Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KMB II

DIABETES MELITUS ( DM )

DI SUSUN
Kelompok 9
Fararizki Mangga
Sartin A Kamali
Sri Ayu Dunggio
Tri Zainudin Ridwan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


GORONTALO
T.A 2014 - 2015

DIABETES MELITUS

A.

DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan

(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu
kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat
B.

KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Associations Expert Committee

on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes,
yaitu:
1.

Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin

(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas
yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan
insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia
30 tahun.

2.

Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak

tergantung insulin (DMTTI)


Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan
oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan,
jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3.

DM tipe lain

Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi,
sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4.

Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
C.

ETIOLOGI

1.

Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a.

Faktor genetic :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b.

Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.

Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel pancreas.
2.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mulamula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus
tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentukbentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a.

Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b.

Obesitas

c.

Riwayat keluarga

d.

Kelompok etnik

D.

PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan

insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin

(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika selsel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa

akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun)
dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi).

Patways

Pathway Diabetes Melitus


DM Tipe I

DM Tipe II

Reaksi autoimun

Idiopatik, usia,
genetic, dll

Sel pancreas
hancur

Jumlah sel pancreas


menurun

Definisi
Insulin

Gula dalam darah tidak


dapat dibawah masuk
dalam
Hiperglikemia

Katabolisme protein
meningkat

Vikositas darah
meningkat

Batas melebihi ambang


ginjal

Aliran darah
lambat

glukosuria

Iskemia
jaringan

Dieresis
poliuri
urin

retensi

Kehilangan elektrolit
dalam sel

Dehidrasi

Resiko syok
Merangsang

Anabolisme
protein
menurun
Kerusakan pada
antibosi

Perfusi jaringan
perifer tidak
efektif

poliuri

Liposis
meningkat

Kekebalan tubuh
menurun

Deficit volume
cairan

Resiko
infeksi

Pusat lapar dan


haus
Polidipsi dan
polipagi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

E.

MANIFESTASI KLINIS
1.

Diabetes Tipe I

hiperglikemia berpuasa
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
keletihan dan kelemahan
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2.

Diabetes Tipe II

lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif


gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F.
1.

DATA PENUNJANG

Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.

2.

Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

3.

Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

4.

Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I

5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu
selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6.

Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3

7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan


respon terhadap stress atau infeksi.
8.

Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

9.

Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)

10.

Urine: gula dan aseton positif

11.

Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
A

Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai
bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.
Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haushaus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada
pria.
B

Riwayat Kesehatan Dahulu

- Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional


- Riwayat ISK berulang Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
- Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
C

Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.


D
-

Pemeriksaan Fisik
Neuro sensori

Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon


menurun, aktifitas kejang.
-

Kardiovaskuler

Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel,
DVJ (GJK)
-

Pernafasan

Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum
purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar
kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
-

Gastro intestinal

Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi,

bising usus lemah/menurun.


-

Eliminasi

Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif).
-

Reproduksi/sexualitas

Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada
wanita
-

Muskulo skeletal

Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun
kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
-

Integumen

Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam,
diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.

E.

Aspek psikososial

Stress, anxientas, depresi

Peka rangsangan

Tergantung pada orang lain

F. Pemeriksaan diagnostik
-

Gula darah meningkat > 200 mg/dl

Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt

Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)

Alkalosis respiratorik

Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,

menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.


-

Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.

Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.

Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat

pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.

Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa

darah dan kebutuhan akan insulin.


-

Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.

Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada luka.

2. Diagnosa keperawatan
a.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik berlebihan,

masukan yang terbatas.


b.

ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak

cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.


c.

Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,

perubahan sirkulasi.
d

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah

keperifer, proses penyakit (DM).

DIAGNOSA

NO
.
1.

DIAGNOSA
Kekurangan volume
cairan
Definisi : penurunan
cairan intravascular,
interstisial, dan / atau
intraseluler. Ini mengacu
pada dehidrasi,
kehilangan cairan tanpa
perubahan pada natrium
Batasan
karakkteristik :

Perubahan status

NOC
Noc

NIC
Fluid management

Fluida balance
Hydration
Nutritional status :

food dan fluid

popok/pembalut jika

intake

diperlikan
Pertahankan catatn
intake dan output

Kriteria hasil ;
Memperthankan

Timbang

yang akurat
Monitor status hidrasi

urin output sesuai

(kelembaban

dengan usia dan

membrane

BB, BJ urin normal,

mukosa,nadi adekuat,
tekanan darah

HT normal
Tekanan darah,

ortostatik) jika

nadi, suhu tubuh


-

diperlukan
Monitor vital sign
Monitor masukan

mental
Perubahan

tanda dehidrasi,

makanan/cairan dan

tekanan darah
Perubahan

hitung intake kalori

tekanan nadi
Perubahan

elastisitas turgor
kulit baik,

harian
Kolaborasikan

pemberian caian IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan IV

pada suhu ruangan


Dorong masukan oral
Berikan penggantian

dalam batas normal


Tidak ada tanda-

volume nadi
Penurunan turgor

membrane mukosa

kulit
Penurunan turgor

tidak ada rasa haus

lidah
Penurunan

haluaran urin
Penurunan

pengisian vena
Membrane

mukosa kering
Kulit kering
Peningkatakan

hematokrit
Peningkatan suhu

tubuh
Peningkatan

frekuensi nadi
Peningkatan

konsentrasi urin
Penurunan berat
badan

lembab lembab,
yang berlebiha

negogatrik sesuai
-

output
Dorong keluarga
untuk membantu

pasien makan
Kolaborasi

dengandokter
Atur kemungkinan
transfusi

Hypovolemia
management
-

Monitor status cairan


termasuk intake dan

output cairan
Monitor tingkat Hb

Anda mungkin juga menyukai