DEMAM TIFOID
Oleh:
Mentari Cipta Septika
2010730068
Pembimbing:
dr. Aris
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penyakit infeksi sistemik akut yang banyak dijumpai di
berbagai belahan dunia saat ini adalah demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri
gram negatif Salmonella typhi. Di Indonesia demam tifoid lebih dikenal oleh
1
masyarakat dengan istilah penyakit tifus. Dalam 4 dekade terakhir demam tifoid
menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Diperkirakan insidensi
penyakit ini mencapai 13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka mortalitas
mencapai 600 ribu jiwa per tahun. Daerah endemik demam tifoid tersebar di
berbagai benua mulai dari Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga
Oceania. Sebagian besar kasus (80%) ditemukan di negara berkembang seperti
Bangladesh, Laos, Nepal, Pakistan, India, Vietnam, dan Indonesia. Indonesia
merupakan wilayah endemik demam tifoid dengan mayoritas angka insidensi
terjadi pada kelompok umur 3-19 tahun (91% kasus). 1, 2, 3
Munculnya daerah endemik demam tifoid dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, peningkatan urbanisasi,
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan, kurangnya suplai air, buruknya sanitasi,
dan tingkat resistensi antibiotik yang sensitif untuk bakteri Salmonella typhi
seperti kloramfenikol, ampisilin, trimetoprim, dan siprofloksasin. 1
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari demam tifoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi yang masuk ke dalam tubuh
manusia. Demam tifoid merupakan penyakit yang mudah menular dan
menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. 4
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari
7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. 5
2
B. Epidemiologi
Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid jarang terjadi di negara
industri. Namun, tetap menjadi masalah kesehatan serius di sebagian wilayah
dunia seperti Uni Soviet, India, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika.
Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu
berakhir kematian. Sekitar 70% dari seluruh kasus kematian itu menimpa
penderita demam tifoid di Asia. 6
Pada tahun 2000 insidensi demam tifoid di Amerika Latin sebesar 53
per 100 ribu penduduk dan di Asia Tenggara sebesar 110 per 100 ribu
penduduk. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun.
Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella subspesies enterika serovar
typhi dan paratyphi A. CDC Indonesia melaporkan insidensi demam tifoid
mencapai 358-810 per 100 ribu populasi pada tahun 2007 dengan 64%
ditemukan pada usia 3-19 tahun dan angka mortalitas antara 3,1-10,4% pada
pasien rawat inap. 6, 7
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan
nyata antara insidensi pada laki-laki maupun perempuan. Insidensi penderita
demam tifoid dengan usia 12-30 tahun sekitar 70-80%, usia 31-40 tahun
sekitar 10-20%, dan usia > 40 tahun sekitar 5-10%. 7
C. Etiologi
Demam tifoid disebabkan bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi dari genus Salmonella. Kuman ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul, dan mempunyai flagela (rambut
getar). Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob pada
suhu 15-41o C (suhu pertumbuhan optimal 37o C) serta pH pertumbuhan 6-8.
Kuman ini bertahan hidup beberapa minggu di alam bebas seperti di air, es,
sampah, dan debu serta hidup subur pada medium yang mengandung garam
empedu. Kuman ini mati dengan pemanasan (suhu 60o C) selama 15-20 menit,
pasteurisasi, pendidihan, dan khlorinisasi. 8
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu:
1. Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian ini
mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau endotoksin. Antigen ini
tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (antigen flagela) terletak pada flagela, fimbria, atau fili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis.
Antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pembentukan 3
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 7, 9
D. Patogenesis
Penularan demam tifoid adalah secara feko-oral dan banyak terdapat di
masyarakat dengan higien dan sanitasi yang kurang baik. Bakteri Salmonella
typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke tubuh manusia melalui makanan
atau minuman yang tercemar dan dapat juga melalui kontak langsung dengan
jari penderita yang terkontaminasi feses, urin, sekret saluran napas, atau pus.
Selain itu, transmisi juga dapat terjadi secara transplasental dari ibu hamil ke
janin. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus dan berkembang biak. 4, 7
Di usus diproduksi IgA sekretorik sebagai imunitas humoral lokal yang
berfungsi untuk mencegah melekatnya kuman pada mukosa usus. Sedangkan
untuk imunitas humoral sistemik diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan
fagositosis kuman oleh makrofag. Imunitas seluler sendiri berfungsi untuk
membunuh kuman intraseluler. 10
Jika respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik, kuman
akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan lamina propia. Di lamina
propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh makrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak di dalam makrofag. Selanjutnya dibawa ke plaque
peyeri ileum distal dan ke kelenjar limfe mesenterika. Melalui duktus
torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag masuk ke sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia ke-1 yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hepar, lien, dan sumsum tulang. Di
organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di
4
luar sel atau ruang sinusoid kemudian masuk ke sirkulasi darah lagi yang
mengakibatkan bakterimia ke-2 dengan disertai tanda dan gejala klinis. 4, 7
Namun, sebagian lagi masuk ke kandung empedu dan berkembang
biak kemudian disekresikan secara intermiten bersama cairan empedu ke
lumen usus, sebagian keluar bersama feses, dan sebagian lagi menembus usus
kembali dan difagosit oleh makrofag yang sudah teraktivasi dan hiperaktif
sehingga melepaskan sitokin reaksi inflamasi sistemik. Oleh karena itu timbul
demam, sakit kepala, sakit perut, mialgia, malaise, instabilitas vaskuler,
gangguan koagulasi, dan gangguan kesadaran. Setelah sampai di plaque
peyeri, makrofag hiperaktif sehingga timbul reaksi hiperplasia jaringan dan
perdarahan saluran cerna (erosi vaskuler di sekitar plaque peyeri). Jika kuman
terus
menembus lapisan usus hingga lapisan otot dan serosa usus, dapat
PATHWAY
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
4
mengakibatkan perforasi.paratyphi
masuk ke saluran cerna
Kuman juga mengeluarkan endotoksin yang dapat menempel di
4
limfoid
plaque peyeri
mengakibatkan terjadinya relaps atau karier.
mual, muntah
intake kurang
sebagian hidup
dan menetap
sebagian menembus
lamina propria
gangguan nutrisi
perdarahan
perforasi
masuk ke kelenjar
limfe mesenterikus
PERITONITIS
nyeri tekan
E. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi demam tifoid sekitar 10-14 hari, rata-rata 2 minggu.
Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dari asimtomatik atau ringan seperti
panas disertai diare sampai dengan klinis yang berat seperti panas tinggi, gejala
septik, ensefalopati, atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perdarahan
dan perforasi usus. Hal ini mempersulit penegakkan diagnosis jika hanya
berdasarkan gambaran klinisnya. 1, 3
Demam merupakan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi
parah dengan gejala yang menyerupai septikemia karena Streptococcus atau
Pneumococcus daripada Salmonella typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada
demam tifoid tetapi pada malaria. Namun, demam tifoid dan malaria dapat timbul
bersamaan pada 1 penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi
dapat menyerupai gejala meningitis. Nyeri perut kadang tidak dapat dibedakan
dengan apendiksitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala peritonitis akibat
perforasi usus. 4
Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 oC),
nyeri kepala, epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare,
nyeri perut, nyeri otot, dan malaise. Minggu ke-2 pasien mengalami demam,
lidah khas berwarna putih (lidah kotor), bradikardia relatif, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, dan bahkan gangguan kesadaran (delirium, stupor,
koma, atau psikosis). 4, 10
Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama
minggu ke-1, terutama sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu
ke-2 dan ke-3 demam terus-menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun
secara lisis. Demam tidak hilang dengan antipiretik, tidak menggigil, tidak
berkeringat, dan kadang disertai epistaksis. Gangguan gastrointestinal meliputi
bibir kering dan pecah-pecah disertai lidah kotor, berselaput putih, dan tepi
hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Lien membesar,
6
lunak, dan nyeri tekan. Pada awal penyakit umumnya terjadi diare kemudian
menjadi obstipasi. 4, 10
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk demam tifoid meliputi pemeriksaan
hematologi, urinalisis, kimia klinis, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi
molekuler. Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis,
menentukan prognosis, serta memantau perjalanan penyakit, hasil pengobatan,
dan timbulnya komplikasi.
1. Hematologi
a. Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun jika terjadi komplikasi
perdarahan atau perforasi usus.
b. Hitung leukosit rendah (leukopenia) tetapi dapat normal atau tinggi.
c. Hitung jenis neutrofil rendah (neutropenia) dengan limfositosis relatif.
d. Laju endap darah (LED) meningkat.
e. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). 13
2. Urinalisis
a. Protein bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).
b. Leukosit dan eritrosit normal tetapi meningkat jika terjadi komplikasi. 7
3. Kimia klinis
Enzim hati (SGOT dan SGPT) sering meningkat dengan gambaran radang
sampai hepatitis akut. 7
4. Imunoserologi
a. Widal
Widal digunakan untuk mendeteksi antibodi di dalam darah
terhadap antigen bakteri Salmonella typhi atau paratyphi (reagen).
Pada uji ini hasil positif jika terjadi reaksi aglutinasi antara antigen
dengan antibodi yang disebut aglutinin. Oleh karena itu, antibodi jenis
ini dikenal sebagai febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh
banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau
negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan pernah vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi
anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor reumatoid (RF). Hasil
7
pada awal sakit adalah darah kemudian untuk stadium lanjut atau carrier
digunakan urin dan feses. 1, 3, 10
6. Biologi molekular
PCR (polymerase chain reaction) mulai banyak digunakan. Cara
ini dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman kemudian diindentifikasi
dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi
kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitivitas) dan spesifisitas
tinggi. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh
lain, dan jaringan biopsi. 6
G. Diagnosis
Diagnosis demam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dilakukan dengan cara menguji
sampel feses atau darah untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella sp
dengan membiakkan pada 14 hari awal setelah terinfeksi. 7
Selain itu, tes widal (aglutinin O dan H) mulai positif pada hari ke-10
dan titer akan meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal
selang 2 hari jika peningkatan aglutinin progresif (di atas 1/200) menunjukkan
diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan feses dilakukan pada
minggu ke-2 dan ke-3 serta biakan urin pada minggu ke-3 dan ke-4 dapat
mendukung diagnosis dengan ditemukannya bakteri Salmonella. 3, 13
Gambaran darah juga membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat
leukopenia polimorfonuklear (PMN) dengan limfositosis relatif pada hari ke10 dari demam, arah demam tifoid menjadi jelas. Jika terjadi leukositosis
PMN, berarti terdapat infeksi sekunder kuman di dalam lesi usus. Peningkatan
cepat dari leukositosis PMN waspada akan terjadinya perforasi usus. Tidak
mudah mendiagnosis karena gejala yang timbul tidak khas. Ada penderita
yang setelah terpapar kuman hanya mengalami demam kemudian sembuh
tanpa diberi obat. Hal itu dapat terjadi karena tidak semua penderita yang
secara tidak sengaja menelan kuman langsung sakit, tergantung dari
banyaknya kuman dan imunitas seseorang. Jika kuman hanya sedikit yang
masuk saluran cerna, dapat langsung dimatikan oleh sistem imun. 7
H. Diagnosis Banding
9
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit secara klinis dapat
menjadi diagnosis banding seperti influenza, bronkitis, bronkopneumonia, dan
gastroenteritis. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Demam tifoid yang berat dapat
didiagnosis banding dengan sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit hodgkin.
2, 7, 13
I. Tatalaksana
Tatalaksana umum, asuhan keperawatan, dan asupan gizi merupakan
aspek penting dalam pengobatan demam tifoid selain pemberian antibiotik.
Tatalaksana demam tifoid meliputi:
1. Tirah baring
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur seperti
makan, minum, mandi, buang air kecil, maupun buang air besar dapat
mempercepat penyembuhan. Kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan yang dipakai juga perlu dijaga. 5
Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari. Tirah baring bertujuan untuk
mencegah terjadinya
Managemen nutrisi
Penderita demam tifoid selama menjalani perawatan dianjurkan
mengikuti petunjuk diet berikut:
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin, dan protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
10
11
mempunyai
efektivitas
tinggi
terhadap
strain
12
sulfametoksazol,
dan
trimetoprin
tanpa
komplikasi
demam tifoid
dengan
komplikasi
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat demam tifoid yaitu:
1. Intestinal
a. Perdarahan usus
Pada plaque peyeri yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak. Jika tukak menembus lumen usus dan mengenai
pembuluh darah, terjadi perdarahan. Jika tukak menembus dinding
usus, terjadi perforasi. Perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan
koagulasi darah (DIC). Sekitar 25% penderita mengalami perdarahan
minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Namun, perdarahan
hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Jika transfusi
dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, biasanya perdarahan ini
merupakan suatu proses self limiting yang tidak perlu bedah. 1, 3, 10
b. Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ke-3 tetapi dapat juga terjadi pada minggu ke-1.
Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut hebat
terutama di kuadran kanan bawah yang menyebar ke seluruh perut dan
disertai tanda ileus. Peristaltik melemah pada 50% penderita dan pekak
hepar kadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen.
Tanda perforasi lain adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan
bahkan syok. 1, 3, 10
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong
adanya perforasi. Jika pada foto polos abdomen 3 posisi ditemukan
udara pada rongga peritoneum, hal ini merupakan nilai yang cukup
menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. 1, 3, 10
c. Ileus paralitik
d. Pankreatitis
2. Ekstraintestinal
14
15
BAB III
KESIMPULAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dan paratyphi. Kuman bersama
makanan atau minuman masuk ke tubuh melalui saluran cerna. Walaupun gejala
demam tifoid bervariasi, secara garis besar gejala yang muncul adalah demam > 7
hari, gangguan saluran cerna, dan gangguan kesadaran. Pemeriksaan laboratorium
untuk menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi biakan kuman dari spesimen
penderita (darah, sumsum tulang, urin, feses, cairan duodenum, dan rose spot), uji
serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Salmonella typhi dan
menentukan adanya antigen spesifik dari kuman, serta pemeriksaan dengan
melacak DNA kuman. Antibiotik kloramfenikol yang digunakan sebagai obat
pilihan pada kasus demam tifoid sekarang mulai resisten. Pencegahan dapat
dilakukan dengan cara menjaga higien pribadi, imunisasi, dan vaksinasi aktif
sehingga dapat menekan angka insidensi demam tifoid.
DAFTAR PUSTAKA
16
17