PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran
hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati,
yang ditandai oleh perubahan progresif
terbukti
mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir. IMD bukan
program ibu menyusui bayi tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri
putting susu ibu.
(1)
Kala dua persalinan dimulai dengan dilatasi serviks dan diakhiri dengan
kelahiran bayi. Tahap ini dikenal dengan kala ekspulsi.
(2)
kala II ini haruslah dipenuhi dengan baik oleh seorang bidan. Sehingga, ibu tidak
merasakan kesan yang buruk dengan proses persalinan dan kelahiran bayinya.
1.2.Tujuan
Gagal merencanakan sama dengan merencanakan gagal.
Sesuatu yang hendak dicapai adalah berasal dari tujuan yang ditetapkan di
awal perencanaannya. Apa yang dikatakan orang bijak dalam kalimat pembuka di atas
sepertinya mewakili pula betapa pentingnya menetapkan tujuan. Maka kami pun tidak
ingin bekerja tanpa tujuan. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah mengetahui dan
memahami tentang Inisiasi Menyusu Dini dan kebutuhan ibu dalam kala
II persalinan.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang Inisiasi Menyusu Dini
Asuhan Kebidanan II ( Persalinan )___________________________________________________1
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
A. Inisiasi Menyusu Dini
2.1 Pengertian Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini atau disingkat sebagai IMD. IMD bukan program
ibu menyusui bayi tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri putting susu
ibu. Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakkan bayi yang baru lahir
di dada ibunya dan membiarkan bayi ini merayap untuk menemukan puting susu
ibu untuk menyusu. IMD harus dilakukan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda
dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Bayi juga tidak boleh
dibersihkan, hanya dikeringkan saja. Proses ini harus berlangsung skin to skin
antara bayi dan ibu. (1)
IMD ini berawal dari protokol evidence-based terbaru yang telah
diperbaharui oleh WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu
jam pertama yang menyatakan bahwa :
1.
Bayi
dengan kulit dengan ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu
jam.
2.
3.
diberi topi dan diselimuti. Ayah atau keluarga dapat memberi dukungan dan
membantu ibu selama proses bayi menyusu ini. Ibu diberi dukungan untuk
mengenali saat bayi siap untuk menyusu, menolong bayi bila diperlukan. (1)
kepada
bakteri
untuk
berkembang
biak.
nitrogen,
menunjang
pertumbuhan
bakteri
berguna
untuk
menghambat
pertumbuhan
bayi
yang
merugikan.
Bilirubin akan lebih cepat normal dan mengeluarkan mekonium
lebih cepat sehingga menurunkan kejadian ikterus bayi baru lahir
Kolostrum
merupakan
pencahar
yang
ideal
untuk
membersihkan zat yang tidak dipakai dari usus bayi yang baru lahir
dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi bayi. (2)
2.2.2 Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk ibu
Oksitosin :
Membantu kontraksi uterus sehingga perdarahan pasca persalinan
lebih rendah
Merangsang pengeluaran kolostrum
Penting untuk kelekatan hubungan ibu dan bayi
Ibu lebih tenang dan lebih tidak merasa nyeri pada saat plasenta
lahir dan prosedur pasca perlainan lainnya
Prolaktin :
Meningkatkan produksi ASI
Membantu ibu mengatasi stres. Mengatasi stres adalah fungsi
oksitosin
Mendorong ibu untuk tidur dan relaksasi setelah bayi selesai
menyusu
Menunda ovulasi (1)
2.2.3 Keuntungan menyusu dini untuk bayi
menghisap putting susu ibu maka semakin banyak pula ASI. ASI yang
keluar pertama mengandung banyak kolostrum. Ini merupakan
makanan dengan kuantitas dan kualitas yang ideal bagi bayi,
mengandung nutrisi-nutrisi dasar dan elemen, dengan jumlah yang
sesuai, untuk pertumbuhan bayi.
yang
baru
lahir
secara
alamiah
mendapatkan
imunoglobulin dari ibunya melalui plasenta. Namun kadar zat ini akan
cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru
membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar
protektif pada waktu berusia sekitar 9 sampai 12 bulan.pada saat kadar
zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan
bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan
pada bayi.
Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi
ASI, karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan
yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri,
virus, parasit dan jamur.
Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak
dari susu matang. Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain
akan melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan
kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan
penyakit alergi.
Meningkatkan kecerdasan
Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI yang
dibutuhkan
untuk
perkembangan
system
saraf
otak
dapat
antibodi, juga nutrien yang berasal dari ASI seperti asma amino,
dipeptid, heksose menyebabkan penyerapan natrium dan air lebih
banyak, sehingga mengurangi frekuensi diare dan volume tinja. Bayi
yang diber ASI ternyata juga terlindubgi dari diare karena shigela,
karena kontaminasi makanan yang tercemar bakteri lebih kecil,
mendapatkan antibodi terhadap shigela dan imunitas seluler dari ASI,
memacu pertumbuhan flora usus yang berkompetisi terhadap baktei.
Adanya antibodi terhadap helicobacter jejuni dalam ASI melindungu
bayi dari diare oleh mikroorganisme tersebut. Anak yang tidak
mendapat ASI mempunyai risiko 2 samapai 3 kali lebih besar
menderita diare karena hellicobacter jejuni dibanding anak yang
mendapat ASI. (6)
2.3 Langkah Inisiasi Menyusu Dini dalam Asuhan Bayi Baru Lahir
2.3.1 Langkah I :
Lahirkan, keringkan dan lakukan penilaian pada bayi
1.
2.
3.
Nilai usaha nafas dan pergerakan bayi apa diperlukan resusitasi atau
tidak (2 detik).
4.
Setelah itu, keringkan bayi. Setelah kering, selimuti bayi dengan kain
kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem. Keringkan
tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya dengan
halus
tanpa
membersihkan
verniks.
Verniks
akan
membantu
6.
Lendir cukup dilap dengan kain bersih. Hindari isap lendir di dalam
mulut atau mulut bayi karena penghisap dapat merusak selaput lendir
hidung bayi dan meningkatkan resiko infeksi pernapasan.
7.
8.
2.3.2 Langkah 2 :
Langkah kontak kulit dengan kulit selama paling sedikit satu jam
1.
2.
Kemudian pegang tali pusat diantara dua klem tersebut. Satu tangan
menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, dan tangan yang
lain memotong tali pusat di antara klem tersebut.
3.
Ikat puntung tali pusat dengan jarak kira-kira 1 cm dari dinding bayi
dengan tali yang steril. Lingkarkan tali di sekeliling puntung tali pusat
dan ikat untuk kedua kalinya dengan simpul mati di bagian yang
berlawanan agar simpulannya tidak mudah terlepas.
4.
5.
Kemudian selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di
kepala bayi untuk menjaga bayi tetap hangat dan merupakan upaya
pencegahan kehilangan panas yang sangat baik.
6.
Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling
sedikit satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya.
Hal ini dilakukan untuk menjaga bayi tetap hangat dan meningkatkan
jalinan kasih sayang antara ibu dengan bayi.Bila perlu letakkan bantal
di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan
bayi. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu
dini dalam waktu 30-60 menit.
7.
8.
2.3.3 Langkah 3 :
Biarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan mulai menyusu
1.
2.
3.
Menunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya hingga bayi
selesai menyusu. Tunda pula memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi
lahir untuk mencegah terjadinya hipotermia.
4.
5.
Segera setelah bayi baru lahir selesai menghisap, bayi akan berhenti
menelan dan melepaskan puting karena merasa kenyang. Bayi dan ibu
akan merasa mengantuk karena merasa kelelahan setelah proses
menyusu. Bayi kemudian dibungkus dengan kain bersih lalu lakukan
penimbangan dan pengukuran bayi, memberikan suntikan vitamin K 1
untuk penyakit hemoragi dan mengoleskan salep antibiotik pada mata
bayi agar terhindar dari gonore yang dapat ditularkan oleh ibu. (4)
a. Jika bayi belum melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 1
jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan
kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
7.
Satu jam kemudian, berikan bayi suntikan Hepatitis B pertama (1) untuk
memberi perlindungan terhadap bayi baru lahir yang ibunya memiliki
antigen permukaan hepatitis B yang tidak terdiagnosis pada saat
pelahiran, dengan pemajanan selanjutnya pada bayi baru lahir.
Suntikan Hepatitis B pertama ini juga efektif mencegah penularan
perinatal pada banyak bayi baru lahir. (4)
8.
Langkah
1
2
3
4
Perkiraan waktu
30 menit pertama
30-60 menit setelah
penciumannya
Bayi melekatkan mulutnya ke puting ibu
2.4
ASUHAN KALA II
2.4.1
Pemantauan Ibu
1. Kontraksi
Kontraksi selama kala dua terjadi secara sering, kuat, dan sedikit lebih lama-
yaitu, sekitar setiap dua menit, berlangsung selama 60 sampai 90 detik- intensitas
kuat, dan berlangsung ekspulsif secara alamiah. Setelah kontraksi disertai nyeri hebat
yang di alami selama tahap transisi, wanita biasanya merasa lega pada saat di kala dua
dan mampu mendorong jika dia menginginkannya. Untuk sebagian besar wanita,
mendorong memberikan kepuasan penuh karena membuat wanita merasa terlibat
secara aktif dan dapat melakukan hal itu dengan baik juga karena usaha mereka
mempercepat tahap klimaks persalinan mereka. Kemampuan mengantisipasi meliputi
periode ini. Wanita biasanya tidak merasa kontraksi sebagai hal yang sangat nyeri;
sebaliknya mereka merasakan kombinasi kontraksi dan mendorong sebagai hal yang
melelahkan. Di pihak lain, beberapa wanita merasakan nyeri akut setiap kali
mendorong dan melawan kontraksi dan setiap usaha untuk mendorong. Biasanya
orang seperti ini merasa cukup takut; sering kali perlawanannya berkurang pada ia
ditenangkan dan dibantu untuk mendorong secara efektif dan sejumlah anestesia
alamiah dihasilkan karena tekanan kepala bayi pada otot pelvis dan jaringan lain.
Setelah kontraksi otot rahim tidak berelaksasi kembali ke keadaan sebelum
kontraksi tapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun tonusnya seperti sebelum
kontraksi, yang disebut retraksi. dengan retraksi, rongga rahim mengecil dan anak
berangsur didorong ke bawah dan tidak banyak naik lagi ke atas setelah his hilang.
retraksi ini mengakibatkan SAR makin tebal dengan majunya persalinan apalagi
setelah bayi lahir.
Kontraksi tidak sama kuatnya, tapi paling kuat di daerah fundus uteri dan
berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah pada SBR. sebagian dari isi rahim
keluar dari SAR diterima oleh SBR sehingga SAR makin mengecil sedang SBR
makin diregang dan makin tipis dan isi rahim pindah ke SBR sedikit demi sedikit.(7)
2. Tanda Tanda Kala II
Gejala dan tanda persalinan kala dua persalinan adalah:
-
Perineum menonjol karena adanya penekana pada perineum oleh kepala bayi.
Vulva- vagina dan sfingter ani membuka karena adanya penurunan kepala
sehingga adanya penekanan pada perineum.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah:
-
dua juga mencerminkan kemajuan. Keinginan untuk mendorong yang tidak dapat
ditahan biasanya merupakan tanda tibanya kala dua persalinan. Namun, hal ini tidak
selalu benar, terutama jika kepala janin belum turun sepenuhnya ke dalam pelvis.
Dalam keadaan seperti itu, wanita dapat tidak merasakan desakan untuk mendorong
karena mekanisme refleks yang membuat ingin mendorong tidak terjadi sampai
kepala janin menekan dasar pelvis. Untuk wanita yang merasa ingin mendorong
setelah memasuki tahap kedua persalinan memberi anda informasi bahwa telah terjadi
penurunan derajat tertentu. Penurunan kepala janin juga dapat dideteksi dengan
Asuhan Kebidanan II ( Persalinan )___________________________________________________17
penurunan auskultasi denyut jantung janin secara progresif dan penurunan titik nyeri
punggung secara progresif. Konfirmasi, jika perlu, dilakukan dengan pemeriksaan
dalam.
Sebaliknya, beberapa wanita merasakan keinginan untuk mendorong sebelum
masuk kala dua. Hal ini terjadi ketika letak kepala janin terlalu rendah dalam pelvis.
Mekanisme refleks (refleks Ferguson) di mulai terlalu awal dan membuat wanita
secara konstan ingin melakukan defekasi. Akibatnya, wanita sering meminta pispot
atau pergi ke kamar mandi. Kondisi ini merupakan kondisi yang sulit untuk wanita
karena tidak boleh mendorong sebelum dilatasi serviks lengkap. Tindakan mendorong
pada saat ini dapat menyebabkan edema serviks dan mudah rusak serta menyebabkan
laserasi serviks, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan perdarahan.
Penonjolan rektum, penonjolan perineum, dan kemajuan kepala janin yang
terlihat pada introitus vagina merupakan indikasi persalinan akan terjadi sebentar lagi.
Jika wanita yang hampir atau sudah dalam kala dua tiba-tiba merasa ingin ke kamar
mandi, bidan harus bertanya kepada wanita tersebut apakah ia ingin berkemih atau
ingin defekasi. Jika jawabannya ingin defekasi, bidan perlu memastikan apakah
wanita benar-benar ingin defekasi atau hanya merasakan tekanan, mungkin ia
merasakan bayi akan lahir. Tanda lain pelahiran yang akan segera terjadi, dan hampir
selalu benar adalah ekspresi verbal wanita, bayi saya akan lahir! 99,99% kejadian
tersebut benar-benar diakhiri dengan lahirnya bayi, sering kali terjadi walaupun
pemeriksaan dalam beberapa menit sebelumnya, temuan berlawanan (bayi belum
akan lahir). Tidak mendengarkan wanita tersebut merupakan salah satu kesalahan
terbesar yang dapat dilakukan praktisi.(8)
3. Keadaan Umum
Tanda Vital
Frekuensi pemeriksaan tanda-tanda vital meningkat selama kala dua
persalinan. Frekuensi ini mungkin sedikit bervariasi pada setiap tempat pelayanan
kesehatan atau dari dokter ke dokter lain, tetapi secara umum standar yang diterima
untuk wanita normal selama kala dua persalinan adalah bahwa tekanan darah wanita
harus diperiksa setiap 15 menit dan suhu, denyut nadi, serta pernapasannya harus
diperiksa setiap jam (apakah ketuban sudah pecah tidak lagi memengaruhi frekuensi
pemeriksaan). Penting untuk di ingat dalam menginprestasikan tekanan darah bahwa
tekanan darah di antara kontraksi (waktu seharusnya dilakukan pemeriksaan) pada
Asuhan Kebidanan II ( Persalinan )___________________________________________________18
saat ini normalnya meningkat dengan rata-rata 10 mm Hg jika wanita telah melakukan
upaya dorongan.
Kandung Kemih
Penatalaksanaan kandung kemih wanita selama kala dua persalinan dan
rasional penatalaksanaan itu sama seperti penatalaksanaan yang dibahas untuk kala
satu persalinan. Selain itu, bidan harus memutuskan apakah wanita memerlukan
kateterisasi segera sebelum pelahiran. Ungkapan segera sebelum melahirkan berarti
sebagian bagian rangkaian kejadian dalam mempersiapkan kelahiran; jadi tindakan ini
dilakukan hampir mendekati akhir kala dua persalinan. Jika kateterisasi diperlukan,
biasanya dilakukan sebelum prosedur yang lain, seperti pudendal block atau
melakukan episiotomi. Penentuan waktu seperti ini dipilih sehingga kateter dapat
dimasukan sebelum kepala janin lebih turun ke dalam pelvis, karenan penurunan
kepala janin lebih lanjut dapat menyebabkan katetetrisasi lebih sulit.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan perlunya melakukan
kateterisasi pada saat ini adalah sebagai berikut:
1. Ketidaknyamanan bagi wanita. Kateterisasi merupakan prosedur yang tidak
nyaman, jika tidak menimbulkan nyeri. Di lain pihak, distensi kandung kemih
dapat menambah rasa nyari yang di alami di bagian bawah abdomen.
2. Apakah kandung kemih perlu dikosongkan:
a. Apakah kandung kemih distensi?
b. Apakah wanita telah berkemih dalam 2 jam terakhir?
c. Apakah cairan yang masuk sejak terakhir berkemih?
3. Peningkatan risiko infeksi kandung kemih akibat kateterisasi.
4. Apakah anda mengantisipasi komplikasi yang mungkin terjadi (mis:
perdarahan segera pascapartum; distosia bahu). Penatalaksanaan kedua
komplikasi tersebut adalah agar wanita memiliki kandung kemih yang kosong.
Waktu tidak terbuang percuma, jika kandung kemih sudah dipastikan kosong.
Secara umum, jika kandung kemih wanita benar- benar distensi dan tidak
mampu berkemih dan mengosongkan kandung kemihnya, anda harus mengambil
keputusan untuk melakukan kateterisasi guna menghindari trauma kandung kemih,
mengurangi ketidaknyamanan abdomen bagian bawah, dan menghindari masalah
kandung kemih dalam kasus komplikasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika
kandung kemihnya tidak benar- benar mengalami distensi, pengambilan keputusan
Asuhan Kebidanan II ( Persalinan )___________________________________________________19
didasarkan pada perhitungan anda terhadap probabilitas wanita mengalami satu atau
dua komplikasi. Probabilitas yang rendah tidak memerlukan kateterisasi. Probabilitas
yang tinggi memerlukan kateterisasi jika wanita itu baru- baru ini berkemih, walaupun
distensi kandung kemih tidak jelas. Wanita harus mengakhiri tahap persalinan ini
dengan kandung kemih yang kosong. Pastikan agar wanita mendapatkan pemantauan
kandung kemih yang cermat selama kala satu dan kala dua persalinan dan gunakan
semua cara agar wanita berkemih secara alamiah. Wanita yang dirawat oleh bidan
biasanya tidak memerlukan kateter.
Jika kateterisasi harus dilakukan dan kepala janin berada dalam pelvis minor,
arah kateter berbeda dari biasanya. Uretra berubah posisi karena kepala janin dan
menyesuaikan dengan konturnya. Oleh karena itu, segera setelah memasukan kateter
ke atas dan melewati kepala janin sambil mengarahkan ke dalam. Sebaliknya,
memasukan kateter denganarah lurus saja seperti biasa akan membuat kateter anda
tidak dapat masuk dan anda hanya berhasil menyebabkan trauma uretra. Kadangkadang sangat membantu membelat uratra melalui vagina dengan meletakan jari di
bawah kateter pada saat dimasukan. Gerakan kateter ke arah atas dan melalui kepala
janin berarti lebih banyak kateter yang di masukkan ke dalam vagina uretra di
bandingkan biasanya sebelum mencapai kandung kemih (petunjuk yang sama ini
digunakan untuk mengkateterisasi wanita selama kala satu persalinan dan kepala janin
berada pada pelvis minor).(7)
Hidrasi dan kondisi umum
Penatalaksanaan kedua area tersebut dan rasionalnya selama kala dua
persalinan sama seperti penatalaksanaan kala satu persalinan. Namun, hidrasi
selanjutnya dipengaruhi oleh hilangnya cairan melalui kulit dalam bentuk keringat
selama kala dua persalinan. Wanita dapat berkeringat banyak akibat upaya
mendorong, terutama jika lingkungan tidak difasilitasi dengan AC dan berada dalam
area yang secara geografis panas dan lembab. Hal itu membuat perhatian terhadap
cairan bahkan menjadi lebih vital.
Kondisi wanita selama kala dua persalinan akan bergantung pada kondisi
umumnya di akhir kala satu persalinan. Jika wanita memasuki tahap kedua persalinan
sudah kehabisan tenaga, ia akan mengalami kesulitan mengerahkan tenaga yang
diperlukan untuk mendorong terutama jika ia primigravida. Hal ini disebabkan ratarata lama kala dua persalinan pada primigravida lebih panjang dibandingkan pada
multipara. Namun, masalah ini sering kalai dapat diatasi, jika wanita yakin bahwa
persalinan akan segera terjadi. Oleh karena itu, bidan harus memasukan ide itu ke
dalam pikiran wanita. Hal ini tidak sulit, karena hal itu benar- karena kelahiran segera
terjadi, terutama dalam perbandingan dengan lama kala satu persalinan. Sebagian
wanita berespon baik terhadap tanda-tanda kemajuan persalinan. Mungkin tidak ada
semangat yang lebih besar untuk wanita selain ketika melihat penonjolan pada rektum
dan perineumnya serta warna rambut bayinya (jika presentasi sefalik) dan menyentuh
kepala bayi. Cermin diletakan ditempat yang memungkinkan wanita melihat bahwa
dampak upaya mendorongnya sangat bermanfaat untuk tujuan ini.(8)
Upaya Mendorong pada Ibu
Upaya mendorong yang dilakukan ibu harus di evaluasi keefektifannya. Bukti
keefektifannya adalah penurunan kepala janin yang progresif dan rangkaian
mekanisme persalinan yang di alami janin. Hal ini biasanya dibuktikan dengan urutan
penonjolan perineum, dan pada akhirnya mampu melihat pertambahan bagian
presentasi janin yang terus terjadi di orifisium vagina yang membesar. Dalam kondisi
tidak adanya kemajuan, penting menevaluasi kembali keadekuatan pelvis dan
menyingkirkan berhentinya mekanisme persalinan dengan pemeriksaan dalam yang
teliti. Apabila kedua kesulitan itu tidak terjadi, masalahnya mungkin dorongan tidak
efektif atau hambatan psikologis. Bahwa hambatan psikologis seperti itu dapat
mempengaruhi kemajuan persalinan adalah observasi lama yang ditemukan dengan
cara lain. Efek keadaan psikologis wanita pada persalinan lebih mudah terlihat di luar
area rumah sakit, tempat ketika emosi wanita kurang dikendalikan oleh tekanan
lingkungan eksternal. Perubahan dramatis dala kemajuan persalinan dapat
dipengaruhi dengan apa pun mengatasi psikikologis yang dimiliki wanita.
Pendukung upaya mendorong spontan atau fisiologis terus berjuang
melawan pihak yang mendukung upaya mendorong dengan mendesak wanita untuk
terus menerus mendorong sambil menahan napas ketika dilatasi telah lengkap, yang
ditentukan dengan pemeriksaan dalam. Ada dua isu yang terlibat dalam kontroversi
ini. Pertama adalah kapan memulai usaha mendorong dan kedua adalah bagaimana
cara mendorong.
Kapan dimulainya usaha mndorong sangat dipengaruhi oleh persoalan
kebijakan, pedoman atau protokol tentang lama kala dua persalinan sebelum
intervensi dilakukan apabila kala dua tidak diselesaikan dalam karengaka waktu
tersebut. Kepatuhan yang kaku terhadap batas dua jam yang sering digunakan
bertolak dari analisis grafik-statik Friedman tentang lama persalinan memotivasi
banyak klinisi untuk secara kuat mendukung upaya mendorong ibu sesegera mungkin
setelah dilatasi lengkap. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk melaksanakan tugas
dalam batasan waktu yang ditentukan sebelum trauma akibat alat- alat atau intervensi
bedah terjadi. Mendorong yang berlebihan terhadap upaya mendorong mencerminkan
ketidak sabaran secara umum, yang berkembang karena kebutuhan untuk segera
melihat bukti bahwa janin menagalami kemajuan dengan aman melewati meknisme
persalinan.
Hilangnya skenario ini merupakan keputusan klinis yang didasrkan pada
kesejahteraan baik ibu maupun bayi dan pada kemjuan persalinan. Jika kondisi ibu
dan janin baik terdapat bukti kemajuan persalinan kepala janin, tidak ada dasar untuk
menggunakan batasan waktu. Penelitian telah menunjukan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara durasi kala dua dan mortalitas perinatal, skor APGAR 5- menit
pertama dibawah 7, kejang neonatus, atau pasien masuk ke perawatan intensif bayi.
Namun apabila terdapat bukti bahwa ibu kehabisan tenaga, atau intoleransi janin
terhadap stres pada kala dua persalinan pada gawat janin, kemudian intervensi yang
cepat diindikasikan. Tidak adanya kemajuan penurunan atau rotasi internal secara
mutlak dalam dua jam juga merupakan suatu indikasi intervensi.
Parameter yang lebih signifikan dalam durasi kala dua persalinan adalah lama
waktu yang dihabiskan wanita untuk mendorong secara aktif, bukan waktu sejak
dilatasi lengkap sampai pelahiran. Awal kala dua persalinan sulit untuk ditentukan
dengan pasti karena hanya dapat ditentukan dengan pemeriksaan dalam. Tidak
memeriksa serviks wanita sampai ia menunjukan dengan jelas desakan untuk
mendorong nenunjukan realitas mengenai durasi kala dua dan menjelaskan kembali
pemulaan kala dua sebagai kombinasi dilatasi lengkap dan upaya mendorong spontan.
Cara mendorong merupan perkara pernapasan dan posisi. Secara umum
terdapat dua jenis pernapasan yang sangat berbeda, yang berhubungan dengan
mndororng. Salah satu yang sering digunakan adalah perasat valvasa, yaitu dengan
menarik napas dalam, menahannya, dan menghembuskan melawan glotis biasanya
dalam hitungan samapi 10. wanita didorong melakukan tiga dorongan keluar yang
baik setiap kali kontraksi. Terdapat bukti potensial tentang kerugian perasat Valvasa,
penutupan glotis membuat upaya mendorong terjadi terus menerus. Efek merugikan
Asuhan Kebidanan II ( Persalinan )___________________________________________________22
tindakan merupakan hal yang penting untuk diajarkan kepada wanita tentang cara
mendorong.(4)
4. Kemajuan Persalinan
Pada nullipara, engagment biasanya terjadi ketika awitan persalinan sejati dan
tidak lebih lama daripada fase aktif kala satu persalinan. Philpott dan Castle
menemukan bahwa primigravida yang berasal dari Rhodesia Afrika tidak mengalami
engagement sampai akhir kala satu persalinan. Tidak adanya engagement sampai
akhir kala satu persalinan pada multipra adalah abnormal. Bagian presentasi janin
mulai turun selama kala satu persalinan dan, menurut Friedman, mencapai kecepatan
maksimum pada saat dan ketika mendekati akhir kecepatan maksimum dalam dilatasi
serviks, dan terus mengalami penurunan melewati kala dua persalinan sampai
mencapai dasar perineum. Friedman menetapkan bahwa kecepatan maksimum ratarata penurunan adalah 1,6 cm per jam pada nullli para dan 5,4 cm per jam pada
multipara. Lama kala dua rata- rata, menurut Friedman, adalah 46 menit untuk
primigravida dan 14 menit untuk multipara. Pada umumnya, kala dua yang lebih lama
dari dua jam untuk primigravida atau 1 jam untuk multipara dianggap abnormal oleh
mereka yang setuju dengan Friedman. Namun, telah ada pernyataan bahwa batas dua
jam tidak mengindikasikan perlunya pelahiran bayi dengan forceps atau vakum
ekstraktor sepanjang terdapat kemajuan penurunan dan tidak ada gawat janin. Studi
oleh Klipatrick dan Laros pada hampir tujuh ribu wanita yang diperbolehkan
melahirkan tanpa gangguan sampai pelahiran spontan menetapkan ada perbedaan
durasi yang signifikan secara statistik baik pada kala satu maupun kala dua persalinan,
bergantung pada apakah konduksi anestesi digunakan. Setiap diskusi mengenai durasi
persalinan, sehingga, harus menimbang apakah wanita menerima blok epidural yang
dapat menyebabkan persalinan memanjang secara signifikan. Rata-rata lama kala dua
persalinan untuk 1472 wanita tanpa anestesi dalam studi oleh Albers, Schiff, dan
Gorwoda memiliki temuan yang hampir sama, yaitu 53 menit untuk nullipara dan 17
menit untuk multipara. Dalam studi populasi mereka, mereka menemukan kala dua
lebih singkat secara statistik, yaitu rata- rata 43 menit untuk nullipara indian
keturunan amerika sedangkan rata-rata 60 menit untuk nullipara kulit putih bukan
keturunan hispanik. Studi oleh Diegman, Andrews, dan Niemczura menemukan
perbedaan etnis lebih lanjut dengan rata-rata lama persalinan tahap kedua 31,6 menit
untuk nullipara Amerika-Afrika dan 44,3 menit untuk nullipara Puerto Rico.
Pada proses persalinan alamiah sering kali terdapat periode tenang atau diam,
diantara kala satu dan dua. Kontraksi kuat pada saat transisi sekarang sudah berlalu
dan serviks berdilatasi penuh. Tubuh wanita tampak beristirahat sebelum memulai
usaha ekspulsi. Kontraksi jarang dan tidak begitu intens. Wanita beristirahat dan dapat
tidur sejenak. Periode tenang ini dapat berlangsung selama satu jam dan lebih dan
lebih lama pada primigravida di bandingkan pada multigravida. Secara bertahap
terjadi gerakan bersamaan dengan turunnya kepala janin melalui pelvis; kontraksi
menjadi lebih kuat dan wanita mulai mengejan secara sadar sambil melalakukan
dorongan singkat yang bersuara saat ekspirasi. Suara yang dikeluarkan wanita dapat
berasal dari leher dan wajahnya menjadi berubah karena usaha yang dilakukannya. (9)
2.4.2
Pemantauan janin
1. Pemantauan Janin Sebelum Lahir
Frekuensi DJJ
Pada janin beresiko rendah, selama persalinan kala II frekuensi denyut jantung
umbilikus.
Mengejan
yang
berkepanjangan
dan
tanpa
henti
dapat
membahayakan janin dalam keadaan ini. Takhikardi ibu, yang lazim terjadi pada kala
II, tidak boleh disalahartikan sebagai frekuensi DJJ normal.
Penurunan kepala bayi
Penurunan kepala bayi setiap 30 menit melalui pemeriksaan abdomen (periksa
luar) dan periksa dalam setiap 60 menit atau jika ada indikasi, hal ini dilakukan lebih
cepat.
Asuhan Kebidanan II ( Persalinan )___________________________________________________25
Sebagian besar bayi normal mengambil napas dalam beberapa detik setelah
lahir dan menangis dalam setengah menit. Kalau pernapasannya lambat, pengisapan
mulut dan faring diikuti tepukan pada telapak kaki dan usapan punggung, biasanya
merangsang pernapasan. Pemanjangan interval ini melebihi satu dan dua menit,
menunjukkan abnormalitas. Kekurangan bernapas yang berkelanjutan memerlukan
resusitasi aktif.
Cara yang sangat tepat untuk mengevaluasi bayi adalah sistem nilai APGAR
yang diterapkan pada 1 menit dan 5 menit setelah lahir. Nilai APGAR pada menit
pertama menentukan perlunya resusitasi segera. Kebanyakan bayi pada saat lahir
memiliki kondisi yang bagus, yang diperlihatkan dengan nilai APGAR 7-10 dan tidak
memerlukan bantuan selain mungkin pengusapan daerah sederhana. Nilai APGAR 10
dalam kenyataan sangat jarang. Bayi dengan nilai 4-6 pada menit pertama akan
menampakkan depresi pernapasan, lemas (flacid), dan tampak pucat sampai biru.
Namun, frekuensi denyut jantung dan iritabilitas refleknya baik. Bayi dengan nilai 03, biasanya mempunyai denyut jantung yang lambat sampai tak terdengar dan respon
refleks rendah untuk tidak ada. Resusitasi termasuk fentilasi buatan, hendaknya segera
dimulai. Bayi seperti ini seringkali mudah dikenali. Mereka lemas, apneu, dan sering
berlumuran mekonium, dan biasanya denyut jantung dibawah 100.
Nilai APGAR adalah alat klinis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi
neonatus yang membutuhkan resusitasi, serta untuk menunjukkan efektifitas berbagai
nilai resusitasi. Sayangnya, beberapa usaha telah dilakukan tanpa data yang
mendukung untuk mengaitkan nilai APGAR dengan kejadian antenatal atau hasil
jangka panjang. Atas alasan yang tidak sepenuhnya jelas, telah disusun suatu definisi
asfiksia yang salah, berdasarkan angka nilai APGAR belaka. Karena kesalahan
konsep ini, American College of Obstetricians and Gynecologists (1986) dan
American Academy of Pediatrics (1986) mengeluarkan suatu pernyataan bersama
tentang penggunaan dann penyalahgunaan nilai APGAR.(4)
2.5 Menolong Persalinan dengan cara APN IMD
I. MENGENAL GEJALA DAN TANDA KALA DUA
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua
Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
Stetoskop
Termometer
Monoaural/laenec
1. Peralatan untuk perlindungan diri :
-
Kacamata
Masker
Apron
Handuk
Alas bokong
Selimut pengganti
Pakaian ibu
Tempat plasenta
Catter nellaton
Kassa
5. Peralatan Hecting :
-
Sarung tangan
Duk
Nailfoder
Gunting benang
Pinset anatomis
Pinset sirurgis
Kassa
Air DTT
Bengkok
Korentang
6. Peralatan resusitasi :
-
Meja Resusitasi
Jam dinding
Selimut bayi
Bola karet
Deli
6. Masukan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung
tangan DTT dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik)
11. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu
ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi
dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalksanaan fase aktif)
dan dokumentasikan semua temuan yang ada
Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau
posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk
meneran :
Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai
Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit
(2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran
(multigravida)
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjalan, atau berjongkok mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang
bersih.
20.
Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi
Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan
potong di antara dua klem tersebut
21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan
Lahir bahu
22.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki ( masukan telunjuk diantara
kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya)
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian dari tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan vorniks. Verniks akan membantu
menghangatkan tubuh bayi. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain
yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil
tunggal)
28. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki.
Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi serta membantu bayi dapat
bernapas lebih baik.
akan
oksitosin
disuntik
agar
uterus
berkontraksi baik
30. Dalam waktu satu
menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di 1/3 paha
atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin)
31. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat
pada 2 cm distal dari klem pertama. Pemotongan tali pusat ditunda sampai tali
pusat berhenti berdenyut agar nutrien dan oksigen yang mengalir dari plasenta ibu
ke bayi lebih optimal.
Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci
pada sisi lainnya
Lepaskan klem dan masukan pada wadah yang telah disediakan
33. Letakan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu, agar mempermudah bayi
untuk mencapai puting dan membiarkan bayi untuk memilih bagian kanan atau
kiri dari payudara ibu.
34. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi untuk
menjaga bayi tetap hangat dan merupakan upaya pencegahan kehilangan panas
yang sangat baik.
35. Hindari membasuh atau menyeka payudara ibu sebelum bayi menyusu karena bau
puting payudara ibu sama dengan bau cairan amnion pada tangan bayi sehingga
memudahkan bayi untuk mencari puting ibu.
36. Selama kontak kulit ke kulit tersebut, lanjutkan dengan langkah manajeman aktif
kala 3 persalinan karena semakin cepat plasenta dikeluarkan maka kemungkinan
terjadinya perdarahan pasca persalinan akan terhindar.
VIII.PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA TIGA
37. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
38. Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat
39. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kea rah bawah sambil tangan lain
yang mendorong uterus kearah belakang atas (dorso-kranial) secara hati-hati
(untuk mencegah inversion uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
ulangi prosedur di atas.
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, keluarga dan suami atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu
Mengeluarkan Plasenta
40. Lakukan penegangan dan peregangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah
sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir ( tetap
lakukan tekanan dorso-kranial).
Asuhan Kebidanan II ( Persalinan )___________________________________________________38
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 510 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
Jika plasenta jika setelah 15 menit menegangkan tali pusat
1. Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2. Lakukan kateterisasi ( aseptic) jika kandung kemih penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5. Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi
perdarahan, segera lakukan plasenta manual
41. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan
tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau
klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
Rangsangan Taktil (Masase) Uterus
42. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masasse uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar
dengan lembut hingga uterus berkontraksi ( fundus teraba keras)
Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15
detik masase.
IX. MENILAI PERDARAHAN
43. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta kedalam kantung plastic atau
tempat khusus
44. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.lakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan
X. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN
45. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam
46. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1
jam. Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu.
Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusu, Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dengan bayi.Bila perlu letakkan
bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan
bayi.
47. Anjurkan ibu dan orang lainnya untuk tidak menginterupsi menyusui misalnya
memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lainnya karena proses menyusu
ini membutuhkan waktu dan adaptasi bagi bayi, sehingga memindahkan bayi dari
satu payudara ke payudara lain akan menyebabkan kegiatan bayi untuk mencari
puting susu ibu terganggu dan berlangsung lama.
48. Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya.
Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat
kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan
kembali di dada ibu sampai bayi hangat kembali karena kontak kulit ke kulit itu
merupakan upaya pencegahan kehilangan panas yang sangat baik.
49. Setelah satu jam, lakukan penimbangan /pengukuran bayi, beri tetes mata
antibiotic profilaksasi agar terhindar dari gonore yang dapat ditularkan oleh ibu. ,
dan vitamin K 1mg IM dipaha kiri anterolateral untuk penyakit hemoragi.
50. Setelah satu jam pemberian vit k berikan suntikan imunisasi HB 1 di paha kanan
anterolateral untuk memberi perlindungan terhadap bayi baru lahir yang ibunya
memiliki antigen permukaan hepatitis B yang tidak terdiagnosis pada saat
pelahiran, dengan pemajanan selanjutnya pada bayi baru lahir. Suntikan Hepatitis
B pertama ini juga efektif mencegah penularan perinatal pada banyak bayi baru
lahir.
Letakkan bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa di susui.
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu dalam
satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu
Evaluasi
51. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
Kebutuhan hidrasi
Pada kala dua persalinan, penatalaksanaan kebutuhan hidrasi ini
sama seperti penatalaksanaan untuk kala satu persalinan. Namun, hidrasi
selanjutnya dipengaruhi oleh hilangnya cairan melalui kulit dalam
bentuk keringat selama kala dua persalinan. Wanita dapat berkeringat
banyak selama kala dua persalinan terutama jika lingkungan tidak
difasilitasi dengan AC dan berada dalam area yang secara geografis
panas dan lembap. Hal ini membuat perhatian terhadap cairan bahkan
menjadi lebih vital.
Jika wanita memasuki tahap kedua persalinan sudah kehabisan
tenaga, ia akan mengalami kesulitan mengerahkan tenaga yang
diperlukan untuk mendorong, terutama jika ia primigravida. Hal ini
disebabkan rata-rata lama kala kedua persalinan pada primigravida lebih
panjang dibandingkan dengan multigravida. Namun, masalah ini sering
kali dapat diatasi, jika wanita yakin bahwa kelahiran akan segera terjadi
(2)
(1)
Menjaga kebersihan diri merupakan hal yang penting saat kala dua
persalinan agar terhindar dari infeksi.(3) Praktik terbaik pencegahan
infeksi pada kala dua persalinan diantaranya adalah melakukan
pembersihan vulva dan perineum menggunakan air matang (DTT).
Gunakan gulungan kapas atau kasa yang bersih, bersihkan mulai
dari bagian atas ke arah bawah (dari bagian anterior vulva ke arah
rektum) untuk mencegah kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di
bawah bokong saat ibu mulai meneran. Sediakan kain bersih
cadangan di dekatnya. Jika keluar tinja saat ibu meneran, jelaskan
bahwa hal itu biasa terjadi. Bersihkan tinja tersebut dengan kain
alas bokong atau tangan yang sedang menggunakan sarung tangan.
Ganti kain alas bokong dan sarung tangan DTT. Jika tidak ada
cukup waktu untuk membersihkan tinja karena bayi akan segera
lahir maka sisihkan dan tutupi tinja tersebut dengan kain bersih. (1)
Pengosongan kandung kemih
Anjurkan ibu dapat berkemih setiap 2 jam atau lebih sering jika
kandung kemih selalu terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu untuk ke
kamar mandi. Jika ibu tak dapat berjalan ke kamar mandi, bantu agar ibu
dapat duduk dan berkemih di wadah penampung urin.
Alasan: Kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala
bayi, selain itu juga akan menambah rasa nyreri pada perut bawah,
menghambat penatalaksanaan distosia bahu, menghalangi lahirnya
plasenta dan perdarahan pascapersalinan.
Jangan melakukan kateterisasi kandung kemih secara rutin
sebelum atau setelah kelahiran bayi dan/atau plasenta. Kateterisasi
kandung kemih hanya dilakukan bila terjadi retensi urin dan ibu tak
mampu berkemih sendiri. (1)
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan perlunya
melakukan kateterisasi pada saat ini adalah sebagai berikut :
1. Ketidaknyamanan bagi wanita. Kateterisasi merupakan
prosedur yang tidak nyaman, dan menimbulkan nyeri. Di
lain pihak, distensi kandung kemih dapat menambah rasa
nyeri yang dialami di bagian bawah abdomen.
2. Apakah kandung kemih perlu dikosongkan :
a. Apakah kandung kemih distensi ?
b. Apakah wanita telah berkemih dalam 2 jam terakhir ?
c. Apakah asupan cairan yang masuk sejak terakhir
berkemih ?
3. Peningkatan
risiko
infeksi
kandung
kemih
akibat
kateterisasi.
4. Apakah anda mengantisipasi komplikasi yang mungkin
terjadi ( misalnya perdarahan pascapersalinan, distosia
bahu). Penatalaksanaan kedua komplikasi tersebut adalah
mengambil
napas.
Mengedan
tanpa
diselingi
bernapas,
Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman. Ibu dapat
mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala dua karena hal ini
dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang
paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik.
juga
akan
mengganggu
kemajuan
persalinan
dan
(1)
b. Cara Meneran
Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila
ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan
untuk meneran berkepanjangan dan menahan napas. Anjurkan ibu
beristirahat di antara kontraksi.
Alasan: Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit
bernapas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan
risiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen
melalui plasenta (Enkin, et al, 2000).
Cara Meneran :
Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya
selama kontraksi.
Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran.
Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara
kontraksi.
Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih
mudah untuk meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu
ditempelkan ke dada.
Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
kelahiran
bayi.
Dorongan
pada
fundus
persalinan
berlangsung.
Dukungan
dan
perhatian
akan
Kehadiran pendamping
Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama
proses persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang
tua, dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam menjalani
proses persalinan. Seperti memberikan minum, mengusap keringatnya,
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Inisiasi Menyusu Dini adalah program yang dilakukan dengan cara langsung
meletakkan bayi yang baru lahir di dada ibunya dan membiarkan bayi ini
merayap untuk menemukan puting susu ibu untuk menyusu. IMD harus
dilakukan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda dengan kegiatan
menimbang atau mengukur bayi. Bayi juga tidak boleh dibersihkan, hanya
dikeringkan saja. Proses ini harus berlangsung skin to skin antara bayi dan ibu.
2. Kebutuhan Ibu dalam Kala II Persalinan
a. Kebutuhan fisik
Kebutuhan hidrasi
DAFTAR PUSTAKA