STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN :
Nama
: Ny.H
TTL
: 02-01-1969
Usia
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
RMK
: 197878
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
Keluhan tambaha : sebelumnya pasien mengeluh lemas dan tidak nafsu makan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSIJ suka pura karena pingsan 45 menit SMRS. Sebelumnya pasien
diketahui merasa lemas dan tidak nafsu makan sejak beberapa hari terakhir. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien memiliki sakit gula sejak 2 tahun terakhir dan jarang control ke
dokter atau puskesmas, selama beberapa hari terakhir tidak mengonsumsi obat sakit gulanya.
Pasien juga sempat mengeluh pusing dan lemas sebelum pingsan. BAB dan BAK normal.
Dari penuturan keluarganya beberapa hari terakhir pasien hanya makan sedikit Karena pasien
takut gula darahnya naik lagi. Beberapa hari sebelumnya (2/11-14) pasien dirawat di RSIJ
suka pura karena keluhan lemas yang berkepanjangan, dan didiagnosa mengalami
hiperglikemia dengan GDS 653mg/dl. Pasien memiliki riwayat jatuh sekitar 1 tahun yang
lalu, sehingga sikut kanannya bengkak dan pasien mengurut sikut kanannya tsb. Hingga
beberapa minggu setelahnya di daerah memar tersebut muncul luka yang hingga sekarang
tidak sembuh. Pada saat itu (2/11-14) pasien juga menngeluhkan demam yang naik-turun,
nyeri uluhati, dan keluhan batuk yang dialami sejak 1 bulan sebelumnya. Kaki pasien juga
terlihat bengkak, pasien mengaku memiliki sakit darah tinggi dan jarang minum obat. Pada
1
Pada keluhannya sekarang pasien belum berobat. Setleah rawatan sebelumnya pasien diberi
obat obat diabetes oral namun sejak 3 hari terakhir pasien tidak mengonsumsinya.
Riwayat pennyakit keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa pasien, namun paman adik pasien
menderita darah tinggi dan ibu pasien menderita sakit gula. Riwayat sakit jantung dan asma
disangkal.
Riwayat alergi: Riwayat alergi makanan, obat-obatan, debu, cuaca disangkal.
Riwayat psikososial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan aktifitas fisik (olah raga) yang tergolong
sangat kurang. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien makan dengan teratur 2-3 kali
sehari namun tidak membatasi porsi dan jenis makanan yang ia makan. Namun sekita 3 hari
SMRS (8/11-14) pasien makan sangat sedikit karena ia takut gula darahnya naik. Pasien tidak
merokok, mengonsumsi alkohol atau pun mengonsumsi obat-obat herbal.
C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum
Kesadaran
: Disorientasi
GCS
Tanda vital:
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi
: 130x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 38,5 oC
Antropometri
BB
: 59 kg
TB
: 155 cm
IMT
: 24,6
Kesimpulan
Status generalis:
Kepala
: Normocephal,
Mata
Hidung
: Mukosa hipertrofi (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-), Konka inferior eutrofi
Telinga
Leher
Thorax
Pulmo
:
Inspeksi
: Dada
simetris
(+/+),
retraksi
(-/-),scar
(-/-),pernapasan
torakoabdominal
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi: Datar.Distensi (-)
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), tidak teraba adanya benjolan, hepar dan lien tidak
teraba.
Perkusi : timpani
Ascites : Shifting dullnes (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
Ekstremitas :
Ekstr. Atas
Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (+/+), ikterik (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang masa rawatan 2-4 november 2014
1.) Tangal 1 November 2014
Pemeriksaan darah lengkap
- SGOT
19 u/l (0-37)
- SGPT
16 u/l (0-40)
- Ureum
96 mg/dl (20-40)
- Creatinin
1,8 mg/dl (0,6-1,2)
- LED
100 mm/1jam (0-15)
- Hb
14 g/dl (13,8-17)
- Leukosit
8300/ul (4,5-10,8)
- Basofil
0% (0-0,3)
- Eosinofil
0% ()
- Batang
1% ()
- N. segmen
82%
- Limfosit
10%
- Monosit
7%
- Ht
43,4%
- Trombosit
487.000/ul
2.) Tanggal 2 November 2014
Pemeriksaan radiologi, rongent thorax
Cor-sinuses dan diafragma normal
Skeletal dan jaringan lunak normal
Pulmo : Tampak infiltrate dikedua lapang paru
kesan : TB paru dupleks
Kontrol Gula Darah
Tanggal
1/112014
2/112014
3/112014
4/11-
Jam
23.45
GDS (mg/dl)
653
06.00
213
12.00
18.00
24.00
06.00
282
434
193
469
12.00
18.00
24.00
06.00
392
323
232
183
Pemberian Insulin
20 ui
10ui
20ui
20ui
15ui
2014
3.) Pemeriksaan penunjang rawatan 8-13 November 2014
PEMERIKSAA
N
8/11-14
9/11-14
11/11-14
SATUAN
NILAI
RUJUKAN
Hemoglobin
11,6
10,7
9,60
g/dL
11,3 - 15,5
Leukosit
9.000
8.700
5.800
/L
4.300
10.400
Trombosit
159.000
141.000
120.000
/mm
132-440
HT
34,4
32,2
28,9
36,0 46,0
GDS
36
Mg/dl
70 - 200
PEMERIKSAA
N
12/11-14
13/11-14
SATUAN
NILAI
RUJUKAN
Hemoglobin
9,8
10,2
g/dL
11,3 - 15,5
Leukosit
7.600
6.600
/L
4.300
10.400
Trombosit
137.000
129.000
/mm
132-440
HT
30,1
30,7
36,0 46,0
Imunologi
o Anti TB IgG
Analisa gas darah
Positif (+)
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Waktu
Measured
pH
pCO2
pO2
HCO3act
HCO3std
BE(ecf)
BE(B)
O2 Sat.
8/11-14
28,5C
7,261 (7,350-7,450)
15,9 mmHg (32,0-45,0)
94,0 mmHg (75,0-100,0)
6,8 mmol/L
12,1 mmol/L (21-25)
-19,9 mmol/L -2.5 s.d. +2.5
-16,9 mmol/L
95,7% (85-96)
Waktu
09/11-14
(mg/dl)
Waktu
10/11-14
(mg/dl)
Waktu
11/11-14
(mg/dl)
(mg/dl)
07.00
36
04.00
191
06.00
449
06.00
420 (10ui)
09.00
260
08.00
254
12.00
331
12.00
397 (5ui)
12.00
99
14.00
491
18.00
556
(15ui)
18.00
395 (5ui)
16.00
55
20.00
550
24.00
253
24.00
569 (15ui)
18.00
100
02.00
463
20.00
198
04.00
463
24.00
255
Waktu
12/11-14
Waktu
13/11-14
(mg/dl)
06.00
513
(mg/dl)
06.00
686
(10ui)
12.00
635 (5ui)
12.00
587
18.00
643 (5ui)
18.00
548
24.00
749 (5ui)
24.00
E. RESUME
Pasien wanita 45 tahun datang dengan pingsan sejak 45 menit SMRS, pasien merupakan
penderita DM tiipe II dan hipertensi yang tidak terkontrol. Sebelum pingsan pasien mengeluh
lemas dan diketahui tidak nafsu makan selama 3 hari sebelumnnya. Pasien juga menderita tb
paru duplex serta terdapat ulkus diabetikum di lengan kanannya. Demam (-), riwayat polifagi
(+), riwayat poliuri(+), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK (t.a.k.). Satu minggu sebelumnya
pasien dirawat di RSIJ karena hiperglikemia serta demam yang hilang timbul dan batuk yang
tidak sembuh sejak 1 bulan sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan kesadaran pasien yang menurun disertai dengan
disorientasi. Nyeri tekan epigastrium (+), edema tungkai (+), dan ditemukan adanya ulkus di
tangan (sukut) kanan.
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi
: 130x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 38,5 oC
IMT
: 24,6
Pemeriksaan penunjang :
GDS
: 36 mg/dl
F. FOLLOW UP
Tanggal
08-11-
S
Kesadaran
O
TD: 150/90
A
DM Tipe2 dg
P
Oral
8
2013
menurun,
Nafsumakan
menurun, lemas,
batuk (+)
mmhg
S : 38,5 C
RR : 22 x/mnt
N : 98 x/mnt
GDS: 36 mg/dl
Riw.Hipoglike
mia
TB Paru duplex
Hipertensi
09-112013
Kesadaran menurn
namun lebih baik
disbanding
kemarin, bicara
ngelantur, kondisi
sama dengan hari
sebelumnya,
terlihat bingun,
nafsumakan
menurun
Kesadaran
menurun , bicara
ngelantur, terlihat
bingun,
nafsumakan
menurun
Batuk berkurang
Kesadaran
menurun kondisi
sama dengan
kemarin, bicara
ngelantur, terlihat
bingun,
nafsumakan
menurun, pasien
TD:110/70
mmhg
S : 37,2C
RR : 20 x/mnt
N : 82 x/mnt
DM Tipe2 dg
Riw.Hipoglike
mia
TB Paru duplex
Hipertensi
TD : 110/80
mmhg
S : 36,9 C
RR : 19 x/mnt
N : 86 x/mnt
DM Tipe2 dg
Riw.Hipoglike
mia
TB Paru duplex
Hipertensi
Terapi lanjutkan
TD : 130/80
mmhg
S : 36,6 C
RR : 19 x/mnt
N : 84 x/mnt
DM Tipe2 dg
Riw.Hipoglike
mia
TB Paru duplex
Hipertensi
Terapi lanjutkan
10-112013
11-112013
Ambroksol 3x1
OMZ 3x1
Domperidone 3x1
Metformin 500 3x1
Acarbose 50 3x1
Rifampicin 1x600mg
INH 1x300mg
Pirazinamide 1x1500
Etambutol
1x1500mg
Injeksi
o Ceftriaxone 1x2gr
o Ranitidine 1x2
o Citicolin 500 3x1
o Humulin 3x5ui
o Streptomycin 1x1
Terapi lanjutkan
12-112013
13-112013
terlihat mengantuk
Kesadaran
menurun kondisi
sama dengan
kemarin, bicara
ngelantur, terlihat
bingun,
nafsumakan
menurun
Kesadaran
menurun kondisi
sama dengan
kemarin, bicara
ngelantur, terlihat
bingun,
nafsumakan
menurun
TD : 120/90
mmhg
S : 36,6 C
RR : 19 x/mnt
N : 84 x/mnt
DM Tipe2 dg
Riw.Hipoglike
mia
TB Paru duplex
Hipertensi
Terapi lanjutkan
TD : 130/90
mmhg
S : 36,6 C
RR : 19 x/mnt
N : 84 x/mnt
DM Tipe2 dg
Riw.Hipoglike
mia
TB Paru duplex
Hipertensi
Terapi lanjutkan
Pada tanggal 13 November 2014 mulai pukul 14.20 kondisi pasien memburuk :
o
o
o
o
o
Tanggal 13 November 2014 pukul 19.05 pasien apneu, dilakukan RJP dan dimasukkan 1 ampul
adrenalin. Respon (-), reflex pupil (-). Pada pukul 19.10 pasien dinyatakan meninggal dunia oleh
dokter jaga ruangan (dr. mirad).
G. DAFTAR MASALAH
1. Hipoglikemia, Diabetes mellitus tipe II
2. TB paru Duplex
3. Hipertensi
4. Susp. CHF
5.
H. ASSESMENT
1. Hipoglikemia, Diabetes mellitus tipe II
Hipoglikemia DM tipe II pada pasien ini ditegakkan berdasarkan data yang didapatkan dari
anamnesis yaitu pasien memiliki riwayat sakit gula yang ia ketahui ketika berobat ke dokter 2
tahun lalu. Pasien juga mengatakan kalau dirinya mudah lapar dan cendrung makan dalam
10
porsi besar. Pasien juga bercerita kalau ibu pasien memiliki pennyaki gula darah. Pada
rawatan sebelumnnya pasien didiagnosa Hiperglikemia dengan GDS 653mg/dl. Pada
keluhannya sekarang pasien mengeluh lemas, karena 3 hari terakhir makan hanya dengan
porsi sedikit karena takut gula darahnya naik seperti sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan kesdaran yang menurun, dan ketika dilakukan pengecekan
gula darah, didapatkan GDS 36 mg/dl. Ditemukan pula adanya luka yang tidak sembuh sejak
1 tahun lalu di sikut kanan dan pasien tidak merasakan sakit pada lukanya. Pasien juga
mengeluhkan pandangannya kabur.
Rencana perawatan :
- Ruang perawatan biasa
- Oksigenasi kanul 2 liter/menit
- Hidrasi dengan RL 1kolf/6jam bila protocol hipo glikemia sudah selesai
- Lakukan protocol penanganan hipoglikemia
- Nutrisi diberikan pola diet DM
BB=59kg, TB=155cm, IMT=24,6 (Beratbadan lebih)
Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 25kal= (155100)-((155-100)x10%)x25kal =
1237,5 kal.
Kebutuhan kalori tambahan = 20% x 1237,5 = 247,5kal.
Koreksi karena BB lebih = 20% x 1237,5 = 247,5kal.
Jadi, total kebutuhan kalori perhhari untuk pasien ini adala 1237,5 kalori.
Karbohidrat 60% = 1237,5 x 60% = 742,5 kal = 185,625 gr
Protein 20% = 1237,5 x 20% = 247,5 kal = 61,875 gr
Lemak 20% = 1237,5 x 20% = 247,5 kal = 27,5 gr
Pemeriksaan penunjang darah lengkap, urin lengkap, fungsi ginjal, & EKG.
Bila sudah tercapai kadar gula darah yang di inginkan, maka terapi di ganti dengan
Oksigenasi 2 liter/mnt
Nutrisi berikan sesuai dengan kondisi DM tipe II pasien
Pemeriksaan Rongent dan BTA ulang
Pemberian :
o Rifampicin 1x600mg
o INH 1x300mg
o Pirazinamide 1x1500
o Etambutol 1x1500mg
o Streptomycin inj. 1x1
Edukasi : pasien hharus di berikan informasi kalau kondisinya ini sangat berbahaya
bbagi dirinya maupun orang lain, dikarenakan infeksi kuman Tb yang ada dalam
tubuhnya berkemungkinan untuk menginfeksi organ lain diluar paru-parunya. Serta
dapat pula menginfeksi orang-orang di sekitarnya. Ajari pula pasien untuk tidak
membuang dahaknya sembarangan dan ajarkan pasien untuk menutup mulutnya
(aerobik).
4. Susp. CHF
Pada anamnesis pasien mengaku kakinya terlihat membesar 2 bulan terakhir, bengkak
berkurang bila pasien memposisikan kakinya agak tinggi (tidak diwabah atau pun
menggantung).
Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya piting edem di ekstremitas bawah (kedua tungkai
pasien).
Pemeriksaan JVP tidak dilakukan karena pasien tidak koopratif. Pada auskultasi jantung
bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop (-).
12
Rencana perawatan
- Rawat di ruang biasa, namun dalam hal ini ruang rawatan mengikuti dengan
kebutuhan rawatan penyakit lain yang di idap pasien
- Nutrisi : hindari makanan yang memiliki kadar garam tinggi
- Hidrasi berika RL 1 kolf/6jam : dan panntau jumlah cairan masuk dan keluar.
- Pemeriksaan penunjang : Rongent thorax, pemeriksaan darah lengkap, EKG,
pemeriksaan fungsi ginjal.
- Penanganan : Captopril 12,5 mg 1x1, furosemide 2x1 tab.
- Edukasi : ajarkan pasien untuk menghindarai makanan-makanan yang mengandung
tinggi garam dan anjjurkan pasien untuk melakukan aktifitas fisik (olahraga) rutin
minimal 3 kali seminggu dengan pola latihan tidak boleh sampai ngos-ngosan
(aerobik).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIABETES MELITUS
1. Defnisi
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: diabanein, tembus atau pancuran air) (bahasa
Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula
adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa
hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yg disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin Tu penurunan
sensitivitas jaringan tehadap insulin.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (ADA. 2010)
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu
yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin.
Klasifikasi DM ( Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
13
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga
seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
5. Diagnostik
Langkah-Langkah Diagnostik DM (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2
di Indonesia 2011)
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole
blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angkaangka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler.
Diagnosis diabetes mellitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g
17
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan
dalam praktek sangat jarang dilakukan.
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
(IPD FKUI.2009 dan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
a. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
b. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L).
18
Edukasi
Terapi Gizi medis
Latihan Jasmani
Intervensi Farmakologi
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi
Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
a. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya
guna mencapai sasaran terapi.
b. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
20
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
a.
b.
c.
d.
Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi
cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik
untuk kesehatan.
b. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis alternatif
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk
pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt,
lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
b. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
c. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping
pada lemak darah.
d. Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,
neotame.
e. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake / ADI )
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan
Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
22
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari
seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
Intervensi Farmakologi
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
24
No.
Golongan
1.
Sulfonil
urea-
Glibenclamid
Mekanisme kerja
ES-KI
Insulin secretagous
S:2,5-5mg/tab
ES:hipoglikemi
DH:2,5-15mg
KI:pasien
: ATP-sensitive K
channel
LK:12-24jam
hepar&
ginjal
F:1-2x/hari a.c
2.
Meglitinid-
Insulin secretagous
Repaglinid
S:1mg/tab
ES: ggn GI
DH:1,5-6mg
KI:pasien
LK:-
hepar&
ginjal
F:3x/hari a.c
3.
Biguanid-
Prod
glukosa
Metformin
S:500-850mg
ES: gjala GI
DH:250-3000
26
LK:6-8jam
F:1-3x/hari
p.c/bersama mkn
No.
Golongan
Mekanisme kerja
ES-KI
4.
Tiazolidinedion
Mengaktifkan
S:15-30mg/tab
- pioglitazone
PPAR-g, terbentuk
DH:15-45mg
GLUT baru
LK:24 jam
F:1x sehari
5.
Penghambat -
Mengurangi
glikosidase
absorbsi glukosa di
(acarbose)
usus halus
S:50-100mg
DH:100-300mg
LK:F:3x
bersama
suapan I
(Farmakologi FKUI.2009)
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
27
jam
dan
efeknya
dapat
bertahan
sampai
dengan 24 jam.
3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini
mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40
29
4. Insulin
Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam).
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 36 jam. Preparat:
Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard
Cara pemberian insulin
Insulin kerja singkat :
IV, IM, SC
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat
karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6
jam sekali.
Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah
30
< 60 mg %
= 0 unit
< 200 mg %
= 5 8 unit
= 10 12 unit
= 15 16 unit
= 20 unit
= 20 24 unit
Dosis :
a. Pasien DM muda 0,75-1,5 U/kgbb kerja sedang 2x/hr
b. DM dewasa kurus 8-10 U kerja sedang 20-30 m sblm mkan pagidan 4-5 U sblm makan malam
c. DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sblm makan malam6
Efek samping penggunaan insulin
Hipoglikemia
Lipoatrofi
Lipohipertrofi
Resistensi insulin
Edema insulin
Sepsis
31
Kriteria Pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik
yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai
kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan.
Demikian pula status gizi dan tekanan darah
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar glukosa
darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180 mg/dL).
Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria
pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga
untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia
dan interaksi obat. 3
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Penyulit Diabetes Melitus
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
32
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
a. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL
b. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemiapaling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung
lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah
habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam
atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia
lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau
terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia
lanjut sering lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar,
rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai
koma).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan makanan
yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau
glukosa 15-20 g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15
menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia
berat
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunnya kesadaran.
Penyulit Kronik
1. Makroangiopati :
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah tepi
- Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkus
iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
- Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
- Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
33
Nefropati diabetik. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan
Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Tindakan ini
bearti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut. Penyuluhan
mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting untuk
meningkatkan kepatuhan berobat.
3.
Pencegahan Tersier
34
Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka pengelola harus berusaha
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini
mungkin sebelum kecacatan tersebut menetap. Contohnya aspirin dosis rendah
(80--325 mg) dapat dianjurkan diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah
mempunyai penyulit makroangiopati. Pelayanan kesehatan yang holistik dan
terintegrasi antar disiplin ilmu terkait sangat diperlukan.
HIPGLIKEMIA
Adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dl
dengan gejala klinis hipoglikemia pada DM terjadi karena :
-
persalinan
Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
Kegiatan jasmani berlebihan
Diagnosis
Gejala dan tanda klinis :
-
Anamnesis
35
Penggunaan preparat insulin atau OHO : dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir,
perubahan dosis
Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll
Penggunaan obat sistemik lainyya : penghambat adrenergik , dll.
Pemeriksaan fisik
-
Pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran, defisit
neurologik fokal transien
Terapi
Stadium permulaan (sadar)
-
Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gule diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat
Hentikan obat hipoglikemik sementara
Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar)
Cari penyebab
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia) :
1.
2.
3.
4.
-
Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena
Diberikan cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf
Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer :
Bila GDs <50 mg/dl maka +bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
Bila GDs <100 mg/dl maka +bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40% :
Bila GDs <50 mg/dL maka + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
Bila GDs <100 mg/dL maka + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
Bila GDs 100 200 mg/dL maka tanpa bolus Dekstrosa 40%
Bila GDs > 200 mg/dL maka pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa 10%
36
5. Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam,
dengan protokol sesuai diatas. Bila GDs >200 mg/dL maka pertimbangkan mengganti
infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCl 0.9%
6. Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4 jam,
dengan protokol sesuai diatas. Bila GDs >200 mg/dL maka pertimbangkan mengganti
infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCl 0.9%
7. Bila GDs >100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut turut, sliding scale setiap 6 jam :
GD
RI
(mg/dl)
(unit, subkutan)
<200
0
200-500
5
250-300
10
300-350
15
>350
20
8. bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti :
adrenalin,kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg IV / IM (bila penyebabnya insulin)
9. bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl : hidrokortison 100 mg per 4 jam selama
12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg setiap 6 jam dan dimonitor 1,5
2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab penurunan kesadaran menurun.
Keto-Asidosis Diabetikum
Adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisinesi insulin absolut atau relatif dan
merupakan komplikasi akut DM yang serius. Gambaran klinisnya hiperglikemia, ketosis dan
asidosis metabolik.
Diagnosis
- Keluhan poliuri, polidipsi
- Riwayat berhenti menyuntik insulin
- Demam/infeksi
- Muntah
- Nyeri perut
- Kesadaran : CM, delirium, koma
- Pernapasan Kussmaul
- Dehidrasi
- Syok hipovolemik
Kriteria diagnosis
- Kadar Glc
: >250 mg/dl
37
- pH
: <7,35
- HCO3: rendah
- Anion gap
: tinggi
- Keton serum
: positif dan atau ketonuria
Pemantauan :
- Gula darah
: tiap jam
- Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan
- AGD
: bila pH < 7 saat masuk maka diperiksa setiap 6 jam s.d.pH >7,1.
Selanjutnya setiap hari sampai pasien stabil.
Pemeriksaan lain sesuai indikasi : kultur darah, kultur urin, kultur pus.
Terapi
Akses iv 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way
I.
Cairan :
- NaCl 0,9% diberikan kurang lebih 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu kurang lebih 1 L pada
jam kedua, lalu 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan 0,25 L pada jam kelima dan
II.
-
0,9 %
Jika GD stabil 200-300 mg/dl selama 12 jam maka Rl drip 1-2 U/jam IV, disertai sliding
dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan)
III.
Kalium
- Kalium (K Cl) drip dimulai bersamaan dengan drip Rl, dosisb50 mEq/6 jam. Syarat :
tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG,
-
<3,5
: drip KCl 75 mEq/6 jam
3,0-4,5
: drip KCl 50 mEq/6 jam
4,5-6,0
: drip KCl 25 mEq/6 jam
>6,0
: drip dihentikan
- Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu
IV.
Natrium Bikarbonat
Drip
100 mEq bila pH
<7,0, disertai KCl 26 mEq drip
50 mEq bila pH 7,0-7,1, disertai KCl 13 mEq drip
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.
V.
Tatalaksana Umum
- Oksigen bila PO2 < 80 mmHg
- Antibiotika adekuat
- Heparin : bila ada KID atau hiperosmolar ( >380 mOsm/L) terapi disesuaikan dengan
-
pemantauan klinis
Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperatur setiap jam
Kesadaran setiap jam
Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam
Produksi urin setiap jam, balans cairan
Cairan infus yang masuk setiap jam\
Dan pemantauan labpratorik (lihat pemeriksaan penunjang)
yang
meningkatkan
beban
awal,
beban
akhir
atau
yang
menurunkan
kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan
cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau
hipertensisistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau
kardiomyopati.Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisisanventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan
ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut
diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein
kontraktil( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :
-
Stroke volume : isi sekuncup Kontraksi kardiak Preload dan afterload Meliputi :
39
Kerusakan
langsung
pada
jantung
(berkurang
kemampuan
berkontraksi),
infark
pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri pulmonal, hipertensi pulmonari Keterbatasan
-
cardomyopati,
atau
aritmi,
kecepatan
yang
berbaring dan dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural
paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun) Dan kongesti paru
seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang bertambah, penurunan pada pusat
pernafasan, edema paru, takikardia, Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi
distolik dini ( proses aktif yangtergantung pada energi) dan kekakuan dindiing ventrikel.
2. Decompensasi cordis kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memompa melawan tekanan yang
naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi
sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam
(edema perier) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel
kanantidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan diatrium kanan dan vena kapa
superior
dan
inferior
dan
tampak
gejala
yang
ada
adalah
udema
perifer,
hepatomegali,splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang cepat. hal ini
akibaat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak mampu memompa darah keluar sehingga saat
berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin pula mengakibatkan
tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena kava
inferior serta selruhsistem vena tampak gejal klinis adalah terjadinya bendungan vena jugularis
eksterna, vena hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendunganbedungan pada padaena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik pada di pembuluh kapiler
meningkat melampuitakanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.
2. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat
dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:I. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki
keluhan pd kegiatan sehari-hari II. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan
aktivitas hanya sedikit, akantetapi jika ada kegaiatn berlebih akan menimbulkan capek, berdebar,
sesak serta angina III. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas
dan hanya merasa sehat jika beristirahat.IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja
bergerak langsung menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak
nafas.Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dapat
dilihat pada gambar berikut :
41
Meningkatkan pelepasan
renin angiotensin II
Tekanan darah dipertahankan
vasokontriksi ginjal
jantung.
Gejala kongesti.
a. Takipnea
b. Kesukaran minum
c. Wheezing
d. Kapasitas vital menurun
42
iii.
jantung
echocardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk
menyajikandata tentang fungsi jantung
5.
PENATALAKSANAAN
Dosis Permulaan
Dosis Maksimal
Nitroglycerin
20 g/menit
40400 g/menit
Nitroprusside
10 g/menit
30350 g/menit
Nesiritide
Bolus 2 g/kg
Vasodilators
43
Inotropes
Dobutamine
Milrinone
Bolus 50 g/kg
Dopamine
Levosimendan
Bolus 12 g/kg
Epinephrine
Phenylephrine
Vasopression
0.05 units/menit
Vasoconstrictors
44
Dosis Awal
Dosis Maksimal
Furosemide
2040 mg qd or bid
400
mg/da
Torsemide
1020 mg qd bid
200
mg/da
Bumetanide
0.51.0 mg qd or bid
10
mg/da
Hydrochlorthiazide
25 mg qd
100
mg/da
Metolazone
2.55.0 mg qd or bid
20
mg/da
Diuretics
Captopril
6.25 mg tid
50 mg tid
Enalapril
2.5 mg bid
10 mg bid
Lisinopril
2.55.0 mg qd
2035 mg qd
Ramipril
1.252.5 mg bid
2.55 mg bid
45
Trandolapril
Dosis Awal
Dosis Maksimal
0.5 mg qd
4 mg qd
Valsartan
40 mg bid
160 mg bid
Candesartan
4 mg qd
32 mg qd
Irbesartan
75 mg qd
300
Losartan
12.5 mg qd
50 mg qd
Carvedilol
3.125 mg bid
2550 mg bid
Bisoprolol
1.25 mg qd
10 mg qd
mg
qdb
Receptor Blockers
Metoprolol
succinate 12.525 mg qd
CR
Additional Therapies
46
Dosis Awal
Dosis Maksimal
Spironolactone
12.525 mg qd
2550 mg qd
Eplerenone
25 mg qd
50 mg qd
Kombinasi
75 mg/40 mg tid
hydralazine/isosorbide
dinitrate
Dosis
hydralazine/isosorbide tid
tid
dinitrate
Digoxin
0.125 mg qd
<0.375 mg/db
Non medikamentosa
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja
jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar benar dengan tirah baring ( bed
rest ) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak gejala gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet
umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan.
Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan
sebanyak 80 100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
C. TUBERKULOSIS
47
1.
Definisi TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
2. Epidemiologi TB Paru
WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk dunia ini
telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa TB
sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara berkembang cukup tinggi, di
Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000 penduduk.9,11,15
Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. S2ecara regional
prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1. wilayah
Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, 2. Wilayah Jawa dan Bali
angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, 3. Wilayah Indonesia Timur angka
prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka
prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun
2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.
3. Diagnosis TB Paru
TB paru sering menimbulkan gejala klinis yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri
dada. Sedangkan gejala sistemik seperti demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, dan malaise.
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.
Bila bronkus belum terlibat pada proses penyakit, maka mungkin pasien tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi akibat adanya iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak keluar. Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit menemukan kelainan
pada pemeriksaan fisik, kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Kelainan
paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama di daerah apeks dan segmen
48
posterior. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diapragma, dan mediastinum.
Untuk yang diduga menderita TB paru, diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari
yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Berdasarkan panduan program TB nasional, diagnosis TB
paru pada orang dewasa ditegakkan dengan dijumpainya kuman TB (BTA). Sedangkan
pemeriksaan lain seperti foto thoraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sesuai dengan indikasinya dan tidak dibenarkan dalam mendiagnosis TB
jika diagnosis dibuat hanya berdasarkan foto thoraks.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat
berasal dari dahak, cairan pleura, bilasam bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi.
b. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto
apilordotik, oblik, CT scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam-macam pada foto
toraks. Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa:
a
b
c
d
e
f
g
Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
Bayangan berawan atau berbercak
Bayangan bercak milier
Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
Destroyed lobe sampai destroyed lung
Kalsifikasi
Schwarte
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia luasnya proses yang tampak pada foto
c. Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman TB
seperti :
a.BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO 2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.
b. Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari M.tuberculosis, hanya
saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi.
c.Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot.
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih mengunqtungkan dan sangat
dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB
diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
o Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
51
Tahap Lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
o Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri
dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide,
sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4
jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan
ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
52
b
-
Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5HER3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan.Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB
53
dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
c
7. Efek
Samping OAT dan Penatalaksanaannya
Tabel berikut menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala
Efek Samping
Penyebab
Tidak ada nafsu makan, Rifampisin
Penatalaksanaan
Semua OAT diminum
Pirasinamid
rasa INH
terbakar di kaki
Efek Samping
Penyebab
Warna
kemerahan
pada
Rifampisin
Gatal dan kemerahan
Semua jenis OAT
kulit
air seni (urine)
Tuli
Streptomisin
hari Penatalaksanaan
Tidak Ikuti
perlupetunjuk
diberi apa-
Gangguan keseimbangan
Streptomisin
Etambutol
Rifampisin
penatalaksanaan
apa, tapi
perlu penjelasan
Streptomisin dihentikan,
kepada pasien
ganti etambutol
Streptomisin dihentikan,
ganti etambutol
Hentikan semua OAT
sampai ikterus
menghilang
Hentikan semua OAT,
segera lakukan tes fungsi
hati
Hentikan etambutol
Hentikan Rifampisin
54
55
DAFTAR PUSTAKA
Canadian acquired pneumonia working group. 2000. Canadian guidelines for the initial
management of community acquired pneumonia and evidence based up date by the
canadian thoracic society. Clin Infect Dis;31: 383-421
Gerberding JL, Sande MA. 2000. Infection Diseases of the lung:Textbook of respiratory
medicine. Philadelphia:WB Saunders Co
Infectious Disease Society of America (IDSA). 2000. Practice guidelines for management
community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis;31:347-82
Nathwani D. 1998. Sequential switch therapy for lower respiratory tract infections.
Chest;113:211s-218s
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). 1995. Badan Litbang Depkes RI. Jakarta
10 Sabatine, Marc S. 2008. Pocket medicine 3rd ed:Pneumonia. Philadelphia: Lippincott &
Wilkins
56
11 Sylvia A, Loraine M. patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit vol. 2 ed. 6.
Jakarta : EGC, 2005
12 Zul, Dahlan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ed. IV:Pneumonia.
Jakarta:FKUI
13 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Pneumonia Komuniti. Jakarta:FKUI
14 Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011
15 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia 2007
Lily ismudiati rilanto dkk, (2001). Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas Kedokteran
57