Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH HUKUM

PERIKATAN

Disusun Oleh :
SLAMET AGUS WAHYUDI (11010214410101)
SUGIYONO (11010214410140)
HERI PURNOMO (11010214410138)
ERWIN EDWARD TUTUARIMA (11010214410177)
HILMAN SYARIEF (11010214410210)

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KENOTARIATAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, perkembangan dunia bisnis semakin meningkat termasuk
di dalam maupun di luar negeri. Dengan perkembangan demikian,
pengusaha-pengusaha tentu memiliki cara tersendiri untuk mengembangkan
bisnis

yang

dikelola

dengan

baik.

Di

Indonesia

sendiri,

dengan

berkembangnya dunia bisnis berdampak pula pada peningkatan ekonomi dan


stabilitas negara sehingga kelak dapat menciptakan lapangan kerja dan
kesejahteraan rakyat. Peningkatan usaha saat ini menimbulkan akibat
meningkatnya perjanjian dengan syarat-syarat yang telah ditentukan terlebih
dahulu bahkan sebelum perjanjian disepakati oleh pengusaha. Untuk
mengatur syarat-syarat tersebut, pihak pengusahalah yang secara sepihak
berperan aktif. Hal ini karena pengusaha berada pada posisi lebih superior
daripada konsumen ataupun perjanjian standar ini sering digunakan antara
golongan ekonomi kuat dengan ekonomi lemah.
Adanya

syarat-syarat

(klausula)

sepihak

tersebut

tentunya

menguntungkan pengusaha ataupun pihak lebih tinggi kedudukannya


dibandingkan pihak lain dalam perjanjian. Akan tetapi bagi konsumen, justru
merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan pada
suatu pilihan, yaitu, menerima walaupun dengan berat hati. Perjanjian
diterima oleh para pengusaha umumnya dan dijadikan model perjanjian tidak
hanya di negara-negara maju, melainkan juga di negara-negara berkembang
sebagai dasar prinsip ekonomi, yaitu, dengan usaha sedikit mungkin, dalam
waktu sesingkat mungkin, dengan biaya seringan mungkin, dengan cara
sepraktis mungkin, memperoleh keuntungan sebesar mungkin
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan
antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu

menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam


bentuknya,

perjanjian

itu

berupa

suatu

rangkaian

perkataan

yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.


Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa
perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan.1
Dalam suatu perikatan terdapat asas-asas hukum perjanjian yaitu Asas
Konsensualisme, Asas Kekuatan mengikat perjanjian, Asas Kebebasan
berkontrak, Asas Iktikad Baik dan Asas Kepercayaan.
Terdapat beberapa jenis perjanjian antara lain: Perjanjian Timbal
Balik, Perjanjian Cuma-Cuma, Perjanjian Atas Beban, Perjanjian Bernama,
Perjanjian Tidak Bernama, Perjanjian Obligatoir, Perjanjian Kebendaan,
Perjanjian Konsensual, Perjanjian Real, Perjanjian Liberatoir, Perjanjian
Pembuktian, Perjanjian Untung-untungan, Perjanjian Publik dan Perjanjian
Campuran.2
Secara keseluruhan, KUHPerdata mengatur faktor-faktor lain yang
dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, diantaranya karena: Pembayaran,
Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,
Pembaharuan hutang, Perjumpaan Hutang atau kompensasi, Percampuran
Hutang, Pembebasan Hutan, Musnahnya barang yang terhutang, Kebatalan
atau pembatalan, Berlakunya suatu syarat batal dan Lewatnya waktu
1.2. Rumusan Masalah
Hukum Perdata merupakan sekumpulan aturan yang memuat ketentuan
bagaimana seseorang bertingkah laku baik di keluarga maupun di masyarakat
sekitar. Salah satu aspek dari hukum perdata yang dapat mengatur tingkah
laku manusia adalah perjanjian dan pada suatu perjanjian tentu diberlakukan
asas pact sunt servanda. Artinya, perjanjian yang lahir akan mengikat para
pihak layaknya suatu undang-undang baik perjanjian yang berasal dari
kesepakatan bersama maupun yang berasal dari kesepakatan salah satu pihak
1 Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1996, hal.5
2 Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hal.9

dalam perjanjian. Perjanjian atau persetujuan yang termuat pada Buku III Bab
II pasal 1313-pasal 1352 KUHPerdata merupakan hal yang sangat sering kita
temui dalam kehidupan sehari-hari baik di pasar, di sekolah, bahkan di dunia
pekerjaan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Pengertian Perjanjian serta Hubungannya dengan Perikatan


Unsur-Unsur Perjanjian
Asas-asas Hukum Perjanjian
Jenis-jenis Perjanjian
Berakhirnya Perjanjian

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perjanjian serta Hubungannya dengan Perikatan
Pengertian Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata , suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.3
Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan
di mana dua orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan suatu
hal dalam lapangan harta kekayaan.4
Menurut R. Subekti Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.5
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan
tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, maasingmasing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.
Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah Persetujuan
yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing
sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.
Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tadi adalah suatu
perhubungan hukum yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh
hukum atau undang-undang. Apabila tuntutan itu tidak dipenuhi secara
sukarela, si berpiutang dapat menuntutnya di depan hakim.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara
dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan
suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya,

3 R. Subekti, R. Tjitrosudiblo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya


Paramita, 2001), hal.338
4 http://ihsan26theblues.wordpress.com/2011/06/02/hukum-perjanjian/
5 R. Subekti, Hukum Perjanjian,( Jakarta : intermasa, 1987), hal, 1

perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji


atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh
Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer) bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam
Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang
hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku
terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu.6
Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan
kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini
merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta
berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat
berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. Keberadaan suatu perjanjian atau
yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya
syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum
dalam Pasal 1320 KUHPer, antara lain sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka
suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang
membuatnya. Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan
dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda
disebut dengan istilah overeenscomsrecht. Suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini,
timbullah suatu hubungan anatara dua orang tersebut yang dinamakan
perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara
dua orang yang membuatnya.
6 R. Subekti,dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata = Burgerlijk Wetboek
(terjemahan). Cet. 28. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 1996.hal.6

Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan


yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu.
Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa
perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan.
Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat
hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak
merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.
Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah
bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber
perikatan,

disampingnya

sumber-sumber

lain.

Suatu

perjanjian

juga

dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.
Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah
sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada
perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan,
memang perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi
sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang
melahirkan perikatan. Sumber-sumber lain ini tercakup dengan nama undangundang. Jadi ada perikatan yang lahir dari "perjanjian" dan ada perikatan yang
lahir dari "undang-undang".
Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua
orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan
yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan
para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang mengadakan suatu
perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu
perikatan hukum. Sungguh-sungguh mereka itu terikat satu sama lain, karena

janji yang telah mereka berikan. Tali perikatan ini barulah putus kalau janji itu
sudah dipenuhi.
Suatu perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang
lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.7
Apabila di masing-masing pihak hanya ada satu orang, sedangkan
sesuatu yang dapat dituntut hanya berupa satu hal, dan penuntutan ini dapat
dilakukan seketika, maka perikatan ini merupakan bentuk yang paling
sederhana. Perikatan dalam bentuk yang paling sederhana ini dinamakan
perikatan bersahaja atau perikatan murni.
2.2 Unsur-Unsur Perjanjian
Dari perumusan perjanjian tersebut, terdapat beberapa unsur perjanjian,
antara lain :8
1. Ada pihak-pihak (subjek), sedikitnya dua pihak
2. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap
3. Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak
4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan
5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisa
6. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian
Keterangan :
1) Pihak pihak ( Subjek )
Pihak (subjek) dalam perjanjian adalah para pihak yang terikat dengan
diadakannya suatu perjanjian. Subjek perjanjian dapat berupa orang atau
badan hukum. Syarat menjadi subjek adalah harus ampu atau berwenang
melakukan perbuatan hukum. KUH Perdata membedakan 3 golongan
yang tersangkut pada perjanjian, yaitu:
a) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri
b) para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak daripadanya:
c) pihak ketiga
2) Sifat Perjanjian
Unsur yang penting dalam perjanjian adalah adanya persetujuan
(kesepakatan) antara para pihak. Sifat persetujuan dalam suatu perjanjian di
7 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup, 2011), hal.222
8 R. Subekti, Hukum Perjanjian,( Jakarta : intermasa, 1987), hal, 1

sini harus tetap, bukan sekedar berunding. Persetujuan itu ditunjukkan


dengan penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran, Apa yang ditawarkan
oleh pihak yang satu diterima oleh pihak yang lainnya.
3) Tujuan Perjajian
Tujuan diadakan perjanjian terutama untuk memenuhi kebutuhan para
pihak itu, kebutuhan mana hanya dapat dipenuhi jika mengadakan
perjanjian denga pihak lain. Tujuan itu sifatnya tidak boleh bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh UndangUndang
4) Prestasi
Dengan adanya persetujua, maka timbullah kewajiban untuk melaksanakan
suatu prestasi [consideran menurut hukum Anglo Saxon]. Prestasi
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan
syarat-syarat perjanjian.
5) Bentuk Perjanjian
Bentuk perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan bukti.
Bentuk tertentu biasanya berupa akta. Perjanjian itudapat dibuat lisan,
artinya dengan kata-kata yang jelas maksud dan tujuannya yang dipahami
oleh para phak [itu sudah cukup], kecuali jika para pihak menghendaki
supaya dibuat secara tertulis (akta)
6) Syarat Perjanjian
Syarat-syarat tertentu dari perjanjian ini sebenarnya sebagai isi perjanjian,
karena dari syarat-syarat itulah dapat diketahui hak dan kewajiban para
pihak. Syarat-syarat tersebut biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan
menimbulkan hak dan kewajiban pokok, misalnya, mengenai barangnya,
harganya, dan juga syarat pelengkap atau tambahan, misalnya mengenai
cara pembayarannya, cara penyerahannya, dan sebagainya
Suatu perjanjian terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian essentialia,
bagian naturalia, dan bagian accidentalia.
1. Essentialia
Bagian eesentialia merupakan bagian dari suatu perjanjian yang harus
ada, sehingga apabila bagian tersebut tidak ada, maka perjanjian
tersebut bukanlah perjanjian yang dimaksud oleh pihak-pihak[12].
Contoh : Kata sepakat diantara para pihak dan suatu hal tertentu,

10

sehingga tanpa keduanya tidak akan terdapat suau perjanjian. Contoh


lain adalah barang dan harga barang yang harus ada pada perjanjian jual
beli. Apabila isi dari perjanjian tersebut hanya meliputi barang dan tidak
terdapat harga, maka perjanjian itu tidak dapat digolongkan sebagai jual
beli, melainkan memenuhi unsur tukar menukar.
2. Naturalia
Bagian naturalia adalah bagian dari suatu perjanjian yang menurut
sifatnya dianggap ada tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para
pihak.[13] Bagian naturalia dapat kita temukan di dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur. Sehingga
apabila para pihak tidak mengatur, maka ketentuan peraturan
perundang-undanganlah yang akan berlaku. Nmun karena sifatnya tidak
memaksa, maka para pihak berhak untuk menyimpangi ketentuan
tersebut. Contoh bagian naturalia dapat di temukan di dalam Pasal 1476
KUH Perdata yang menentukan bahwa : Biaya penyerahan dipikul oleh
si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli, jka
tidak telah diperjanjikan sebaliknya.
3. Accidentalia
Menurut Herlien Budiono, bagian accidentalia adalah bagian dari
perjanjian yang merupakan ketentuan yang diperjanjiakan secara
khusus oleh para pihak. [14]Contoh bagian accidentalia adalah
mengenai jangka waktu pembataran, pilihan domisili, pilihan hukum
dan cara penyerahan barang.
2.3 Asas-asas Hukum Perjanjian
Di dalam hukum perjanjian dikenal 3 asas, yaitu asas konsensualisme, asas
pacta sunt servada, dan asas kebebasan berkontrak
1. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi sejak saat
tercapainya kata sepakat antara para pihak, dengan kata lain bahwa perikatan
itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat
antara para pihak mengenai pokok perikatan
Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan bahwa salah
satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Artinya

11

bahwa perikatan pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup
dengan adanya kesepakatan para pihak.
2. Asas Pacta Sunt Servada
Asas pacta sunt servada, berhubungan dengan akibat dari perjanjian.
Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan :
Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu.
persetujian-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dari ketentuan tersebur terkandung beberapa istilah. pertama, istilah
semua perjanjian berarti bahwa pembentuk undang-undang menunjukkan
bahwa perjanjian dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian bernama, tetapi
juga perjanjian yang tidak bernama. Selain itu, juga mengandung suatu asas
partj autonomie. Kedua, istilah secara sah,

artinya bahwa pembentuk

undang-undang menunjukkan bahwa perbuatan perjanjian harus memenuhi


persyaratan yang telah ditentukan dan bersifat mengikat sebagai undangundang terhadap para pihak sehingga terealisasi asas kepastian hukum.
Ketiga, istilah itikat baik hal ini berarti memberi perlindungan hukum pada
debitor dan kedudukan antara kreditor dan debitor menjadi seimbang. Ini
merupakan realisasi dari asas keeimbangan.
3. Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak (Freedom of making contract), adalah salah satu
asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah
perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.
Menurut Salim H.S, bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas
yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : (1) membuat atau
tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapapun, (3)
Menentuan isi perjanjian, pelaksaan, dan persyaratannya: dan (4) menentukan
bentuknya perjanjian, yaitu tertulis dan lisan. Namun demikian, Abdulkdair
Muhammad, berpendapat bahwa kebebasan berkontrak tersebut tetap dibatasi
oleh tiga hal, yaitu : (1) tidak dilarang oleh undang-undang : (2) tidak

12

bertentangan dengan kesusilaan; dan (3) tidak bertentangan dengan ketertiban


umum.9
Selain asas-asas perjanjian yang telah di sebutkan di atas, dalam suatu
perjanjian dikenal juga asas-asas sebagai berikut, yaitu : asas terbuka, bersifat
pelengkap, dan obligator.10
1. Asas terbuka (open system) yaitu, setiap orang boleh mengadakan
perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam undangundang. Asas terbuka merupakan nama lain dari asas kebebasan
berkontrak.
2. Bersifat pelengkap (optimal), artinya pasal-pasal undang-undang boleh
disingkirkan,

apabila

menghendaki

dan

pihak-pihak

membuat

yang

membuat

ketentuan-ketentuan

perjanjian

sendiri

yang

menyimpang dari ketentuan pasal-pasal undang-undang.


3. Bersifat Obligator (obligatory), yaitu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum
memindahkan hak milik (ownership).
2.4 Jenis-jenis Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam Ilmu
Pengetahuan Hukum Perdata, jenis perjanjian, yaitu :
1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian sepihak
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Contoh dari perjanjian timbal
balik antara lain :
a. Perjanjian jual beli (koop en veerkoop), yaitu suatu persetujuan antara
dua pihak, dimana pihak kesatu berjanji akan menyerahkan suatu
barang dan pihak kedua akan membayar harga yang telah disetujui.
b. Perjanjian tukar menukar (Ruil, KUH Perdata Pasal 1541 dan
seterusnya), yaitu suatu perjanjian antara dua pihak, di mana pihak satu
akan menyerahkan suatu barang begitu pun dengan pihak lainnya.
c. Perjanjian sewa menyewa (Hour en verbuur, KHU Perdata Pasal 1548
dan seterusnya), yaitu suatu perjanjian dimana pihak I (yang
9 Ibid.., hal. 227
10 Abdulkadir Muhammad,Hukum Perdata Indonesia,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011),
hal.295

13

menyewakan) memberi izin dalam waktu tertentu kepada pihak II ( si


penyewa ) untuk menggunakan barangnya dengan kewajiban pihak II
membayar sejumlah uang sejumlah uang sewanya.
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan yang
memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya.
Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek
perikatan, dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.
2. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian atas Beban
Perjanjian percuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan suatu keuntangan kepada pihak yang lain tanpa menerima
suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Dengan demikian, pada perjanjian ini
hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian
pinjam pakai, perjanjian hibah.
Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terdapat prestasi dari
pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara
kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasi dapat
berupa kewajiban pihak lain, ataupun pemenuhan suatu suatu syarat
potestatif (imbalan)
3. Perjanjian Bernama

(Benoemd)

dan tidak bernama

(Onbenoemde

Overeenkomst)
Perjanjian bernama termasuk dalam perjanjian khusus, yaitu perjanjian
yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya, bahwa perjanjian-perjanjian
tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang,
berdasarkan tipe yang pling banyak terjadi sehari-hari. Misalnya, Jual beli,
sewa menyewa dan lainnya.
Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama
tertentu dan jumlahnya tidak terbatas dan nama disesuaikan dengan
kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerja sama,
perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaannya, dan lainnya.
4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligator
Perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomst), adalah perjanjian untuk
memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini
sebagai pelaksanaan perjanjian obligator.

14

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan.


Artiya, sejak terjadi perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak.
Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas
pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual
berkewajiban menyerahkan barang.
5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Rill
Perjanjian konsensual adalah perjanjian di mana di antara kedua belah
pihak telah mencapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.
Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat
(Pasal 1338 KUH Perdata)
Perjanjian Riil adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak
juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya.
6. Perjanjian Publik
Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya
dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah
pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Di antara keduanya terdapat
hubungan atasan dan bawahan (subordinated), jadi tidak berada dalam
kedudukan yang sama (co-ordinated), misalnya, perjanjian ikatan dinas.
7. Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai
unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa
menyewa) tapi juga menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan
pelayanan.11
2.5.Berakhirnya Perjanjian
Terpenuhinya prestasi atau perikatan yang disepakati dan syarat-syarat
tertentu dalam perjanjian dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian,
misalnya habisnya jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian atau
dalam loan agreement, semua hutang dan bunga atau denda jika ada telah
dibayarkan. Secara keseluruhan, KUHPerdata mengatur faktor-faktor lain
yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, diantaranya karena:12
1. Pembayaran
11 Opcit .., hal.230
12 http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/09/hukum-perjanjian/

15

Pembayaran tidak selalu diartikan dalam bentuk penyerahan uang semata,


tetapi terpenuhinya sejumlah prestasi yang diperjanjikan juga memenuhi
unsur pembayaran.
2. Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepatutnya dilaksanakan sesuai
hal yang diperjanjikan termasuk waktu pemenuhannya, namun tidak
jarang prestasi tersebut dapat dipenuhi sebelum waktu yang diperjanjikan.
Penawaran dan penerimaan pemenuhan prestasi sebelum waktunya dapat
menjadi sebab berakhirnya perjanjian, misalnya perjanjian pinjam
meminjam yang pembayarannya dilakukan dengan cicilan, apabila pihak
yang berhutang dapat membayar semua jumlah pinjamannya sebelum
jatuh tempo, maka perjanjian dapat berakhir sebelum waktunya.
3. Pembaharuan hutang
Pembaharuan utang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, sebab
munculnya

perjanjian

baru

menyebabkan

perjanjian

lama

yang

diperbaharui berakhir. Perjanjian baru bisa muncul karena berubahnya


pihak dalam perjanjian, misalnya perjanjian novasi dimana terjadi
pergantian pihak debitur atau karena berubahnya perjanjian pengikatan
jual beli menjadi perjanjian sewa, karena pihak pembeli tidak mampu
melunasi sisa pembayaran.
4. Perjumpaan Hutang atau kompensasi
Perjumpaan hutang terjadi karena antara kreditur dan debitur saling
mengutang terhadap yang lain, sehingga utang keduanya dianggap
terbayar oleh piutang mereka masing-masing.
5. Percampuran Hutang
Berubahnya kedudukan pihak atas suatu objek perjanjian juga dapat
menyebabkan terjadinya percampuran hutang yang mengakhiri perjanjian,
contohnya penyewa rumah yang berubah menjadi pemilik rumah karena
dibelinya rumah sebelum waktu sewa berakhir sementara masih ada
tunggakan sewa yang belum dilunasi.
6. Pembebasan Hutang
Pembebasan hutang dapat terjadi karena adanya kerelaan pihak kreditur
untuk membebaskan debitur dari kewajiban membayar hutang, sehingga
dengan terbebasnya debitur dari kewajiban pemenuhan hutang, maka hal

16

yang disepakati dalam perjanjian sebagai syarat sahnya perjanjian menjadi


tidak ada padahal suatu perjanjian dan dengan demikian berakhirlah
perjanjian.
7. Musnahnya barang yang terhutang
Musnahnya barang yang diperjanjikan

juga

menyebabkan

tidak

terpenuhinya syarat perjanjian karena barang sebagai hal (objek) yang


diperjanjikan tidak ada, sehingga berimplikasi pada berakhirnya perjanjian
yang mengaturnya.
8. Kebatalan atau pembatalan
Tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian dapat menyebabkan perjanjian
berakhir, misalnya karena pihak yang melakukan perjanjian tidak
memenuhi syarat kecakapan hukum. Tata cara pembatalan yang disepakati
dalam perjanjian juga dapat menjadi dasar berakhirnya perjanjian.
Terjadinya pembatalan suatu perjanjian yang tidak diatur perjanjian hanya
dapat terjadi atas dasar kesepakatan para pihak sebagaimana diatur dalam
Pasal 1338 KUHPerdata atau dengan putusan pengadilan yang didasarkan
pada Pasal 1266 KUHPerdata.
9. Berlakunya suatu syarat batal
Dalam Pasal 1265 KUHPerdata

diatur

kemungkinan

terjadinya

pembatalan perjanjian oleh karena terpenuhinya syarat batal yang


disepakati dalam perjanjian.
10. Lewatnya waktu
Berakhirnya perjanjian dapat disebabkan oleh lewatnya waktu (daluarsa)
perjanjian.
Macam-macam kebatalan
1. Perjanjian yang dapat dibatalkan
Secara prinsip suatu perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan jika
perjanjian tersebut dalam pelaksanaan akan merugikan pihak-pihak
tertentu. Pihak-pihak ini tidak hanya pihak dalam perjanjian tersebut,
tetapi meliputi juga setiap individu yang merupakan pihak ketiga di
luar para pihak yang mengadakan perjanjian.
Secara garis besar, alasan pembatalan perjanjian dapat golongkan ke
dalam 2 golongan besar:
- Yang berkaitan dengan pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak
dalam perjanjian.

17

Yang berhubungan dengan pembatalan perjanjian oleh pihak

ketiga diluar perjanjian.


2. Perjanjian yang batal demi hukum
Suatu perjanjian dikatakan batal demi hukum, dalam pengertian tidak
dapat dipaksakan pelaksanaanya jika terjadi pelanggaran terhadap
syarat obyektif dari sahnya suatu perjanjian.
Disamping ketidakpemenuhannya syarat obyektif, undang-undang juga
merumuskan secara konkrit untuk setiap perbuatan hukum (terutama
pada perjanjian formil) yang mensyaratkan dibentuknya perjanjian
dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang jika tidak
dipenuhi maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum.
3. Kebatalan Relatif dan Kebatalan Mutlak
Suatu kebatalan disebut dengan relative, jika kebatalan tersebut hanya
berlaku terhadap individu orang perseorangan tertentu saja. Dan
disebut dengan mutlak jika kebatalan tersebut berlaku umum terhadap
seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
18

sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang
tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan
antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa
suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan
yang diucapkan atau ditulis. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan
perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian
adalah sumber perikatan
Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua
orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan
yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan
para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang mengadakan suatu
perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu
perikatan hukum. Sungguh-sungguh mereka itu terikat satu sama lain, karena
janji yang telah mereka berikan. Tali perikatan ini barulah putus kalau janji itu
sudah dipenuhi.
Dalam suatu perikatan terdapat asas-asas hukum perjanjian yaitu Asas
Konsensualisme, Asas Kekuatan mengikat perjanjian, Asas Kebebasan
berkontrak, Asas Iktikad Baik dan Asas Kepercayaan.
Terdapat beberapa jenis perjanjian antara lain: Perjanjian Timbal Balik,
Perjanjian Cuma-Cuma, Perjanjian Atas Beban, Perjanjian Bernama,
Perjanjian Tidak Bernama, Perjanjian Obligatoir, Perjanjian Kebendaan,
Perjanjian Konsensual, Perjanjian Real, Perjanjian Liberatoir, Perjanjian
Pembuktian, Perjanjian Untung-untungan, Perjanjian Publik dan Perjanjian
Campuran
Secara keseluruhan, KUHPerdata mengatur faktor-faktor lain yang
dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, diantaranya karena: Pembayaran,
Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,
Pembaharuan hutang, Perjumpaan Hutang atau kompensasi, Percampuran
Hutang, Pembebasan Hutan, Musnahnya barang yang terhutang, Kebatalan
atau pembatalan, Berlakunya suatu syarat batal dan Lewatnya waktu.

19

3.2. Saran
Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua
orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan
yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan
para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang mengadakan suatu
perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu
perikatan hukum. Sungguh-sungguh mereka itu terikat satu sama lain, karena
janji yang telah mereka berikan. Tali perikatan ini barulah putus kalau janji itu
sudah dipenuhi.

20

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdulkadir Muhammad,Hukum Perdata Indonesia,(Bandung: Citra Aditya Bakti,
2011)
Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982
Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1996
R. Subekti, Hukum Perjanjian,( Jakarta : intermasa, 1987)
R. Subekti, R. Tjitrosudiblo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta :
Pradnya Paramita, 2001)
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2011

Website :
http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/09/hukum-perjanjian/
http://ihsan26theblues.wordpress.com/2011/06/02/hukum-perjanjian/

21

Anda mungkin juga menyukai