Anda di halaman 1dari 12

Penanganan dan Penatalaksanaan Abses Hati Amuba

Katarina Dewi Sartika


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952
katarinadewisartika@gmail.com
Pendahuluan
Abses hati amuba adalah manifestasi ekstraintestinal paling umum dari amubiasis. Di
bandingkan dengan orang-orang yang tinggal di daerah endemic, orang yang mengalami
abses hati amuba setelah perjalanan ke daerah endemic dan lebih cenderung berusia tua dan
laki-laki. Abses hati amuba di tandai dengan hepatomegaly, dengan abses besar atau abses
multiple. Terjadinya suatu abses hati amuba pada orang yang belum bepergian ke atau tinggal
di daerah endemic harus meningkatkan kecurigaan

keadaan immunosupresi, khususnya

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Faktor pejamu yang memberikan kontribusi


untuk tingkat keparahan penyakit adalah usia muda, kehamilan, malnutrisi, alkoholisme,
penggunaan glukokortikoid, dan keganasan.1
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (alloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.
Pada anamnesis penyakit abses hati, ada beberapa hal yang harus ditanyakan kepada
orang yang diwawancara untuk mendapat informasi, seperti :
1) Identitas yang meliputi nama, usia, pekerjaan dan tempat tinggal;
2) Keluhan utama yang meliputi keluhan apa yang dirasakan pasien sehingga menjadi alasan
pasien datang ke dokter seperti :
- mengeluh nyeri perut kanan atas
3) Riwayat penyakit sekarang yang meliputi cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat :
1

Nyerinya memburuk saat tidur terlentang dan berkurang bila kaki ditekuk/agak

membungkuk
Keluhan penyerta seperti demam
Riwayat pengobatan seperti sudah berobat ke dokter/minum obat;
4) Riwayat penyakit dahulu seperti sebelumnya pernah mengalami keluhan seperti ini/tidak
5) Riwayat penyakit keluarga seperti apakah ada keluarga yang mengalami keluhan yang
sama;
6) Riwayat pribadi seperti kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, makan menggunakan
tangan/sendok, buang air besar di jamban/tidak;
7) Riwayat sosial seperti keadaan lingkungan tempat tinggal pasien padat penduduk/tidak,
dekat tempat pembuangan sampah/tidak, adakah tetangga yang menderita keluhan yang
sama.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Menilai keadaan umum pasien : baik/buruk, yang perlu diperiksa dan dicatat adalah tandatanda vital, yaitu :

Kesadaran pasien : Kompos mentis (sadar sepenuhnya), Apatis (pasien tampak segan, acuh
tak acuh terhadap lingkunganya), Delirium (penurunan kesadaran disertai kekacauan
motorik, dan siklus tidur bangun yang terganggu), Somnolen (keadaan mengantuk yang
masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan
tertidur lagi), Sopor/stupor (keadaan mengantuk yang dalam, pasien masih dapat
dibangunkan tetapi dengan rangsangan yang kuat, rangsang nyeri, tetapi pasien tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik).
Kesakitan yang dialami pasien, dapat dilihat dari raut wajah pasien dan keluhan pasien

ketika datang yaitu pasien tampak sakit ringan/sedang/berat.


Pemeriksaan fisik abdomen yang dapat dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
1

Inspeksi
Melaporkan

bentuk

abdomen

(datar/membuncit/cekung

atau

skopoid)

(simetris/asimetris)
Menyebutkan warna kulit dan lesi kulit (vesikel, pustul, papulo, cicatrik)
Menyebutkan :
o Adanya pembuluh darah kolateral
o Adanya caput medusa
o Adanya hernia
2

&

o Adanya striae
Melaporkan tampaknya benjolan/massa di perut (contoh : hepatoma, mioma)
Palpasi
Melakukan palpasi secara terstruktur sesuai linea abdomen dari bawah ke atas. Pada
orang kurus lakukan pada 3 linea (linea midclavicularis kanan, linea mediana, linea
midclavicularis kiri). Pada orang gemuk lakukan pada 5 linea (linea lateral kanan,
linea midclavicularis kanan, linea mediana, linea midclavicularis kiri, linea lateral
kiri) untuk mengetahui defans muscular atau memeriksa nyeri tekan seluruh

kuadran.
Melaporkan ada/tidaknya nyeri, rigiditas, massa/benjolan superficial dan dalam
Jika dicurgai adanya inflamasi peritoneum, periksa nyeri tekan lepas/blumberg sign.
Perkusi
Melakukan perkusi sistematis sesuai kuadran (atas kanan, bawah kanan, atas kiri,

bawah kiri) dari atas ke bawah


Perkusi mencari batas paru-hati (dari linea midclavicularis kanan ke arah bawah)

dan peranjakan hati


Jika dicuragi acites, periksa shifting dullness atau gelombang cairan
Auskultasi
Melakukan auskultasi pada kuadran abdomen secara sistematis (atas kanan,

bawah kanan, atas kiri, bawah kiri) dari atas ke bawah


Melakukan auskultasi bising usus/peristaltik usus pada masing-masing kuadran

selama 1 menit
Melaporkan bising

usus

(-)

(+)

menurun/hipoperistaltik,

(+)

normal/normoperistaltik, / (+) meningkat/hiperperistaltik


Pemeriksaan Penunjang
a

Pemeriksaan darah lengkap, tes faal hati, tes serologi dan kultur darah
Pada laboratorium didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke kiri, anemia, laju endap
darah, alkali fosfatase, transaminase dan serum bilirubin meningkat, kosentrasi albumin
serum menurun dan waktu protombin yang memanjang. Tes serologi digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Kultur darah memperlihatkan bacterial penyebab

menjadi standar emas penegakkan diagnosis secara mikrobiologik.


Pemeriksaan foto polos thoraks dan abdomen
Pada hasil foto abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis
basiler, empiema atau abses paru. Pada toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, foto
toraks lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma terlihat air fluid

level.
Pemeriksaan USG/CT SCAN/MRI
3

Sekarang dapat dikatakan bahwa pemeriksaan USG/CT SCAN/MRI merupakan gold


standart. Pemeriksaan ini sangat penting dalam pengelolahan abses hati terutama untuk
diagnosis dini. Gambaran USG abses hati adalah hipoekoik, inhomogen dan berbatas
tegas. USG merupakan alat diagnostic yang berharga karena cepat, noninvasive, biaya
relative murah dan tidak ada radiasi yang bisa digunakan untuk menetapkan lokasi abses
lebih akurat terutama untuk drainase perkutan atau tindakan bedah.
Working Diagnosis
Diagnosis abses hati amuba dapat ditegakkan berdasarkan analisa gejala klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini pasien mengeluh nyeri perut
kanan atas, nyerinya memburuk saat tidur terlentang dan berkurang bila kaki ditekuk/agak
membungkuk, pasien tidak demam, leukosit dalam batas normal dan hasil USG menunjukkan
SOL hipoekoik, inhomogen, berbatas tegas, ukuran 5,7 cm x 6,4 cm sugestif abses hati.
Abses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi debris metro inflamatori purulent di
dalam parenkim hati yang di sebabkan oleh amuba, terutama entamoeba hystolitica.1,2
Differential Diagnosis
1. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, parasit, jamur, yang berasal dari sistem gastrointestinal dan bilier yang ditandai
dengan proses supurasi dengan pembentukan pus, yang terdiri dari jaringan hati nekrotik,
sel inflamasi, dan sel darah dalam parenkim hati. Abses hepar piogenik paling banyak
disebabkan oleh bakteri gram negatif, yang terbanyak yaitu Escherichia coli, Klebsiella
Pnemoniae, juga terjadi akibat komplikasi apendisitis ataupun dari sistem billiaris.
Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik. Demam tinggi
merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten, intermiten atau febris kontinu,
keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (68 %), mual dan muntah
(39%), berat badan menurun (46%).
Berikut rangkuman perbedaan gamabaran abses hati piogenik dengan abses hati
amuba.

2. Keganasan pada hati


Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di Indonesia HCC dtemukan
tersering pada usia tua sekitar umur 50-60 tahun dengan predominasi pada laki-laki.
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Hepatoma mempunyai
faktor resiko seperti pada penderita sirosis hati, hepatitis B dan C, diabetes melitus,
obesitas, NASH (Non-Alcoholic steato-hepatitis), penyakit hati autoimun seperti
hepatitis autoimun. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimptomatik hingga
yang gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering
dikeluhkan adalah nyeri/perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas abdomen/teraba
pembengkakan lokal di hepar. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung,
konstipasi atau diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan
diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian pasien HCC sudah
menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah
menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan
dan ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali (dengan/tanpa bruit
hepatik), splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan kadar AFP serum >500 ng/mL disertai dengan pemeriksaan USG
abdomen yang menunjang adanya karsinoma hepar dan CT atau MRI yang menunjukkan
daerah hipervaskularisasi arterial dari nodul.
Epidemiologi
Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum di daerah tropis
dan subtropik. Penyakit ini sering di derita orang muda dan sering pada etnik hispanik
dewasa (92%). Terjadi 10 kali lebih umum pada pria seperti pada wanita dan jarang terjadi
pada anak-anak. Amebiasis merupakan infeksi tertinggi ketiga penyebab kematian setelah
schistosomiasis dan malaria.3,4 Daerah endemisnya meliputi Afrika, Asia Tenggara, Meksiko,
Venezuela, dan Kolombia.1,3 Insiden abses hati amuba di Amerika Serikat mencapai 0,05%
sedangkan di India dan Mesir mencapai 10% - 30% per tahun dengan perbandingan laki-laki :
perempuan sebesar 3:1 sampai 22:1.1,4
5

Etiologi
Parasit amuba, yang tersering yaitu Entamoeba histolytica.
Patogenesis
Selama

siklus

hidupnya,

Entamoeba

histolytica

dapat

berbentuk

sebagai

trophozoitatau bentuk kista. Setelah menginfeksi, kista amuba melewati saluran pencernaan
dan menjadi trophozoit di usus besar, trophozoit kemudian melekat ke sel epitel dan mukosa
kolon dengan Gal/GalNAc dimana mereka menginvasi mukosa. Lesi awalnya berua
mikroulserasi mukosa caecum, kolon sigmoid dan rectum yang mengeluarkan eritrosit, sel
inflamasi dan sel epitel. Ulserasi yang meluas ke submukosa menghasilkan ulser khas
berbentuk termos (flask-shaped) yang berisi trophozoit di batas jaringan mati dan sehat.
Organisme di bawah oleh sirkulasi vena portal ke hati, tempat abses dapat berkembang.
Entamoeba histolyca sangat resisten terhadap lisis yang dimediasi komplemen, oleh karena
itu dapat bertahan di aliran darah. Terkadang organism ini menginvasi organ selain hati dan
dapat membuat abses dalam paru-paru atau otak. Pecahnya abses hati amuba kedalam pleura,
perikard, dan ruang peritoneal juga dapat terjadi. 1,3,4,5 Di dalam hati E. histolytica
mengeluarkan enzim proteolitik yang berfungsi melisiskan jaringan pejamu. Lesi pada hati
berupa Well demarcated abscess mengandung jaringan nekronik dan biasanya mengenai
lobus kanan hati. Respon awal pejamu adalah migrasi sel-sel PMN. Amuba juga memiliki
kemampuan melisiskan PMN dengan enzim proteolitiknya, sehingga terjadilah destruksi
jaringan. Abses hati mengandung debris aseluar, dan tropozoit hanya dapat di temukan pada
tepi lesi.
Gejala Klinis dan Tanda
Abses hati amuba lebih sering di kaitkan dengan presentasi klinis yang akut di
bandingkan abses piogenik hati. Gejala telah terjadi rata-rata dua minggu pada saat diagnosis
dibuat. Dapat terjadi sebuah periode laten antara infeksi hati usus dan selanjutnya sampai
bertahun-tahun, dan kurang dari 10% pasien melaporkan riwayat diare berdarah dengan
disentri amuba.5,9
Nyeri perut kanan atas dirasakan pada 75 90% pasien, lebih berat di bandingkan
piogenik terutama di kuadran kanan atas. Kadang nyeri di sertai mual, muntah, anoreksi,
penurunan berat badan, kelemahan tubuh, dan pembesaran hati yang juga terasa nyeri. Nyeri
spontan perut kanan atas di sertai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan
6

di letakkan di atasnya merupakan gambaran klinis khas yang sering di jumpai. Dua puluh
persen penderita dengan kecurigaan abses hati amuba mempunyai riwayat penyakit diare atau
disentri.3,9
Demam umum terjadi, tetapi mungkin pula polanya intermiten. Malaise, myalgia,
artalgia umum terjadi. Ikterus jarang di temukan dan bila ada menandakan prognosis yang
buruk. Gejala dan tanda paru dapat terjadi, tetapi pericardinal rub dan peritonitis jarang di
temukan. Kadang-kadang

friction rub terdengar di hati. Gambaran laboratorium mirip

dengan yang ditemukan di abses piogenik. Koinfeksi dengan bakteri patogen jarang
ditemukan. Komplikasi yang jarang terjadi adalah pecah di intra-peritoneal, intratorakal, dan
pericardial serta kegagalan multiorgan.1
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan petunjuk penting dalam menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu laboratorium tes serologi
(amuba), kultur darah, kultur cairan aspirasidan pencitraan (USG, CT Scan)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan temperature, pembesaran hati dan
nyeri tekan. Jaundice cukup jarang didapatkan, tetapi jika di dapatkan maka harus di duga
adanya obstruksi traktus biliaris atau sudah terdapat penyakit hati kronik sebelumnya.
Organisme di isolasi dari tinja pada 50% pasien. Aspirasi pada abses amuba harus dilakukan
jika diagnosis masih belum jelas dengan gambaran pasta coklat kemerahandan berbau sedikit.
Trophozoit hanya di dapatkan pada 20% aspirasi. Hasil foto thoraks abnormal di dapatkan
pada 50 80% pasien dengan gambaran atelectasis paru lobus kanan bawah, efusi pleura
kanan dan kenaikan hemidiafragma kanan.1,3,9
USG abdomen merupakan pilihan utama untuk tes awal, karena non invasive dan
sensitivitasnya tinggi (80 90%) untuk mendapatkan lesi hipoechoic dengan internal echoes.
CT scan kontras digunakan terutama untuk mendiagnosis abses yang lebih kecil, dapat
melihat seluruh kavitas peritoneal yang mungkin dapat memberikan informasi tentang lesi
primer. MRI tidak memiliki sensitivasi yang lebih tinggi di bandingkan CT Scan, tetapi
berguna jika hasil masih meragukan, diagnosis membutuhkan potongan koronal atau sagittal
dan untuk pasien yang intoleran terhadap kontras. Pencitraan hepar tidak bis membedakan
abses hatiamuba dengan piogenik. Abses amuba umumnya menyerang lobus kanan hepar
dekat dengan diafragma dan biasanya tunggal.2-5,7-9
7

Tes serologi yang biasa di gunakan meliputi ELISA, indirect hemagglunation,


cellulose acetate precipitin, counterimmunoelectrophoresis, immufluorescent antibody, dan
tes rapid latex agglutination. Hasil tes serologi harus di interprestasikan dengan klinik pasien
karena radar serum antibody mungkin masih tinggi selama beberapa tahun setelah perbaikan
atau penyembuhan. Sensitivitas tes 95% dan spesifitasnya lebih dari 95%. Hasil negative
palsu mungkin terjadi dalam 10 hari pertama infeksi. Tes berbasis PCR untuk mendeteksi
DNA Amuba dan pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi antigen amuba pada serum sudah
sering dilakukan pada penelitian.5-8
Sherlock membuat kriteria diagnosis abses hati amuba :
1.
2.
3.
4.

Adanya riwayat berasal dari daerah endemic


Pembesaran hati pada laki-laki muda
Respons baik terhadap metronidazole
Lekositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yang tidak lama dan lekositosis dengan

pada riwayat sakit yang lama


5. Ada dugaan amubiasis pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral
6. Pada pemeriksaan scan di dapatkan filling defect
7. Tes Fluorescen antibody amuba positif
Bila ke-7 kriteria ini di penuhi maka diagnosis abses hati ameba sudah hampir pasti dapat di
tegakkan.
Penatalaksanaan
Medikamentosa2-9

Jika didapatkan pasien muda yang telah melakukan perjalanan ke daerah endemik,
pada pencitraan didapatkan lesi tunggal, pasien tidak terlihat toksik, dengan dugaan
kuat abses amuba, maka pemeriksaan feses harus dilakukan untuk mencari kista dan

trophozoit amuba dan serum harus diperiksa antibodi E. Histolytica.


Terapi dimulai dengan Metronidazole 3 x 750mg per oral selama 7-10 hari atau
nitoimidazole kerja panjang (Tinidazole 2 gram PO dan ornidazole 2 gram PO)
dilaporkan efektif sebagai terapi dosis tunggal. Terapi kemudian dilanjutkan dengan
preparat lumenalamubisida untuk eradikasi kista dan mencegah transmisi lebih lanjut,
yaitu : Iodoquinol 3 x 650mg selama 20 hari, Diloxanide furoate 3 x 500mg selama 10
hari, Aminosidine (Paromomycin 25-35mg/kg per hari TID selama 7-10 hari. Lebih
dari 90% pasien mengalami respons yang dramatis dengan terapi metronidazole, baik
berupa penurunan nyeri maupun demam dalam 72 jam.
8

Paromomycin 25-35mg/kg per hari PO terbagi dalam 3 dosis selama 7 hari atau lini

kedua diloksanide furoate 3 x 500mg PO selama 10 hari.


Emetine dan chloroquine dapat digunakan sebagai terapi alternatif tetapi sebaiknya
dihindari sebisa mungkin karena efek kardiovaskular dan gastrointestinal selain
karena tingginya angka relaps. Chloroquine phospate 1000mg (chloroquine base
600mg) diberikan oral selama 2 hari dan dilanjutkan dengan 500mg (chloroquine base
300mg) diberikan oral selama 2-3 minggu, perbaikan klinis diharapkan dalam 3 hari.

Aspirasi Jarum Perkutan3


Indikasi aspirasi jarum perkutan :

Risiko tinggi untuk terjadinya ruptur abses yang didefinisikan dengan ukuran kavitas

lebih dari 5 cm
Abses pada lobus kiri hati yang dihubungkan dengan mortalitas tinggi dan frekuensi

tinggi bocor ke peritoneum dan perikardium


Tak ada respons klinis dalam 3-5 hari
Untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik, khususnya pasien dengan lesi
multipel

Drainase perkutan6
Drainase perkutan abses dilakukan dengan tuntunan USG abdomen atau CT scan abdomen.
Penyulit yang dapat terjadi : perdarahan, perforasi organ intra abdomen, infeksi ataupun
terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk drainase.
Drainase secara operasi9
Tindakan ini sekarang jarang dikerjakan kecuali pada kasus tertentu seperti abses dengan
ancaman ruptur atau secara teknis susah dicapai atau gagal dengan aspirasi biasa/drainase
perkutan.
Reseksi hati9
Pada abses hati piogenik multipel kadang diperlukan reseksi hati. Indikasi spesifik jika
didapatkan abses hati dengan karbunkel (liver carbuncle) dan disertai dengan hepatolitiasis
terutama pada lobus kiri hati.
Berdasarkan

kesepakatan

Perhimpunan

Endoskopi

Gastrointestinal

Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia di Surabaya tahun 1996 :


9

Indonesia

dan

Abses hati dengan diameter 1-5cm : terapi medikamentosa, bila respon negatif

dilakukan aspirasi
Abses hati dengan diameter 5-8cm : terapi aspirasi berulang
Abses hati dengan diameter 8cm : drainase perkutan

Komplikasi9
Tanpa terapi, abses akan membesar meluas ke diafragma atau ruptur ke kavitas peritoneal :
1. Ruptur abses ke dalam :
- Regio toraks, menyebabkan :
o Fistula, hepatobronkial
o Abses paru
o Empiema ameba (20-30%)
- Perikardium menyebabkan :
o Gagal jantung
o Perikarditis
o Temponade jantung
- Peritoneum menyebabkan :
o Peritonitis
o Asites
2. Infeksi sekunder (biasanya bersifat iatrogenik setelah tindakan aspirasi)
3. Lain-lain (jarang) :
- Gagal hati fulminan
- Hemobilia
- Obstruksi vena kava inferior
- Sindrom Budd-Chiari
- Abses cerebri (penyebaran hematogen) : 0,1%
Pencegahan
Infeksi amuba disebabkan konsumsi makanan atau air yang tercemar dengan kista.
Karena pembawa asimtomatik dapat mengeluarkan hingga 15juta kista per hari, pencegahan
infeksi membutuhkan sanitasi yang memadai dan pemberantasan pembawa kista. Pada daerah
berisiko tinggi, infeksi dapat diminimalkan dengan menghindari konsumsi buah dan sayur
yang tidak dikupas dan penggunaan air kemasan. Karena kista tahan terhadap klor, desinfeksi
oleh iodine dianjurkan. Sampai saat ini tidak ada profilaksis yang efektif.
Prognosis
Abses hati amuba merupakan penyakit yang treatable. Angka kematiannya < 1%
bila tanpa penyulit. Penegakkan diagnosis yang terlambat dapat memberikan penyulit abses

10

ruptur sehingga meningkatkan angka kematian karena ruptur ke dalam peritoneum angka
kematian 20% dan ruptur ke dalam perikardium angka kematian 32-100%.
Kesimpulan
Abses hati amuba adalah penimbunan/akumulasi debris metro inflamatori purulent di dalam
parenkim hati yang di sebabkan oleh amuba, terutama entamoeba hystolitica. Abses hati
amuba ditandai dengan adanya hepatomegaly. Penyakit ini biasa diderita oleh orang yang
tinggal di daerah endemic/orang yang melakukan perjalanan ke daerah endemic. Lokasi nyeri
yang dirasakan pasien adalah perut kanan atas dimana nyerinya memburuk saat tidur
terlentang dan berkurang bila kaki ditekuk/agak membungkuk. Untuk memastikan diagnosis
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium, USG, tes serologi dan aspirasi jarum perkutan.
Aspirasi pada abses hati amuba mempunyai gambaran khas yaitu anchovy paste (pasta
berwarna coklat kemerahan dan berbau sedikit). Prognosis abses hati amuba baik dan jarang
sekali menimbulkan kematian.

11

Daftar Pustaka
1. Kim AY and Chung RT. Bacterial, parasitic and Fungal infections of the liver abscess. In
Sleisenger

and

fordtran's

gastrointestinal

and

liver

disease;

Pathophysiology/diagnosis/management. Editors : Feldman M, Friedman LS Brandt LJ.


Elsevier. 9th edition. Philadephia. 2010; 1366-9.
2. Ayles HM and Cock KD. Hepatic abscess and cysts. In : Handbook of liver disease.
Editors : Friedman LS and Keeffe EB. 2nd edition. Elsevier Inc. Philadelphia, 2006;349364
3. Guardino JM. Gastric cancer. In: Primo Gastro; The pocket GI/Liver Companion.
Lippincott williams & wilkins. 2008;160-1.
4. Reed SL. Amebiasis and infection with

free

living

amebas.

In:Harrison's

Gastroenterology and Hepatology. Editors: Longo DL and Fauci AS. McGraw-Hill


company.2010;125-142.
5. Hughes MA, Petri WA. Amebic Liver Abscess, Infectious Disease Clinics of North
America. 2006;14. 92-106.
6. Haque R, Huston CD, Hughes M, Houpt E, Petri Jr. WA. Amebiasis. N Engl J Med.
2008:348,1565-73.
7. Neuschwander Tetri BA. Bacterial, parasitic, fungal and granulomatous liver disease.
In:Cecil Medicine. Goldman L, Ausiello D eds. 23rd edition. Saunders Elsevier.
Philadelphia. Available at CD ROM. 2007
8. Sherlock S, Dooley J. The liver infections. In: disease of the liver and biliary system.
Sherlock S, Dooley J eds. Eleventh Edition. Milan. Blackwell Publishing. 2002;495-526
9. Raiford DS. Liver abscess. In: Textbook of gastroenterology. 5th edition. Editors :
Yamada T, Alpers DH, Kaloo AN, Kaplowits N, Owyang C, Powell DW, Blackwell
publishing. 2009;2412-5

12

Anda mungkin juga menyukai