Anda di halaman 1dari 21

ASKEP HEMATEMESIS MELENA

A. DEFINISI
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan
oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses
berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya
disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah
karena enzim dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk
seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah
berubah adalah gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan tidak
selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas yang signifikan.
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal,
dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan perdarahan
saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus (Davey,
2005).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat
berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan
(epistaksis, hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada
lamanya kontak dengan asam lambung, darah dapat berwarna merah,
coklat atau hitam. Biasanya tercampur sisa makanan dan bereaksi asam.
Melena adalah feses berwarna hitamseperti ter karena bercampur darah;
umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih
dari 50-100 ml dan biasanya disertai hematemesis ( Purwadianto &
Sampurna, 2000).

B.ETIOLOGI
Penyebab perdarahan pada saluran pencernaan:
1. kerongkongan.

a. Robekan jaringan.
b. Kanker.
2. Lambung
a. Luka kanker atau non-kanker
b. Iritasi (gastritis) karena aspirin atau Helicobacter pylori
3. Usus halus
a. Luka usus dua belas jari non-kanker
b. Tumor ganas atau jinak
4. Usus besar
a. Kanker
b. Polip non-kanker
c. Penyakit peradangan usus (penyakit Crohn atau kolitis
ulserativa)
d. Penyakit divertikulum
e. Pembuluh darah abnormal di dinding usus (angiodisplasia)
5. Rektum
a. Kanker
b. Polip non-kanker
6. Anus
a. Hemoroid
b. Robekan di anus (fisura anus)
C.

PATOFISIOLOGI
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum.

Begitu juga riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak


berdarah, konsumsi alkohol yang berlebihan mengarahkan ke dugaan
gastritis serta penyakit ulkus peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah
berulang yang awalnya tidak berdarah lebih kearah Mallory-Weiss.

Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke gastritis (30-40%),


penyakit

ulkus

peptikum

(30-40%),

atau

kadang-kadang varises.

Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan


yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter
meningkatkan kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta
abdominalis sebelumnya meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik.
Pada pasien usia muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna bagian
atas singkat berulang (sering disertai kolaps hemodinamik) dan
endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya
arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan
perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak) (Davey, 2005).
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian
atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati
yang buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun
kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang
mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb,
tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo
menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan
saluran cerna bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu
dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus
dan encefalopati.
D.TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis
melena adalah syok (frekuensi denyut jantung,suhu tubuh), penyakit hati
kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam
ringan antara 38-39oC, nyeri pada lambung, hiperperistaltik, penurunan
Hb dan Ht yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan
trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar
ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh
bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000).
E. PENATALAKSANAAN

Pengobatan
harus sedini

penderita

perdarahan

mungkin dan sebaiknya

saluran cerna bagian atas


dirawat di rumah sakit untuk

mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik.


Pengobatan penderita perdarahan saluran cerna bagian atas meliputi:
1. Pengawasan dan pengobatan.
a. Penderita

harus

diistirahatkan

obat yang menimbulkan efek

mutlak,

sedatif

obat

morfin, meperidin

dan

paraldehid sebaiknya dihindarkan .


b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung
dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
c. Infus cairan langsung dipasang
dan diberikan larutan
garam fisiologis NaCl 0,9 % selama belum tersedia darah.
d. Pengawasan
terhadap
tekanan darah, nadi,kesadaran
penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan
f.

untuk mengikuti keadaan perdarahan.


Transfusi darah diperlukan untuk
hilang dan

mempertahankan

nilai normal.
g. Pemberian obat obatan
4x10 mg/hari,

karbasokrom

golongan H2 reseptor

mengganti

kadar

darah yang

hemoglobin 50 - 70 %

hemostatik seperti vitamin


(Adona AC), antasida

antagonis (simetidin

atau

dan

ranitidin)

berguna untuk menanggulangi perdarahan.


h. Dilakukan
klisma
atau
lavemen
dengan air biasa
disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus,
sebagai

tindakan

dilakukan
oleh

sterilisasi

untuk mencegah terjadinya

usus. Tindakan
produksi

ini

amoniak

bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati

hepatik.
2. Pemasangan pipa nasogastrik.
Tujuan pemasangan
cairan lambung,

lavage

pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi


(umbah

lambung)

dengan

air dan

pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan


menyebabkan

vasokontriksi

lokal

sehingga

diharapkan

terjadi

penurunan

aliran darah

perdarahan
berulang

di mukosa lambung,

akan berhenti. Umbah lambung


kali

memakai air sebanyak

dengan demikian

ini akan

dilakukan

100- 150 ml sampai cairan

aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat


setiap 1 - 2 jam. Pemeriksaan

endoskopi

diulang

dapat segera dilakukan

setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.


3.Pemberian pitresin (vasopresin).
Pitresin

mempunyai

efek

vasokoktriksi, pada pemberian

pitresin perinfuse akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan


splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian
diharapkan perdarahan
pitresin

varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa

dapat merangsang

otot

polos

sehingga dapat

terjadi

vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian


obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena
itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon Sengstaken-Blakemore Tube.
Dilakukan pemasangan balon Sengstaken-Blakemore tube (SB
tube) untuk

penderita

perdarahan

akibat

pecahnya

varises.

Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang


dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan
tujuan

pemakaian

alat

tersebut,

cara

pemasangannya

dan

kemungkinan akibat yang dapat timbul pada waktu dan selama


pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan
pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran cerna
bagian

atas

akibat

pecahnya

varises

esofagus.

Komplikasi

pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus,


obstruksi jalan napas tidak pernah ditemukan.
5. Pemakaian bahan sklerotik.
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau
sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang

fleksibel disuntikan dipermukaan


balon SB tube. Cara

varises

pengobatan ini

kemudian ditekan dengan


sudah mulai populer dan

merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi


perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
6.Tindakan operasi.
Bila

usaha - usaha

mengalami kegagalan

dan

penanggulangan
perdarahan

tetap

perdarahan

diatas

berlangsung, maka

dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa


dilakukan

adalah: ligasi varises

esofagus,

pintasan porto -kaval. Operasi efektif

transeksi esofagus,

dianjurkan setelah 6 minggu

perdarahan berhenti dan fungsi hati membaik.


F.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena

adalah koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan


perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis
yang menyertai kelainan parenkim hati), syok hipovolemik (kehilangan
volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah
menurun), aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang
masuk saluran napas), anemi posthemoragik (kehilangan darah yang
mendadak dan tidak disadari). (Mubin, 2006).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, trombosit, kadar ureum kreatinin dan uji fungsi hati segera
dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita
(Davey, 2005).

ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan


Hematemesis Melena, perawat memandang pasien sebagai individu yang
utuh yang terdiri dari bio, psiko, sosial dan spiritual, yang mempunyai
kebutuhan sesuai tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
1.

Pengkajian
Pengkajian pada klien Hematemesis Melena yang merujuk apa

kasus Perdarahan Gastrointestinal atas menurut Doenges (2000):


Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan.
Tanda:Takikardia, takipnea/hiperventilas (respons terhadap
aktivitas).
Sirkulasi
Gejala:

Hipotensi

disritmia

(termasuk

(hipovolemia,

hipoksemia),

postural),

takikardia,

kelemahan/nadi

perifer

lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokontriksi), warna


kulit:

Pucat, sianosis, (tergantung

pada

darah, kelembaban kulit/membrane

jumlah kehilangan

mukosa: berkeringat

(menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik).


Integritas Ego
Gejala: Faktor stress akut atau kronis (keuangan, keluarga,
kerja). perasaan tidak berdaya.
Tanda

:Tanda

ansietas,

misalnya

gelisah,

pucat,

berkeringat,perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.


Eliminasi
Gejala : Riwayat

perawatan

di rumah

sakit

sebelumnya

karena perdarahan GI atau masalah yang berhubungan dengan

GI, misalnya luka peptic/gaster, gastritis, bedah gaster, radiasi


area gaster, perubahan pola defekasi/ karakteristik feses.
Tanda: Nyeri
sering

tekan

hiperaktif

perdarahan,
berbusa,

selama

karakter

gelap,kecoklatan,
bau

abdomen;

distensi,

perdarahan,

feses:

bunyi

usus:

hipoaktif

setelah

darah

warna

diare,

atau kadang-kadang

merah

busuk (steatore), konstipasi

dapat

cerah;
terjadi

(perubahan diet, penggunaan antasida), haluaran urine: menurun,


pekat.

Makanan/Cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang
diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka
duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, mual/muntah, tidak

toleran

terhadap makanan,

contoh makanan pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus


sebelumnya, penurunan berat badan.
Tanda: Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau
tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan
produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis), berat
jenis urin meningkat.
Neurosensori
Gejala: Rasa

berdenyut,

pusing/sakit

kepala karena sinar,

kelemahan, status mental: tingkat kesadaran dapat terganggu,


rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi/bingung, sampai
pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi/oksigenasi).
Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri, digambarkan

sebagai

tajam,

dangkal,

rasa

terbakar, perih; nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi, rasa

ketidaknyamanan/distress samar-samar setelah makan banyak


dan hilang dengan makan (gastritis akut), nyeri epigastrium
sampai tengah/atau

menyebar

kiri

ke punggung terjadi 1-2 jam

setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster), nyeri


epigastrium terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih 4 jam setelah
makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau
antasida (ulkus duodenal), tak ada nyeri (varises esophageal atau
gastritis), faktor pencetus: makanan, rokok, alkohol, penggunaan
obat-obat

tertentu

(salisilat,

reserpin,

antibiotic,

ibuprofen),

stressor psikologis.
Tanda: Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,
berkeringat, perhatian menyempit.
Keamanan
Gejala: Alergi terhadap obat/sensitive, misalnya ASA.
Tanda: Peningkatan suhu, spider

angioma,

eritema

palmar

(menunjukkan sirosis/hipertensi portal).


Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala

: Adanya penggunaan obat resep/dijual bebas yang

mengandung

ASA,

alcohol,

steroid,

NSAID

menyebabkan

perdarahan GI, keluhan saat ini dapat diterima karena (misalnya


anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misalnya trauma
kepala); flu usus, atau episode muntah berat, masalah kesehatan
yang lama misalnya sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan
makan.
2.

Diagnosis Keperawatan
Diagnosa

keperawatan

yang

mungkin

muncul

pada

klien

Hematemesis Melena merujuk pada kasus Perdarahan Gastrointestinal


Atas menurut Doenges (2000) adalah:

1. Kekurangan

volume

cairan

berhubungan

perdarahan (kehilangan secara aktif)


2. Resiko
gangguan perfusi
jaringan
hipovolemik karena perdarahan.
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri

dengan

berhubungan dengan

berhubungan dengan rasa

panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut. atau


spasme otot dinding perut.
4. Kurangnya pengetahuan

berhubungan

informasi tentang penyakitnya.


5. Ketakutan/ansietas berhubungan

dengan kurangnya

dengan

perubahan

status

kesehatan, ancaman kematian.


3.

Perencanaan
Adapun

rencana

asuhan

keperawatan

yang

dirumuskan

berdasarkan kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada


klien

Hematemesis

Melena

merujuk

pada

kasus

Perdarahan

Gastrointestinal Atas menurut Doenges (2000) adalah:


1. Diagnosa I
Kekurangan

volume

cairan

berhubungan

dengan

perdarahan

(kehilangan secara aktif).


Tujuan :
Kebutuhan cairan terpenuhi.
Tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, produksi urine output seimbang, muntah darah
dan berak darah berhenti
Rencana Tindakan :
1.

Catat karakteristik muntah dan/ atau drainase.


Rasional:
Membantu dalam membedakan distress gaster. Darah merah
cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut,

mungkin karena ulkus gaster; darah merah gelap mungkin darah


lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari varises.
2. Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal klien/sebelumnya.
Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring, berdiri bila mungkin .
Rasional:
Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.
3. Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan,
misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat,
berkeringat, takipnea, peningkatan suhu.
Rasional:
Memburuknya

gejala

dapat

menunjukkan

berlanjutnya

perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.


4. Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan
berat badan. Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan
defekasi.
Rasional:
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
5. Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat
defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat
tanpa gangguan. Hilangkan rangsangan berbahaya.
Rasional:
Aktivitas/ muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan
dapat mencetuskan perdarahan lanjut.
6. Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.
Rasional:

Mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimana dapat


menyebabkan komplikasi paru serius.
Kolaborasi:
7. Berikan cairan/darah sesuai indikasi.
Rasional:
Penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan
lamanya perdarahan (akut/kronis).
8. Berikan obat antibiotik sesuai indikasi.
Rasional:
Mungkin digunakan bila infeksi penyebab gastritis kronis.
9. Awasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht
Rasional:
Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan
mengawasi keefektifan terapi.

2. Diagnosa II
Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovolemia.
Tujuan :
Resiko gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan/ memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti
tanda vital stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, keluaran
urine adekuat.

Rencana Tindakan :
a. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit kepala.
Rasional:
Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi
serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.
b. Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG
kontinu ada.
Rasional:
Perubahan disritmia dan iskemia dapat terjadi sebagai akibat
hipotensi, hipoksia, asidosis,

ketidakseimbangan

elektrolit,

atau pendinginan dekat area jantung bila lavase air dingin


digunakan untuk mengontrol perdarahan.
c. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat,
dan nadi perifer lemah.
Rasional:
Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan
volume sirkulasi dan/ atau dapat terjadi sebagai efek samping
pemberian vasopresin.
d. Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri hebat atau
nyeri menyebar ke bahu.
Rasional:
Nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah
perdarahan akut karena efek bufer darah.
e. Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak. Ubah
posisi dengan sering.
Rasional:

Gangguan

pada

sirkulasi

perifer

meningkatkan

risiko

kerusakan kulit.
Kolaborasi:
f.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

Rasional:
Mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan
akut.
g. Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Rasional:
Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.

3. Diagnosa III
Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut/kronis) berhubungan
dengan rasa panas/terbakar pada mukosa lambung dan
rongga mulut, atau spasme otot dinding perut.
Tujuan:
Nyeri terkontrol.
Kriteria Hasil:
Klien menyatakan nyerinya hilang dan tampak rileks, TTV
stabil,TD=140/90 mmHg, N=80x/i, RR= 20x/i, T= 36-37 oC,
skala nyeri 0-1.
Rencana Tindakan:
1) Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-1).
Rasional:

Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan


dengan

gejala

nyeri

klien

sebelumnya

dimana

dapat

membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya


komplikasi.
2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Rasional:
Membantu dalam membuat diagnose dan kebutuhan terapi.
3) Anjurkan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk klien.
Rasional:
Makanan

mempunyai

efek

penetralisir, juga

mencegah

distensi dan haluaran gastrin.


4) Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Rasional:
Makanan khusus yang menyebabkan distress bermacammacam antara individu.
5) Bantu latihan rentang gerak aktif/ aktif.
Rasional:
Menurunkan

kekakuan

sendi,

ketidaknyamanan.
Kolaborasi:
6) Berikan obat analgesik sesuai indikasi.
Rasional:
Mengobati nyeri yang muncul.

meminimalkan

nyeri/

4. Diagnosa IV
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang proses penyakit,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakitnya.
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang perawatan di rumah bertambah
setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang hematemesis
melena.
Kriteria Hasil :
Klien menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya
sendiri (bila tahu) dan penggunaan tindakan pengobatan.
Rencana Tindakan :
A. Kaji sejauh mana ketidakmengertian klien dan keluarga tentang
penyakit yang diderita.
Rasional:
Mengidentifikasi

area

kekurangan

pengetahuan/

salah

informasi dan memberikan kesempatan untuk memberikan


informasi tambahan sesuai kebutuhan.
B. Diskusikan dengan klien untuk melakukan pendidikan kesehatan.
Rasional:
Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan
kerja sama dengan klien.
C. Berikan penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara
pengobatan dan perawatan di rumah serta pencegahan kekambuhan
penyakit.
Rasional:

Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat


pilihan informasi/ keputusan tentang masa depan dan kontrol
masalah kesehatan.
D. Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif
dalam pendidikan kesehatan.
Rasional:
Memberikan kesempatan klien dan keluarga untuk lebih
memahami tentang penyakitnya.
E. Berikan evaluasi terhadap keefektifan pendidikan kesehatan.
Rasional:
Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien setelah diberi
pendidikan kesehatan.

5. Diagnosa V
Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, ancaman kematian.
Tujuan:
Ansietas berkurang / hilang.
Kriteria Hasil:
Menunjukkan rasa rileks serta melaporkan rasa ansietas
hilang atau berkurang.
Rencana Tindakan:
a) Awasi respon fisiologis, misalnya takipnea, palpitasi, pusing, sakit
kepala dan sensasi kesemutan.
Rasional:

Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi


dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/ status syok.
b) Catat petunjuk perilaku seperti gelisah, kurang kontak mata dan
perilaku melawan.
Rasional:
Indikator derajat takut yang dialami klien.
c) Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
Rasional:
Membantu

klien

menerima

perasaan

dan

memberikan

kesempatan untuk memperjelas konsep.


d) Berikan lingkungan tenang untuk istirahat.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan keterampilan koping.
e) Dorong orang terdekat tinggal dengan klien. Berespons terhadap
tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata
dengan tepat.
Rasional:
Membantu

menurunkan

takut

melalui

pengalaman

menakutkan menjadi seorang diri.

4. Implementasi.
Kekurangan

volume

cairan

berhubungan

dengan perdarahan

(kehilangan secara aktif).


1. Mencatat karakteristik muntah dan/ atau drainase.
2. Mengawasi tanda vital; bandingkan dengan

hasil

normal

klien/sebelumnya. Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring,


berdiri bila mungkin

3. Mencatat

respons

fisiologis

individual

pasien

terhadap

perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah,


ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu.
4. Mengawasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan
perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah/ cairan melalui
muntah dan defekasi.
5. Mempertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan
pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan
periode
6.
7.
8.
9.
Resiko

istirahat

tanpa

gangguan.

Hilangkan

rangsangan

berbahaya.
Meninggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida
Memberikan cairan/darah sesuai indikasi.
Memberikan obat antibiotik sesuai indikasi.
Mengawasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht
gangguan

perfusi

jaringan

berhubungan

dengan

hipovolemik karena perdarahan.


1. Menyelidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit
kepala.
2. Mengauskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila
EKG kontinu ada
3. Mengkaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian
kapiler lambat, dan nadi perifer lemah.
4. Mencatat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri hebat
atau nyeri menyebar ke bahu.
5. Mengobservasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan
minyak. Ubah posisi dengan sering.
6. Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi .
7. Memberikan cairan IV sesuai indikasi
Gangguan rasa
nyaman:
nyeri
berhubungan

dengan

rasa

panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut. atau spasme


otot dinding perut.
1. Mencatat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas
(skala 0-1).
2. Mengkaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
3. Menganjurkan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk
klien.
4. Mengidentifikasi

dan

batasi

makanan

ketidaknyamanan.
5. Membantu latihan rentang gerak aktif/ aktif.
6. Memberikan obat analgesik sesuai indikasi.

yang

menimbulkan

Kurangnya pengetahuan

berhubungan

dengan kurangnya informasi

tentang penyakitnya.
1. Mengkaji sejauh mana ketidakmengertian klien dan keluarga
tentang penyakit yang diderita.
2. Mendiskusikan dengan klien

untuk

melakukan

pendidikan

kesehatan.
3. Memberikan penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara
pengobatan

dan

perawatan

di

rumah

serta

pencegahan

kekambuhan penyakit.
4. Memberikan kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi
aktif dalam pendidikan kesehatan
5. Memberikan evaluasi terhadap keefektifan pendidikan kesehatan.
Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
ancaman kematian.
1. Mendorong orang terdekat tinggal dengan klien. Berespons
terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan
kontak mata dengan tepat.
2. Memberikan lingkungan tenang untuk istirahat.
3. Mendorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
4. Mencatat petunjuk perilaku seperti gelisah, kurang kontak mata
dan perilaku melawan.
5. Mengawasi respon fisiologis, misalnya takipnea, palpitasi, pusing,
sakit kepala dan sensasi kesemutan
5. Evaluasi.
1.
2.
3.
4.
5.

Kekurangan volume cairan teratasi.


Tidak terjadi Resiko gangguan perfusi jaringan.
Gangguan rasa nyaman: nyeri teratasi.
Kurangnya pengetahuan teratasi.
Ketakutan/ansietas berkurang.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Purwadianto, Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik. Edisi Revisi.
Jakarta
: Penerbit Bina Rupa Aksara. p.122-6.

Grace, Pierce A., dan Borley, Neil R., 2007. Nyeri Abdomen Akut. Dalam: Safitri,
Amalia, ed. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga, 28-29.
Davey, Patrick.2005.At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

file:///C:/Users/Hana%20andriani/Documents/moel/ummul/askep-hematemesismelena-ec-sirosis.html
file:///C:/Users/Hana%20andriani/Documents/moel/ummul/asuhan-keperawatangastritis-dan_13.html

Anda mungkin juga menyukai