Kandidiasis vulvovaginalis
2.1.Definisi
Kandidiasis vulvovaginalis atau kandidosis vulvovaginalis atau kandida vulvovaginitis
adalah infeksi vagina dan atau vulva oleh genus candida, dengan berbagai manifestasi
klinisnya yang bisa berlangsung akut, kronis atau episodik. Kandidosis vulvovaginalis
rekuren adalah infeksi vagina dan atau vulva yang berulang, yang disebabkan oleh
organisme yang sama minimal 4 atau lebih episode simtomatik dalam setahun. 1
2.2.Etiologi
Sebagian besar penyebab KVV adalah Candida albicans. Antara 85-90% ragi yang
berhasil diisolasi dari vagina adalah spesies C.albicans sedangkan penyebab yang
lainnya dari jenis Candida glabrata (torulopsis glabrata). Spesies selain C.albicans yang
menyebabkan KVV sering lebih resisten terhadap terapi konvensional. Saat ini jenis
kandida yang sering ditemukan adalah Candica albicans, c. glabrata, c. tropicalisda
dan c. parapsilosis. 80-90% dari jamur yang diisolasi dari vagina adalah c. albicans,
selanjutnya c. glabrata (10%) dan c. tropicalis (5-10%).
Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval. Jumlahnya sekitar
80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari semua spesies yang
ditemukan
pada
manusia,
C.albicans-lah
yang
paling
pathogen. Candida
sp
turunan
mannoprotein
yang
bersifat
imunosupresif
sehingga
Dalam menghadapi invasi dari Candida, tubuh mengerahkan sel fagosit untuk
mengeliminasinya. Interferon (IFN)-gamma akan memblok proses transformasi dari
bentuk spora menjadi hifa. Maka bisa disimpulkan, pada seorang wanita dengan defek
imunitas humoral, Candida lebih mudah membentuk diri menjadi hifa yang lebih virulen
dan mudah menimbulkan vaginitis.
Candida adalah organisme yang dimorfik yaitu bisa ditemukan dalam 2 fase fenotipe
yang
berbeda
di
dalam
tubuh
manusia.
Pada
umumnya
e. Lainnya: pakaian yang ketat rapat dengan celana dalam nilon meningkatkan
kelembaban dan suhu daerah perineal sehingga insiden VVC meningkat. Pada
wanita dengan HIV seropositif sering ditemukan KVV yang simtomatik.Prevalensi
ini berhubungan dengan status imunologi dari penjamu. Bagi penderita HIVpositif
KVV lebih sering relaps dan cenderung ditemukan candida glabrata.1,2
2.4.Gambaran Klinis
Keluhan yang paling sering pada KVV adalah rasa gatal pada daerah vulva dan adanya
duh tubuh. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan
homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu yang
disertai gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti susu basi/pecah dan tidak
berbau. Akan tetapi lebih sering sekret hanya minimal saja. Keluhan klasik yang lainnya
adalah rasa kering pada liang vagina, rasa terbakar pada vulva, dispareunia dan
disuria. Jadi sebenarnya, tidak ada keluhan yang benar-benar spesifik untuk KVV.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan vulva,
juga dapat ditemukan lesi papulo pustular di sekitarnya. Servik tampak normal
sedangkan mukosa vagina tampak kemerahan. Bila ditemukan keluhan dan tandatanda vaginitis serta pH vagina < 4,5, dapat diduga adanya infeksi kandida, sedangkan
bila pH vagina > 5 kemungkinan adalah vaginitis karena bakterial vaginosis,
trikhomonas vaginitis atau ada infeksi campuran. 1
2.5.Diagnosis
Diagnosis klinis KVV dibuat berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan
biakan jamur, selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina. Biakan jamur dari cairan
vagina mempunyai nilai konfirmasi terhadap basil pemeriksaan mikroskopik yang
negatif (false negative cases) yang sering ditemukan pada KVV kronik dan untuk
mengidentifikasi spesies non-candida albicans. Sejak spesies ini sering ditemukan pada
sejumlah KVV kronik dan sering timbul resistensi terhadap flukonazol maka identifikasi
jamur dengan kultur menjadi lebih penting.
Biakan jamur mempunyai nilai kepekaan yang tinggi sampai 90% sedangkan
pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10% kepekaannya hanya 40%. Swab
sebaiknya diambil dari sekret vagina dan dari dinding lateral vagina. Pemeriksaan gram
tidak terlalu sensitif tetapi bisa sangat menolong untuk pemeriksaan yang cepat.
Pseudohifa ragi dan miselia memberi reaksi gram positif. Akan tetapi pemeriksaan gram
dan KOH yang negatif tidaklah menyingkirkan kemungkinan KVV dan perlu dikonfirmasi
dengan kultur.
Kultur dilakukan pada media sabouraud dextrose agar (SDA) dengan antibiotika,
candida spp tidak terpengaruh oleh sikloheksimid yang ditambahkan pada media
selektif jamur patogen, kecuali beberapa galur c. tropicalis, c. krusei dan c. parapsilosis
yang tidak tumbuh karena sensitif terhadap sikloheksimid. Kultur tumbuh dalam
waktu24-72 jam. Nickerson polisysaccharide trypan blue (Nickerson-Manskowski agar)
atau Cornmeal agar dengan Tween 80, pada suhu 250C digunakan untuk
menumbuhkan klamidokonidia, yang umumnya hanya ada pada c. albicans. Tumbuh
dalam waktu 3 hari.
Identifikasi c. albicans dapat dengan melihat fenomena Reynolds-Braude, yaitu
memasukkan jamur yang tumbuh pada kultur ke dalam serum/koloid (albumin telur) dan
diinkubasi selama 2 jam, dengan suhu 37 0C. Di bawah mikroskop akan tampak
germtube (bentuk seperti kecambah) yang khas pada c. albicans. 1
2.6.penatalaksanaan
Dengan cara menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi, topikal, dan sistemik.
Topikal meliputi:
larutan ungu gentian -1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2
kali selama 3 hari, 2). nistatin: berupa krim, salap, emulsi, 3). amfoterisin B, 4). grup
azol antara lain: Mikonazol 2% berupa krim atau bedak, Klotrimazol 1% berupa bedak,
larutan dan krim, Tiokonazol, bufonazol, isokonazol, Siklopiroksolamin 1% larutan, krim,
Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.
Sistemik meliputi:
Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak
diserap oleh usus, 2). Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidiasis sistemik, 3).
Untuk kandidiasis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis
tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan
itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal, 4).
Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidiasis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x
100 mg sehari, selama 3 hari.
Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi tersebut belum diteliti dengan
hati-hati untuk membuktikan hasilnya, seperti: 1). mengurangi penggunaan gula, 2).
minum teh Pau dArco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan, 3). memakai bawang
putih mentah atau suplemen bawang putih. Bawang putih diketahui mempunyai efek
anti-jamur dan antibakteri. Namun bawang putih dapat mengganggu obat protease
inhibitor, 4). kumur dengan minyak pohon teh (tea tree oil) dapat dilarutkan dengan air,
5). memakai kapsul laktobasilus (asidofilus).
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal
maupun oral sistemik untuk terapi KVV akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini
adalah pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis
tinggi.
Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk,misalnya
krim, lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan
bentuk obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita
sebelum memilih bentuk yang lebih nyaman untuk penderita. Untuk peradangan pada
vulva yang ekstensi mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal bentuk krim. 1
BAB III
DAFTAR PUTAKA
1. Anonim.
Kandidiasis
Vulvovaginalis.
Diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/34699247/Kandidiasis-Vulvovagina-REFRAT-MEGA#
pada 14 November 2010
2. Herman, Max Joseph. Penyakit Hubungan Seksual akibat amur, Protozoa, dan
Parasit.
Cermin
Dunia
Kedokteran
No.
130,
2001.
Diunduh
dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07PenyakitHubunganSeksualakibatJamur,Pr
otozoadanParasit130.pdf/07PenyakitHubunganSeksualakibatJamur,Protozoadan
Parasit130.html pada 14 November 2010.