Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

I.

KASUS ( MASALAH UTAMA ) :


Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
1). Perubahan Sensori Persepsi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekati
(yang diprakarsai secara internal / eksternal) disertai dengan suatu
pengurangan berlebih-lebihan distorsi atau kelainan berespon terhadap
suatu stimulus. ( Townsend, 1998 )
2). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata artinya klien menginteprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus /
rangsangan dari luar. ( Maramis, 1980)
3). Halusinasi merupakan reaksi terhadap stress dan usaha dari alam tak sadar
untuk melindungi egonya atau pernyataan simbolik dari gangguan psikotik
individu. Halusinasi adalah gejala sekunder dari Skizofrenia dan klien
dengan skizofrenia

70 % mengalami halusinasi dan 20 % mengalami

campuran halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan ( Stuart dan


Sundeen, 1995 )
2. Rentang Respon
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIK

RESPON ADAPTIF

Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten
dengan pengalaman
Perilaku sesuai
Berhubungan sosial

RESPON MALADAPTIF

Distorsi pikiran
Ilusi
Reaksi emosi berlebihan
atau kurang
Perilaku yang tidak biasa
Menarik diri

Gangguan pikiran
Halusinasi
Kesukaran proses
emosi
Perilaku disorganisasi
Isolasi sosial
( Stuart dan Laraia, 1998)

3. Penyebab
1.

Faktor Predisposisi.
a.

Biologis.

Gangguan perkembangan dan fungsi otak / susunan saraf pusat.

Gejala yang mungkin muncul adalah : hambatan dalam belajar,


berbicara, daya ingat dan mungkin perilaku kekerasan

b. Psikologis.

Sikap dan keadaan keluarga juga lingkungan.

Penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien.

Pola asuh pada usia kanak-kanak yang tidak adekuat mis : tidak ada
kasih sayang, diwarnai kekerasan dalam keluarga.

c. Sosial budaya.

Kemiskinan, konflik sosial budaya ( peperangan, kerusuhan,


kerawanan keamanan ).

Kehidupan yang terisolir disertai stres yang menumpuk.

2. Faktor Presipitasi.
a. Kurangnya sumber daya atau dukungan sosial yang dimiliki
b. Respon koping yang maladaptif.
c. Komunikasi dalam keluarga kurang atau juga kemampuan finansial
keluarga.
Fase-fase dalam halusinasi.
1.

Fase pertama / Comforting ( Ansietas sedang )

Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang


memuncak dan tidak dapat diselesaikan.

Klien mulai melamun dan memikirkan tentang hal-hal yang


menyenangkan. Cara ini hanya menolong sementara.

2.

Fase ke kedua / Condemning ( Ansietas Berat )

Kecemasan meningkat, melamun, berfikir sendiri jadi domonan.

Mulai diresahkan oleh bisikan yang tidak jelas.

Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap dapat mengontrol.

3.

Fase ketiga / Controlling ( Ansietas Berat )

Bisikan suara, isi halusinasi

makin menonjol, menguasai dan

mengontrol klien.

Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya tehadap halusinasinya.

4.

Fase keempat / Conquering ( Panik )

Halusinasi berubah menjadi mengancam, mamerintah dan memarahi


klien.

Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.

Identifikasi adanya perilaku halisinasi.


1. Isi halusinasi.

Menanyakan suara siapa yang didengar.

Apa bentuk bayangan yang dilihat.

Bau apa yang tercium.

Rasa apa yang dikecap.

Merasakan apa dipermukaan tubuh.

2. Waktu dan frekuensi halusinasi

Kapan pengalaman halusinasi itu muncul.

Bila mungkin klien diminta menjelaskan kapan persis waktu terjadinya


halusinasi tersebut.

3. Situasi pencetus halusinasi

Menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum


halusinasi muncul.

Mengobserfasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi.

4. Respon klien

Apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.

Apakah masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak


berdaya lagi terhadap halusinasi.

Macam-macam halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran
2. Halusinasi Penglihatan
3. Halusinasi Penciuman
4. Halusinasi Pengecapan
5. Halusinasi Perabaan
4. Tanda dan gejala

Bicara dan senyum sendiri

Mendengar suara suara.

Marah marah, gelisah.

Merusak / menyerang.

Menarik diri dan menghindar dari orang lain.

Suka menyendiri

Tidak bisa membedakan nyata dan tidak nyata.

Tidak dapat memusatkan perhatian / konsentrasi.

Bermusuhan.

Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung

5. Akibat

Mencederai diri / orang lain / lingkungan.

Bermusuhan dan perilaku kekerasan

A. POHON MASALAH

Akibat -------------------------

Risiko mencederai diri sendiri /


lingkungan / orang lain

Masalah utama ----------------

Perubahan Sensori Persepsi:


Halusinasi

Penyebab ----------------------

Isolasi Sosial : Menarik diri

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1.

Risiko mencederai diri sendiri / orang lain / lingkungan .


DS

: Suara-suara itu menyuruh saya untuk marah-marah

DO

: - Klien gelisah.
- Klien marah-marah ingin memukul
- Bermusuhan, merusak / menyerang.

2.

Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran.


DS

: Saya juga mendengar suara-suara

DO

: - Klien bicara dan tertawa sendiri.


- Klien tiba-tiba marah .
- Ekpresi muka tegang, mudah tersinggung.

3.

Isolasi Sosial : Menarik diri.


DS

: Suara-suara itu datang saat saya sedang sendiri di kamar

DO

: - Klien menyendiri dikamar.


- Menghindar dari pergaulan dengan orang lain
- Tidak mampu memusatkan perhatian.
- Selalu menunduk saat diajak bicara
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko mencederai diri sendiri / orang lain / lingkungan b. d. halusinasi .


2. Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi

b. d.

menarik diri.

RENCANA KEPERAWATAN

Dx. 1. Risiko mencederai diri sendiri / orang lain / lingkungan b. d . halusinasi


a. Tujuan Umum ( TUM )

Klien tidak mencederai diri sendiri / orang lain / lingkungan.

b. Tujuan Khusus ( TUK )


1.

Klien dapat membina hubungan saling percaya.


1.1 Bina Hubungan saling percaya.
a.

Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.

b.

Perkenalkan diri dengan sopan.

c.

Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang


disukai

d.

Jelaskan tujuan pertemuan.

e.

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

f.

Berikan perhatian pada klien, perhatikan kebutuhan dasar klien

1.2 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.


1.3 Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
2.

Klien dapat mengenal halusinasinya.


2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait

halusinasinya : bicara dan

tertawa tanpa stimulus, memandang ke kanan / kekiri / kedepan


seolah-olah ada teman bicara.
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a.

Jika menemukan klien sedang halusinasi, tanyakan apakah ada


suara yang di dengar

b.

Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.

c.

Katakan bahwa perawat percaya klien mendenar suara itu,


namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengann nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)

d.

Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien

e.

Katakan bahwa perawat akan membantu klien

2.4 Diskusikan dengan klien :


a.

Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi

Waktu, frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan


malam atau jika sendiri, jengkel / sedih)

2.5 Diskusikan denganklien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi


(marah / takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.
3.

Klien dapat mengontrol halusinasi


3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukan diri, dll).

3.2 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
beri pujian.
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya
halusinasi :
a. Katakan saya tidak mau dengar kamu ( pada saat halusinasi
terjadi)
b. Temui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga) untuk
bercakap cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
c. Membuat jadual kegiatan sehari hari.
d. Meminta keluarga / teman / perawat menyapa klien jika tampak
bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara
bertahap.
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih.. Evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.6 Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi.
4.

Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.


4.1 Anjurkan

klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami

halusinasi
4.2 Diskusikan

dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung /

kunjungan rumah)
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi
dirumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu fallow up atau kapan perlu mendapat
bantuan halisinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang
lain.

5.

Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik untuk mengontrol


halusinasinya.
5.1 Diskusikan dengan keluarga dan klien tentang jenis, dosis,
frekuensi, dan manfaat obat.
5.2 Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi.
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

LAPORAN PENDAHULUAN

I.

KASUS ( MASALAH UTAMA ) :


Isolasi Sosial

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian.
Isolasi sosial : menarik diri adalah kondisi kesepian yang di ekspresikan oleh
individu dan dirasakan sebagai yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai
suatu keadaan negatif. ( Townsend, 1998 )
Menarik diri merupakan gangguan berhubungan dengan menarik diri sendiri
dari orang lain yang ditandai dengan isolasi sosial dan perawatan diri yang
kurang. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain dengan cara

menghindari hubungan dengan orang lain

( Rawlins, 1993 )
2. Rentang Respons
RENTANG RESPONS SOSIAL

RESPONS ADAPTIF

RESPONS MALADAPTIF

Menyendiri ( solitude )

Merasa sendiri

Manipulasi

Otonomi

(loneliness)

Impulsif

Bekerjasama (mutualisme)

Menarik diri

Saling tergantung

Tergantung ( dependen )

(interdependen)

Mencintai diri sendiri


(Narcissism)

3. Penyebab
Faktor predisposisi ( pendukung )
1). Faktor perkembangan.
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman
selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memiliki
tugas yang harus dilalui oleh individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan maenghambat masa
perkembangan selanjutnya. Kurang / tidak adanya sentuhan kasih sayang,
perhatian, kehangatan dari keluarga akan mengakibatkan rasa tidak aman
sehingga individu menyendiri, kemampuan berhubungan tidak kuat yang
berakhir dengan menarik diri. Tiap gangguan dalam pencapaian tugas
perkembangan akan menyebabkan seseorang mempunyai masalah respon
sosial maladaptif diantaranya menarik diri. Beberapa orang percaya bahwa
individu yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil
memisahkan dirinya dari orang tua ( Stuart & Sundeen, 1995 ).
2). Faktor biologis.
Faktor genetik merupakan salah satu faktor pendudung gangguan jiwa.
Berdasarkan penelitian, pada kembar monozigot apabila salah satu
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58 %, sedangkan bagi kembar
dwizogot prosentasenya adalag 8 %. Kelainan pada struktur otak, seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3). Faktor sosial-budaya.
Faktor sosial-budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain di mana masingmasing individu sibuk memperjuangkan hidup sehingga tidak ada waktu
bersosialisai dengan masyarakat sekitar, misalnya juga anggota keluarga
yang tidak produktif diasingkan dari orang lain, kemiskinan, karena PHK
dimana secara ekonomi kurang bisa menghidupi keluarga. Situsai ini
semua bisa mendukung individu berperilaku menarik diri.

Faktor presipitasi ( pencetus )


1). Stresor sosial-budaya
Stresor sosial-budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam
berhubungan, misalnya keluarga yang labil ( broken home), keluarga yang
di rawat di rumah sakit.
2). Stresor psikologis
Tingkat

kecemasan

yang

berat

akan

menyebabkan

menurunnya

kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas


kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan sosial (menarik diri).
4. Tanda dan gejala
1). Aspek fisik
Makan dan minum kurang
Penanpilan kurang rapi, kurang bisa merawat diri
Tidur terganggu / kurang
2). Aspek emosi
Bicara tidak jelas
Ragu, takut salah
Merasa malu dan bersalah
Mudah panik, dan tiba-tiba marah
3). Aspek sosial
Duduk menyendiri
Selalu menunduk saat diajak berkomunikasi
Tidak mau memandang lawan bicara
Melamun, tidak memperdulikan lingkungan
Tergantung pada orang lain
4). Aspek intelektual
Bicara terbatas atau membisu
Hidup di dunianya sendiri
Bicara tidak bisa di mengerti oleh orang lain

5). Aspek spiritual


Putus asa
Merasa sendiri, tidak ada sokongan / dukungan spitritual
Kurang percaya diri
5. Akibat

Risiko terjadi perubahan sensori persepsi : halusinasi

III. A. POHON MASALAH

Akibat ------------------------

Risiko Perubahan Sensori


Persepsi : halusinasi
Halusinasi

Masalah utama --------------

Isolasi Sosial : Menarik diri

Penyebab --------------------

Gangguan konsep diri :


harga diri rendah

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Risiko Perubahan Sensori Persepsi : halusinasi
DS

: ..

DO

: - Hidup dalam dunianya sendiri


- Bicara sendiri dan isi bicara tidak bisa dimengerti orang lain

2. Isolasi sosial : menarik diri


DS

: Saya enggan dan malu untuk keluar rumah

DO

: - Menghindar dari orang lain, duduk menyendiri


- Tidak ada kontak mata, melamun, wajah murung
- Bicara kurang jelas
- Lesu, tidak mau melakukan aktivitas sehari-hari

3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


DS

: Saya sudah tidak berguna, saya malu dengan keadaan saya

DO

: - Kurang percaya diri


- Putus asa
- Ragu-ragu dan takut salah
- Merasa malu dan bersalah

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Risiko Perubahan Sensori Persepsi : halusinasi

b.d.

menarik diri

2. Isolasi sosial : menarik diri b.d. harga diri rendah


V.

RENCANA KEPERAWATAN
Dx. 1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi

b.d.

menarik diri

a. Tujuan Umum (TUM)

Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi

b. Tujuan Khusus (TUK)


1.

Klien dapat membina hubungan saling percaya


1.1 Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik.
a.

Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal

b.

Perkenalkan diri dengan sopan

c.

Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai


klien

2.

d.

Jelaskan tujuan pertemuan

e.

Jujur dan menepati janji

f.

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g.

Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


2.1 Kaji pegetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya

2.2 Berikan kesempatan

pada klien untuk mengungkapkan perasaan

penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul


2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan

pujian

terhadap

kemampuan

klien

mengungkapkan

perasaannya
3.

Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan


kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3.1 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
3.2 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
3.4 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.5 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
3.6 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
3.7 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
3.8 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4.

Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap


4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :

Klien - Perawat

Klien - Perawat - Perawat lain

Klien - Perawat - Perawat lain - Klien lain

Klien - Keluarga / kelompok / masyarakat

4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai


4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadual harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5.

Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain

6.

Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluanga mampu


mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
Salam, perkenalkan diri.

Sampaikan tujuan

Buat kontrak.

Eksplorasi perasaan keluarga

6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :


Perilaku menarik diri.
Penyebab perilaku menarik diri.
Akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
Cara keluarga menghadapi klien menarik diri.
6.3 Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
6.4 Anjurkan anggota keluarga untuk secara rutin dan bergantian
mengunjungi klien minimal satu kali seminggu.
6.5 Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

LAPORAN PENDAHULUAN
I.

KASUS ( MASALAH UTAMA ) :


Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian.
1). Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain
2). Gangguan konsep diri adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri
atau kemampuan diri negatif yang dapat diekpresikan secara langsung
maupun tidak langsung ( Townsend, 1998 )
3). Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan sendiri, gagal
menyelesaikan tingkah laku dengan cita-cita ( Fakurltas Ilmu Kepw. UI )
4). Gangguan harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan
2. Rentang Respons
RENTANG RESPONS KONSEP DIRI
Respons
Adaptif

Aktualisasi
diri

Respons
Maladaptif

Konsep diri
positif

Harga diri
rendah

Kerancuan
identitas

Depersonalisasi

3. Penyebab
1). Pada masa kecil sering disalahkan / jarang diberi pujian atas
keberhasilannya.
2). Pada masa remaja keberadaannya kurang dihargai. Tidak diberi kesempatan
untuk berhasil dan tidak diterima di lingkungan keluarga atau teman
sebaya.
3). Sering gagal baik di sekolah, pekerjaan ataupun pergaulan.
4). Lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuan
Harga diri rendah dapat terjadi secara :
1). Situasional

yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya : kecelakaan,


putus sekolah, perceraian, PHK, perasaan malu karena
sesuatu terjadi pada dirinya (perkosaan, pernah dipenjara)

Hal ini terjadi karena :

Privacy klien yang kurang diperthatikan

Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh tidak seasuai harapan
karena penyakit yang dialami

Perlakuan petugas kesehatah yang tidak menghargai privecy klien,


misalnya : berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan lebih dulu

2). Kronik

yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung yaitu


sebelum sakit / di rawat, dimana klien mempunyai cara berfikir
yang negatif.

4. Tanda dan gejala


1). Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit
Misalnya : malu pada diri sendiri, sedih
2). Rasa bersalah terhadap diri sendiri
Misalnya : menyalahkan / mengkritik diri sendiri
3). Merendahkan martabat

Misalnya : minder, merasa tidak mampu, tidak bisa apa-apa, tidak tahu
apa-apa, merasa dirinya bodoh
4). Gangguan hubungan sosial
Misalnya : menarik diri, tidak mau bertemu dengan orang lain, suka
menyendiri, sulit dan tidak mau bergaul
5). Percaya diri kurang
Misalnya : klien sukar mengambil keputusan, sulit berkonsentrasi
5. Akibat
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Risiko perilaku kekerasan
III. A. POHON MASALAH
Akibat -------------------------

Isolasi Sosial : Menarik diri

Masalah utama ---------------

Gangguan konsep diri :


harga diri rendah

Penyebab ----------------------

Koping individu inefektif

B.

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Isolasi sosial : menarik diri
DS

: Saya dirumah saja, saya lagi malas keluar

DO

: - Sulit bergaul
- Menarik diri dari pergaulan
- Tidak mau bertemu dengan orang lain

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


DS

: Saya merasa malu dengan keadaan saya

DO

: -

Minder, merasa tidak mampu, merasa tidak bisa

Menyalahkan diri sendiri

Merasa tidak tahu apa-apa

3. Koping individu inefektif


DS

DO

: -

Persepsi yang negatif pada tubuhnya

Menolak penjelasan perubahan pada tubuh nya

Mengungkapkan keputusasaan

Mengungkapkan ketakutan

Tidak bisa menerima perubahan pada tubunya yang telah


terjadi

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Isolasi sosial : menarik diri b.d. harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah b.d. koping individu inefektif
V.

RENCANA KEPERAWATAN
Dx. 1. Isolasi sosial : menarik diri

b.d. harga diri rendah

a. Tujuan Umum (TUM)


Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.

b. Tujuan Khusus (TUK)


1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1 Bina hubungan saling percaya
a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanya nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji
e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f.

Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

1.2 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit


yang diderita.
1.3 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien

1.4 Katakan pada klien bahwa ia adalah seorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.


2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien dan beri
pujian / reinforcement atas kemampuan mengungkapkan perasaannya.
2.2 Saat bertemu klien, hindarkan memberi penilaian negatif. Utamakan
memberi pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
3.1 Diskusikan kemampuan klien yang masih dapat digunakan selama
sakit.
3.2 Diskusikan juga kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di
rumah sakit.
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan
minimal, kegiatan dengan bantuan total
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
(sering klien takut melaksanakannya)
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
5.1 Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang direncanakan.
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentanng cara merawat klien
harga diri rendah.
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.

6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.

LAPORAN PENDAHULUAN

I.

KASUS ( MASALAH UTAMA ) :


Perilaku Kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian.
Perilaku kekerasaan

adalah suatu keadaan dimana individu mengalami

perilaku yang dapat meambahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupun
orang lain ( Townsend, 1998 )
Marah merupakan perasan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
( Stuart dan Sundeen, 1995 )
Kegagalan yang menimbulkan frustrasi dapat menimbulkan respons pasif dan
melarikan diri atau respons melawan dan menantang. Respons ini merupakan
respons maladaptif yaitu :
1) Agresif :

Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang


lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai

Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai


orang lain

2) Kekerasan :

Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk

Perilaku kekerasan ditandai daengan menyentuh orang lain secara


menakutkan, memberi kata-kata ancaman melukai disertai melukai

pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai / merusak
seacara serius.

Klien tidak mampu mengendalikan diri

2. Rentang Respon
RENTANG RESPONS MARAH
Respons
Adaptif

Asertif

Respons
Maladaptif

Frustrasi

Pasif

Agresif

Kekerasan

3. Penyebab
1).

Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu

perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau saksi penganiayaan


Kegagaln yang dialami dapat menimbulkan frustrasi

yang kemuadian dapat menimbulkan agresif atau amuk


b. Perilaku

Reinforcement yang diterima mendapatkan dukungan pada saat


melakukan kekerasan

Sering mengobservasi kekerasan dirumah / di luar rumah

c. Sosial budaya

Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan


kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive)

d. Bioneurologis

Banyak pendapat bahwa kerusakan kerusakan sistem limbik,

lobus

frontal,

neurotransmiter

lobus
turut

temporal
berperan

dan
dalam

ketidakseimbangan
terjadinya

peilaku

kekerasan

2).

Faktor Presipitasi
a. Dapat bersumber dari klien, limgkungan atau interaksi dengan orang
lain
b. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik)
c. Keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri kurang
d. Situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai
e. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan

4. Tanda dan gejala


1. Emosi

Tidak adequat

Measa tidak aman

Rasa terganggu

Marah (dendam)

Jengkel

Merusak / memukul

2. Fisik

Muka merah

Pandangan mata tajam

Tangan mengepal

Nafas pendek

Berkeringat

Sakit fisik

Tekanan darah meningkat

3. Intelektual

Mendominasi pembicaraan / bicara keras

Berdebat, rewel

Meremehkan orang lain

Mempertahankan pendapat

Memaksakan kehendak

4. Spiritual

Merasa kuasa

Keraguan

Tidak bermoral

Kreativitas terhambat / terhalang

5. Sosial

Menarik diri

Pengasingan

Penolakan

Kekerasan

Ejekan

Kurang percaya diri

5. Akibat

Risiko Mencederai diri sendiri

Risiko Mencederai orang lain

Risiko Mencederai lingkungan

III. A. POHON MASALAH

Akibat -------------------------

Risiko mencederai diri sendiri /


lingkungan / orang lain

Masalah utama ----------------

Perilaku kekerasan

Penyebab ----------------------

Gangguan Konsep diri :


Harga diri rendah

B.

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


a. Risiko mencederai diri sendiri / orang lain / lingkungan
DS :

- Keluarga mengatakan, klien dirumah mengamuk, marah marah

DO :

- Mengancam
- Memukul
- Marah-marah
- Merusak

b. Perilaku kekerasan
DS :

- Klien menyatakan ingin memukul

DO :

- Marah-marah
- Pandangan mata tajam
- Muka merah
- Bicara keras
- Berdebat
- Memaksakan kehendak

c. Gangguan konsep diri


DS :

- Klien mengatakan merasa dihina

DO:

- Menarik diri
- Kurang percaya diri
- Keraguan
- Merasa diasingkan
- Ada penolakan

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Mencederai diri sendiri / orang lain / lingkungan b.d. perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan b.d. harga diri rendah

V.

RENCANA KEPERAWATAN
Dx. 1. Mencederai diri sendiri / orang lain / lingkungan b.d. perilaku kekerasan
a.

Tujuan Umum :

Klien tidak mencederai diri sendiri / orang lain / lingkungan.

b. Tujuan Khusus.
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1. Bina hubungan saling percaya.
a.

Beri salam / panggil nama klien

b.

Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan

c.

Jelaskan maksud dan tujuan intraksi.

d.

Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat

e.

Beri rasa aman dan sikap empati

f.

Lakukan kontak singkat tapi sering

2. Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan.


2.1 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
2.2 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal.
3. Klien dapat mengidentifikasikan tanda-tanda perilaku kekerasan.
3.1 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel /
kesal.
3.2 Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
3.3 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekeraan yang biasa dilakukan.
4.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekeraan yang biasa
dilakukan klien.
4.2 Bantu klien untuk bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasaan yang
biasa dilakukan.

4.3 Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien dilakukan
masalahnya selesai.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
5.1 Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan klien.
5.2 Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan klien.
5.3 Tanyakan pada klien Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap marah.


6.1 Tanyakan pada klien Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6.2 Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
6.3 Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a. Secara fisik.
Tarik napas dalam, jika sedang kesal / tersinggung / jengkel atau
memukul bantal / kasur, atau olah raga, atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga
b. Secara verbal.
Katakan bahwa anda sedang kesal/ tersinggung / jengkel (contoh :
Saya kesal anda berkata seperti itu, saya marah karena mama tidak
memenuhi keinginginan saya)
c. Secara sosial.
Lakukan dalam kelompok cara-cara marah

yang seha, latihan

asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan


d. Secara spiritual.
Anjurkan klien sembahyang, berdoa, ibadah lain ; meminta pada
Tuhan untuk diberi kesabaran, maengadu pada Tuhan tentang
kekerasan / kejengkelan.
7. Klien dapat mendemontrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
7.1 Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien
7.2 Bantu klien mengidentivikasi manfaat cara yang telah dipilih
7.3 Bantu klien menstimulasikan cara tersebut (role play)

7.4 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasikan cara


tersebut.
7.5 Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang dipelajari saat jengkel atau
marah
7.6 Susun jadual melakukan cara yang telah dipelajari.
8. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobatan).
8.1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien.
8.2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat
tanpa ijin dokter.
8.3. Jelaskan prinsip lima benar: benar klien, dosis, waktu, obat dan caranya.
8.4. Jelaskan manfaat minum obat dan efek samping obat
8.5. Anjurkan klien meminta sendiri obatnya dan minum obat tepat waktu
8.6. Anjurkan klien melapor pada perawat / dokter jika merasakan efek yang
tidak menyenangkan.
8.7. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
9. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap yang
telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
9.2 Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
9.3 Jelaskan cara-cara merawat klien :

Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan yang konstruktif

Sikap tenang, bicara jelas, tidak terburu-buru

Membantu klien mengenal penyebab marah

9.4 Bantu keluarga mendemontrasikan cara merawat klien di rumah.


9.5 Bantu keluarga mengungkapkan perasaan setelah melakukan demontrasi.
10. Klien mendapat perlindungan dari lingkungan untuk mengontrol perilaku
kekerasan.
10.1 Bicara tenang, gerakan tidak terburu-buru, nada suara rendah,
tunjukkan kepedulian, jangan menentang klien.
10.2 Lindungi agar klien tidak mencederai diri atau orang lain / lingkungan

10.3 Jika tidak bisa diatasi lakukan pembatasan gerak / pengekangan (lihat
pedoman pengekangan pada klien)

LAPORAN PENDAHULUAN
I.

KASUS ( MASALAH UTAMA ) :


Perubahan Proses Pikir : Waham

PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian.
a. Perubahan proses pikir adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
kerusakan dalam pengoperasian kognitif dan aktivitas (Tonwsend, 1998)
b. Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarka penilaian realitas
yang salah (Maramis, 1980)
c. Waham adalah merupakan kenyakinan tentang sesuatuisi pikir yang tidak
sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar
belakang kebudayaan, biarpun dibuktikan kemustahilannya. Waham
merupakan gejala sekunderr skizofrenia. Ketidak mampuan memproses
stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi secara akurat dan
menimbulkan waham (Stuart dan Sundeen, 1995)
Proses terjadinya waham
1. Perasaan diancam oleh lingkungan , cemas dan merasa sesuatu yang
tidak menyenangkan dirinya
2. Individu meancoba mengingkari ancaman dari obyek realitas dengan
menyalahkan kesan terhadap kejadian

3. Individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada


lingkungan, sehingga tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal
4. Individu mencoba memberi pembenaran / rasional / alasan interpretasi
personal tentang realita pada diri sendiri / orang lain
Macam-macam waham
1. Waham agama adalah keyakinan klien terhadap suatu agama secara
berlebihan, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
2. Waham kebesaran adalah keyakinan klien secara berlebihan bahwa
klien memiliki kebesaran/kekuasaan khusus, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
3. Waham somatik adalah klien yakin bahwa bagian tubuhnya terganggu
/ terserang penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
4. Waham curiga adalah klien yakin bahwa ada seseorang / kelompok
yang berusaha merugikan / mencederai dirinya, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
5. Waham nihilistik adalah klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia / meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
6. Waham dosa adalah klien yakin bahwa dirinya merasa berdosa dan
selalu dibanyangiperasaan bersalah dengan perbuatannya, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
7. Waham yang bizar

Sisip pikir adalah keyakinan klien terhadap suatu pikiran orang lain
yang disisipkan di dalam pikirannya secara berlebih dan diucapkan
secara berulang-ulang tetapi tidak sesuai kenyatan

Siar pikir adalah kaeyakinan klien terhadapsesuatu atau orang lain


mengetahui

apa

yang

ia

pikirkan

walaupun

ia

tidak

mengatakanaanya kepada orang tersebut dan diucapkan secara


berulang-ulang, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

Kontrol pikir, waham pengaruh adalah klien yakin bahwa

pikirannya selalu dikontrol oleh kekuatan di luar dirinya atau


kekuatan aneh, diucapkan secara berulang-ulang, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.

2. Rentang Respon
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIK

RESPON ADAPTIF

Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten
dengan pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial
harmonis

RESPON MALADAPTIF

Proses pikir kadang


terganggun ilusi
Reaksi emosi berlebihan
atau kurang
Perilaku yang tidak biasa
Menarik diri

Gangguan proses pikir :


waham
Kesukaran proses
emosi
Perilaku tidak terorganisir
Isolasi sosial
( Stuart dan Laraia, 1998)

3. Penyebab
a. Faktor predisposisi

Faktor biologis

Hambatan perkembangan otak khususnya sistem limbik, korteks


frontalis, dan temporalis

Gejala yang mungkin muncul adalah hambatan dalam belajar,


berbicara, daya ingat dan perilaku menarik diri

Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal,


neonatus dean kanak-kanak

Faktor psikologis
Penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien
Penolakan yang dirasakan dari pengasuh, ibu atau teman yang
bersifat dingin cemas, tidak sensitif, atau bahkan terlalu melindungi
Pola asuh masa kanak-kanak tidak adequat misalnya tidak ada kasih
sayang, diwarnai kekerasan, ada kekeosongan emosi
Konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran orang tua,
aniaya dan kekerasan rumah tangga)

Faktor sosial budaya

Kemiskinan

Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan)

Kehidupan yang terisolasi disertai stres yang menumpuk

b. Faktor presipitasi

Hubungan yang bermusuhan

Merasa ada tekanan

Isolasi diri / sosial

Pengganguran disertai perasaan tidak berguna

Putus asa dan tidak berdaya

4. Tanda dan gejala

Klien bicara kacau / inkoheren

Mudah tersinggung

Mudah curiga

Sukar berkonsentrasi

Tidak merasa dirinya sakit

Kontak mata kurang

Merasa rendah diri

Pemalu

Tidak kooperatif / sukar bekerja sama

Aktivitas meningkat

Mengatakan sedih, putus asa disertai perilaku apatis

Bicara berbelit-belit

Penampilan tidak serasi dan berubah dari biasanya

Apatis

Menolak makan

Cemburu berlebihan

Merasa dirinya pandai, kaya, penguasa

Curiga atau klien yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya
mempunyai arti khusus bagi dirinya

Pikiran yang aneh-aneh pada dirinya

5. Akibat

Kerusakan komunikasi verbal

Risiko mencederai diri sendiri / orang lain / lingkungan

A. POHON MASALAH

Akibat -------------------------

Kerusakan Komunikasi Verbal

Masalah utama ----------------

Perubahan Proses Pikir :


Waham

Penyebab ----------------------

Gangguan Konsep diri :


Harga diri rendah

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1.

Kerusakan komunikasi verbal


DS :

Saya ini seorang raja yang mempunyai banyak kerajaan

DO :

- Klien bicara kacau / inkoheren


- Tidak kooperatif dalam berkomunikasi
- Apatis dalam berkomunikasi
- Tidak mampu berkonsentrasi
- Jawaban kurang sesuai / berbelit-belit
- Klien merasa dirinya seorang penguasa

2.

Perubahan proses pikir : waham


DS : Saya ini seorang raja yang menguasahi banyak kerajaan, namun
ada orang yang mau merebut kerajaan saya
DO : -

3.

Merasa dirinya seorang raja yang berkuasa

Curiga

Bicara berbelit-belit

Tidak merasa dirinya sakit

Mudah tersinggung

Tidak kooperatif

Mempunyai pikiran yang aneh-aneh terhadap dirinya

Gangguam konsep diri : harga diri rendah


DS : Saya ini seseorang yang gagal dalam meniti karir
DO : -

Merasa rendah diri

Kurang percaya diri

Pemalu dan suka menyendiri

Kontak matanya kurang

Selalu menyalahkan dirinya sendiri

Sedih, putus asa, disertai perilaku apatis

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Kerusakan komunikasi verbal

b.d.

waham

2. Perubahan proses pikir : waham

V.

b.d. harga diri rendah

RENCANA KEPERAWATAN
Dx. 1.

Kerusakan komunikasi verbal

b.d.

waham

a. Tujuan umum (TUM ) :

Klien dapat melakukan komunikasi verbal

b. Tujuan khusus (TUK) :


1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien, beri salam terapeutik
(panggil nama klien), sebutkan nama perawat, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
(topik, waktu, tempat)
1.2 Jangan membantah dan mendukung waham klien

Katakan perawat menerima keyakinan klien :Saya menerima


keyakinan anda disertai ekspresi menerima

Katakan perawat tidak mendukung : Sukar bagi saya untuk


mempercayainya disertai ekspresi ragu tapi empati

Tidak membicarakan isi waham klien

1.3 Observasi apakah waham klien mengganggu aktifitas sehari-hari dan


perawatan diri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2.1

Beri pujian pada penampilan dan kemampuan


klien yang realistis

2.2

Diskusikan

dengan

klien

kemampuan

yang

dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis. (hati-hati terlibat
diskusi dengan waham)
2.3

Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan


aktifitas sehari-hari dan perawatan diri) kemudian anjurkan untuk
melakukan saat ini.

2.4

Jika klien selalu bicara tentang wahamnya


dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perawat perlu
memperhatikan bahwa klien penting.

3. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi


3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.

3.2 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi selama dirumah


maupun di Rumah Sakit.
3.3 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham.
3.4 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga.
3.5 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (realitas diri, relitas
orang lain, waktu dan tempat).
4.2 Sertakan klien dalam terapi aktifitas kelompok : Orientasi realitas.
4.3 Berika pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat dukungan keluarga
5.1 Diskusikan dengan keluarga tentang.

Gejala waham.

Cara merawatnya.

Lingkungan keluarga.

Fallow up dan obat

5.2 Anjurkan keluarga melaksanakan dengan bantuan perawat.


6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
6.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi,
efek, dan efek samping obat dan akibat penghentian.
6.2 Diskusikan perasaan klien setelah makan obat.
6.3 Berikan obat dengan prinsip 5 benar dan observasi setelah makan obat

LAPORAN PENDAHULUAN
I.

KASUS ( MASALAH UTAMA ) :


Symdrom Defisit Perawatan Diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian.
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya dalam mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondiri kesehatannya.
2. Penyebab
1) Perkembangan
Keluarga

terlalu

melindungai

dan

memanjakan

klien

sehingga

perkembangan inisiatif dan ketrampilan berkurang.


2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas menurun

Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang


meyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan dari lingkungan / keluarga /
saudara.
3. Tanda dan gejala
1) Fisik

Badan berbau

Pakaian kotor

Kuku panjang dan kotor

Gigi kotor dan berbau

Penampilan tidak rapi

Pemakaian pakaian tidak seperti biasanya

2) Psikologis

Malas tidak ada inisiatif

Isolasi sosial

Merasa tidak berdaya

Rendah diri dan merasa terhina

3) Sosial

Interaksi kurang

Kegiatan kurang

Tidak mampu berperilaku sesuai norma : cara makan berantakan,


bak/bak sembarangan, tidak mau mandi dan gosok gigi, tidak mampu
berpakaian sendiri

4. Akibat

Penampilan diri tidak adekuat

A. POHON MASALAH

Penampilan diri tidak adekuat

Akibat -------------------------

Masalah utama ----------------

Syndrom defisit perawatan diri (makan,


mandi, berhias, toileting, intrumental )

Penyebab ----------------------

Intoleransi aktivitas

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1.

2.

Penampilan diri tidak adekuat

Penampilan diri tidak rapi

Rambut acak-acakan

Pakaian tidak sesuai kebiasaan

Syndrom defisit perawatan diri


Menolak makan
Badan kotor dan bau
Kukupanjang dan kotor
Gigi kotor, mulut berbau
Pakaian kotor
Tidak mau mandi

3.

Intoleransi aktivitas

Malas

Lesu

Kurang bergairah

Gelisah

Wajah tegang

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penampilan diri tidak adekuat b. d. defisit perawatan diri
2. Syndrom defisit perawatan diri b. d. intoleransi aktivitas

V.

RENCANA KEPERAWATAN

Dx. 1. Penampilan diri tidak adekuat b. d. defisit perawatan diri


Tujuan Umum ( TUM )

a.

i.
b.

Penampilan diri adekuat


Tujuan Khusus ( TUK )
1.

Klien dpt mengidentifikasi kebersihan dirinya.


1.1 Dorong klien. mengungkapkan perasaan tentang keadaan dan
kebersihan dirinya.
1.2 Dengarkan ungkapan klien. dengan empati.
1.3 Beri pujian atas kemampuan klien. mengungkapkan perasaannya.
1.4 Diskusikan dengan klien. tentang arti kebersihan diri.
1.5 Diskusikan dengan klien. tentang tujuan kebersihan diri.
1.6 Beri pujian pada hal positif yg dilakukan klien.

2.

Klien. dapat melakukan usaha kebersihan diri secara bertahap.


2.1

Kaji ulang kemampuan klien. dlm perawatan diri.

2.2

Ajarkan cara merawat diri : mandi, potong kuku, gosok gigi, ganti
baju, keramas.

2.3

Beri pujian atas keberhasilan klien. melakukannya

2.4

Beri kesempatan klien. untuk melakukan kebersihan diri seperti


yang diajarkan secara bertahap.

2.5

Bimbing klien. dalam melakukan perawatan diri.

2.6

Motivasi klien untuk selalu melakukan setiap hari.

2.7

Motivasi setiap hari, perawatan diri klien. serta kemampuan dalam


melaksanakan secara mandiri

2.8
3.

Beri pujian atas kemampuan klien. dalam merawat dirinya.

Klien. mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan


dirinya.
3.1

Kaji pengetahuan keluarga tentang perawatan diri klien.

3.2

Diskusi dengan keluarga cara-cara membantu memenuhi kebutuhan


perawatan diri klien.

3.3

Diskusikan peran keluarga dalam perawatan diri klien.

3.4

Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam perawatan diri klien.

3.5

Beri pujian & tindakan positif yang dilakukan keluarga

LAPORAN PENDAHULUAN
I.

KASUS ( MASALAH UTAMA ) :

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


3. Pengertian.
4. Rentang Respon
5. Penyebab
6. Tanda dan gejala
7. Akibat
III. A. POHON MASALAH
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
V.

RENCANA KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai