dan penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan

bunyi

nafas

dapat

menunjukkan

atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi


sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan
nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot
akseseri pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum
berdarah kental / darah cerah (misal efek infeksi, atau
tidak kuatnya hidrasi).
3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
mekan upaya pernafasan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai
keperluan
Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan
sekret.

28

5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m / hari kecuali


kontra indikasi.
Rasional : Pemasukan

tinggi

mengencerkan

sekret,

cairan

membantu

membantu

untuk

untuk
mudah

dikeluarkan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali
aktif
b. KH : dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan
pernafasan normal
c. Intervensi
1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot
aksesoris, catat setiap perubahan
Rasional : Kecepatan

biasanya

meningkat,

dispnea

terjadi

peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan


bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan
purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder.
3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)

29

Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal


upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang
sekret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek
paru, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
a. Tujuan : tidak ada tanda-tanda dispnea
b. KH : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan
perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam
rentang normal, bebes dari gejala, distres pernafasan.
c. Intervensi dan rasional
1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada
dan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian
kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas
nekrosis effure pleural untuk fibrosis luas.
2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada
warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : Akumulasi sekret / pengaruh jalan nafas dapat
mengganggu O2 organ vital dan jaringan.
3) Tunjukkan / dorong bernafas dengan bibir selama endikasi,
khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim

30

Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah


kolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga
membantu menyebarkan udara melalui paru dan
menghilangkan atau menurunkan nafas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien
sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama
periode penurunan pernafasan dapat menurunkan
beratnya gejala.
5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian
oksigen
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu
pengenceran sekret.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi
a. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)
b. Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan
melakukan perilaku atau perubahan pola hidup.
c. Intervensi dan rasional:
1). Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau
muntah, diare.

31

Rasional : berguna

dalam

mendefinisikan

derajat/

luasnya

masalah dan pilihan intervensi yang tepat.


2). Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
Rasional : membantu

dalam

mengidentifikasi

kebutuhan

pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki


masukan diet.
3). Selidiki

anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan

hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.


Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi
area

pemecahan

masalah

untuk

meningkatkan

pemasukan atau penggunaan nutrien.


4). Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : Membantu

menghemat

energi

khususnya

bila

kebutuhan meningkat saat demam.


5). Berikan perawatan rnulut sebelum dan sesudah tindakan
pernafasan.
Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau
obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang
pusat muntah.
6). Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.

32

Rasional : Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau


kebutuhan energi dari makan makanan banyak dari
menurunkan iritasi gaster.
7). Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolik dan diet.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
a. Tujuan : agar pola tidur terpenuhi.
b. Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.
c. Intervensi dan rasional:
1). Diskusikan

perbedaan

individual

dalam

kebutuhan

tidur

berdasarkan hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress.


Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap malam
nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah
individu yang dapat rileks dan istirahat dengan
mudah memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar
kembali dengan bertambahnya usia, waktu tidur. Total
secara umum menurun, khususnya tidur tahap IV dan
waktu tahap meningkat.
2). Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang,
berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan
selimut, berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu

33

pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien


menginginkan.
Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi,
lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi.
6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigen untuk aktivitas.
a. Tujuan : agar aktivitas kembali efektif.
b. Kriteria hasil : pasien mampu melakukan ADLnya secara mandiri dan
tidak kelelahan setelah beraktivitas.
c. Intervensi dan rasional:
1). Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan
oksigen seperti merokok. suhu sangat ekstrim, berat badan
kelebihan, stress.
Rasional : merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan
vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung
dan kebutuhan oksigen, berat badan berlebihan,
meningkatkan tahapan perifer yang juga meningkatkan
beban kerja jantung.
2). Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan
toleransi.

34

Rasional : mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan


latihan yang diawasi memperbaiki kekuatan otot
asesori dan fungsi pernafasan.
3). Memberikan dukungan emosional dan semangat
Rasional : rasa

takut

terhadap

kesulitan

bernafas

dapat

menghambat peningkatan aktivitas.


4). Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan
aktivitas.
Rasional : intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi
jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah
beraktivitas.
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan
tindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah satu interprestasi
informasi, keterbatasan kognitif, tidak lengkap informasi yang ada.
a. Tujuan : pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit TB Paru.
b. Kriteria hasil : pasien menyatakan mengerti tentang penyakit TB
Paru.
c. Intervensi dan rasional:
1). Kaji kemampuan pasien untuk belajar
Rasional : belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahapan individu.
2). Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan
contoh: jadwal obat.

35

Rasional : informasi tertulis menentukan hambatan pasien untuk


mengingat sejumlah besar informasi pengulangan
menguatkan belajar.
3). Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan
dan alasan pengobatan lama, dikaji potensial interaksi dengan obat
atau subtansi lain.
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan
dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan
kondisi pasien..
4). Dorong untuk tidak merokok.
Rasional : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya
TBC tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan.
5). Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain
Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan atau
reaktivitas ulang juga komperkasi sehubungan dengan
reaktivitas.
8. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang
berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan,
penekanan proses inflamasi, mal nutrisi.
a. Tujuan : tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran.
b. Kriteria hasil : pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah
atau menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan
pola hidup.

36

c. Intervensi dan rasional:


1). Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui
droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : membantu pasien menyadari/ menerima perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah
pengaktifan berulang atau komplikasi serta membantu
pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah
untuk mencegah infeksi ke orang lain.
2). Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga,
sahabat karib/ teman.
Rasional : orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi
obat untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3). Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau isolasi
pernafasan.
Rasional: dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan
membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit
menular.
4). Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu
dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan
teknik mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi
demonstrasi.
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran

37

5). Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.


Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi
awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas,
sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut
sampai 3 bulan.
6). Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makan
sering, makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.
Rasional : adanya

anoreksia

(mal

nutrisi

sebelumnya,

merendahkan tahapan terhadap proses infeksi dan


mengganggu penyembuhan, makanan kecil dapat
meningkatkan pemasukan semua.

38

BAB III
TINJAUAN KASUS

Pengkajian dilakukan pada tanggal 26 Mei 2008 pukul 12.00 di ruang Umar
Rumah Sakit Roemani Semarang.
A. Biodata
1. Identitas pasien
Nama

: Tn.A

Umur

: 31 tahun

Jenis

: Laki-laki

Suku bangsa

: Jawa / Indonesia

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Belum kawin

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Supir

Alamat

: Semarang

Tanggal masuk

: 22 Mei 2008

No. register

: 24.20.23

Diagnosa medis

: TB paru

2. Identitas penanggung jawab


Nama

: Tn.K

Umur

: 56 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pendidikan

: SMAs

39

Pekerjaan

: Swasta

Hubungan dg pasien : Ayah

40

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : mual muntah
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 22 Mei 2008 klien datang bersama keluarga, klien dengan
keluhan mual-mual diare dan batuk-batuk kemudian klien dirawat inap di
ruang Umar Rumah Sakit Roemani Semarang dengan diagnosa TB.
3. Riwayat penyakit dahulu
9 bulan yang lalu klien pernah dirawat di rumah sakit William Boot
dengan keluhan dan diagnosa yang sama, kemudian klien sembuh.
4. Riwayat keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit seperti
klien saat ini. Keluarga klien tidak ada yang mempunyai penyakit menular
Tetapi kalau penyakit keturunan tidak ada.

C. Pola Kesehatan Fungsional


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien selalu menjaga kesehatannya. Klien mau mendapat perawatan, klien
ingin cepat sembuh upaya yang dilakukan klien untuk mempertahankan
kesehatan klien pergi ke dokter. Klien tidak melakukan diit. Klien
biasanya makan 3x sehari terkadang telat. Klien melakukan pemeriksaan
berkala, kebiasaan hidup klien tidak olah raga. Klien termasuk keluarga
sosial ekonomi yang mampu.
2. Pola nutrisi dan metabolik

41

Sebelum sakit klien makan 3x sehari dengan komposisi nasi, sayur, buah
dan lauk pauk dan minum 5-6 gelas sehari.
Selama sakit klien mengalami perubahan dalam makannya, klien makan
hanya piring karena perutnya mual-mual. Minum klien 6-7 gelas perhari
BB : 40 kg.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit klien BAB 1 hari satu kali dengan konsistensi lembek,
warna kuning bau khas BAK 6 kali dalam sehari.
4. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit klien biasanya melakukan aktivitas seperti mandi, ganti
baju, makan dan minum, bekerja dilakukan sendiri.
Selama sakit : aktivitas klien seperti mandi, ganti baju, makan dan buang
air besar dan kecil selalu dibantu oleh keluarga.
5. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit klien biasanya tidur 8-9 jam setiap hari dan selama sakit
klien tidur dalam sehari 8-10 jam setiap hari.
6. Pola persepsi sensori dan kognitif
Klien tidak ada gangguan dalam kemampuan sensasi seperti penglihatan,
pendengaran, pengecapan dan perabaan. Klien tidak menggunakan alat
bantu pendengaran. Kemampuan kognitif kemampuan mengingat, bicara
dapat dipahami dan pesan dapat diterima, klien juga mampu mengambil
keputusan. Pola kognitif orang tua klien berharap putranya cepat sembuh.
7. Pola hubungan dengan orang lain

42

Hubungan klien dengan keluarga dan tetangga dan petugas kesehatan tidak
mengalami perubahan. Kemampuan klien dalam berkomunikasi mampu
dipahami oleh orang yang ada di sekelilingnya. Klien selalu ditunggui oleh
ibunya.
8. Pola reproduksi dan seksual
Klien belum mempunyai keluarga, alat kelamin klien tidak ada keluhan
seperti nyeri. Klien juga tidak menggunakan alat bantu seperti kateter.
9. Persepsi diri dan konsep diri
Klien berharap setelah mendapat perawatan sakit klien mengalami
perubahan konsep diri.
a. Citra diri / body image : klien menerima keadaan tubuhnya tetapi
sakitnya mempengaruhi tubuhnya seperti BB klien menurun
b. Identitas, klien seorang laki-laki yang normal, klien puas sebagai lakilaki karena klien mempunyai teman perempuan
c. Peran : klien berperan sebagai anak yang baik bagi kedua orang
tuanya klien berperan sebagai anak yang berbakti dan selalu
membantu kedua orang tuanya
d. Ideal diri : harapan klien terhadap dirinya agar cepat sembuh dan
berperan kembali sebagai anak yang baik dan selalu membantu orang
tuanya
e. Harga diri : klien selalu dihargai oleh adik-adiknya. Klien tidak
merasa rendah diri dengan keadaannya
10. Pola mekanisme koping

43

Apabila ada keluarga klien selalu musyawarah bersama keluarga semua


untuk mengambil keputusan bersama. Apabila ada masalah juga selalu
dimusyawarahkan bersama. Apabila klien sedang sakit selalu dibawa ke
dokter. Apabila keluarga klien ada masalah selalu ditanggung bersama.
Klien sudah merasa senang dirawat di Rumah Sakit Roemani.
11. Pola nilai kepercayaan / keyakinan
Klien beragama Islam klien selalu sholat 5 waktu dan klien selalu berharap
dan berdoa agar sakitnya cepat sembuh. Klien juga yakin kalau kita
berusaha pasti dapat sembuh.

D. Pengkajian Fisik
1. Keadaan umum : cukup
2. Tingkat kesadaran : composmentis
3. Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
N : 82 x/mnt
RR : 32 x/mnt
S : 36,50C
4. Pengukuran antropometri
TB : 165
BB : 40 kg
Lingkar lengan atas : 42 cm
5. Kepala : mesocepal

44

Rambut : hitam, pendek


Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, adanya sekret
Hidung : tidak ada polip hidung, tidak ada cuping hidung, tidak ada O2
Telinga : tidak ada nyeri tekan, tidak menggyunakan alat bantu
Mulut : bibir kering, tidak ada sianosis
6. Leher dan tenggorok : tidak ada benjolan pada leher, tidak memakai alat
trakea stormy, tidak ada nyeri ketika menelan
7. Dada dan thorax : simetris, tidak ada lesi atau luka ejjas
8. Paru-paru Ins : ekspansi dada simetris ada retraksi dada
Aus : terdengar suara ronchi basah pada paru kanan dan kiri
Pel : sonor
Pal : Vesikuler
9. Jantung Ins

: ictus cordis tidak tampak

Per

: konfigurasi jantung dalam batas normal

Pal

: teraba ictus cordis di intercosta 4 menjadi clavikula

Aus

: bunyi jantung II murni, tidak ada gallop

10. Abdomen Ins : datar


Per : tympani
Pal : tidak ada pembesaran hati dan limpa
Aus : bising usus 15x /menit
11. Genetalia : tidak menggunakan alat bantu kateter, tidak ada hemoroid
12. Ekstremitas : terpasang infus di tangan kanan, tidak ada edema, dan tidak
ada jejas

45

13. Kulit : warna putih, tidak ada luka ataupun jahitan, tidak ada infeksi di
tusukan infus dan tidak ada balutan dan tidak ada jejas

E. Data Penunjang
Laboratorium tanggal 22 Mei 2008
Hemoglobin

10.8

g/dl

Leukosit

15.400

/mm3

Trombosit

746.000

/mm3

Hematokrit

34.9

Eosinofil

N-segmen

82

Basofil

Limfosit

Monosit

LED

98

mm/jam

Erytrosit

4.06

jt/mm3

MCV

86

umb

MCH

26

pq

MCHC

31

g/dl

46

Imunoserologi
HB5A9

negatif

Anti HCV

negatif

Kimia darah
GDS

125

mg/dl

Uric atid

6.4

mg/dl

Cholesterol

104

mg/dl

Trigliserida

139

mg/dl

Protein total

850

g/dl

Globulin

5.46

g/dl

Albumin

3.10

g/dl

SGOT

13

u/L

SGPT

17

u/L

Calsium

14.1

mmol/l

Kalium

44

mmol/l

Natrium

155

mmol/l

Chloride

122

mmol/l

Urinalisa
Warna

kuning

Kekeruhan

agak keruh

Keasaman

6.0

Protein

(+ 4)

Reduksi

negatif

47

Epitel

3-5/I pk

Lekosit

2-3/I pb

Eritrosit

1-2/I pb

Kristal

negatif

Cylinder granuler

1-2/I pk

Urobilinogen

negatif

Bilirubin

negatif

Bakteri

positif

Feices
Warna

hijau

Konsistensi

cair

Lendir

positif

Parah

negatif

Amoeba

negatif

Telur cacing

negatif

Lekosit

1-2/I pb

Eritrosit

1-2/I pb

Sisa makanan

positif

Bakteri

positif

Jamur

positif

Sudan III

negatif

48

Pemeriksaan thorax tanggal 22 Mei 2008


-

Tanda atelektasi pulma destra disertai air mungkin karena TB destra

Tanda TB sinistra lama aktif

Therapy
Po : Nori F
Caprofil 1x1
Metronedosol 3x500 gr
Cefotaksin 2x1 gr
Ranititin 1x2 ampul

49

F. Analisa Data
No
Data
1. DS : Klien mengeluh mual-mual,
muntah, tidak nafsu makan.

2.

Etiologi (E)
Mual, muntah

kurang dari

dan anoreksia.

DO : Klien mual, kadang muntah,

kebutuhan tubuh.

makanan tidak habis.


DS : Klien mengeluh kalau batuk

Ketidakefektifnya

Sekret sukar

bersihan jalan

dikeluarkan

tidak keluar sekret.

3.

Masalah (P)
Gangguan nutrisi

DO : Klien batuk tetapi tidak

nafas.

mengeluarkan sekret.
DS : Ibu klien mengatakan belum

Kurang

Kurangnya

pengetahuan

informasi yang

begitu tahu tentang penyakit


yang dialami anaknya.
DO : Ibu klien menanyakan
sakitnya.

TT

berhubungan
dengan penyakit
tuberculosis.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah dan anoreksia ditandai dengan klien mengeluh mual-mual,
muntah, tidak nafsu makan.
2. Ketidakefektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan Sekret sukar
dikeluarkan ditandai dengan klien mengeluh kalau batuk tidak keluar
sekret.

50

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang


berhubungan dengan penyakit tuberculosis ditandai dengan ibu klien
mengatakan belum begitu tahu tentang penyakit yang dialami anaknya.

Rencana Keperawatan
No.
Tanggal
26-05-08

Tujuan & Kriteria Hasil


Dx.
1.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan kebutuhan nutrisi
adekuat dengan kriteria hasil
menunjukkan berat badan
meningkat, melakukan

Rencana
- Catat status nutrisi pada saat
datang
- Pastikan makanan dari rumah
sakti disukai klien
- Awasi masukan /

perubahan pola hidup untuk

pengeluaran dan BB secara

meningkatkan dan

periodik

mempertahankan BB.

- Anjurkan klien makan sedikit


tapi sering

26-05-08

2.

Setelah dilakukan perawatan

- Kolaborasi dengan ahli gizi


- Kaji fungsi pernafasan,

untuk mempertahankan jalan

kedalaman dan penggunaan

nafas dengan kriteria hasil :

otot aksesori

- Mengeluarkan sekret /

- Anjurkan klien untuk

sputum tanpa bantuan

mengeluarkan sekret

- Menunjukkan perilaku

- Berikan posisi semi fowler

bersihan jalan nafas

- Menganjurkan klien untuk

51

- Berpartisipasi dalam
program pengobatan.
26-05-08

3.

Setelah dilakukan penyuluhan

banyak minum
- Kolaborasi otot-otot sesuai
indikasi
- Memberikan pendidikan

penyakit tuberculosis klien dan

kesehatan tentang penyakit

keluarga mengetahui penyebab,

TB Paru

tanda penyakit tuberculosis

- Memberikan pengertian,
tanda-tanda dan gejala
tentang penyakit TB Paru.

Implementasi
No
Tgl/Jam

Tindakan Keperawatan
Dx
26-25-08 1
Mencatat status nutrisi klien
12.00

Respon

TT

S : -

penerimaan
Menganjurkan klien untuk

O : BB 40 kg
S : Klien kooperatif

makan sedikit tapi sering


Mengkaji makanan yang

O : Klien mencobanya
S : Klien mengatakan suka

diberi rumah sakit apakah

makanan yang beri

klien suka atau tidak.

rumah sakit.
O : Klien makan Cuma

27-05-08 II
08.00

Kolaborasi dengan ahli gizi

porsi karena mual.


S : -

diit TKTP

O : Klien mendapat diit cair

Mengkaji kecepatan dan

(bubur)
S : -

ketidakadekuatan dan

O : RR 22 x/mnt tidak

52

penggunaan otot aksesori.

menggunakan otot

II

Mengajarkan klien batuk

bantu.
S : Klien kooperatif

II

efektif.
Memberikan posisi tidur

O : Klien mencobanya
S : -

semi fowler.

O : Klien sudah tidur semi

Menganjurkan klien untuk

fowler.
S : Klien mengatakan mau

oral hygiene (sikat gigi, cuci

sikat gigi

mulut)

O : Klien sedang berkumur

Menganjurkan klien untuk

dengan pencuci mulut


S : Klien akan berusaha

banyak minum.

untuk banyak minum.


O : Klien sedang minum air

Memonitor tetesan infus.

putih.
S : -

Memberikan terapy sesuai

O : Infus RL 20 tetes
S : Injeksi masuk

advis.

O : Memberikan terapy

Mengajarkan klien untuk

ranitidine 1 ampul
S : Klien mengikuti perawat

relaksasi.

untuk relaksasi.

Mempertahankan cairan

O : Klien mencobanya
S : -

infus parenteral.

O : Infus terpasang pada


tangan kiri jenis RL 20

Mengkaji penurunan bunyi

tpm
S : -

53

nafas.

O : Tidak terjadi penurunan

Mengobservasi KU pasien.

bunyi nafas.
S : O : KU cukup,

Menganjurkan klien untuk


tirah baring, batasi aktivitas
dan menganjurkan keluarga

composmentis
S : Klien dan keluarga
kooperatif
O : Klien tirah baring dan

untuk membantu aktifitas

keluarga sedang

klien seperlunya.

membantu klien
(mengambilkan makan

Memonitor TTV

dari meja ke dekat klien)


S : O : TD 120 mmHg, N: 82
x/mnt, RR: 22 x/mnt, S:

Mengkaji pengetahuan klien

365 oC
S : Keluarga mengatakan

dan keluarga tentang

penyebab penyebab

penyakit TB Paru.

penyakit TB karena
kuman tapi tidak tahu
kuman apa?
O : Keluarga mengatakan
penyakit TB paru karena

Mengkaji tanda-tanda yang

kuman.
S : Ibu klien mengatakan

muncul pada klien pertama

klien sering batuk

54

kali.

O : Ibu mengatakan anaknya

Memberikan penyuluhan

sering batuk.
S : Keluarga dan klien

tentang penyakit TB Paru.

kooperatif
O : Memberikan penyebab
kuman, penyebab TB

Menganjurkan klien untuk

paru dan tanda-tandanya


S : Klien menganguk

makan dan minum obat.

O : Klien makan porsi


dan minum obat.

55

Evaluasi
No
Tgl/Jam
27-05-08

Evaluasi

TT

Dx
1 S : Mengatakan mual muntah, anoreksia berkurang.

08.00

O : Klien sudah menghabiskan makanan dari rumah


sakit, BB : 36 kg.
A : Masalah teratasi sebagian.

27-05-08

09.00

P : Lanjutkan intervensi.
S : Klien mengatakan sudah bisa mengeluarkan sekret
sedikit-sedikit.
O : Klien masih batuk-batuk dan berusaha sedang batuk
efektif.
A : Masalah teratasi sebagian.

27-05-08
11.00

P : Lanjutkan intervensi.
S : Ibu klien mengatakan penyebab TB paru karena
kuman tuberculosis dan tanda-tandanya antara lain
batuk, keringat malam hari tanpa aktivitas.
O : Ibu klien kooperatif.
A : Masalah teratasi.
P : Pertahankan intervensi.

56

Anda mungkin juga menyukai