Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penampilan

fisik

merupakan

aspek

yang

sangat

penting

untuk

menumbuhkan kepercayaan diri seseorang, termasuk susunan gigi yang rapi. Gigi
dengan susunan yang rapi dan senyum yang menawan akan memberikan pengaruh
yang positif pada setiap tingkat sosial. Banyak masyarakat melakukan perawatan
ortodontik untuk memperbaiki penampilan dan estetik sehingga meningkatkan
kepercayaan diri (Bagio, 2003).
Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan
faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu maloklusi
dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadangkadang suatu maloklusi sukar ditentukan secara tepat etiologinya karena adanya
berbagai faktor(multifaktor) yang memengaruhi pertumbuhkembangan faktor
penyebab maloklusi ada dua, yaitu faktor herediter seperti keadaan gigi dan
rahang, serta faktor lokal (yang berkaitan dengan keadaan lokal seperti gigi sulung
tanggal prematur (Rahardjo, 2009).
Ortodontik adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan
faktor variasi genetik, tumbuh kembang dan bentuk wajah serta cara faktor
tersebut mempengaruhi oklusi gigi dan fungsi organ di sekitarnya. Sebagian besar
perawatan ortodontik dilakukan selama periode pertumbuhan, yaitu antara usia 10
sampai dengan 15 tahun. Oklusi dan posisi dari gigi ditentukan selama periode
pertumbuhan itu dan perubahan sesudah pertumbuhan yang terjadi umumnya
relatif kecil (Murtia, 2011).
Tujuan

perawatan

ortodontik

adalah

untuk

memperoleh

dan

mempertahankan keadaan normal dan aktivitas fisiologik yang sebenarnya dari


gigi, jaringan lunak mulut serta otot muka dan pengunyahan, dengan maksud
untuk menjamin sejauh mungkin perkembangan dan fungsi dentofasial yang
optimum. Memenuhi tujuan tersebut diperlukan suatu diagnosis yang tepat,
rencana perawatan yang matang dan teknik perawatan yang disesuaikan dengan
keperluan, dengan menggunakan piranti, baik piranti cekat maupun lepasan
(Murtia, 2011).
1

2
Sebelum melakukan tindakan ortodontik, diperlukan seperangkat data yang
lengkap tentang keadaan pasien dari hasil pemeriksaan. Terhadap data yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dilakukan analisis dengan
berbagai macam metode yaitu analisis umum, lokal, fungsional, model dan
sefalometri. Setelah itu baru dapat ditetapkan diagnosis, etiologi maloklusi,
perencanaan perawatan, macam dan desain alat yang akan dipergunakan selama
perawatan serta memperkirakan prognosis pasien akibat perawatan yang
dilakukan (Murtia, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah penyebab dari maloklusi, bagaimanakah klasifikasi dari maloklusi
dan faktor yang mempengaruhinya?
2. bagaimanakah langkah-langkah pemeriksaan dan penegakkan diagnosa
pada pasien yang mengalami maloklusi guna menentukan perawatan
ortodonti yang digunakan?
3. Apa saja jenis pergerakan gigi?
4. Apa saja jenis alat ortodonti, indikasi dan kontraindikasinya?
5. Apa saja komponen alat ortodonti lepasan?
6. Bagaimana prognosa kasus ortodonti?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Apakah penyebab dari maloklusi, bagaimanakah
klasifikasi dari maloklusi dan faktor yang mempengaruhinya.
2. Untuk mengetahui

bagaimanakah langkah-langkah pemeriksaan dan

penegakkan diagnosa pada pasien yang mengalami maloklusi untuk


menentukan perawatan ortodonti yang digunakan.
3. Untuk mengetahui apa saja jenis pergerakan gigi.
4. Untuk

mengetahui

apa

saja

jenis

alat

ortodonti,

indikasi

kontraindikasinya.
5. Untuk mengetahui apa saja komponen alat ortodonti lepasan?
6. Bagaimana prognosa kasus ortodonti?

dan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
Pengertian maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau melrelasi
lengkung geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima.
Maloklusi juga bisa merupakan variasi biologis yang terjadi pada bagian tubuh
yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan mengganggu estetik
sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan
perawatan. Maloklusi dapat disebabkan adanya kelainan gigi dan mal serasi
lengkung geligi atau rahang.
2.2.1 Etiologi Maloklusi
Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapat
digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadang-kadang
suatu maloklusi sukar ditentukan secara tepat etiologinya karena adanya berbagai
faktor yang memengaruhi pertumbuhkembangan.
2.2.1.1 Faktor Herediter
Cara yang lebih baik untuk mempelajari pengaruh herediter adalah dengan
mempelajari anak kembar monozigot yang hidup pada lingkungan sama. Suatu
penelitian menyimpulkan bahwa 40% variasi dental dan fasial dipengaruhi faktor
herediter sedangkan penelitian yang lain menyimpulkan bahwa karakter skelet
kraniofasial sangat dipengaruhi faktor herediter sedangkan pengaruh herediter
terhadap gigi rendah.
Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu 1)
disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa
gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun yang terakhir
ini jarang dijumpai, 2) disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan
rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Dimensi
kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat dipengaruhi faktor genetik sedangkan
dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor lokal. Urutan pengaruh genetik

4
pada skelet yang paling tinggi adalah mandibula yang prognatik, muka yang
panjang serta adanya deformitas muka.
Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan terjadinya
oklusi normal ialah: 1) ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus
2) faktor yang ikut mempengaruhi relasi maksila dan mandibula seperti basis
kranial dan lingkungan 3) jumlah, ukuran dan morfologi gigi 4) morfologi dan
sifat jaringan lunak (bibir, lidah, dan pipi). Kelainan pada komponen tersebut serta
interaksinya dapat menyebabkan maloklusi.
Implikasi klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor
herediter adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila
dirawat ortodontik, namun sayangnya sukar untuk dapat menentukan seberapa
pengaruh faktor herediter pada maloklusi tersebut. Perkembangan pengetahuan
genetik molekuler diharapkan mampu menerangkan penyebab etiologi herediter
dengan lebih tepat.
Kelainan Gigi
Kelainan gigi yang dapat menyebabkan maloklusi dapat berupa kelainan
letak, ukuran, bentuk dan jumlah gigi. Untuk menyebut letak rahang yang tidak
normal tidak terlalu sukar meskipun, misalnya hanya dikatakan bahwa rahang atas
terletak anterior telah dapat memberikan gambaran yang jelas. Tetapi untuk
menyebut sebuah gigi yang tidak normal letaknya terdapat banyak istilah yang
digunakan dan meskipun beberapa istilah telah disepakati tetapi penggunaannya
tidak merupakan keharusan.
Kata dengan akhiran versi telah banyak digunakan, misalnya mesioversi
yang berarti terletak lebih mesial daripada letak normalnya, demikian juga dengan
letak gigi yang di palatal disebut palatoversi. Infraversi digunakan untuk
menyebut gigi yang tidak bisa mencapai bidang oklusal meskipun ada juga yang
menggunakan sebutan infraoklusi. Ada juga yang menggunakan kata denngan
akhiran posisi. Untuk menyebut letak gigi yang condong rasanya lebih cocok
dipakai istilah dengan akhiran klinasi sehingga gigi yang protrusi bisa disebut
proklinasi, retrusi berarti sama dengan retroklinasi, mesioklinasi berarti condong
ke mesial, distoklinasi berarti condong ke distal dan lain lain.
Tranversi atau ada juga yang menyebut transposisi ialah dua gigi yang
bertukar tempatnya dan yang sering terjadi adalah kaninus atas menempati tempat

5
insisiv lateral atau menempati tempat premolar pertama. Torsiversi atau desebut
juga rotasi adalah suatau gigi yang berputar pada sumbu panjangnya. Gigi yang
rotasi disebut menurut sisi proksimal yang paling menjahui lengkung geligi dan
arah mana gigi tersebut berputar. Sebagai contoh insisivus sentral atas yang rotasi
dapat disebut rotasi distolabial apabila sisi distal terputar ke labial. Bila sumbu
perputaran gigi terletak di tengah gigi disebut rotasi sentris dan kedua sisi
proksimal terputar sedangkan jika sumbu peputaran gigi tidak terletak di tengah
gigi disebut rotasi eksentris dan hanya satu sisi proksimal yang berputar.
Gigi yang Ektopik
Pengertian umum ektopik adalah tidak pada tempatnya. Kaninus atas
merupakan gigi yang sering mengalami erupsi yang ektopik dan dapat
menyebabkan kerusakan pada gigi sebelah menyebelahnya. Kaninus dapat
bergerak ke arah garis median dan terletak di palatal maupun labial. Kaninus yang
terletak di luar lengkung kadang-kadang disebut ektostema.
Ukuran Gigi
Ukuran gigi secara umum mempunyai ukuran tertentu, misalnya insisiv
sentral peranen atas bervariasi antara 8-10 mm, insisiv lateral atas 6-8 mm,
kaninus, premolar pertama dan premolar kedua masing masing kurang lebih 7 mm
dan molar kurang lebih 10 mm. di rahang bawah inisiv permanen sentral dan
lateral ukurannya kurang lebih sama, yaitu kurang lebih 5 mm, kaninus dan
premolar kurang lebih 6 mm dan molar kurang lebih 10 mm. ukuran gigi yang
diatas rerata disebut makrodonti sedangkan yang dibawah rerata disebut
mikrodonti. Ukuran gigi yang paling bervariasi adalah insisiv lateral rahang atas
yang cenderung lebih kecil daripada ukuran normal.
Bantuk Gigi
Bentuk gigi yang bervariasi didapatkan pada insisiv lateral atas yang bisa
berupa pasak (peg shaped). Geminasi adalah satu benih gigi yang bertumbuh
menjadi dua gigi secara utuh atau sebagian tetapi akarnya satu. Fusi adalah dua
benih gigi yang bertumbuh menjadi satu gigi dengan mahkota yang besar tetapi
akarnya tetap dua, biasanya pada gigi insisiv. Bila terjadi geminasi atau fusi
berarti jumlah gigi tidak normal. Dilaserasi adalah akar gigi yang tidak normal
bentuknya biasanya bengkok.
Jumlah Gigi

6
Kelainan jumlah gigi dapat berupa kelebihan gigi (hiperdontia) atau
kekurangan gigi (hipodontia) contohnya adalah gigi mesiodens dan leterodens
yang terletak di sebelah insisiv lateral. Bentuknya kadang-kadang menyerupai
insisiv lateral. Ada juga premolar tambahan terutama di rahang bawah. Bila
terdapat dua insisiv lateral yang dipilih untuk dicabut adalah yang letaknya paling
tidak normal.
Agenesis Gigi Permanen
Agenesi mempunyai arti benih tidak terbentuk. Etiologinya bermacammacam tetapi hasilnya dalah gigi permanen tidak ada dan hampir bisa dikatakan
apabila gigi sulung tidak terbentuk gigi permanen pengganti juga tidak terbentuk.
Ada beberapa keadaan mengenai agenesis gigi permanen, yang ekstrem adalah
anodontia yang berarti semua benih gigi tidak terbentuk sehingga pasien tidak
punya gigi sama sekali.
Keadaan lain yan lebih sering dijumpai adalah hipodontia, yaitu agenesis
sejumlah gigi dan ada juga yang menyebut oligodontia bila gigi agenesis lebih
dari empat. Gigi yang palig sering mengalami agenesis selain molar ketiga adalah
premolar kedua bawah kemudian insisiv lateral atas atau premolar kedua atas.
Gigi Berdesakan
Gigi berdesakan ditandai dengan adanya tumpang tindih (overlaping) gigigigi yang berdekatan. Penyebabnya misalnya adanya disproporsi ukuran gigi dan
panjang lengkung geligi (tooth size arch length discrepancy) TSALD, gigi sulung
yang tanggal prematur kemudian gigi yang berdekatan bergeser sehingga gigi
permanen pengganti tidak mendapat tempat.
Disharmoni Dentomaksiler
Disharmoni dentomaksiler ialah suatu keadaan disproporsi antara besar
gigi dan rahang dalam lengkung geligi. Menurut Anggraini (1957) etiologi
disharmoni dentomaksiler adalah faktor herediter. Karena tidak adanya harmoni
antara besar gigi dan lengkung gigi maka keadaan klinis yang dapat dilihat adalah
adanya lengkung geligi dengan diastema yang menyeluruh pada lengkung geligi
bila gigi-gigi kecil dan lengkung geligi normal, meskipun hal ini jarang dijumpai.
Keadaan yang serring dijumpai adalah gigi-gigi yang besar pada lengkung geligi

7
yang normal atau gigi-gigi yang normal pada lengkung geligi yang kecil sehingga
menyebabkan letak gigi berdesakan. Meskipun pada disharmoni dentomaksiler
didapatkan gigi-gigi berdesakan tetapi tidak semua gigi-gigi yang berdesakan
disebabkan

karena

disharmoni

dentomaksiler.

Disharmoni

dentomaksiler

mempunyai tanda-tanda klinis yang khas. Gambaran maloklusi seperti ini bisa
terjadi di rahang atas maupun di rahang bawah.
Tanda-tanda klinis suatu harmoni dentomaksiler di region anterior yang
mudah diamati antara lain sebagai berikut:
Tidak ada diastema fisiologis pada fase geligi sulung yang secara umum
dapat dikatakan bahwa bila pada fase geligi sulung tidak ada diastema
fisiologis dapat diduga bahwa kemungkinan besar akan terjadi gigi
berdesakan bila gigi-gigi permanen telah erupsi.
Pada saat insisivi sentral permanen akan erupsi, gigi ini meresorpsi akar
insisivi sentral sulung dan insisivi lateral sulung secara bersamaan
sehingga insisivi lateral sulung tanggal premature.
Insisivi sentral permanen tumbuh dalam posisi normal oleh karena
mendapat tempat yang cukup. Bila letak insisivi sentral permanen tidak
normal berarti penyebabnya bukan disharmoni dentomaksiler murni tetapi
ada penyebab lain.
Pada saat insisivi lateral permanen akan erupsi dapat terjadi dua
kemungkinan. Kemungkinan pertama insisivi lateral permanen meresorpsi
akar kaninus sulung sehingga kaninus sulung tanggal premature dan
insisivi lateral permanen tumbuh dalam letak yang normal karena
tempatnya cukup. Selanjutnya kaninus permanen akan tumbuh diluar
lengkung geligi (biasanya di bukal) karena tidak mendapat cukup tempat
yang sebagian telah ditempati insisivi lateral permanen. Pada kasus
dengan kekurangan tempat yang besar sisi distal insisivi lateral permanen
berkontak dengan sisi mesial molar pertama sulung.
Kemungkinan kedua adalah insisivi lateral permanen tidak
meresorpsi akar kaninus sulung tetapi tumbuh di palatal sesuai dengan
letak benihnya. Selanjutnya kaninus permanen tumbuh normal pada
tempatnya karena mendapatkan tempat yang cukup.

8
3.2.1.2 Faktor Lokal
Gigi sulung tanggal premature
Gigi sulung yang tanggal premature dapat berdampak pada susunan gigi
permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal premature gigi
sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivi sentral dan lateral
sulung yang tanggal premature tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan
menyebabkan adanya pergeseran garis median. Perlu diusahakan agar kaninus
sulung tidak tanggal premature. Sebagian peneliti mengatakan bahwa bila terjadi
tanggal premature kaninus sulung karena resorpsi insisivi lateral atau karena
karies disarankan dilakukan balancing extraction, yaitu pencabutan kaninus
sulung kontralateral agar tidak terjadi pergeseran garis median dan kemudian
dipasang space maintainer.
Molar pertama sulung yang tanggal premature juga dapat menyebabkan
pergeseran garis median. Perlu tidaknya dilakukan balancing extraction harus
dilakukan observasi lebih dahulu. Molar kedua sulung terutama rahang bawah
merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal premature karena karies,
kemudian gigi molar permanen bergeser kearah diastema sehingga tempat untuk
premolar kedua berkurang dan premolar kedua tumbuh sesuai letak benihnya.
Gigi molar kedua sulung yang tanggal premature juga dapat menyebabkan
asimetri lengkung geligi, gigi berdesakan serta kemungkinan terjadi supra erupsi
gigi antagonis.
Bila molar kedua sulung tanggal premature banyaknya pergeseran molar
pertama permanen ke mesial dipengaruhi oleh tinggi tonjol gigi. (bila tonjol gigi
tinggi pergeseran makin sedikit) dan waktu tanggal gigi tersebut (pergeseran
paling banyak bila molar kedua sulung tanggal sebelum molar permanen erupsi).
Presistensi Gigi
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained deciduous teeth
berarti gigi sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal.
Perlu diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang
jelas menunjukkan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen pengganti
telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi
sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu diketahui anamnesis

9
pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien apakah
dahulu pernah terdapat gigi yang bertumpuk di region tersebut.
Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen.
Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat
terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi permanen
telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi
bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat
mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodontik
dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut. Kalau ada dugaan terjadi trauma pada
saat pembentukan gigi permanen perlu diketahui anamnesis apakah pernah terjadi
trauma disekitar mulut untuk lebih memperkuat dugaan adanya trauma. Trauma
pada salah satu sisi muka pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan asimetri
muka.
Pengaruh Jaringan Lunak
Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar
terhadap letak gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil daripada
tekanan otot pengunyah tetapi berlangsung lebih lama. Menurut penelitian
tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa bibir, pipi dan lidah yang menempel terus pada
gigi hampir selama 24 jam dapat sangat memengaruhi letak gigi.
Tekanan dari lidah, misalnya karena letak lidah pada posisi istirahat tidak
benar atau karena adanya makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan
lidah dengan bibir dan pipi sehingga insisivi bergerak ke labial. Dengan demikian
patut dipertanyakan apakah tekanan lidah pada saat menelan dapat memengaruhi
letak insisivi karena meskipun tekanannya cukup besar yang dapat menggerakkan
gigi tetapi berlangsung dalam waktu yang singkat.
Bibir yang telah dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-lngit kadangkadang mengandung jaringan parut yang banyak selain tekanannya yang besar
oleh karena bibir pada keadaan tertentu menjadi pendek sehingga memberi
tekanan yang lebih besar dengan akibat insisivi tertekan ke arah palatal.
Kebiasaan Buruk
Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi
cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi.
Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu berkepanjangan

10
dapat menyebabkan maloklusi. Dari ketiga faktor ini yang paling berpengaruh
adalah durasi atau lama kebiasaan berlangsung. Kebiasaan mengisap jari pada fase
geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan
tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus
berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tandatanda berupa insisivi atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka,
lengkung atas sempit serta retroklinasi insisivi bawah. Maloklusi yang terjadi
ditentukan oleh jari mana yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya
pada waktu mengisap.
Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabakan proklinasi insisivi
atas disertai jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisivi bawah. Kebiasaan
mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi berupa adaptasi
terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena mengisap jari. Dorongan lidah
pada saat menelan tidak lebih besar daripada yang tidak mendorongkan lidahnya
sehingga kurang tepat untuk mengatakan bahwa gigitan terbuka anterior terjadi
karena adanya dorongan lidah pada saat menelan. Kebiasaan menggigit kuku juga
dapat menyebabkan maloklusi teta[I biasanya dampaknya hanya pada satu gigi.
Faktor Iatrogenik
Pengertian kata iatrogenic adalah berasal dari suatu tindakan professional.
Perawatan orthodontic mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenic.
Misalnya, pada saat menggerakkan kaninus ke distal dengan peranti lepasan tetapi
karena kesalahan desain atau dapat juga saat menempatkan pegas tidak benar
sehingga yang terjadi gerakan gigi ke distal dan palatal. Contoh lain adalah
pemakaian kekuatan yang besar untuk menggerakkan gigi dapat menyebabkan
resorbsi akar gigi yang digerakkan, resorpsi yang berlebihan pada tulang alveolar
selain kematian pulpa gigi. Kelainan jaringan periodontal dapat juga disebabkan
adanya perawatan orthodontic, misalnya gerakan gigi ke arah labial atau bukal
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya dehiscence dan fenestrasi.
2.2.2 Jenis-jenis Maloklusi
1. Protrusi
Protrusi adalah gigi yang posisinya maju ke depan. Protrusi dapat
disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan jelek seperti menghisap jari
dan menghisap bibir bawah, mendorong lidah ke depan, kebiasaan
menelan yang salah, serta bernapas melalui mulut.

11
2. Intrusi dan ekstrusi
Intrusi adalah pergerakan gigi menjauhi bidang oklusal. Pergerakan intrusi
membutuhkan kontrol kekuatan yang baik. Ekstrusi adalah pergerakan gigi
mendekati bidang oklusal.
3. Crossbite
Crossbie adalah suatu keadaan jika rahang dalam keadaan relasi sentrik
terhadap kelainan-kelainan dalam arah transversal dari gigi geligi maksila
terhadap gigi-geligi mandibula yang dapat mengenai seluruh atau setengah
rahang, sekelompok gigi, atau satu gigi saja.
Berdasarkan lokasinya, crossbite dibagi menjadi:
a. Crossbite anterior
Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu
atau beberapa gigi anterior maksila yang posisinya terletak di
sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
b. Crossbite posterior
Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi
posterior mandibula.
4. Deep bite
Deep bite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal
insisiv maksila terhadap insisal insisiv dalam arah vertical melebihi 2-3
mm. pada kasus deep bite gigi posterior sering linguoversi atau miring ke
mesial dan insisivus mandibula sering berjejal, linguoversi, dan
supraoklusi.
5. Open bite
Adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat rahang
atas dan rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam open
bite menurut lokasinya:
a) Anterior open bite
Kelas I Angle anterior open bite terjadi karena rahang atas yang
sempit, gigi depan inklinasi ke depan, dan gigi posterior
supraoklusi, sedangkan klas II Agle divisi I disebabkan karena
kebiasaan buruk atau keturunan.
b) Posterior open bite
Pada region premolar dan molar.
Kombinasi anterior dan posterior (total open bite) terdapat baik di
anterior, posterior, dapat unilateral atau bilateral.
6. Crowded

12
Adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susnan yang normal. Penyebab
crowded adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung
koronal. Lengkung basal adalah lengkung pada prosesus alveolaris tempat
dari apeks gigi itu tertanam, lengkung korornal adalah lengkungan yang
paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah mesio distal yang paling besar
dari mahkota gigi geligi. Derajad keparahan gigi crowded:
a. Crowded ringan
Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan
mandibula, dianggap suatu variasi yang normal, dan dianggap tidak
memerlukan perawatan.
b. Crowded berat
Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan
hygiene oral yang jelek.
7. Diastema
Adalah suatu keadaan adanya ruang di antara gigi geligi yang seharusnya
berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu:
a. Local, jika terdapat di antara 2 atau 3 gigi, dapat disebabkan karena
dens supernumerary, frenulum labii yang abnormal, gigi yang tidak
ada, kebiasaan jelek, dan persistensi.
b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh
faktor keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis
(Rahardjo, 2012).
2.3 Klasifikasi Maloklusi menurut Angle
1. Klas I
Maloklusi dengan molar pertama permanen bawah setengah lebar
tonjol lebih mesial terhadap molar pertama permanen atas. Relasi
lengkung gigi semacam ini biasa disebut juga dengan istilah nektroklusi.
Kelainan yang menyertai dapat berupa gigi berdesakan, proklinasi, gigitan
terbuka anterior dan lain-lain.
2. Klas II
Lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari
relasi yang normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar.
Relasi seperti ini biasa disebut juga distoklusi.

13
Maloklusi klas II dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi
insisivi atas.
Divisi 1: insisivi atas proklinasi atau meskipun insisivi atas
inklinasinya normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit
yang bertambah.
Divisi 2: insisivi sentral atas retroklinasi. Kadang-kadang insisivi
lateral proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiolabial. Jarak
gigit biasanya dalam batas normal tetapi kadang-kadang sedikit
bertambah. Tumpang gigit bertambah. Dapat juga keempat insisivi
atas retroklinasi dan kaninus terletak di bukal.
3.

Klas III
Lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke
mesialdaripada lengkung geligi atas bila dilihat dari relasi molar pertama
permanen. Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut mesioklusi.
Relasi anterior menunjukkan adanya gigitan terbalik (Rahardjo, 2009).

Gambar 1. Maloklusi

2.4 Diagnosis Orthodontik


Dignosis ditetapkan berdasarkan atas pertimbangan data hasil pemeriksaan
secara sistematis. Data diagnostik yang paling utama harus dipunyai untuk dapat
menetapkan diagnosisis adalah data pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan
subyektif dan obyektif serta data pemeriksaan dan pengukuran pada model studi,
sedangkan Graber (1972) mengelompokkan menjadi (Ardhana, 2008):

14
Sebelum melakukan perawatan pasien setelah melakukan tahapan-tahapan
pemeriksaan, pengukuran dan perhitungan kita akan menetapkan dignosis dari
kasus yang dihadapi. Diagnosis dirumuskan dalam suatu kalimat yang khas yaitu
dalam bentuk kalimat pernyataan (Ardhana, 2008)
2.4.1 Analisis Umum
Biasanya pada bagian awal suatu status pasien tercantum nama,
kelamin,umur dan alamat pasien. Kelamin dan umur pasien sebagai identitas
pasien juga sebagai data yang berkaitan dengan pertumbuhkembangan
dentomaksilofasial pasien, misalnya perubahan fase geligi dari fase geligi sulung
ke fase geligi pergantian akhirnya fase geligi permanen. Juga adanya perbedaan
pertumbuh kembangan muka pria dan wanita, demikian juga ada perbedaan
pertumbuhkembangan pada umur tertentu pada kelamin yang sama.
Keluhan utama pasien biasanya tentang keadaan susunan giginya,
yangdirasakan

kurang

baik

sehingga

mengganggu

estetik

dentofasial

danmempengaruhi status social serta fungsi pengunyahannya. Pada tahap ini


sebaiknya dokter gigi mendengarkan apa yang menjadi keluhan seorang pasien
dan tidak mengambil kesimpulan secara sepihak tentang apa yang menjadi
keluhan seorang pasien. Pada tahap ini tujuan pertanyaan adalah untuk
mengetahui apa yang dipentingkan oleh pasien.
Keadaan sosial
Keadaan ini sukar diperoleh disebabkan orang tua pasien kadang-kadang
enggan menjawab kondisi emosional anaknya. Pertanyaan dapat diganti misalkan
menanyakan

bagaimana

prestasi

di

sekolah.

Prestasi

disekolah

dapat

menggambarkan kemampuan pasien untuk ikut berperan dalam perawatan


ortodontik. Pasien dengan kemampuan terbatas mungkin lebih baik memakai
peranti cekat yang tidak membutuhkan partisipasi pasien daripada memakai
peranti lepasan untuk kasus yang sama.
Riwayat kesehatan pasien dan keluarga
Perlu diketahui riwayat kesehatan pasien sejak dilahirkan sampai pasien
datang untuk perawatan. Maloklusi merupakan penyimpangan dari proses
pertumbuhkembangan yang normal. Beberapa pertanyaan yang diperlukan dapat
diajukan kepada pasien/orang tua pasien , antara lain sebagai berikut

15
1. Apakah pernah mendapat trauma didaerah muka dan kepala dan apakah
sampai memerlukan tindakan operatif
2. Apakah mempunyai masalah dengan jantung dan demam rhemtoid, hal ini
perlu diketahui sebagai pertimbangan apabila pasien memerlukan
pemasangan cincin/ gelang/ band pada piranti cekat atau pelepasan cincin
perlu diberi pengobatan untuk pencegahan adanya endokarditis bakterial
subakut
3. Apakah pasien menderita diabetes.
4. Adanya tonsil ataupun tonsil yang pernah diambil dapat merupakan
petunjuk kemungkinan adanya gangguan pernapasan
5. Perawatan ortodontik pada penderita epilepsi perlu ditunda dahulu sampai
keadaan ini dapat diatasi. Demikian pula dengan pasien kelainan darah bila
pasien membutuhkan pencabutan gigi untuk perawatan ortodonti
6. Kesehatan gigi orang tua dapat menjadi indikator kesehatan gigi pasien,
misalnya adanya karies, dan penyakit periodontal
Berat Badan dan Tinggi Badan
Berat Badan dan Tinggi Badan : dari

ini diharapakan dapat

diketahui apakah pertumbuhkembangan pasien normal sesuai dengan umur


dan jenis kelaminnya.
Ras dan Bentuk Skelet
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui cirri ciri fisik pasien
karena setiap ras mempunyai cirri ciri fisik tertentu.
Seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan otot atau lemak
digolongkan sebagai ektomorfik. Pada individu ini yang dominan adalah kulit dan
saraf yang berasal dari ektoderm. Seseorang yang berotot digolongkan sebagai
mesomorfik dan orang yang pendek dengan otot yang kurang berkembang akan
tetapi mempunyai lapisan lemak yang disebut endomprfik. Anak dengan bentuk
skelet ektomorfik mencapai kematangan lebih lambat daripada anak dengan tipe
skelet endomorfik maupun mesomorfik.
Penyakit Anak
Penyakit anak yang dapat mengganggu pertumbuhkembangan normal
seorang anak. Penyakit dengan panas badan yang tinggi dapat menyebabkan
jadwal waktu pertumbuhkembangan gigi pada masa bayi dan anak-anak. Penyakit
sistemik

lebih

berpengaruh

pada

kualitas

gigi

daripada

kuantitas

pertumbuhkembangan gigi. Suatu maloklusi dapat merupakan akibat sekunder

16
kelainan otot dan beberapa kelainan neuropati . bila dikethui seorang anak
mempunyai penyakit sistemik maka dokter gigi perlu melakuakan konsultasi
dengan dokter anak yang merawat agar jalannya perawatan ortodonti tidak
berpengaruh.
Alergi
Dari riwayat alergi yang didapat juga dapat diketahui bahwa pasien
tidak memiliki riwayat alergi

yang akan mempengaruhi perwatan orthodontic

yang akan dilakukan.


Kelainan endokrin
Kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujudkan pada
hipoplasia gigi. Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau
hambatan pertumbuhan muka, memengaruhi derajat pematangan tulang,
penutupan sutura, resorpsi akar gigi sulung dan erupsi gigi permanen. Membran
periodontal dan gusi sangat sensitif terhadap beberapa disfungsi endokrin dan
keadaan ini dapat berakibat langsung pada gigi
Tonsil
Tonsil yang besar apalagi dalam keadaan bengkak dapat dapat
mempengaruhi posisi lidah. Kadang-kadang lidah terletak ke anterior sehingga
mengganggu fungsi menelan. Anak-anak dengan tonsil yang membesar
menunjukkan bentuk lengkung geligi yang berbentuk huruf v karena adanya
posisi lidah yang turun dan berubahnya keseimbangan kekuatan yang memberikan
pada segmen bukal maksila .
Kelainan saluran napas
Seseorang disebut sebagai penapas mulut apabila pada keadaan istirahat
maupun pada saat melakukan kegiatan selalu bernafas melalui mulut. Ada
anggapan di kalangan praktisi ortodontik bahwa seseorang yang bernafas melalui
mulut dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan kraniofasial dan letak gigi.
Pasien yang bernafas pada mulut akan mengalami kesukaran pada saat
dilakukan pencetakan untuk membuat model studi maupun model kerja. Selain itu
pasien yang bernafas melalui mulut akan mempunyai palatum yang dalam,
maksila yang sempit sehingga kadang-kadang didapatkan gigitan silang posterior.
2.4.2 Analisis Lokal
Analisis lokal terdiri atas analisis ckstraoral dan analisis intraoral, untuk
mengetahui lebih terperinci keadaan yang menunjang penentuan diagnosis.
Analisis ekstraoral meliputi bentuk kepala, simetri wajah, tipe wajah, tipe profil,

17
bibir, fungsi bicara, kebiasaan jelek sedangkan analisis intraoral meliputi lidah,
palatum, kebersihan mulut, karies dan gigi yang ada.
2.4.2.1 Pemeriksaan Ekstraoral
Bentuk Kepala
Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada hubungannya
dengan bentuk muka, palatum maupun bentuk lengkung geligi. Bentuk kepala ada
3, yaitu: dolikosefalik (panjang dan sempit), mesosefalik (bentuk rata-rata) dan
brakisefalik (lebar dan pendek). Bentuk kepala yang dolikosefalik juga akan
membentuk muka yang sempit, panjang dan protrusif. Muka seperti ini disebut
leptoprosop/sempit. Fosa krania anterior yang panjang dan sempit akan
menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang sempit, panjang dan dalam.
Sebaliknya kepala yang brakisefalik akan membentuk muka yang lebih
besar, kurang protrusif dan ini disebut muka yang euriprosop/lebar. Pada bentuk
kepala yang brakisefalik akan didapatkan fosa krania anterior yang lebar dan
pendek yang selanjutnya akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang
lebar, pendek dan lebih dangkal. Palatum merupakan bentuk proyeksi dari fosa
kranial anterior, sedangkan bentuk lengkung maksila ditentukan oleh perimeter
palatum. Nampaknya terdapat hubungan antara otak, basis kranium dengan
bentuk palatum dan bentuk lengkung geligi.
Indeks untuk kepala yang dolikosefalik adalah < 0,75 sedangkan yang
brakisefalik > 0,80; mesosefalik merupakan tipe kepala dengan indeks sefalik
antara 0,76 - 0,79.
Simetri Wajah
Wajah pasien dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar mata,
hidung dan mulut, juga untuk melihat apakah wajah simetri atau asimetri dan
proporsi ukuran vertikal. Pada dasarnya muka manusia tidak simetri secara
bilateral akan tetapi tidak mencolok sehingga menimbulkan kesan simetri.
Menurut Houston dkk., (1992) dengan melihat muka pasien dari depan bila
terdapat asimetri dengan mudah akan dapat dikenali adanya asimetri rahang
terhadap muka secara keseluruhan. Muka yang tidak simetri dapat merupakan
variasi biologis, keadaan patologis ataupun kelainan kongenital.

18
Tipe Wajah
Kompleks muka berhubungan dengan basis kranium, oleh karena itu
pertumbuhan basis kranium pada lahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan
topografi muka. Kepala yang dolikosefalik membentuk muka yang sempit,
panjang dan protrusif yang disebut muka sempit/leptoprosop; sebaliknya kepala
yang brakisefalik menentukan muka yang lebih datar, kurang protrusif disebut
muka yang lebar/euriprosop. Di antara kedua tipe tersebut terdapat muka yang
sedang/mesoprosop.
Tipe Profil
Pemeriksaan profil mempunyai arti yang penting karena proporsi skeletal
jurusan anteroposterior maupun vertikal dapat terlihat dari pemeriksaan ini.
Pemeriksaan profil secara teliti akan memberikan kesan hampir seperti
pemeriksaan pada sefalogram lateral, meskipun tidak terperinci. Pemeriksaan
profil dapat membedakan secara klinis pasien dengan keadaan yang parah dari
mereka yang mempunyai muka baik atau cukup baik.
Kecembungan atau kecekungan muka menunjukkan disproporsi rahang.
Hal ini dapat diketahui dengan mendudukkan pasien dalam keadaan natural
headposition (NHP) baik waktu duduk tegak atau pun berdiri tegak, pandangan
mata ditujukan ke pada titik yang jauh. Kemudian ditarik 2 garis: dari pangkal
hidung ke dasar bibir atas dan dari dasar bibir atas ke dagu. Pada keadaan muka
lurus/straight face kedua garis ini membentuk garis lurus, pada muka
cembung/convexface garis pertama lurus garis kedua membentuk sudut karena
dagu terletak lebih posterior. Pada muka cekung Iconcave face letak dagu lebih ke
anterior.
Pemeriksaan yang saksama pada profil menghasilkan informasi yang
hampir sama (meskipun tidak terlalu terperinci) dengan sefalometri lateral. Ada
tiga tujuan utama pemeriksaan profil, yaitu
1) menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital
2) evaluasi bibir dan letak insisivi
3) evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula.

Pertama kali perlu ditentukan posisi rahang dalam jurusan anteroposterior.


Bila profil lurus tidak masalah apakah garis tersebut condong ke anterior

19
(anterior divergent) atau ke posterior (posterior divergent). Hal ini dipengaruhi
oleh ras pasien; pada orang Timur cenderung terjadi condong ke anterior
sedangkan orang Eropa Utara cenderung condong ke posterior. Profil yang lurus
tidak menimbulkan masalah sedangkan profil yang cekung dan cembung
biasanya bermasalah. Perlu diingat bahwa profil orang Deuteromalayu agak
cembung sedikit.
Yang kedua adalah evaluasi bibir dan letak insisivi. Pada pemeriksaan
seperti ini akan diketahui apakah insisivi protrusif atau retrusif. Pada keadaan
yang ekstrim gigi dapat terletak sangat protrusif sehingga memengaruhi letak dan
fungsi bibir. Keadaan ini sering disebut protrusi dentoalveolar bimaksila, yang
berarti gigi atas dan bawah protrusi.
Ketiga adalah evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut
mandibula. Meskipun proporsi vertikal dapat dilihat pada pemeriksaan wajah dari
depan akan tetapi informasi yang didapat lebih akurat bila dilihat pada profil.
Bibir
Letak bibir dan pipi lebih berpengaruh daripada kekuatan yang bersifat
sementara yang dihasilkan oleh kekuatan otot. Ukuran dan relasi rahang
berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk lengkung geligi, sedangkan kekuatan
oklusal memainkan peranan dalam menentukan letak gigi secara individual. Bila
hubungan rahang dan morfologi jaringan lunak normal, lengkung bawah dalam
keseimbangan dengan jaringan lunak serta gigi atas dalam hubungan oklusal yang
baik dengan gigi bawah, keadaan ini akan menghasilkan keseimbangan.
Bila bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas tanpa
kontraksi otot pada saat mandibula dalam keadaan istirahat disebut bibir yang
kompeten. Bila diperlukan kontraksi otot untuk mencapai kontak bibir atas dan
bawah pada saat mandibula dalam keadaan istirahat dinamakan bibir yang tidak
kompeten. Bila bibir sangat tidak kompeten maka diperlukan upaya otot yang
berlebihan untuk mendapatkan seal agar didapat kontak antara bibir bawah dan
lidah. Pasien dengan bibir yang potensial untuk dapat berkontak dengan mudah
akan tetapi bibirnya membuka (tidak berkontak) dinamakan bibir yang potensial
kompeten.
Gigi dapat menjadi protrusif bila terdapat dua keadaan di bawah ini: (1)
bibir yang ke anterior (2) bibir tidak berkontak antara 3-4 mm pada saat istirahat,

20
yang biasa dinamai bibir yang tidak kompeten. Dengan kata lain insisivi yang
sangat protrusiv menyebabkan bibir ke anterior dan tidak berkontak pada saat
istirahat sehingga pasien harus menegangkan bibirnya agar dapat terjadi kontak
bibir atas dan bawah, menutupi insisivi yang protrusif.
Sebagaimana divergensi muka, bibir yang ke anterior juga sangat
dipengaruhi oleh karakteristik ras dan etnik. Bangsa kulit putih Eropa utara
biasanya mempunyai bibir yang tipis, serta insisivi dan bibir yang tidak terlalu ke
anterior. Bangsa kulit putih Eropa selatan dan Timur tengah mempunyai bibir dan
insisivi yang lebih anterior dari orang kulit putih Eropa utara. Bibir dan insisivi
yang lebih anterior merupakan kondisi normal pada orang Asia dan kulit hitam.
Hal ini berarti bibir yang sedikit lebih anterior pada orang kulit putih merupakan
keadaan yang wajar bagi orang Asia dan kulit hitam atau malahan dianggap
retrusi, sedangkan letak insisivi yang normal untuk orang Asia dan kulit hitam
dianggap sangat protrusif untuk orang kulit putih.
Fungsi Bicara
Meskipun dokter gigi bukanlah seorang speech pathologist akan tetapi
dokter gigi hendaknya terbiasa dengan beberapa teknik sederhana untuk
menganalisis cara bicara seorang pasien (anak), sehingga anak dengan gangguan
bicara dapat dirujuk ke yang lebih berkompeten untuk didiagnosis atau untuk
terapi. Terdapat hubungan maloklusi dengan kelainan bicara akan tetapi karena
adanya mekanisme adaptasi, anak dengan maloklusi yang parah tetap dapat
berbicara dengan tanpa gangguan.
Kebiasaan Jelek
Kebiasaan jelek perlu diperiksa karena kebiasaan jelek dapat menjadi
penyebab suatu maloklusi. Tidak semua kebiasaan jelek dapat menyebabkan
maloklusi. Ada tiga syarat yang harus ada pada suatu kebiasaan jelek agar dapat
menghasilkan suatu maloklusi yaitu: lamanya kebiasaan berlangsung, frekuensi
yang cukup serta intensitas melakukan kebiasan tersebut. Maloklusi yang terjadi
tergantung pada kebiasaan jelek tersebut, misalnya kebiasaan jelek menghisap ibu
jari akan menghasilkan maloklusi yang berbeda dengan kebiasaan mengisap bibir
bawah. Beberapa macam kebiasaan jelek, misalnya: mengisap jari atau ibu jari,
mengisap bibir atau menggigit bibir, menggigit kuku.
Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya jari)

21
yang tidak memberi nilai nutrisi (non-nulritive), sebagai suatu kebiasaan yang
dapat dianggap wajar. Keadaan maloklusi ini dapat terjadi karena adanya tekanan
langsung dari jari dan perubahan pola bibir dan pipi pada saat istirahat. Bila
seorang anak menempatkan ibu jari di antara insisivi bawah dan atas, biasanya
dengan sudut tertentu, maka akan terdapat dorongan insisivi bawah ke lingual
sedangkan insisivi atas ke labial. Tekanan langsung ini dianggap menyebabkan
perubahan letak insisivi.
2.4.2.2 Pemeriksaan Intraoral
1. Lidah
Pemeriksan lidah meliputi ukuran, bentuk, dan fungsi. Ukuran dan
bentuk diperiksa secara subyektif. Lidah yang besar bersifaty individual;
lidah yang besar untuk mulut seseorang belum tentu merupakan lidah yang
besar untuk orang lain. Tanda klinis untuk lidah yang terlalu besar
(makroglosi) terhadap lengkung geligi adalah adanya scalloping (yang
merupakan cetakan sisi lingual gigi pada lidah) pada tepi luar lidah. Jarang
dijumpai lidah yang kecil.
2. Palatum
Pada bentuk kepala dolikosefalik akan didapatkan bentuk palatum
yang sempit, panjang dan dalam. Demikian juga bentuk lengkung geligi
rahang atas. Pada bentuk kepala brakisefalik akan didapatkan bentuk
palatum yang lebar, pendek, dan dangkal.
3. Kebersihan mulut
Perawatan orthodontic tidak boleh dimulai bila kebersihan mulut
pasien tidak baik. Hal ini disebabkan (1) bila kebersihan mulut jelek,
dengan pemakaian peranti maka akan memperparah keadaan kebersihan
mulut (2) belum tentu ada kerjasama yang baik dengan pasien.
Perhitungan kebersihan mulut menggunakan indeks OHIS.
4. Karies
Pemeriksaan gigi dengan karies perlu dilakukan karena gigi yang
karies merupakan penyebab utama maloklusi local. Karies merupakan
penyebab terjadinya tanggal premature gigi sulung sehingga terjadi
pergeseran gigi permanen, erupsi gigi permanen yang lambat, dan lainlain.
5. Fase geligi

22
Pasien yang datang untuk perawatan ortodontik biasanya dalam
fase geligi pergantian atau pemanen dan jarang pada fase geligi susu.
6. Gigi yang Ada
Perlu diperiksa gigi yang ada dan dicatat keadaanyya. Pada fase
geligi pergantian, gigi permanen yang tidak ada dalam rongga mulut perlu
dilihat pada rontgenogram. Begitu juga adanya gigi kelebihan dari
kelainan lain. Gigi dengan karies maupun tumpatan yang lebar hendaknya
diperiksa juga prognosisnya dalam jangka panjang. Hal ini akan
memengaruhi pemilihan gigi apabila diperlukan pencabutan dalam
perawatan ortodontik.
2.4.2.3 Analisa Fungsional
1. Path of Closure
Path of closure adalah arah gerak mandibula dari posisi istirahat ke oklusi
sentrik. Idealnya Path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusi maksimum
berupa gerakan engsel sederhana melewati freeway space yang besarnya 2-3 mm,
arahnya ke atas dan ke depan.

Freeway space = interocclusal clearance

merupakan jarak antaroklusal pada saat mandibula dalam posisi istirahat.


2. Deviasi mandibula
Bila mandibula dalam posisi kebiasaan, maka jarak antar oklusal akan
bertambah sedangkan kondili letaknya lebih maju di dalam fosa glenoidales. Arah
Path of closure adalah ke atas dan ke belakang akan tetapi bila gigi mencapai
oklusi mandibula terletak dalam relasi sentrik (kondili dalam keadaan posisi
normal pada fosa glenoidales).

3. Displacemet mandibula
Displacement dapat terjadi dalam jurusan sagital dan transversal. Kontak
prematur dapat menyebabkan displacement mandibula untuk mendapatkan
hubungan antartonjol gigi yang maksimum. Displacement jurusan transversal.
Bila lengkung geligi atas dan bawah sama lebarnya, suatu displacemet mandibula
transversal diperlukan untuk mencapai posisi oklusi maksimum. Displacement ke
transversal tidak berhubungan dengan bertambahnya jarak antar oklusal atau

23
adanya over closure. Pada beberapa kasus akan timbul rasa sakit pada otot dan
akan hilang bilamana displacemet dikoreksi. Bila terdapat gigitan silang unilateral
pada keadaan ini, perlu dilakukan ekspansi regio posterior rahang atas ke arah
transversal. Tidak semua gigitan silang unilateral berhubungan dengan adanya
displacement. Bila tidak ada displacement tetapi terdapat gigitan silang unilateral
maka perlu dipertimbangkan apakah perlu dirawat atau tidak.
Displacement arah sagital. Dapat terjadi karena adanya kontak prematur
daerah insisivi. Pada keadaan ini biasanya didapatkan over closure mandibula.
Pada kasus kelas III ringan terdapat gigitan edge to edge pada insisivi, mandibula
bergeser ke anterior untuk mendapatkan oklusi di daerah bukal. Palpasi pada otot
pengunyahan dan sendi temporomandibula merupakan pemeriksaan rutin dan
perlu dicatat tanda- tanda adanya masalah pada sendi temporomandibula. Pada
pemeriksaan pasien yg membutuhkan perawatan orthodontik, adanya pergeseran
mandibula baik ke lateral maupun sagital pada saat menutup mandibula perlu
mendapat perhatian yang saksama.
4. Sendi Temporomandibula
Pasien dengan simtom gangguan temporomandibula dibagi menjadi:

Pasien dengan kondisi patologis pada sendinya termasuk displacement dan


kerusakan pada diskus intraartikular

Pasien dengan gejala primer pada otot oleh karena spasme dan kelelahan
otot yang menentukan kedudukan rahang dan kepala

Untuk perawatan orthodontik kedua hal tersebut harus dibedakan karena


perawatan orthodontik saja tidak akan dapat memperbaiki keadaan yang
disebabkan oleh kondisi internal persendian yang tidak menguntungkan.
Gangguan yang disebabkan oleh disfungsi/rasa sakit miofasial akan bertambah
baik dengan dilakukan perawatan orthodontik. Pertambahan umur manusia dapat
menyebabkan degenerasi internal pada sendi temporomandibula . Pasien dengan
artritis pada sendi yang lain kemungkinan juga dapat terjadi artritis pada sendi
temporomandibulanya.
2.4.2.4 Analisa Model
Model study adalah rekam orthodontik yang paling sering digunakan
untuk menganalisis suatu kasus dan memberikan banyak informasi ,

24
pembuatannya relatif mudah dan murah. Keadaan yang dapat dilihat pada model
adalah sebagai berikut:
1. Bentuk lengkung gigi
Bentuk lengkung geligi yang normal adalah berbentuk parabola; ada
beberapa bentuk lengkung gigi yang tidak normal misalnya lebar, menyempit di
daerah anterior dan lain-lain. Bentuk lengkung gigi berhubungan dengan bentuk
kepala misalnya pasien dengan bentuk kepala brakisefalik cenderung mempunyai
bentuk lengkung geligi lebar.
2. Diskrepansi pada model
Diskrepansi pada model adalah perbedaan antara tempat yang tersedia
(available space) dengan tempat yang dibutuhkan (required space). Merupakan
bagian dari diskrepansi total yang terdiri atas diskrepansi model, diskrepansi
sefalometrik, kedalaman kurva spee dan pergeseran molar ke mesial. Diskrepansi
pada model digunakan untuk menentukan macam perawatan pasien tersebut,
apakah termasuk perawatan pencabutan gigi permanen atau tanpa pencabutan gigi
permanen Untuk mengetahui diskrepansi pada model perlu diketahui tempat yang
tersedia dari tempat yang dibutuhkan. Available space adalah tempat di sebelah
molar pertama permanen kiri sampai mesial molar pertama permanen kanan yang
akan ditempati gigi gigi permanen (premolar kedua kiri sampai premolar kedua
kanan) dalam kedudukan /letak yang benar .
Cara mengukur tempat yang tersedia :
Dengan menggunakan lengkungan dari kawat tembaga (brass wire) mulai
dari mesial molar pertama permanen kiri melewati fisura gigi gigi di
depannya terus melewati fisura gigi gigi posterior sampai mesial molar
pertama permanen sisi kanan.
Kawat ini diluruskan dan diukur panjangnya
Panjang kawat ini merupakan tempat yang tersedia
Untuk rahang bawah lengkung kawat tidak melewati fisura gigi posterior
tetapi lewat tonjol bukal gigi posterior rahang bawah
Cara lain untuk mengukur tempat yang tersedia :
Dengan membagi lengkung gigi dalam beberapa segmen

25
Dari mesial molar permanen kiri sampai mesial kaninus kiri, dari mesial
kaninus kiri sampai mesial insisivi sentral kiri, dari mesial insisivi sentral
kanan sampai distal kaninus kanan, dari distal kaninus kanan sampai
mesial molar pertama permanen kanan.
Masing - masing segmen diukur kemudian dijumlahkan
Bila pasien dalam fase geligi pergantian maka ada beberapa cara untuk
mengukur. Pertama adalah mengukur pada model untuk gigi-gigi yang telah
erupsi, sedangkan untuk gigi-gigi yang belum erupsi (benih gigi) diukur pada
rontgen foto. Cara ini memiliki kelemahankarena gmbar pada foto rontgen
biasanya mengalami distorsi, bisa bertambah panjang atau bertambah pendek.
Untuk mengatasi keadaan ini dapat dilakukan perhitungan agar didapat ukuran
benih gigi yang tepat. Rumus untuk menghitung lebar benih gigi adalah :
=
Sebagai panduan umum Profitt dkk., 2007 mengatakan bahwa:
Bila kekurangan tempat sampai dengan 4 mm tidak diperlukan
pencabutan gigi permanen.
Bila kekurangan tempat antara 5-9 mm kadang-kadang masih dapat
dirawat tanpa pencabutan gigi permanen, namun sering diperlukan
pencabutan gigi permanen (tidak termasuk molar ketiga)
Bila kekurangan tempat 10 mm atau lebih hampir selalu diperlukan
pencabutan gigi permanen, biasanya premolar
Gigi permanen yang sering dicabut untuk perawatan ortodontik adalah
premolar pertama, bila semua gigi permanen ada dan dalam keadaan baik. Bila
ada gigi permanen yang karies banyak dan tidak dapat dirawat lagi maka gigi
dapat dicabut sesuai dengan keadaan kasus tersebut.
3. Analisa ukuran gigi
Untuk mendapat oklusi yang baik diperlukan ukuran gigi yang
proporsional. Bila gigi-gigi atas besar sedangkan gigi-gigi bawah kecil tidak
mungkin untuk mendapatkan oklusi yang ideal. Meskipun pada kebanyakn orang
proporsi giginya sangat sesuai tetapi kurang lebih 5% tidak mencapai proporsi ini
karena adanya variasi ukuran gigi secara individual. Keadaan ini biasa disebut
tooth size discrepazy. Insisiv lateral atas merupakan gigiyang paling banyak

26
mengalami anomali, meskipun gigi-gigi lain juga mempunyai banyak variasi
ukuran.
4. Kurva Spee
Lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan bidang oklusal molar
terakhir pada rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak melebihi
1,5 mm. Pada kurva spee yang positif (bentuk kurvanya jelas dan dalam) biasanya
didapatkan gigi insisiv yang supra posisi atau gigi posterior yang infra posisi atau
gabungan dari keduanya tadi.
5. Diastema
Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi kelihatan.
Adanya diastem pada fase geligi pergantian masih merupakan keadaan normal,
tetapi adanya diastem pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih lanjut untuk
mengetahui keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak normal.
6. Simetri gigi-gigi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui simetri gigi senama dalam jurusan sagital
maupun transversal dengan cara membandingkan letak gigi permanen senama kiri
dan kanan. Berbagai alat bisa digunakan untuk keperluan pemeriksaan ini,
misalnya suatu transparent ruled grid atau simetroskop yang dapat dibuat sendiri.
7. Gigi yang terletak salah
Penyebutan letak gigi yang digunakan diantaranya sebagai berikut:

Versi : mahkota gigi miring kearah tertentu tetapi akar

gigi tidak.
Infraoklusi

dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung geligi.


Supraoklusi : gigi yang melebihi garis oklusal

dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung geligi.


Rotasi
: gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bisa

sentris atau eksentris.


Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat
Ektostema : gigi yang terletak diluar lengkung geligi

: gigi yang tidak mencapai garis oklusi

8. Pergeseran garis median


Untuk menilai apakah ada pergeseran garis median lengkung geligi terhadap
median muka dilihat letak gigi insisiv sentral kiri dan kanan. Bila titik kontak
insisiv sentral terletak disebelah kiri garis median muka maka keadaan ini disebut
terjadi pergeseran ke kiri, demikian pula sebaliknya. Penentuan garis median
muka sebaiknya dilakukan langsung pada pasien.
9. Relasi gigi posterior

27
Yang dimaksud dengan relasi gigi adalah hubungan gigi atas dan bawah
dalam keadaan oklusi. Gigi yang diperiksa adalah molar pertama permanen dan
kaninus permanen. Pemeriksaan dalam jurusan sagital, transversal dan vertikal.
Relasi jurusan sagital
Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah netroklusi, distoklusi,
mesioklusi, gigitan tonjol dan tidak ada relasi, Netroklusi, Distoklusi,
Mesioklusi, Gigitan tonjol, Tidak ada relasi.
Relasi jurusan transversal
Pada rahang normal relasi transversal gigi posterior adalah gigitan fisura
luar rahang atas, oleh karena rahang atas lebih lebar daripada rahang
bawah. Apabila rahang atas terlalu sempit atau terlalu lebar dapat
menyebabkan terjadinya perubahan relasi gigi posterior dalam jurusan
transversal. Perubahan yang dapat terjadi antara lain; gigitan tonjol,
gigitan fisura dalam atas dan gigitan silang total luar rahang atas.
Relasi jurusan vertikal
Kelainan dalam jurusan vertkal dapat berupa gigitan terbuka yang berarti
tidak ada kontak antara gigi atas dan bawah saat oklusi.
10. Relasi gigi anterior
Relasi gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertikal. Relasi yang
normal dalam jurusan sagital adalah adanya jarak gigit/overjet.. jarak gigit adalah
horizontal overlap of the incisors. Pada keadaan normal gigi insisiv akan
berkontak, insisiv atas didepan insisiv bawah dengan jarak selebar ketebalan tepi
insisal insisiv atas, kurang lebih 2-3 mm dianggap normal. Bila insisiv bawah
lebih antrior daripada insisiv atas disebut jarak gigit terbalik atau kadang-kadang
ada yang menyebutnya gigitan silang anterior.
Pada jurusan vertiakl dikenal adanya tumpang gigit/overbite yang merupakan
vertical overlap of the incicors. Diklinik tumpang gigit diukur dari jarak vertikal
insisal insisiv atas dengan insisal insisiv bawah, yang normal 2 mm. Tumpang
gigit yang dalam menunjukkan adanya gigitan dalam. Pada gigitan terbuka tidak
ada overlap dalam jurusan vertikal, tumpang gigit ditulis dengan tanda negatif,
misal -5 mm. Pada relasi edge to edge tumpang gigitnya 0 mm.

2.4.2.5 Analisa Sefalometri


Analisis sefalometri diperlukan oleh klinisi untuk

memperhitungkan

hubungan fasial dan dental dari pasien dan membandingkannya dengan morfologi

28
fasial dan dental yang normal. Analisis ini akan membantu klinisi dalam
perawatan ortodontik ketika membuat diagnosis dan rencana perawatan, serta
melihat perubahan-perubahan selama perawatan dan setelah perawatan ortodontik
selesai (Ardhana, 2011).
2.5 Perawatan Orthodonti
Perawatan ortodontik mempunyai tingkatan perawatan, di antaranya
tergantung pada usia si penderita yang akan di rawat. Tahapan tersebut meliputi :
1. Perawatan Pencegahan
Batasan :
a. Ilmu ortodonti pencegahan merupakan bagian dari ilmu kedokteran
gigi pencegahan (preventif dentistry)
b. Berbeda dengan cabang ilmu kedokteran gigi yang lain yang
memerlukan perawatan singkat, ortodonti pencegahan memerlukan
perawatan yang lama, terus menerus mengikuti waktu pertumbuhan
dan perkembangan dentofasial.
c. Tujuan mempelajari ortodonti

pencegahan

adalah

untuk

mempertahankan oklusi normal.


2. Perawatan Interseptif
Perawatan ortodonti interseptif adalah suatu prosedur ortodontik yang
dilakukan pada maloklusi yang baru atau sedang dalam proses terjadi
dengan tujuan memperbaiki ke arah oklusi normal. Beda antara ortodonti
preventif dengan ortodonti interseptif adalah pada waktu tindakan
dilakukan. Ortodonti preventif dilakukan apabila diperkirakan ada keadaan
yang akan menyebabkan terjadinya suatu maloklusi sedang ortodonti
Interseptif adalah suatu tindakan yang harus segera dilakukan karena
terdapat suatu gejala atau proses terjadi maloklusi walau dalam tingkatan
yang ringan sehingga maloklusi dapat dihindari atau tidak berkembang.
Macam-macam perawatan ortodonti interseptif :
a. Penyesuaian atau koreksi disharmoni oklusal
b. Perawatan crossbite anterior pada mixed dentition
c. Perawatan diastema anterior
d. Perawatan kebiasaan jelek (bad habbit)
e. Latihan otot (myofunctional therapic)
f. Pencabutan seri (serial ectraction)
3. Perawatan Kuratif
Perawatan ini merupakan

tingkat

perawatan

ortodontik

untuk

menghilangkan kelainan gigi geligi yang telah berkembang yang telah

29
menyebabkan keluhan secara estetik maupun fungsi yang melibatkan
maloklusi klas I, klas II, dan klas III.

2.5.1 Pertimbangan Waktu Perawatan Ortodonti


1. Kelompok Umur
Umur kronologis dan atau umur psikologis dapat dikaitkan dengan proses
tumbuh kembang, sehingga dapat di pakai sebagai bahan pertimbangan.
2. Kematangan Tulang
Faktor kematangan tulang dentokraniofasial memiliki ciri bahwa pada
keadaan ini terdapat kemampuan yang baik dalam interaksi secara
biomekanis selama pemakaian alat ortodonti
3. Tingkat Keparahan Kasus
Sudah jelas ada di temukan kelainan pertumbuhan dentokraniofasial
(malposisi atau maloklusi) yang parah pada anak masa gigi decidui atau
bercampur. Jika tidak segera dilakukan koreksi, maka akan semakin parah
dan kelainan tersebut bahkan dapat membahayakan. Setiap kasus yang
dirawat akan menghasilkan respon keberhasilan yang berbeda-beda.
Semakin parah kasus yang dihadapi, hendaknya semakin dini perawatan
harus dilakukan tetapi memerlukan waktu perawatan yang lama.
4. Akselerasi Pertumbuhan
Pada masa akselerasi sering terjadi ketidakoperatifan dan kemunduran
proses adaptasi tumbuh kembang terhadap kekuatan mekanis, maka perlu
ada penundaan waktu perawatan. Tetapi ada yang berpendapat bahwa
perawatan ortodonti lebih baik dilakukan pada masa pubertas atau masa
akselerasi sekitar umur 12-15 tahun, karena respon jaringan cukup baik.
5. Interaksi Dalam Rongga Mulut
Sebelum melakukan intervensi (kekuatan ortodonti) perlu diketahui adanya
interaksi kekuatan antara gigi geligi, tulang alveolus, tulang wajah dan
muskuler dalam fungsinya. Perawatan ortodonti dalam masa tumbuh
kembang, perlu dipertimbangkan adanya interaksi komponen-komponen
dentokraniofasial

secara

substansial.

Maloklusi

gigi

geligi

akan

menghasilkan hambatan atau gangguan terhadap proses tumbuh kembang


rahang dan fungsi otot rongga mulut.

30
6. Jenis Kelamin
Proses pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh keadaan hormon
pertumbuhan, fisik psikis dan lingkungan, keadaan ini menyebabkan adanya
perbedaan interaksi pada anak laki-laki dan perempuan.
7. Erupsi Gigi Geligi
Erupsi gigi tetap (pengganti) sering mengalami gangguan karena adanya
kerusakan atau kehilangan gigi molar desidui terlalu awal. Keadaan ini akan
mengakibatkan terjadinya malposisi (miringnya gigi tetangga atau elongasi
gigi antagonis), maloklusi dan traumatic pada temporomandibularis joint
(TMJ). Urutan erupsi yang tidak selaras dan seimbang akan berpengaruh
terhadap derajat keparahan malposisi atau maloklusi.
8. Periode Gigi Geligi
Periode atau masa gigi geligi decidui, bercampur dan tetap sering
menunjukkan adanya perbedaan tingkat keparahan maloklusi. Ada
kemungkinan kelainan dentokraniofasial anak yang terjadi pada masa gigi
decidui, bercampur atau tetap dapat bersifat sementara dan tidak diperlukan
perawatan atau dapat bersifat tetap dan memerlukan perawatan secara dini.
Dalam ketiga periode gigi geligi tersebut, dapat dilakukan tahap perawatan
preventif, interseptif atau kuratif ortodonti dan kombinasi.

2.5.2 Jenis Alat Ortho


Alat /Pesawat ortodontik dalam pemakaiannya di dalam mulut dibedakan menjadi
2 macam alat yaitu :
A. Alat Cekat : Alat ortodontik yang hanya dapat dipasang dan dilepas oleh
dokter gigi Contoh:
i. Alat cekat Teknik Begg
ii. Alat cekat Teknik Edgewise
iii. Alat cekat Teknik Bioprogresive
Konstruksi alat cekat lebih komplek dari alat lepasan. Terdriri dari 2 komponen :
1. Komponen pasif, berfungsi untuk mendukung komponen aktif :
1. Band, berupa cincin logam yang biasanya disemenkan pada gigi
penjangkar.
2. Tube, berupa tabung logam yang biasanya dipatrikan pada band Molar.

31
3. Bracket,

berupa tempat perlekatan komponen aktif yang sekarang

pemasangannya pada gigi dilakukan secara bonding.


2. Komponen aktif berfungsi untuk menggerakkan gigi :
1. Arch wire/kawat busur berupa lengkung kawat yang dipasang pada slot
bracket dan dimasukkan pada tube bukal.
2. Sectional wire merupakan bagian dari kawat busur untuk menggerakkan
gigi-gigi posterior seperti : Cuspid retractor.
3. Auxillaries merupakan perlengkapan tambahan untuk menggerakkan gigigigi, seperti, pir-pir atau karet elastik
B. Alat Lepasan : Alat ortodontik ini dapat dipasang dan dilepas oleh pasien
sendiri.
Contoh: a. Plat Dengan Pir-Pir Pembantu
b. Plat Dengan Peninggi Gigitan
c. Plat Ekspansi
d. Aktivator/Monoblock
2.5.3 Piranti Ortho Lepasan
Kelebihan:
1. Cara pemakaiannya dapat dipasang dan dilepas dari dalam rongga mulut
pasien
2. Mudah dibersihkan untuk mendapatkan efek perawatan yang maksimal
3. Lebih murah
Kekurangan
1. Alat ini mudah patah bahkan hilang
2. Mengganggu fungsi bicara
3. Pemakaian rahang bawah lebih sulit ditoleransi dibandingkan rahang atas
sehingga pasien jarang yang menggunakan
Menurut Proffit, 2007 penggunaan alat lepasan ditujukan

untuk kasus

yang bisa diatasi dengan mengekspansi lengkung gigi, yaitu dengan cara

32
menggerakkan gigi gigi sehingga menempati lengkung yang lebih lebar atau
mereposisi gigi secara individual untuk masuk ke dalam lengkung
Muir mengindikasikan alat lepasan untuk kasus-kasus:
1. Maloklusi skeletal berkisar pada kelas I. Pengurangan atau penambahan
overjet hanya sebatas yang bisa dikoreksi dengan mengubah inklinasi gigi
insisif,
2. Perawatan bisa dilakukan hanya pada salah satu rahang, misal nya
rahang atas menggunakan alat lepasan sementara rahang bawah hanya
dicabut atau tidak dirawat,
3. Malposisi individual gigi dimana posisi apikalnya bisa diperbaiki dengan
tipping,
4. Perawatan dengan pencabutan yang membutuhkan hanya gerakan
tipping untuk menutup ruang pencabutannya,
5. Maloklusi dalam arah buko -lingual yang diikuti dengan pergeseran
mandibula, contohnya crossbite unilateral gigi posterior,
6. Penutupan ruang pencabutan yang menyisakan ruangan sehingga gigi
segmen bukal harus dimajukan (Proffit, 2007).
Kontra indikasi pemakaian alat lepasan adalah:
1. Maloklusi skeletal yang nyata, misalnya kelas I protrusif bimaksiler, kelas
II dan kelas III skeletal, openbite atau deepbite skeletal,
2. Perawatan yang memerlukan perbaikan relasi gigi antara rahang atas dan
bawah.
3. Kelainan posisi apikal gigi dan rotasi yang parah, serta melibatkan banyak
akar.
4. Membutuhkan pergerakan secara bodily,
5. Kelainan dalam arah vertikal seperti deepbite, openbite, dan kelainan
ketinggian gigi,
6. Masalah kekurangan atau kelebihan ruangan yang besar (Proffit, 2007).

2.5.3.1 Komponen Alat Lepasan


A. Base Plate
Plat Dasar/Baseplate merupakan rangka (frame work) dari alat ortodontik
lepasan, umumnya berupa plat akrilik, berfungsi untuk ( Rahardjo, 2009) :
1. Mendukung komponen-komponen yang lain, seperti tempat penanaman
basis spring,

klammer, busur labial dan lain-lain.

33
2. Meneruskan kekuatan yang dihasilkan oleh bagian aktif ke gigi
penjangkar.
3. Mencegah pergeseran gigi-gigi yang tidak akan digerakkan.
4. Melindungi spring-spring di daerah palatal.
5. Menahan dan meneruskan kekuatan gigitan
Plat akrilik dibuat setipis mungkin agar tidak menyita rongga mulut
sehingga bisa enak dipakai oleh pasien (comfortable), tetapi cukup tebal agar tetap
kuat jika dipakai didalam mulut. Umumnya ketebalan plat setebal 1 malam model
(2mm) (Rahardjo , 2009).
Disain dan konstrusi plat sangat mempengaruhi efisiensi alat serta
kenyamanan oleh pasien sehingga pasien mau mengikuti instruksi-instruksi
sampai perawatan selesai. Dengan

demikian disamping plat yang terlalu tebal

dan lebar menutupi palatum, pemasangan pir-pir yang terlalu banyak secara
bersamaan akan sangat mengganggu kenyamanan pasien (Rahardjo , 2009).
B. Komponen Aktif
1. Pegas
Idealnya kekuatan yang terus menerus/continuous forces. Kekuatan
semacam ini dapat dapat menggerakan gigi secara terus menerus sampai
posisi gigi yang diinginkan. Tapi hal ini dapat dikatakan tidak mungkin
karena kekuatan yang dihasilkan pegas berbanding langsung dengan
defleksi pegas sehingga bila gigi bergerak maka kekuatan pegas akan
berkurang. Kekuatan antara 25-40 gram (Rahardjo , 2009).
Hal-hal yang perlu diperhatikan desain pegas :
-

Dimensi kawat, Defleksi, Arah pergerakan gigi, dan Mudah diinsersi

dan nyaman untuk pasien


Kekuatan
Kekuatan idealnya adalah 25-40 gram. Meskipun sekarang terdapat
kecenderungan menggunakan kekuatan yang lebih kecil dari 25 gram
mungkin tidak dapat menggerakan gigi dalam waktu yang optimal.
Sedangkan apabila lebih dari 40 gram kemungkinan pergerakan gigi
justru akan tertunda, terjadi kehilangan penjangkaran,atau mungkin
dapat menimbulkan rasa sakit pada pasien (Rahardjo, 2009).

Defleksi

34
Dapat dikatakan sebagai seberapa jauh pegas digerakan dari letak
semula. Suatu pegas yang diaktifasi berarti dilakukan defleksi. Dengan
defleksi besar menyebabkan pasien susah menempatkan pegas pada
posisi yang tepat. Dengan defleksi kecil kekuatan akan cepat habis,
sehimgga pegas harus sering diaktifasi, ataupun pergerakan gigi akan
putus-putus. Pergerakan gigi 1mm perbula dengan menggunakan
kawat berdiameter 0,7 mm (Rahardjo , 2009).

Arah Pergerakan Gigi


Arah pergerakan gigi ditentukan oleh titik kontak pegas dengan gigi.
Gigi akan bergerak pada garis tegak lurus titik kontak pegas dan gigi.
Penempatan pegas yang salah menyebabkan gigi bergerak kearah yang
salah (Raharjdo, 2009).

Mudah diinsersi dan Nyaman Untuk Pasien


Pemilihan dan penempatan pegas harus sedemikian rupa sehingga
tidak menggangu kenyamanan pasien. Pegas bukal dan busur sering
menyebabkan ulserasi traumatic apabila ada bagian yang terlalu
menjorok ke sulkus atau pipi ( Rahardjo, 2009).

Pegas kantilever tunggal (pegas jari)


Pergerakan mesiodistal dan labial. Biasanya terbuat dari baja
nirkarat dengan diameter 0,5 mm dan 0,6 mm. Untuk kelenturan
maksimal koil harus terletak berlawanan arah pegas agar koil akan
menutup bila peranti diinsersi dan membuka bila gigi telah
bergerak. Untuk pergerakan Arah bukal dan labial pegas unjungnya
dibengkokkan. Untuk menghindari kerusakan pegas palatal di
boxed in (mukosa dan akrilik) dan diberi kawat penahan/guard.
Aktivasi menarik lengan pegas kearah pergerakan atau pada koil.
Aktivasi pertama 1-2 mm berikutnya 3 mm (Rahardjo, 2009).
Pegas Kantilever Ganda ( Pegas Z )
Tujuan adalah memperpanjang pegas agar pegas tidak kaku.
Rentang aktivasi menjadi mudah dan pasien lebih mudah

35
memasang. Aktivasi pada lengan pegas, pertama yg dekat koil yg
jauh gigi kemudian pada ujung yg dekat gigi (Rahardjo, 2009).
Pegas T
Digunakan untuk menggerakan premolar ke bukal. Klamer yang
digunakan berdiameter 0,5 mm. Aktivasi sedikit saja dengan
membuka lup (Rahardjo, 2009).

Pegas Coffin
Klamer berdiameter 1,25 mm. Ekspansi geligi kearah transversal
misalkan pada kasus gigitan silang posterior unilateral dengan
displacement mandibula. Aktivasi secara sederhana, aktivasi
dengan tangan (Rahardjo , 2009).

Pegas bukal
Self-supporting buccal spring

digunakan pada kaninus yang

terletak dibukal yang perlu digeser ke distal dan palatinal. Dibuat

36
dengan

klamer 0,7 mm. Pasien kurang nyaman dan aktivasi

kadangkadang sulit. Cetakan sulkus bukal dan batas mukosa


harus jelas. Aktivasi pegas cukup 1 mm (Rahardjo, 2009).
Retraktor bukal berpenyangga
Pegas ini didesain hampir sama pegas bukal tapi terbuat klamer
0,5 yang diberi tabung penyangga berdiameter 0,5 mm. Lebih
lentur dengan pegas bukal

sehingga alat lebih stabil. Pegas ini

cukup di aktivasi 2 mm dan jangan membengkokan pegas pada


bagian yang baru muncul dari tabung penyangga karena akan patah
(Rahardjo , 2009).

Busur Labial
Busur labial digunakan untuk menarik insisive ke lingual. Terbuat
dari klamer berdiameter 0,7 mm. Untuk koreksi menarik anterior
sedikit. Aktivasi

dngan cara merapatkan lup busur . Aktivasi

sedikit karena klamer besar (Rahardjo , 2009).


Retraktor Roberts
Terbuat klamer 0,5 mm. Kedua ujungnya dimasukan dalam tabung.
Aktivasi dapat sampai 3 mm. Diameter coil 3 mm (Rahardjo ,
2009).

37

Busur labial tinggi dengan pegas apron


Prinsip sama dengan retraktor Roberts. Pada ujung pegas dengan
klamer 0,9 mm dan pegas dibuat klamer 0,35 0,40 mm. Pasien
tidak nyaman dan

menyulitkan dari pada retraktor Robert

(Rahardjo , 2009).

Busur labial dengan lup u


Klamer yang digunakan berdiameter 0,7 mm. Kelenturan
tergantung lup u. Bisa untuk sedikit rotasi dengan membuat
bayonet pada titik tertentu. Mengurangi jarak gigit sedikit atau
untuk meratakan insisivus. Bisa digunakan bersamaan dengan
pegas palatinal. Aktivasi 0,1 mm dengan menekan pada lup u.
Aktivasi besar sehingga terjadi kehilangan penjangkaran. Apabila
di digunakan bersamaan dengan pegas palatinal busur labial
pasif . Jarak gigit > 4mm, sebaiknya busur labial lebih lentur u/
retraksi insisivus atau aktivasi < 1mm atau busur labial dipotong
(Rahardjo , 2009).

38

Sekrup ekspansi / expansion screw


Bisa menggerakan beberapa gigi. Relatif agak mahal. Plat akrilik
agak tebal. Aktivasi setiap minggu oleh pasien sendiri. Fungsi
untuk melebarkan lengkung gigi. Kekuatan intermittent yang besar
yang akan berkurang setelah gigi bergerak. Aktivasi kurang dari
0,2 mm dan biasanya ada tanda panah (Rahardjo , 2009).
Elastis, Jarang pada alat lepas. Kompenen aktif dari head gear.
Biasanya untuk alat lepas dengan kombinasi. Retraksi anterior
biasanya dibuatkan kait pada distal C. Lengkung insisivus datar
(Rahardjo , 2009).
C. Komponen Retentif (Klamer dan Modifikasinya)
Klamer adalah suatu bengkokan kawat merupakan bagian/komponen retentif
dari alat ortodontik lepasan. Bagian retensi dari Alat Lepasan umumnya berupa
cangkolan/klamer/clasp dan kait / hook, berfungsi untuk (Rahardjo, 2009) :
a. Menjaga agar plat tetap melekat di dalam mulut.
b. Mempertahankan stabilitas alat pada saat mulut berfungsi.
c. Membantu fungsi gigi penjangkar/anchorage, menghasilkan kekuatan
pertahanan yang berlawanan arah dengan kekuatan yang dihasilkan oleh
bagian aktif untuk menggerakkan gigi.
d. Klamer dapat diberi tambahan hook untuk tempat cantolan elastik.
Klamer dipasang pada gigi dapat memberikan tahanan yang cukup
terhadap kekuatan yang dikenakan terhadap gigi yang digerakkan. Dapat menahan
gaya vertikal yang dapat

mengangkat plat lepas dari rahang dan menggangu

stabilitas alat. Pemilihan jenis, jumlah dan letak penempatan klamer pada gigi

39
anchorage tergantung kepada jumlah spring yang dipasang,

letak spring, serta

bentuk dan jumlah gigi penjangkarnya.


Macam-macam klamer dan modifikasinya yang di pakai sebagai komponen
retentif pada alat ortodontik lepasan adalah :
1. Klamer C

(Simple/Bukal Clasp)

Klamer ini biasanya dipasang pada gigi molar kanan dan kiri tetapi bisa
juga pada gigi yang lain. Pembuatannya mudah, tidak memerlukan tang khusus,
tidak memerlukan banyak materi kawat, tidak melukai mukosa, retensinya cukup,
tetapi tidak efektif jika dikenakan pada gigi desidui atau gigi permanen yang baru
erupsi. Ukuran diameter kawat yang dipakai : untuk gigi molar

0,8 0,9 mm,

sedangkan untuk gigi premolar dan gigi anterior 0,7 mm.


Bagian-bagiannya terdiri dari:
Lengan: Berupa lengkung kawat dari ujung membentuk huruf C memeluk
leher gigi di bagian bukal dari mesial ke distal di bawah lingkaran
terbesar (daerah undercut), satu milimeter di atas gingiva dengan
ujung telah ditumpulkan.
Pundak: Merupakan lanjutan dari lengan dibagian distal gigi berbelok ke
lingual/palatinal menelusuri daerah interdental. kawat di daerah
ini hindari jangan sampai tergigit.
Basis: Merupakan bagian kawat yang tertanam di dalam plat akrilik,
ujungnya diberi bengkokkan untuk retensi.

2. Klamer Adams (Adams Clasp)


Klamer Adams merupakan alat retensi plat aktif yang paling umum
digunakan. Biasanya dikenakan pada gigi molar kanan dan kiri serta pada gigi
premolar atau gigi anterior. Diameter kawat yang digunakan : 0,7 mm untuk gigi
molar dan premolar serta 0,6 mm untuk gigi anterior.
Bagian-bagiannya terdiri dari :
Cross bar : Merupakan bagian

kawat sepanjang 2/3 mesiodistal gigi

anchorage yang akan dipasangi, posisi sejajar permukaan oklusal,

40
terletak 1 mm disebelah bukal permukaan bukal , tidak tergigit
ketika gigi beroklusi.
U loop : Terletak diujung mesial dan distal cross bar. Menempel pada
permukaan gigi di

daerah undercut bagian mesiobukal dan

distobukal.
Pundak: Merupakan lanjutan dari U loop yang melewati daerah interdental
dibagian oklusal sisi mesial dan distal gigi anchorage. Tidak
tergigit sewaktu gigi beroklusi.
Basis : Ujung kawat pada kedua sisi tertanam didalam plat akrilik, diberi
bengkokan untuk retensi.
Bentuk-bentuk modifikasi klamer Adams :
a. Klamer Adams dengan satu loop (single spur): Biasanya dipasang pada gigi
molar paling distal, dimana daerah dibagian distal belum jelas. U loop
hanya dibuat pada sisi mesial saja.
b. Klamer Adams dengan tambahan tube yang di patrikan pada cross bar. Tube
berfungsi sebagai tempat perlekatan busur labial atau tempat mengaitkan
elastik.
c. Klamer Adams dilengkapi dengan coil (circular traction hook) pada
pertengahan crossbar, yang juga berfungsi untuk tempat mengaitkan
elastik.
d. Klamer Adams dengan 3 loop (triple spur). Cross bar dengan satu U loop
tambahan di patrikan pada pertengahan cross bar klamer Adams lainnya.
Klamer jenis ini dikenakan pada dua gigi secara bersama-sama dengan
tujuan untuk mempertinggi retensi.
e. Klamer Adams pada gigi anterior (double anterior spur), memeluk dua gigi
anterior secara bersama-sama.
f. Klamer Adams yang dilengkapi dengan kait (standard traction hook), berfungsi
untuk tempat mengaitkan elastik.
Keuntungan pemakaian klamer Adams :
-

Mempunyai retensi yang sangat tinggi.


Pembuatan tidak memerlukan tang khusus.
Kawat yang dibutuh tidak terlalu banyak.
Dapat dikenakan pada gigi permanen, gigi desidui dan gigi yang belum
tumbuh sempurna.

41
Kerugian-kerugiannya :
- Pembuatannya lebih sukar dari pada pembuatan klamer C.
- Jika pembuatnya kurang cermat (sering mengulang-ulang pembengkokan
kawat) klamer akan mudah putus.
- Jika loop terlalu panjang, cross bar akan mudah melukai pipi atau bisa
tergigit jika gigi beroklusi.
- Jika loop terlalu pendek cross bar akan menempel pada permukaan bukal
gigi, sisa makanan akan mudah tertahan.
3. Klamer Kepala Panah (Arrow Head Clasp)
Klamer ini mempunyai bagain yang berbentuk seperti ujung/kepala anak
panah, masuk daerah interdental membentuk sudut 90 terhadap posisi lengannya.
Lengan tidak boleh menempel pada mukosa tetapi berjarak 1 mm di sebelah
bukalnya, lengan juga tidak boleh terlalu panjang sampai melebihi posisi vornic
supaya tidak melukai sulcus buccalis. Klamer ini dapat dipakai untuk memegang
lebih dari satu gigi, biasanya dipakai sebagi bagian retentif plat ekspansi.
Diameter kawat yang di pakai : 0,7 mm
Keuntungannya :
- daya retensi tinggi
- dapat dipakai pada gigi permanen atau gigi desidui
Kerugiannya :
- pembuatannya lebih sulit
- memerlukan tang khusus
4. Klamer Modifikasi
Modifikasi klamer berupa tekukan kawat yang ujungnya mencengkram
permukaan interdental dua buah gigi bersebelahan
Bagian-bagiannya terdiri dari :
Basis yaitu bagian kawat yang tertanam dalam plat akrilik, ujungnya
diberisi tekukan agar tidak mudah lepas dari dasar
Pundak bagian dari kawat yang melewati daerah interdental dipermukaan
oklusal dua gigi bersebelahan.
Ujung (End) bagian yang mencengkram daerah inter dental gigi
menghasilkan kemampuan retentif untuk alat lepasan. Modifikasi
klamer jenis ini baisanya dipasang di daerah interdental pada gigi

42
posterior, pemasangannya bisa dikombinasikan dengan klamer C.
Dibuat dari kawat berdiameter 0,7 mm.
5. Busur Labial Pendek
Dapat digunakan sebagai penambah retensi di regio anterior.Dapat dibuat
kurang lebih 1/3 insisivi lateral, kemudian dibuat lup kecil, kepanjangan kawat
masuk di distal insisivi lateral (Rahardjo, 2009).
D. Penjangkaran
Kemampuan bertahan terhadap gaya yang dihasilkan oleh komponen
aktif

disebut penjangkaran. Pengontrolan penjangkaran ditujukan untuk

sebanyak mungkin menghasilkan

pergerakan gigi yang diinginkan sementara

gerakan gigi yang tidak diharapkan dapat ditahan atau

diupayakan

sekecil

mungkin. Penjangkaran dapat diperoleh secara intra oral maupun ekstra oral,
namun penjangkaran intraoral lebih umum digunakan pada alat lepasan (Proffit,
2007).
A. Penjangkaran intraoral
Penjangkaran

intraoral

ada

dua

macam,

yaitu

penjangkaran

intramaksiler dan intermaksiler. Penjangkaran intramaksiler diperoleh


dari lengkung rahang yang sama. Penjangkaran jenis ini adalah yang
sering dipilih dalam pemakaian alat lepasan
intermaksiler

menggunakan

lengkung

aktif. Penjangkaran

rahang

lawan

untuk

memperoleh penjangkaran. Penjangkaran jenis ini biasa digunakan


pada perawatan menggunakan alat fungsional dan alat cekat, tetapi
sulit untuk diterapkan pada pemakaian alat lepasan untuk pergerakkan
aktif gigi karena cenderung akan melepaskan alat (Proffit, 2007).
Penjangkaran intramaksiler

dapat diperoleh

dari

gigi-gigi yang

dijadikan sandaran cangkolan atau gigi-gigi yang tertahan pada tempatnya


oleh busur labial, pelat landasan yang beradaptasi baik dengan palatum
dan dengan permukaan gigi yang tidak digerakkan, serta interdigitasi
antara gigi-gigi rahang atas dengan rahang bawah (Proffit, 2007).
Penjangkaran intermaksiler dapat diperoleh pada penggunaan
lepasan

alat

yang dikombinasikan dengan alat cekat pada salah satu

rahangnya. Salah satu contoh kasus adalah pada maloklusi

kelas

II

43
dengan susunan gigi rahang

bawah yang baik. Pada rahang bawah

digunakan alat lepasan dengan ditambahkan hook pada cangkolan di


gigi

molar nya

untuk mengaitkan

elastik

intermaksiler

sehingga

menghasilkan tarikan bagi segmen anterior dari alat cekat yang


dipasang pada rahang atas. Pada kasus maloklusi kelas III, alat lepasan
pada rahang atas bisa digunakan untuk menghasilkan traksi kelas III,
dan bisa juga digunakan alat ekspansi untuk proklinasi segmen insisif
(Proffit, 2007).
B. Pengjangkaran ekstraoral
Penjangkaran

ekstra oral

penjangkaran

intra

dapat

digunakan

untuk memperkuat

oral, namun bisa juga sebagai sumber utama

penjangkaran, misalnya untuk retraksi segmen bukal. Gaya ekstra oral


bergantung pada elastisitas dari elastik penghubung yang terdapat
pada headgear. Penjangkaran ekstra oral dapat

diperoleh dengan

menggunakan headgear, bisa berupa headcap atau high pull headgear.


Penghubung antara headgear .

2.6 Tipe pergerakan Gigi


Pergerakan gigi diantaranya adalah, Pergerakan Tipping, Pergerakan
rotasi, Pergerakan bodilly, Pergerakan torque, Pergerakan vertikal dan Pergerakan
1. Tipping. Merupakan pergerakan yang sederhana, dan yang paling udah
dilakukan. Tekanan yang diaplikasikan pada salah satu titik mahkota gigi
akan menyebabkan gigi miring menjauhi asal tekanan.
2. Pergerakan Rotasi
Rotasi gigi dalam soketnya membutuhkan aplikasi tekanan ganda. Tekanan
ini bisa diperoleh baik dengan mengaplikasikan tekanan pada satu titik
dimahkota gigi dan stop untuk mencegah pergerakan bagian lain dari
mahkota atau yang lebih efisien adalah dengan mengaplikasikan tekanan
berlawanan terhadap daerah-daerah gigi yang berbeda.
3. Pergerakan Bodily
Istilah pergerakan bodily mempunyai arti pergerakan translasi yang
menyeluruh dari sebuah gigi keposisinya yang baru, dengan semua bagian

44
dari gigi bergerak dalam jumlah yang setara. Tekanan didistribusikan lebih
merata pada seluruh panjang struktur pendukung. Disamping itu, agar bisa
terjadi pergerakan bodily tekanan penahan harus diaplikasikan untuk
mencegah miringnya gigi.
4. Pergerakan Torque
Seringkali disebut sebagai torque gigi atau torque apikal, ketika
pergerakan akar diinginkan, dengan hanya sedikit pergerakan mahkota.
Torque akar biasnnya diperoleh dengan memberikan tekanan koupel pada
mahkota gigi dan pada saat bersamaan secara mekanis mencegah
pergerakan mahkota kearah berlawanan.

5. Pergerakan vertikal
Gerak vertikal dari gigi-gigi membutuhkan aplikasi tekanan pada daerah
mahkota yang luas, dan sulit diperoleh dengan tekanan yang hanya
diapliksikam pada satu titik saja.

2.7 Prognosis Orthodontik


Salah satu aspek yang sangat penting dari terapi ortodontik saat ini adalah
prognosis, yang mana diketahui dapat didefinisikan sebagai pergerakan rahang
gigi yang akan menjadi permanen, dikatakan, perawatan tiga tahun, terkadang
lebih lama, terkadang lebih cepat.
Profesi dokter gigi dan publik meyakini kemampuan kita untuk
memperoleh sebuah hasil kesempurnaan dalam setiap kasus. Hasil riset telah
ditambahkan ke pengetahuan kita tentang banyak aspek praktek ortodontik. Efek
pada kekuatan tulang diterapkan untuk gigi dapat menyebabkan itu diserap di
beberapa daerah dan didepositokan di bagian lain, tetapi seseorang dipaksa sampai
pada kesimpulan bahwa perubahan tersebut mungkin tidak permanen atau dapat
kembali diketahui setiap dokter gigi. Praktis, bukan efek yang terlihat di
laboratorium, merupakan dasar untuk perawatan ortodontik. Semua metode baru

45
pengobatan harus dipelajari secara kritis, dan tidak harus diasumsikan bahwa
semua adalah kemajuan.
Klas I: dalam kasus-kasus di mana lengkungan tidak cukup besar untuk
gigi, ekstraksi gigi atas sangat penting karena tulang tidak dapat diperbesar.
prognosis menguntungkan jika semua gigi tetap, pikiran itu sering perlu untuk
berkompromi dalam hal gigi yang lebih rendah dan meninggalkan mereka dalam
keadaan aslinya. Klas II dan III: prognosis menguntungkan untuk koreksi posisi
mandibula: jika lengkungan terlalu kecil pertimbangan sebagaimana untuk kelas I
berlaku sebagai tambahan.Dalam beberapa kasus jenis kelas III di mana kesalahan
adalah sedikit dan rahang yang relatif lebih kecil dari mandibula, prognosis tidak
begitu baik seperti oklusi pra normal. Semua kasus dengan lengkungan yang baik,
yang berarti tulang rahang atas ukuran normal, memberikan hasil yang lebih baik
daripada kasus dengan lengkungan kecil. Prognosis sebagai kesalahan gigi
individu tidak pasti tetapi biasanya sebelumnya ini dikoreksi lebih baik.

46
BAB III
PETA KONSEP

Pasien datang

Anamnesa

Objektif

Kontrol
perawatan
ortodonti
lepasan

Rencana Perawatan
Rujukan mencabut gigi
73 dab 83

Riwayat
keluarga gigi
berjejal

Pegas cantilever
ganda pada 32 dan
42

Ans. Lokal
32 dan 42
linguoversi

Ans. Model
Ans. fungsi
Ans Sefalomet

Kebutuhan
tempat RA 3mm,
Rb 2,8mm

Diagnosa

Pencabutan 73 dan
83

Maloklusi dalam

kategori ringan

Prognosa

48

65

Klamer adam dari


16, 26,36,46 dan
busur labial.

47
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam issue dijelaskan bahwa Rio usia 9 tahun datang ke klinik untuk
kontrol perawatan ortodonti lepasan, yang telah dijalani 4 bulan yang lalu. Dokter
membuat rujukan untuk mencabut gigi 73 dan 83, agar gigi 32 dan 42 yang
linguoversi dapat kembali normal. Kekurangan tempat untuk rahang atas 3mm,
dan rahang bawah 2,8mm. Gigi 32 dan 42 akan digerakkan ke labial dengan
piranti aktif kanlilever ganda, serta komponen retentif klamer adam pada seluruh
molar 1 permanen dan busur labial. Serta didapatkan analisa kasus maloklusi yang
terjadi pada rio masuk kategori termasuk dengan prognosa yang baik
Sebelum dilakukan suatu perencanaan perawatan dan tindakan lebih lanjut,
perlu dilakukan suatu tahapan.
Kunjungan Pertama
Pada kunjungan hari pertama operator harus menggali informasi sebanyakbanyaknya dari pasien untuk menentukan suatu diagnosa dan rencana
perawatan. Analisa-analisa yang dapat dilakukan meliputi:
a. Analisa umum meliputi riwayat penderita, berat badan, tinggi bada,
suku, bentuk skeletal, penyakit, alergi, kelainan endokrin, tonsil,
kelainan saluran pernafasan, ciri keluarga, dll).
b. Kemudian dilakukan suatu analisa local, yang disana terdapat ekstra
oral (tipe profil, tipe muka, tipe kepala, bentuk muka, tonus otot,
fonetik, kebiasaan jelek), ektra oral (jaringan mukosa, lidah, palatum,
kebersihan mulut, frekuwensi karies, fase geligi), keterangan
rontgenogram (impaksi, agenesis, gigi kelebihan, benih gigi, dll)
c. Analisa fungsional meliputi freeway space, part of closure, TMJ, pola
atrisi
d. Rontgen foto untuk mengetahui benih gigi.
Kemudian dari analisa-analisa tersebut dapat diketahui penyebab
maloklusi yang terjadi dan dapat diambil suatu diagnosa yaitu seperti pada
kasus adalah maloklusi kelas 1. Untuk perawatan lebih lanjut hari pertama
pada gigi 53 dan 63 dapat dilakukan50suatu pencabutan untuk memberikan

51
48
ruang pada gigi caninus permanen yang akan tumbuh. Kemudian pasien
dipersilahkan untuk pulang 3-4 hari pasien diminta kembali.
Kunjungan kedua
Pada kunjungan kedua operator melihat keadaan luka bekas pencabutan.
Apabila sudah memungkinkan untuk dan dapat dilakukan cetak model
untuk mengetahui lengkung gigi, jumlah lebar inscisivi RA, diskrepansi,
tempat

yang

tersedia,

tempat

yang

dibutuhkan,

jumlah

kekurangan/kelebihan tempat, kurva spee, gigi yang terletak salah, dll.


Maka pada kunjungan kedua dilakukan pencetakan model. Dan dari
pencetakan ini operator membuat perencanaan piranti lepasan, yaitu:
a. Pada gigi 32 dan 42 yang mengalami linguo versi akan digerakkan
menggunakan komponen aktif agar sejajar lengkung rahang ke arah
bukal dengan menggunakan kantilever ganda .
b. agae gigi 32dan 42 bisa kembli ke lengkung rahang didorong dengan
menggunakan kantilever ganda maka dipasang komponen retentif
cangkolan adam ganda atau busur labial dengan lupu berada
menggantung pada labial kaninus permanen yang akan tumbuh.
Kunjungan Ketiga
Dilakukan pengecekan pada bekas luka dan keadaan mukosa dan apabila
komponen lepasan sudah jadi, dapat diuji cobakan pada gigi pasien. Dalam
hal ini operator harus membenahi apabila buatan lab ada sedikit yang
kurang pas, dan sering-seringlah menanyakan pada pasien nyaman tidaknya,
longgar tidaknya, dll. Serta tidak lupa operator harus memberitahu pasien
perawatan komponen lepasan, dan anjuran untuk selalu menjaga oral
hygine.
Kunjungan Keempat
Kunjungan keempat ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan perawatan.
BAB V
PENUTUP

49
5.1 Kesimpulan
Maloklusi merupakan ketidakteraturan gigi-gigi diluar ambang normal.
Maloklusi sendiri dapat meliputi ketidakteraturan local dari gigi-gigi malrelasi
pada

tiap

ketiga

bidang

ruang-sagital,

vertical

atautranversal.

Klasifikasi maloklusi menurut Edward Angle dibagi dalam tiga kelas, yaitu:
1).Klas I angle (Netroklusi); 2). Klas II Angle, klas II Angle ini dibagi dalam dua
divisi; 3).Klas III Angle (mesioklusi).
Perawatan yang dilakukan pada kasus maloklusi ringan yaitu dengan piranti
ortodonti lepasan, dimana komponen dari piranti ortodonto lepasan terdiri dari
komponen aktif, retentif, penjangkaran dan Lempeng akrilik. Perawatan ortodonti
bertujuan untuk mengambalika gigi pada lengkung gigi, mengembalikan fungsi
kunyah dan oklusi, untuk kepentingan estetik gigi dan bentuk wajah dan lain lain.
Setelah perawatan dilakukan dapat ditentukan prognosa, dimana prognosa dari
ortodonti dikatakan baik/tidak tergantung dari beberapa faktor, baik dari etiologi,
pemilihan piranti yang digunakan, kooperatifan pasien dan lain lain.
5.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah tentang perawatan maloklusi dengan
piranti ortodonti lepasan dapat menambah wawasan dan dapat digunakan sebagai
acuan lebih lanjut.

52

50

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................I
DAFTAR ISI ..........................................................................................................II
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................2
1.3 TUJUAN........................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 MALOKLUSI................................................................................................3
2.2.1 ETIOLOGI MALOKLUSI........................................................................3
2.2.1.1 FAKTOR HEREDITER....................................................................3
3.2.1.2 FAKTOR LOKAL............................................................................8
2.2.2 JENIS-JENIS MALOKLUSI...................................................................11
2.3 KLASIFIKASI MALOKLUSI MENURUT ANGLE..................................13
2.4 DIAGNOSIS ORTHODONTIK...................................................................14
2.4.1 ANALISIS UMUM.................................................................................14
2.4.2 ANALISIS LOKAL.................................................................................17
2.4.2.1 PEMERIKSAAN EKSTRAORAL.................................................18
2.4.2.2 PEMERIKSAAN INTRAORAL...................................................22
2.4.2.3 ANALISA FUNGSIONAL.............................................................23
2.4.2.4 ANALISA MODEL........................................................................25
2.4.2.5 ANALISA SEFALOMETRI...........................................................29
2.5 PERAWATAN ORTHODONTI...................................................................29
2.5.1 PERTIMBANGAN WAKTU PERAWATAN ORTODONTI.....................31
2.5.2 JENIS ALAT ORTHO.............................................................................32
2.5.3 PIRANTI ORTHO LEPASAN.................................................................33
2.5.3.1 KOMPONEN ALAT LEPASAN....................................................35
2.6 TIPE PERGERAKAN GIGI........................................................................45
2.7 PROGNOSIS ORTHODONTIK..................................................................47
PETA KONSEP....................................................................................................48
PEMBAHASAN...................................................................................................49
PENUTUP...........................................................................................................512
5.1 KESIMPULAN..........................................................................................512
5.2 SARAN......................................................................................................512

Anda mungkin juga menyukai