Anda di halaman 1dari 17

Gastroesophageal Reflux Diseases

Patrick L.S Tumewu


102012314
F9
patricktumewu@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6
Jakarta Barat

Pendahuluan

Refluks gastroesophageal adalah fenomena fisiologis normal dialami sesekali oleh


kebanyakan orang, terutama setelah makan. Gastroesophageal reflux disease (GERD) terjadi
ketika jumlah asam lambung yang refluks ke kerongkongan melebihi batas normal,
menyebabkan gejala dengan atau tanpa cedera mukosa esofagus yang terkait (yaitu, esofagitis).
Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan seringkali merupakan
gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi, misalnya faringitis, otitis media, pneumonia,
infeksi saluran kencing, bila disertai adanya gejala panas badan. Muntah dapat juga merupakan
gejala awal dari berbagai macam kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial. Muntah
secara klinis merupakan hal penting sebab muntah yang berkepanjangan atau persisten akan
mengakibatkan gangguan metabolisme. Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup
merisaukan orang tua dan mendorong mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk
mengatasinya. Secara medis muntah dapat merupakan manifestasi berbagai penyakit yang
berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar gastrointestinal, juga dapat menimbulkan
berbagai akibat yang serius seperti perdarahan lambung, dehidrasi, gangguan ingesti makanan,
gangguan

keseimbangan

elektrolit

seperti

hipokalemia,

hiponatremia,

alkalosis

dan
1

hipokloremia, gagal tumbuh kembang dan bila muntah terus berulang dapat menimbulkan
komplikasi Mallory-Weiss tear of the gastro-esophageal epithelial junction dan robekan
esophagus (sindroma Boerhave). Muntah harus dibedakan dari posseting, ruminasi, regurgitasi
dan refluks gastroesofageal. Pada bayi kecil dan sangat muda atau mengalami keterlambatan
mental, muntah dapat membahayakan karena terjadinya aspirasi, oleh karena adanya koordinasi
neuromuskuler yang belum sempurna. Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapat
dimiringkan atau tengkurap dan bukannya terlentang. Umur merupakan hal penting yang
berkaitan dengan muntah. Pada periode neonatal terjadinya spitting atau regurgitasi sejumlah
kecil isi lambung masih dalam batas kewajaran dan bukan merupakan keadaan yang patologis di
mana masih terjadi kenaikan berat yang normal.

Skenario

Pada skenario kali ini kita akan membahas mengenai ibu yang membawa bayinya
berumur 4 bulan sehat dan hanya mendapatkan ASI eksklusif mempunyai keluhan, sejak dua
minggu yg lalu ibu mulai mengeluh kalau bayinya sehabis minum susus sering keluar kembali
lewat mulut, kurang lebih 1-2 sendok, tidak ada demam muntah diare, PF dan TTV normal.
Anamnesis
Pada skenario yang didapatkan, dikarenakan pasien adalah seorang bayi berumur
4 bulan, maka dilakukanlah alloanamnesis, anamnesis yang dilakukan oleh orang terdekat pasien
atau yang mengantar pasien datang kepada dokter.1 Alloanamnesis akan dimulai dari sapaan
kepada Ibu pasien untuk memulai komunikasi, identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), dan riwayat penyakit keluarga (RPK). Identitas
pasien akan ditanya dari, nama lengkap pasien, tempat dan tanggal lahir, umur pasien, alamat,
pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, suku bangsa, dan agama. Pada keluhan utama,
ditanyakan kepada Ibu pasien, masalah atau keluhan yang dialaminya sehingga mendorongnya
datang kepada dokter untuk berobat. RPS pada pasien ditanyakan berupa pertanyaan
pertanyaan seperti ini:
-

Apakah keluhan anak Ibu?


Apakah gejala yang ditemukan pada anak Ibu?
Kapan gejala ini muncul? Sudah berapa lama? Apakah berulang terus menerus atau
pada saat saat tertentu saja? Seberapa berat gejala yang anak Ibu derita?
2

Hal hal apa saja yang mungkin saja menjadi penyebab, meningkatkan, atau

memperburuk masalah ini?


Apakah gejala pada anak Ibu ini dapat membuat anak Ibu terbangun disaat malam hari?
Apakah gejalanya memburuk sesudah menyusu atau setelah berbaring?
Apakah anak Ibu menyusu dengan rentang waktu yang kurang dari 2 jam terhadap jam

tidurnya?
Apakah gejalanya juga disertai dengan muntah? Jika ya, muntahnya berwarna apa dan

mengandung apa saja, muntah akan terjadi setelah berapa lama menyusu?
Apakah gejalanya juga disertai dengan demam atau diare? Jika ya, demamnya naik turun
atau menetap? Sejak kapan sudah demam? Jika ya, diarenya fesesnya warna apa, bau

tidak, berbentuk atau cair?


Apakah anak Ibu ada kesulitan menelan? Apakah sering tersedak?
Apakah anak Ibu bertambah atau berkurang berat badannya?
Apakah anak Ibu ada mengalami kesulitan bernafas?
Apakah anak Ibu menangis setelah menyusu?
Setelah menanyakan mengenai masalah yang dihadapi bayi tersebut, dilanjutkan

dengan perkembangan atau perburukkan yang dialaminya dalam beberapa hari terakhir,
ditanyakan pula obat yang mungkin sudah dikonsumsi oleh bayi tersebut dan hasilnya seperti apa
setelah meminum obat tersebut. Ditanyakan pula apa ada keluhan keluhan lainnya dan keluhan
berat lainnya yang mungkin diderita pula oleh bayi tersebut. Selanjutnya, setelah RPS selesai
maka akan menuju kepada RPD, ditanyakan mengenai penyakit penyakit berat yang dahulu
mungkin pernah terjadi kepada bayi tersebut, atau penyakit yang membuat bayi tersebut dirawat
di rumah sakit. Langkah terakhir pada anamnesis adalah menanyakan RPK, apakah di
keluarganya ada yang menderita penyakit berat atau penyakit yang membuatnya pernah dirawat
di rumah sakit dan juga ditanyakan mengenai penyakit penyakit lainnya yang mungkin ada di
keluarga bayi ini dan masalah yang bayi ini derita.
Riwayat penyakit dahulu meliputi prematuritas, masalah neurologis, masalah tumbuh
kembang, operasi atau mondok, alergi (terutama terhadap suatu makanan) dan penyakit
psikologis. Review sistem harus detail meliputi keluhan pada sistem respiratorius, gejala telinga
hidung dan tenggorok. Riwayat penyakit kelauarga meliputi penyakit gastrointestinal, GERD dan
penyakit atopik.1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada skenario kali ini bersangkutan dengan abdomen dan esophagus
pasien. Pemeriksaan fisik harus meliputi penampakan umum pasien, pengukuran berat badan dan
panjang badan, paru-paru, jantung, pemeriksaan abdomen (terutama lihat apakah ada distensi
abdomen, nyeri tekan pada abdomen, suara usus, dan hepatosplenomegali) dan pemeriksaan
neurologis. Seperti yang tertulis di skenario bahwa bayi berumur 4 bulan tampak sehat, TTV
normal, PF normal.1
Pada pemeriksaan berat badan dan panjang badan, menggunakan KMS yang dikeluarkan
oleh pemerintah Indonesia, hal ini bertujuan untuk memantau status gizi bayi, jadwal imunisasi,
anjuran pemberian makanan, tahap perkembangan dan rangsangan perkembangan untuk bayi.
Pada pemeriksaan TTV pada bayi, nilai normalnya tentu berbeda dari dewasa, tabel dibawah
inilah nilai normal pada bayi.2

Tabel 1. Nilai Normal Frekuensi Pernafasan dan Denyut Nadi Bayi per Menit Berdasarkan Umur dalam Tahun 2

Tabel

2.

Nilai

Normal

Denyut

Nadi,

Tekanan

Darah, dan

Frekuensi

Pernafasan

Bayi

Menit

Berdasarkan

Umur

dalam Bulan

per

dan Tahun3

Selanjutnya pemeriksaan fisik berlanjut kepada melihat ada tidaknya tanda tanda
malnutrisi pada bayi, dengan indikasi adanya kekurangan nutrisi dari grafik yang terdapat pada
KMS atau adanya gejala malnutrisi yang jelas pada bayi.3
Working Diagnosis

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan


sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus
yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra
esofagus dan atau komplikasi. Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu
habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi
lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini
tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulangulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama.
Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi
dan ulserasi epitel skuamosa esophagus.6
Hampir semua bayi mengalami peristiwa gastroesophageal refluks, yang ditandai dengan
gumoh, bersendawa, atau meludah. Gumoh tersebut biasanya terjadi segera setelah makan dan
dianggap normal. Gastroesophageal reflux perlu diperhatikan jika bertentangan dengan
pemberian makan dan pertumbuhan, kerusakan pada kerongkongan (esophagitis), menyebabkan
kesulitan bernafas (seperti batuk, bersin, atau berhenti bernafas), dan berlanjut melewati masa
5

bayi sampai masa kanak-kanak. Bayi sehat mengalami refluks untuk banyak sebab. Kumpulan
pita bundar otot pada kerongkongan dan perut (bagian bawah esophageal sphincter) secara
normal menjaga isi perut memasuki kerongkongan. Pada bayi, otot ini kemungkinan tidak
berkembang, atau bisa rileks pada waktu yang tidak sesuai, membuat isi perut bergerak ke
belakang (mengalir kembali) ke dalam kerongkongan. Menjadi tetap datar selama waktu makan
atau berbaring setelah makan mengakibatkan refluks karena gravitasi tidak bisa membantu
menjaga makanan di dalam perut mengalir kembali naik ke kerongkongan..Asap rokok (seperti
asap bekas) dan kafein (pada minuman ringan atau air susu ibu) mengendurkan bagian bawah
esophageal sphincter, membuat refluks terjadi lebih sering. Kafein dan nikotin (pada air susu ibu)
juga merangsang produksi asam sehingga setiap refluks yang terjadi lebih bersifat asam. Alergi
makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks, tetapi hal ini adalah
penyebab yang kurang sering terjadi.6
Gejala yang paling nyata pada gastroesophageal refluks pada bayi adalah muntah dan
meludah berlebihan. Refluks biasanya memburuk pada beberapa bulan pertama kehidupan,
puncaknya sekitar 6 sampai 7 bulan, dan kemudian secara bertahap berkurang. Hampir semua
bayi dengan refluks yang membesar diusia kira-kira 18 bulan. Pada beberapa kasus refluks
menyebabkan komplikasi dan diketahui sebagai penyakit gastroesophageal refluks (GERD).
Asam dalam jumlah kecil yang berasal dari perut bisa masuk ke pipa udara (aspirasi), namun hal
ini jarang terjadi. Asam pada pipa udara dan saluran pernafasan bisa menghasilkan batuk, bunyi
menciut-ciut, berhenti bernafas (apnea), atau pneumonia. Kebanyakan anak yang menderita asma
juga mengalami refluks. Nyeri telinga, suara parau, tersedak, dan sinusitis juga bisa terjadi
sebagai akibat GERD. Jika kerongkongan secara signifikan terititasi (esophagitis), kemungkinan
terjadi beberapa pendarahan, akibat pada anemia kekurangan zat besi. Sebaliknya, esophagitis
bisa menyebabkan jaringan luka parut, yang bisa membuat kerongkongan menjadi sempit
(stricture). Panas dalam perut, merupakan gejala umum pada remaja dan orang dewasa dengan
GERD, bisanya berupa nyeri dada atau nyeri perut pada anak kecil.6

Differential Diagnosis

Stenosis pilorik adalah penyempitan di bagian ujung lambung tempat makanan keluar
menuju ke usus halus. Akibat penyempitan tersebut, hanya sejumlah kecil isi lambung yg bisa
6

masuk ke usus, selebihnya akan dimuntahkan sehingga anak akan mengalami penurunan berat
badan. Gejala tersebut biasanya muncul pada usia 2-6 minggu. muntah proyektil mulai umur 2-3
minggu, dan tidak berwarna hijau ( nonbilious vomiting), Terkadang dijumpai muntah berwarna
hijau dan dapat pula muntahan bercampur darah oleh karena adanya iritasi pada mukosa
lambung. Timbul 30-60 menit setelah makan dan minum. Setelah muntah kelihatan selalu masih
lapar dan rakus bila diberikan minuman. Bayi senantiasa selalu menangis sesudah muntah dan
akan muntah kembali setelah makan. Hal ini disebabkan karena obstruksi pylorus. Penurunan
berat badan yang disertai dengan penurunan turgor kulit merupakan tanda adanya
dehidrasi.Konstipasi merupakan gejala yang sering muncul karena sedikitnya jumlah cairan yang
melalui pilorus menuju usus halus.

Anak juga tampak gelisah dan terus menangis. Pada

pemeriksaan penunjang didapat, pemeriksaan radiologi yaitu dengan barium meal maka akan
tampak saluran pilorus kecil dan memanjang yang disebut string sign. Pada fluoroskopi
tampak pengosongan lambung terlambat, lambung tampak membesar dan jelas terlihat gambaran
peristaltic. Pada pemeriksaan ultrasonografi, tampak gambaran dougnat sign atau target bull eye
sign. USG didapat penebalan pylorus dg central sonolucent area. Diameter pylorus > 14 mm,
penebalan mucosa > 4 mm, dan panjang > 16 mm.4
Akalasia merupakan suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltis
korpus esophagus bagian bawah dan LES yang hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan
relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Secara histopatologik kelainan ini
ditandai dengan degenerasi ganglia pleksus mienterikus. Akibat keadaan ini akan timbul stasis
makanan dan pelebaran esophagus. Terdapat akalasia primer dan sekunder. Akalasia primer
adalah akalasia yang diduga disebabkan oleh virus neutrotopik yang mengakibatkan lesa pada
nucleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esophagus. Faktor
keturunan juga cukup berpengaruh dalam kasus kali ini. Akalasia sekunder adalah akalasia yang
disebabkan oleh infeksi, tumor kardia paska vagotomi. Ada dua defek penting dalam akalasia
menurut Castell yaitu obstruksi pada sambungan esophagus dan gaster akibat peningkatan LES
jauh di atas normal dan gagalnya LES untuk relaksasi sempurna.LES normal sebesar 20mmHG
sedangkan pada akalasia tekanan LES didapati sebesar 50mmHg. Adanya peristaltis esophagus
yang tidak normal disebabkan karena aperistaltis dan dilatasi 2/3 bagian bawah korpus
esophagus. Gejala pada akalasia adalah disfagia dan letak obstruksi sekitar retrosternal bagian
bawah, lalu ada juga regurgitasi, adanya penurunan berat badan.5

o NERD
NERD telah umumnya didefinisikan sebagai adanya gejala GERD klasik tanpa
adanya cedera mukosa esofagus selama endoskopi atas. The Genval lokakarya yang
definisi NERD harus disediakan untuk individu yang memenuhi definisi GERD tetapi
yang tidak memiliki esofagus Barrett baik atau istirahat endoskopi pasti esofagus mukosa
(erosi atau ulserasi). Kami mengusulkan agar NERD harus didefinisikan sebagai adanya
gejala khas penyakit gastroesophageal reflux disebabkan oleh refluks intraesophageal
(asam atau asam lemah), dengan tidak adanya cedera mukosa esofagus terlihat pada
endoscopy

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu:
1. Endoskopi saluran cerna atas
merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mukosal break di
esofagus (esofagitis reflux). Dengan melakukan endoskopi dapat dinilai perubahan
makroskopik dari mukosaesofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain
yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mukosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD,
keadaan ini disebut sebagai non-erosive reflux disease (NERD) Ditemukannya kelainan
esofagitis

pada

pemeriksaan

endoskopi

yang

dipastikan

dengan pemeriksaan

histopatologi (biopsi) dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau regurgitasi


tersebut disebabkan oleh GERD.
Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barrets esophagus, displasia
atau

keganasan.

Tidak

ada

bukti

yang

mendukung

perlunya

pemeriksaan

histopatologi/biopsi pada NERD


2. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali
tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang
lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus,
atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitif untuk diagnosis
8

GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari
endoskopi, yaitu pada stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan
gejala disfagia dan hiatus hernia.
3. Pemantauan pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus. Episode
ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pH pada bagian distal esofagus. Pengukuran
pH pada bagian distal esofagus dapat memastikan ada tidaknya
refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas
LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
4. Test Bemstein
Tes ini

mengukur

sensitivitas

mukosa

dengan

memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCl
0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH
24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas.
5. Manometri esofagus
Tes manometri akan memberi manfaat berarti jika pada pasien- pasien dengan
gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi barium dan
endoskopi yang normal.
6. Sintigrafi gastroesofagal
Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang
dilabel dengan radiosotop yang tidak diabsorbsi, biasanya technetium. Selanjutnya
sebuah penghitung gamma eksternal akan memonitor transit dari cairan atau makanan
yang dilabel tersebut. Sensitifitas dan spesifitas ini masih diragukan.
7. Test penghambat pompa proton/tes suspensi asam
Pada dasarnya tes ini merupakan terapi empirik untuk menilai gejala dari GERD
dengan memberikan PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respon yang
terjadi. Tes ini terutama dilakukan jika tidak tersedia modalitas diagnostik seperti
endoskopi, pH metri dan lain-lain. Tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan dari
50-75% gejala yang terjadi. Dewasa ini terapi empirk/PPI test merupakan salah satu
langkah yang dianjurkan dalam algoritme tatalaksana GERD pada pelayanan kesehatan
9

lini pertama untuk pasien-pasien yang tidak disetai dengan dengan gejala alarm dan umur
lebih dari 40 tahun.1

Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi LES (lower esophageal sphincter) atau


sfingter esophagus bawah (SEB) adalah posisi sfingter dalam abdomen, sudut insersi esophagus
ke dalam lambung, dan tekanan sfingter. Seringnya tekanan LES turun secara spontan
merupakan mekanisme utama refluks, tetapi refluks melalui sfingter yang lemah kronis sering
terjadi pada esofagitis, sedangkan refluks dengan tekanan normal bisa terjadi apabila tekanan
perut meningkat (batuk, menangis, bab). Penyakit refluks gastroesofagus disebabkan oleh proses
yang multifaktor. Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus
bawah sehingga terjadi refluks gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan (misalnya aspirin),
alkohol, rokok, kehamilan. Kapasitas penampungan esophagus bayi yang kecil memberi
kecenderungan untuk muntah, suatu masalah yang kurang lazim pada remaja dan orang dewasa.
Penderita dengan refluks tak normal dapat juga menampakkan pengurangan pengosongan
lambung dan pengurangan pembersihan asam dari esophagus. Pembahasan etiologi muntah pada
bayi dan anak berdasarkan usia antara lain usia 02, Kolitis Alergika Alergi terhadap susu sapi
atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan
rewel. Refluks esofageal yaitu regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu.
Sangat sering terjadi pada neonatus secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal
tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.6, 7
Epidemiologi

Keadaan ini umumnya ditemukan pada populasi di Negara-negara Barat sedangkan


insidennya dilaporkan rendah di Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang
dewasa mengalami gejala refluks (heartburn) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40%
mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat
mendekati 7% sementara di Negara non-western prevalensinya lebih rendah (1.5% di China dan
Korea 2.7%). Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto
10

Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22.8%. Tingginya gejala refluks
diduga karena factor obesitas, rokok, dan kebiasaan hidup lainnya yang kurang baik.6
Patofisiologi

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh
kontraksi LES. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat
terjadinya aliran yang terjadi saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus
melalui LES hanya terjadi apabila tekanan LES turun atau tidak ada (<3mmHg). Terjadinya
GERD karena keseimbangan antara factor defensive dari esophagus dan faktur ofensif dari bahan
refluksat. Faktor defensive esophagus adalah pemisah antirefluks, pemerannya adalah tonus
LES. Penurunan tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat tekanan
intraabdomen naik. Faktor yang dapat menurunkan tekanan LES antara lain hiatus hernia,
panjang LES (makin pendek LES, makin rendah ketahanannya), obat-obatan (antikolinergik,
opiate, dan theofilin), wanita hamil (peningkatan progesterone dapat menurunkan tekanan LES).
Pada tonus LES yang normal dapat terjadi GERD hal itu disebabkan oleh transient LES
relaxation (TLESR) yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan kurang lebih 5 detik tanpa
didahului proses menelan, belum diketahui secara pasti bagaimana terjadinya TLESR tapi diduga
ada kaitannya dengan pengosongan lambung lambat dan dilatasi lambung. Hiatus hernia dapat
mengakibatkan perpanjangan waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta
menurunkan tonus LES. Bersihan asam dari lumen esophagus dipengaruhi oleh gravitasi,
peristaltic, ekskresi air liur dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat
akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan.
Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar
esophagus. Makin lama waktu kontak antara bahan refluksat dengan esophagus makin besar
terjadinya esofagitis. Tetapi biasanya pada pasien GERD mempunyai waktu transit yang normal.
Refluks pada malam hari berpotensi besar dalam menimbulkan kerusakan esophagus karena
selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esophagus tidak aktif. Faktor ofensif adalah
potensi daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang menambah daya refluksat adalah HCl,
pepsin, garam empedu, dan enzim pancreas.6
Manifestasi Klinis

11

Tanda dan gejala-gejalanya sejalan dengan pajanan epitel esophagus terhadap refluks isi
lambung. Pada 85% bayi yang mengalami refluks, muntah berlebihan terjadi pada umur minggu
pertama dan 10% selanjutnya timbul gejala pada umur 6 minggu. Gejala mereda sendiri tanpa
pengobatan pada 60% penderita umur 2 tahun, ketika anak tersebut lebih banyak mengambil
posisi tegak dan makan-makanan padat, tetapi sisanya terus bergejala sampai paling tidak umur 4
tahun. Penderita dengan cerebral palsy, sindrom down, dan penyebab retardasi mental lainnya
mengalami peningkatan refluks. Pengosongan lambung yang lambat dan muntah kadang-kadang
mungkin sangat kuat karena tekanan spasme pylorus. Pneumoni aspirasi terjadi pada sekitar
sepertiga penderita pada masa bayi dan pada mereka yang gejalanya menetap sampai akhir masa
anak, sering terjadi batuk kronik, dan pneumoni berulang. Manifestasi klinis GERD dapat berupa
gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 %
merupakan tipikal, yaitu Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala
heartburn adalah gejala tersering. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di
faring. Kemudian mulut terasa asam dan pahit. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi
berupa striktur. Gejala Atipikal antara lain batuk kronik dan kadang wheezing, suara serak,
pneumonia, fibrosis paru, bronkiektasis, nyeri dada nonkardiak. Adanya tanda alarm antara lain
penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena.6, 7

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur dan pendarahan. Sebagai dampak adanya
rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esophagus, dapat terjadi perubahan mukosa
esophagus dari skuomosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik. Keadaan ini disebut
Barrets esophagus dan suatu keadaan premaligna. Risiko terjadinya karsinoma pada Barrets
esophagus adalah 30-40 kali populasi normal.6
Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa
Antasida

12

Sebagai buffer terhadap HCL, memperkuat tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Dosis :
sehari 4x1 sendok makan.
Efek samping : dapat menimbulkan diare dan konstipasi yang mengandung magnesium dan
aluminium, terbatas pada pasien yang menderita gangguan fungsi ginjal.

Antagonis reseptor H2

Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis
derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
-

Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg


Ranitidin : 4x 150 mg
Famotidin : 2 x 20 mg
Nizatidin : 2 x 150 mg

Obat-obat prokinetik
-

Metoklopramide 3 x 10 mg : antagonis reseptor dopamin, tidak berperan dalam


penyembuhan lesi di esofagus kecuali di kombinasikan dengan antagonis reseptor H 2 atau
penghambat pompa proton, melalui sawar darah otak yang menimbulkan efek samping

berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor dan diskinesia.


Domperidon 3 x 10-20 mg sehari : merupakan antagonis reseptor dopamin, dapat

meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung.


Cisapride 3 x 10 mg sehari : suatu antagonis reseptor 5HT4, obat ini dapat mempercepat
pengosongan lambung serta dapat meningkatkan tekanan tonus LES.

Sucralfat ( aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat) 4 x 1 gram : meningkatkan


pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer HCL di esofagus, dan dapat mengikat pepsin
dan garam empedu.
Penghambat pompa proton (PPI)
- Merupakan Drug of choice dalam pengobatan GERD
- Bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K
-

ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.
Dapat menghilangkan keluhan dan mengobati lesi esofagus, bahkan pada esofagitis
derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2. 1
Omeperazole : 2 x 20 mg
Lansoprazole : 2 x 30 mg
13

Pantoprazole : 2 x 40 mg
Rabeprazole : 2 x 10 mg
Esomeprazole : 2 x 40 mg
Pengobatan medika mentosa pada bayi / anak :5

Obat

Dosis

Frekuensi

Cimetidine

40 mg/kg/hari

3 4 x/hari

Famotidine

1 mg/kg/hari

2 x/hari

Ranitidine

5-10 mg/kg/hari

2 3 x/hari

Lansoprazole

0.4-2.8 mg/kg/hari

Sekali sehari

Omeprazole

0.7-3.3 mg/kg/hari

Sekali sehari

Antagonis H2

Penghambat Pompa Proton (PPI)

Pencegahan

Meninggikan posisis kepala pada saat tidur


Menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama

tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus


Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus
LES
14

Menurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena

kedunya dapat menurunkan distensi lambung


Menurunkan berat badan dan menghindari pemakaian yang ketat
Menghindari makanan dan minuman seperti coklat, teh, kopi, dan minuman soda karena
menstimulasi sekresi asam. Menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES
seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta
adrenergik, progesteron. 1

Komplikasi
-

Esofagitis dan sekuelenya striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma Esofagitis bisa


bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan,nyeri pada dada atau
epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi hematemesis, anemia, atau
sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangan dan parah dapat menyebabkan
pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal esophagus, yang menghasilkan
disfagia, dan membutuhkan dilatasi esophagus yang berulang dan fundoplikasi.
Esofagitis yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan metaplasia dari
epitel skuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor untuk terjadinya

adenocarcinoma esophagus.
Nutrisi Esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal
tumbuh karena deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau
nasoyeyunal atau perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian melalui parenteral
terkadang dibutuhkan untuk mengatasi deficit tersebut. Extra esophagus GERD dapat
menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak langsung terhadap refluks dari isi
lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi atau mikroaspirasi). Seringnya, terjadi
interaksi antara GERD dan penyakit primer saluran pernapasan, dan terciptalah lingkaran
setan yang semakin memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus
lebih intens (biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3 sampai 6 bulan).7

Prognosis
15

Sebagian besar pasien dengan GERD akan mebaik dengan pengobatan, walaupun relaps
mungkin akan muncul setelah terapi dan memerlukan terapi medis yang lebih lama. Apabila kasus
GERD ini disertai komplikasi (seperti striktur, aspirasi, penyakit saluran nafas, Barrett
esophagus), biasanya memerlukan terapi pembedahan. Prognosis untuk pembedahan biasanya
baik.8

Kesimpulan

Bayi berusia 4 bulan yang datang kepada dokter menderita Penyakit Refluks Gastro Esofageal
(PRGE) atau Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD). Penyebab penyakit ini adalah
menurunnya tonus otot LES. Pengobatan yang dapat diberikan pada bayi ini dapat secara non
medika mentosa maupun medika mentosa dengan menggunakan obat-obatan golongan antagonis
H2 serta Proton Pump Inhibitor (PPI) untuk menurunkan asam lambung, lalu obat obatan
prokinetik untuk meningkatkan tonus otot LES, dan terakhir tindakan operatif fundoplikasi.

Daftar Pustaka

16

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Setiati S (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 4.Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. p. 317-21.
2. Wilson LM, Lindseth GN. Gangguan esofagus. Dalam: Price SA,WilsonLM. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC ; 2006. h. 404-16.7.
3. Corwin E J. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG;2007. p.
603-5
4. Gastroesofageal reflux in infant Diakses tanggal 10 Juli 2007
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/gerdinfant/index.htm
5. Suraatmaja, Sudaryat. Refluks Gastroesofageal. Dalam: Kapita SelektaGastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto; 2007; hal 229-359.
6. Orienstein SR, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain Z. The Esophagus.Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of pediatrics.edisi ke-17. Philadelphia : Sounders ; 2004.
h.1217-27.5.
7. Jaksic T. Pediatric Gastroesophageal Reflux Surgery Treatment andManagement. 2010.
http://medicine.medscape.com/article/936596-treatment1132 (diakses 23 April 2011) 22.
8. Siebernagl, Stefan dan Florian L. Color atlas of pathophysiology. Stomach, intestines,liver. New
York: Thieme; 2000. p. 134-35.4.
9. Sherwood L, Beatricia IS. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Sistem pencernaan.Jakarta: EGC;
2001. p. 484-87 & 537-86.5.
10. Editor. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 9ed. Jakarta: 2000.201

17

Anda mungkin juga menyukai