Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Keganasan pada tiroid, atau yang lazim disebut karsinoma atau kanker
tiroid, merupakan penyakit keganasan yang tidak jarang ditemukan. Sebagian
besar pertumbuhan dan perjalanan penyakit lambat sehingga morbiditas dan
mortalitasnya rendah, namun ada yang pertumbuhannya sangat cepat dengan
prognosa yang fatal. Kanker tiroid merupakan penyakit keganasan yang paling
sering ditemukan pada sistim endokrin, sekitar 90 % dari seluruh keganasan
endokrin. Proporsi kanker tiroid terhadap seluruh penyakit keganasan pada
manusia adalah sekitar 1,1 %, dan biasanya terjadi sekitar 0,85% dari keganasan
pada laki-laki dan 2,5% pada perempuan (Subekti, 2009).
Prevalensi kanker tiroid di seluruh dunia cenderung mengalami
peningkatan dari dekade ke dekade kecuali di Benua Afrika yang masih sedikit
terdapat data (Pellegriti et al, 2013). Di Amerika Serikat, prevalensi kanker tiroid
pada tahun 2012 sekitar 601.789 kasus serta temuan kasus baru setiap tahunnya
sekitar 13,5 kasus per 100.000 orang dengan angka kematian sebesar 0,5 per
100.000 orang per tahun (SEER, 2014). Di Indonesia, data prevalensi karsinoma
tiroid belum banyak disajikan, akan tetapi berdasarkan Pathological Based
Registration kanker tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke
sembilan (Peraboi, 2010).
Secara klinis, antara nodul tiroid yang ganas dengan yang jinak sering sulit
dibedakan, bahkan baru dapat dibedakan setelah didapatkan hasil evaluasi sitologi
preparat biopsi jarum halus atau histopatologi dari jaringan kelenjar tiroid yang

diambil saat operasi (Subekti, 2009). Secara histopatologi, karsinoma tiroid yang
bersifat primer dapat berasal dari sel-sel parenkim maupun stroma kelenjar tiroid.
Sebagian besar karsinoma tiroid berasal dari sel epitel folikel, sedangkan lainnya
berasal dari sel parafolikel, jaringan limfoid maupun unsur jaringan lainnya.
Terdapat empat jenis karsinoma tiroid yang paling sering ditemukan (meliputi
90% seluruh keganasan tiroid), yaitu karsinoma folikuler tiroid, karsinoma papilar
tiroid, karsinoma medular tiroid, karsinoma berdiferensiasi buruk atau anaplastik.
Karsinoma papiler merupakan kasus tersering (75%-85% kasus), urutan
berikutnya karsinoma folikular (10%-29% kasus), karsinoma meduler (5%
kasus), dan karsinoma anaplastik (<5% kasus) (McDougall, 2006)
Dari berbagai penelitian, terdapat bebrapa petunjuk yang dapat digunakan
untuk menduga kecenderungan nodul tiroid ganas atau jinak, antara lain riwayat
terekspos radiasi, usia saat nodul timbul, dan konsistensi nodul. Dengan berbagai
kemajuan teknologi kedokteran, seperti aplikasi biopsi aspirasi jarum halus
(BAJAH) ultrasonografi (USG), thyroid stimulating hormone (TSH) sensitif, dan
terapi supresi L-tiroksin, telah memungkinkan para peneliti melakukan evaluasi
nodul tiroid secara lebih cermat hingga sampai pada diagnosis nodul jinak atau
ganas. Modalitas terapi karsinoma tiroid, khususnya yang berdeferensiasi, adalah
operasi, ablasi Iodium radioaktif, dan terapi supresi L-tiroksin. Agresivitas terapi
didasarkan atas faktor resiko prognostik pada masing-masing pasien. Untuk
ecaluasi hasil pengobatan, parameter yang digunakan adalah pencitraan dan
petanda keganasan (Subekti, 2009).

Dalam referat ini, akan dibahas mengenai keganasan tiroid dari seluruh
aspeknya mulai dari epidemiologi, etiologi, relevansi anatomi, patofisiologi,
diagnosis, sampai penatalaksanaannya secara umum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Karsinoma tiroid merupakan keganasan pada kelenjar tiroid.
Keganasan tiroid dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdeferensiasi
baik, yaitu bentuk papiler, folikuler, atau campuran keduanya, karsinoma
meduler yang berasal dari sel parafolikuler yang mengeluarkan kalsitonin
(APUD-oma), dan karsinoma berdeferensiasi buruk/anaplastik. Karsinoma
sekunder pada kelenjar tiroid sangat jarang dijumpai. Perubahan dari struma
endemik menjadi karsinoma anaplastik .dapat terjadi terutama pada usia lanjut
(Sjamsuhidajat & de Jong 2004).

B. Epidemiologi
Karsinoma tiroid agak jarang ditemukan, yaitu sekitar 3-5% dari
semua tumor maligna. Insiden karsinoma tiroid diperkirakan berkisar antara
36-60 kasus per 1.000.000 populasi per tahun. Di Amerika Serikat, prevalensi
karsinoma tiroid pada tahun 2012 sekitar 601.789 kasus dengan insidensi
temuan kasus baru setiap tahunnya sekitar 13,5 kasus per 100.000 orang dan
angka kematian sebesar 0,5 per 100.000 orang per tahun (SEER, 2014). Di
Indonesia karsinoma tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi
urutan ke sembilan (Peraboi, 2010). Insidensi karsinoma tiroid lebih tinggi di
negara dengan struma endemik, terutama jenis folikuler dan jenis
berdiferensiasi buruk/anaplastik (25% ditemukan pada struma nodusa).

Karsinoma tiroid ditemukan pada semua usia dengan puncaknya pada usia
muda (7-20 tahun) dan usia setengah baya (40-60 tahun). Karsinoma jarang
ditemukan pada anak-anak dan insiden meningkat sejalan dengan peningkatan
usia. Rasio perbandingan insiden antara wanita dan pria dilaporkan 2,5 : 1
(Sjamsuhidajat & de Jong 2004).

C. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, akan tetapi faktor yang berperan
khususnya untuk jenis berdeferensiasi baik (papiler dan folikuler) adalah
radiasi dan goiter endemis, dan untuk jenis meduler adalah faktor genetik.
Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan untuk kanker anaplastik dan
meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari perubahan kanker
tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis
folikuler dua kali lebih besar (Sabiston, 1995).
Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor resiko yang penting.
Lebih kurang 25% dari mereka yang menjalani radiasi leher pada usia muda,
di kemudian hari memperlihatkan nodul kelenjar tiroid yang berupa
adenokarsinoma tiroid, terutama tipe papiler. Risiko mendapatkan karsinoma
tiroid akibat radiasi biasanya juga tergantung pada usia penderita. Bila radiasi
tersebut terjadi pada usia lebih dari 20 tahun korelasi risikonya kurang
bermakna. Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 910 tahun. Stimulasi TSH yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi
kanker tiroid. Pemberian diet tanpa garam Iodium, pemberian zat radioaktif
atau sub total tiroidektomi berakibat stimulasi STH meningkat dan dalam

jangka waktu yang lama dapat terjadi karsinoma tiroid. Faktor resiko lainnya
adalah jenis kelamin dan adanya riwayat keluarga yang menderita kanker
tiroid dan gondok menahun (Sjamsuhidajat & de Jong 2004).

D. Relevansi Anatomi-Fisiologi
1. Anatomi tiroid
Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli
media dan fascia prevertebralis (Gambar 2.1). Di dalam ruang yang sama
terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid
melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan melingkarinya dua pertiga
sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya
terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid (Moore, 2002).

Gambar 2.1. Letak Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus (Gambar 2.2), yang
dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul

fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada


setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar ke arah
kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu
bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak (Moore,
2002).
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a. tyroidea superior
(cabang dari a. karotis eksterna) dan a. tyroidea inferior (cabang a.
subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan
jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular. Nodus limfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakhealis, selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus prelaring
yang tepat di atas istmus, dan ke kelenjar getah bening pretrakhealis dan
paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke kelenjar getah bening
brakhiosefalika dan sebagian ada yang langsung ke duktus thoraksikus.
Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan (Moore,
2002).

Gambar 2.2. Anatomi Kelenjar Tiroid

2. Histologi kelenjar tiroid


Tiap lobus kelenjar tiroid mengandung banyak folikel. Folikel
tiroid atau asinus adalah unit struktural dan fungsional kelenjar.
Mengandung single layer sel-sel epitelial kuboid yakni epitelium folikular,
mengelilingi lumen sentral yang berisi substansi koloid yang kaya akan
thyroglobulin, yang menghasilkan reaksi positif Periodic Acid-Schiff
(PAS). Epitelium folikular juga mengandung sekitar 10% sel-sel
parafolikular yang tersebar, yang disebut sel C. Sel C berasal dari neural
crest, mengandung granul- granul sitoplasmik kecil yang menunjukkan
penyimpanan hormon calcitonin. Ketika kelenjar tiroid hipoaktif, seperti
pada dietary iodine deficiency, folikel membesar seiring dengan
pertambahan koloid (Eroschenko, 2010).

Gambar 2.3. Histologi Kelenjar Tiroid

Epitelium folikular berbentuk kolumnar sewaktu kelenjar ini aktif


dan droplet koloid terlihat di dalam sel sebagai pseudopodia apikal besar
dan mikrovilli. Epitelium tiroid dikelilingi oleh lamina basal dan serabutserabut retikular. Jaringan vasomotor, serabut syaraf simpatetik dan
pembuluh darah, termasuk kapiler fenestrasi, dapat terlihat pada jaringan
connective diantara folikel-folikel tiroid (Eroschenko, 2010).

3. Fisiologi kelenjar tiroid


Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin
(T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triyodotironin (T3), yang sebagian
besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil
langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida anorganik yang diserap dari
saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan
kadarnya menjadi 30 40 kali secara selektif di dalam kelenjar tiroid.
Yodida anorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan
selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin
sebagai monoyodotirosin (MIT) atau diyodotirosin (DIT). Senyawa atau
konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan
T3 atau T4, yang disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid
(Djokomoeljanto, 2009).
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap
di dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi untuk selanjutnya
menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein,
yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau

prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding prealbumine, TPBA)


(Djokomoeljanto, 2009).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatun hormon
perangsangan tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan
oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisi secara langsung
dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam
sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus
anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin
(thyrotropine releasing hormone, TRH) dari Hipotalamus. Hormon tiroid
mempunyai pengaruh yang sangat bervariasi terhadap jaringan/organ
tubuh yang pada umumnya berhubungan dengan metabolisme sel.
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler.
Kalsitonin adalah polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum
(Djokomoeljanto, 2009).

E. Patofisiologi
Adenokarsinoma papiler biasanya bersifat multisentrik dan pada 50%
penderita biasanya terdapat sarang ganas di lobus homolateral dan lobus
kontralateral. Metastasis mula-mula ke kelenjar limfe regional, dan akhirnya
terjadi metastasis hematogen. Umumnya adenokarsinoma folikuler bersifat
unifokal, dengan metastasis jarang ke kelenjar limfe leher, lebih sering
metastasis secara hematogen. Adenokarsinoma meduler berasal dari sel C
sehingga kadang mengeluarkan kalsitonin (sel APUD). Pada tahap dini terjadi
metastasis ke kelenjar limfe regional. Adenokarsinoma anaplastik yang jarang

10

ditemukan, merupakan tumor yang tumbuh agresif, bertumbuh cepat, dan


mengakibatkan penyebaran ke jaringan sekitarnya terutama trakea, sehingga
terjadi stenosis yang menyebabkan kesulitan bernafas. Tahap dini terjadi
penyebaran hematogen dan penyembuhan jarang tercapai. Infiltrasi karsinoma
tiroid dapat ditemukan di trakea, faring, esophagus, n. rekurens, pembuluh
darah karotis, struktur lain dalam darah dan kulit, sedangkan metastasis
hematogen ditemukan terutama di paru, tulang, otak dan hati (Price & Wilson
2006).

F. Klasifikasi dan Stadium


Karsinoma tiroid dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik
histopatologinya seperti yang terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi Histopatologi Karsinoma Tiroid
Jenis
Karsinoma tiroid

Klasifikasi
berdeferensiasi baik

epitelial

adenokarsinoma papilare.

adenokarsinoma folikuler.

adenokarsinoma folikuler dan papilare


(meduler).

berdiferensiasi buruk/anaplastik
karsinoma sel kecil.

karsinoma sel besar.

Karsinoma tiroid

karsinoma sel spindle.


limfoma

nonepitelial

sarcoma

metastatik tumor

teratoma maligna

11

Karsinoma tiroid selain dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran


histopatologinya juga dapat diklasifikasikan bersasarkan klinis, yakni yang
dikenal dengan klasifikasi TNM. T (tumor primer) menunjukkan dimensi
tumor, N (nodus limfatikus regional) menunjukkan metastase sel ganas ke
dalam kelenjar getah bening regional, dan M (metastase jauh) menunjukkan
ada/tidaknya metastase ke organ-organ lain. Klasifikasi TNM sangat berguna
dalam menentukan stadium dan prognosis pasien. Klasifikasi TNM pada
karsinoma tiroid adalah sebagai berikut (Mansjoer et al, 2001).
T (Tumor primer)
Tx

= Tumor primer tidak dapat dinilai

T0

= Tidak didapat tumor primer

T1

= Tumor dengan ukuran 2cm atau kurang, masih terbatas pada tiroid

T2

= Tumor dengan ukuran lebih dari 2cm namun tidak lebih dari 4cm,
masih terbatas pada tiroid

T3

= Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid,


atau tumor dengan ukuran berapa saja dengan perluasan
ekstratiroid minimal (misal perluasan ke sternohyoid muscle atau
perithyroid soft tissue)

T4a

= Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah meluas keluar kapsul
tiroid hingga menginvasi subcutaneous soft tissue, larynx, trachea,
esophagus, atau recurrent laryngeal nerve

T4b

= Tumor menginvasi prevertebra fascia atau melapisi arteri karotid


atau pembululuh darah mediastinum

12

Seluruh tumor undifferentiated (anaplastic) dianggap T4


T4a

= Karsinoma anaplastik intratiroid surgically resectable

T4b

= Karsinoma anaplastik ekstratiroid surgically unresectable

N (Nodus limfatikus regional)


Nx

= Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0

= Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening regional

N1

= Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional

N1a = Metastasis ke level VI kelenjar getah bening (pretracheal,


paratracheal, dan relaryngeal/Delphian)
N1b = Metastasis pada kelenjar getah bening unilateral atau kontralateral
atau mediastinum posterior
M (Metastasis jauh)
Mx

= Metastasis jauh belum dapat dinilai

M0

= Tidak terdapat metastasis jauh

M1

= Terdapat metastasis jauh

Berdasarkan atas temuan klinis dan klasifikasi TMN di atas, karsinoma


tiroid dapat dibedakan atas beberapa stadium berikut (Peraboi. 2010).

13

Tabel 2.2. Stadium Karsinoma Tiroid


Stadium

T
Karsinoma papilare atau folikulare umur < 45 tahun
Stadium I
Tiap T

Keterangan
N
Tiap N

M
M0

Stadium II
Tiap I
Tiap N
M1
Karsinoma papilare dan folikulare umur 45 tahun dan karsinoma medulare
Stadium I
T1
N0
M0
Stadium II

T2

N0

M0

Stadium III

T3

N0

M0

Stadium IVA

T1, T2, T3

N1a

M0

Stadium IVB

T1, T2, T3

N1b

M0

Stadium IVC

T4a

N0,N1

M0

T4b

Tiap N

M0

Tiap T
Tiap N
Karsinoma anaplastik/undifferentiated (semua kasus stadium IV)
Stadium IVA
T4a
Tiap N

M1
M0

Stadium IVB

T4b

Tiap N

M0

Stadium IVC

Tiap T

Tiap N

M1

1. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik


a. karsinoma tiroid tipe papilare
Karsinoma tipe ini adalah jenis keganasan berdiferensiasi baik
yang paling sering ditemukan (> 50-60%). Karsinoma ini bisa
didapatkan pada semua umur, bersifat kronik, tumbuh lambat dan
mempunyai prognosis paling baik diantara karsinoma lainnya.
Sebagian besar disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional di leher. Walaupun telah ada metastasis limfogen di leher,
dengan pengobatan yang baik dapat dicapai ketahanan hidup sampai
20 tahun atau lebih. Karena tumbuh lambat, jarang ada keluhan bila
tidak parah dan penyebaran diluar tiroid juga lambat maka evaluasi

14

untuk menilai keberhasilan berbagai cara teknik pembedahan dan


penanganan lainnya sukar ditentukan (Peraboi. 2010). Berikut adalah
karakteristik dari karsinoma tipe papilare :
1) Puncak onset usia 30-50 tahun.
2) Wanita lebih sering daripada pria (3:1).
3) Faktor resiko tersering adalah karena terpajan radiasi (85%).
4) Biasanya terdapat di tengah dari tiroid di lobus homolateral dan
kontralateral, multifokal/multisentrik, tidak berkapsul atau
memiliki pseudokapsul.
5) Penyebaran ke kelenjar getah bening leher terdapat pada 50%
kasus.
6) Penyebaran yang jauh secara hematogen (ke tulang dan paru)
jarang terjadi.
7) Persentase kesembuhan sangat besar.
8) Prognosis tergantung dari besarnya ukuran tumor, bila <1,5 cm
prognosisnya baik.

b. karsinoma tiroid tipe folikulare


Karsinoma ini adalah tipe kedua yang paling sering ditemukan
(20-25%). Tipe ini lebih agresif daripada tipe papilare, lebih sering
didapat pada usia setengah baya dan sangat jarang ditemukan pada
anak-anak. Tumor ini bertumbuh lambat, sangat mirip tiroid normal
dan bisa juga menangkap iodium radioaktif. Tapi suatu saat bisa
berkembang secara progresif dan menyebar ke tempat-tempat yang

15

jauh letaknya (Peraboi. 2010). Berikut adalah karakteristik dari


karsinoma tipe folikulare :
1) Puncak onset pada usia 40-60 tahun.
2) Wanita lebih sering daripada pria dengan ratio 3:1.
3) Tumor soliter dan berkapsul.
4) Penyebaran melalui kelenjar getah bening jarang terjadi.
5) Penekanan Nervus rekurens, sering juga menyebabkan disfagi,
dispnoe. Biasanya menginvasi struktur vascular dan penyebaran
biasanya terjadi melalui hematogen ke paru, tulang, otak, hati,
bladder, kulit.
6) Persentase kesembuhan besar.
7) Prognosis tergantung dari besarnya ukuran tumor, bila tumor < 1
cm prognosisnya baik.

c. Karsinoma Tiroid Tipe Medulare


Karsinoma ini agak jarang ditemukan (5-10%) berasal dari sel
parafolikuler atau sel C yang memproduksi tirokalsitonin, biasanya
berada di lobus atas kelenjar tiroid. Tumor ini berbatas tegas dan keras
pada perabaan. Meskipun tumbuh lambat tapi tumor ini 70%
menyebar ke KGB leher dan 20% menyebar ke tempat yang jauh.
Tumor ini terutama didapat pada usia diatas 40 tahun, tetapi juga
ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan pada anak.
Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total.
Pemberiaan radioterapi tidak memuaskan. Pemberiaan iodium

16

radioaktif juga tidak berhasil karena tumor ini bukan berasal dari sel
folikuler, tetapi dari sel parafolikuler (sel C) sehingga tidak menangkap
atau menyerap iodium radioaktif (Peraboi. 2010).

2. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk


a. karsinoma tiroid tipe anaplastik
Paling jarang terjadi (2-3 %) tetapi paling mematikan diantara
yang lainnya. Tipe ini paling susah disembuhkan dengan berbagai
macam cara. Karsinoma tipe ini tumbuh dengan cepat dan sering
menyebar dengan cepat, sering disertai nyeri dan nyeri alih ke daerah
telinga dan suara dapat menjadi serak karena adanya infiltrasi ke n.
rekurens, sering juga menyebabkan disfagi, dispnea (Peraboi. 2010).
Berikut adalah karakteristik dari karsinoma tiroid anaplastik :
1) Onset terjadi pada usia < 65 thn dan bahkan lebih muda.
2) Sangat jarang pada anak.
3) Ratio wanita lebih besar daripada pria (2:1).
4) Keluhan berupa adanya kelenjar tiroid yang berkembang sangat
cepat dengan adanya riwayat struma jinak.
5) Bisa timbul pasca radiasi setelah bertahun-tahun lamanya.
6) Penyebaran ke KGB leher timbul pada 90% kasus.
7) Penyebaran jauh sangat sering terjadi.
8) Angka kesembuhan sangat rendah.

17

9) Kadang pasien butuh trakeostomi untuk membantu pernafasannya


karena tipe ini paling parah menginfitrasi trakea sampai ke lumen
sehingga terjadi dispnoe yang ditandai dengan stridor inspirasi.

G. Pendekatan Diagnosis
Pasien dengan karsinoma tiroid biasanya datang dengan nodul soliter.
Pengambilan keterangan riwayat penyakit (anamnesis) merupakan bagian
penting dalam rangka penegakan diagnosis.
1. Anamnesis
Sebagian keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang berat
kecuali keganasan jenis anaplastik yang sangat cepat membesar bahkan
dalam hitungan minggu. Sebagian kecil pasien, khususnya pasien dengan
nodul tiroid yang bear, mengeluh adanya gejala penekanan pada esofagus
dan trakhea. Biasanya nodul tiroid disertai rasa nyeri, kecuali timbul
perdarahan ke dalam nodul atau bila kelainannya tiroiditis akut/subakut.
Keluhan lain pada keganasan yang mungkin ada ialah suara serak
(Subekti, 2009).
Dalam hal riwayat kesehatan, banyak faktor yang perlu ditanyakan,
apakah ke arah ganas atau tidak. Misalnya, usia pasien saat pertama kali
nodul tiroid ditemukan dan riwayat radiasi pengion saat usia anak-anak.
Kecenderungan malignansi apabila nodul tiroid terdapat pada usia
dibawah 20 tahun dan diatas 50 tahun. Jenis kelamin pria, meskipun
prevalensi nodul tiroid lebih rendah , tetapi kecenderungannya untuk
menjadi ganas lebih tinddi dibandingkan pada wanita. Respon terhadap

18

pengobatan hormon tiroid juga dapat digunakan sebagai petunjuk dalam


evaluasi nodul tiroid (Subekti, 2009).
Kecepatan pertumuhan nodul tiroid juga penting dalam anamnesis.
Biasanya, nodul jinak membesar tidak terlalu cepat, kisata dan nodul ganas
membesar dengan cepat, sedangkan nodul anaplastik membesar sangat
cepat. Riwayat karsinoma tiroid medulare dalam keluarga penting untuk
evaluasi nodul tiroid ke arah ganas atau jinak. Sebagian pasien dengan
karsinoma tiroid medulare herediter juga memiliki penyakit lain yang
tergabung dalam multiple endocrin neoplasia (Subekti, 2009).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan pada kemungkinan adanya keganasan
tiroid. Pertumbuhan nodul yang cepat merupakan salah satu tanda
keganasan tiroid, terutama jenis karsinoma tiroid anaplastik. Tanda lainnya
ialah konsistensi nodul keras dan melekat ke jaringan seketar, serta
terdapat pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher. Pada tiroiditis,
perubahan nodul nyeri dan kadang-kadang berfluktuasi karena ada
abses/pus. Sedangkan jenis nodul tiroid lainnya biasanya tidak
memberikan kelainan fisik kecuali benjolan leher (Subekti, 2009).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
Pemeriksaan sitologi dari BAJAH nodul tiroid merupakan
langkah perama yang harus dilakukan dalam proses diagnosis. BAJAH
oleh operator yang terampil, saat ini dianggap sebagai metode yang
efektif untuk membedakan jinak atau ganas pada nodul soliter atau

19

nodul dominan dalam struma multinodular. Gharib et al (1998)


melaporkan bahwa BAJAH mempunyai sensivitas sebesar 83% dan
spesifitas 92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik, akan
menghasilkan angka negatif palsu kurangdari 5%, dan angka positif
palsu hampir mendekat 1%. Hasil BAJAH dibagi menjadi 4 kategori,
yaitu: jinak, mencurigakan (termasuk adenoma folikulare, Hurthle dan
gambaran sugestif tapi tidak konklusif karsinoma papilare tiroid),
ganas, dan tidak adekuat.
Jenis karsinoma yang dapat segera ditentukan ialah karsinoma
papilare, medulare atau anaplastik. Sedangkan untuk jenis karsinoma
folikulare, untuk membedakannya dari adenoma folikulare, harus
dilakukan pemeriksaan histopatologi yang dapat memperlihatkan
adanya invasi kapsul tumor atau invasi vaskular. Menginat secara
sitologi tidak dapat membedakan adenoma folikulare dari karsinoma
folikulare, maka keduanya dikelompokkan menjadi neoplasma
folikulare intermediate atau suspicious. Pada kelompok suspicious,
angka kejadian karsinoma folikulare sebesar 20% dengan angka
tertinggi terjadi pada kelompok dengan ukuran nodul besar, usia
bertambah, dan kelamin laki-laki (Subekti, 2009).
Sekitar 15-20% pemeriksaan BAJAH memberikan hasil
inadekuat dalam hal material/sampel. Pada keadaan seperti ini
dianjurkan untuk mengulang BAJAH dengan bantuan USG (guied
USG) sehingga pengambilan sampel menjadi lebih akurat (Subekti,
2009).

20

b. Laboratorium
Keganasan tiroid bisa terjadi pada keadaan fungsi tiroid yang
normal, hiper maupun hipotiroid. Oleh karena itu perlu diingat bahwa
abnormalitas fungsi tiroid tidak dengan sendirinya menghilangkan
kemungkinan keganasan. Sering pada Hashimoto juga timbul nodul
baik uni/bilateral, sehingga pada tiroiditis kronis Hashimoto pun masih
mungkin terdapat keganasan (Subekti, 2009).
Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid
cukup sensitif tetapi tidak spesifik, karena peningkatan kadar
tiroglobulin juga ditemukan pada tiroiditis, penyakit Graves, dan
adenoma tiroid. Pemeriksaan kadar tiroglobulin sangat baik untuk
monitor kekambuhan karsinoma tiroid pasca terapi, kecuali pada
karsinoma tiroid medulare dan anaplastik, karena sel karsinoma
anaplastik tidak mensekresi tiroglobulin. Human Thyroglobulin (HTG)
Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker terutama pada
karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas
untuk karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah tiroidektomi
total merupakan indikator tumor residif (Subekti, 2009).
Pada pasien dengan riwayat keluarga karsinoma tiroid
medulare, tes genetik dan pemeriksaan kadar kalsitonin perlu
dikerjakan. Bila tidak ada kecurigaan ke arah karsinoma tiroid
medulare atau neoplasia endokrin multipel 2, pemeriksaan kadar
kalsitonin tidak dianjurkan pada pemeriksaan rutin. Pemeriksaan

21

imunohistokimia biasanya juga tidak dapat membedakan lesi jinak dari


lesi ganas (Subekti, 2009).
c. Pencitraan
Pencitraan pada noudl tiroid tidak dapat menentukan jinak atau
ganas, tetapi dapat membantu mengarahkan dugaan nodul tiroid
tersebut cenderung jinak atau ganas. Modalitas pencitraan yang sering
digunakan padanurul tiroid adalah sidik (sintigrafi) tiroid dan USG.
Sintigrafi tiroid pada keganasan hanya memberikan gambaran
hipofungsi atau nodul dingin, sehingga dikatakan tidak spesifik dan
tidak diagnostik. Sintigragi tiroid dapat dialkukan dengan enggunakan
2 macam isotop, yaitu iodium radioaktif (123-I) dan technetium
pertechnetate (99m-Tc). Iodium radioaktif lebih banhyak digunakan
dalam evaluasi fungsi tiroid, sedangkan technetium pertechnetate lebih
digunakan untuk evaluasi anatominya. Pada sintigrafi tiroid, kurang
lebih 80-85% memberikan hasil dingin (cold) dan 10-15% dari
kelompok ini kemungkinan ganas. Nodul panas (hot) ditemukan
sekitar 5% dengan resiko ganas paling rendah, sedang nodul hangat
(warm) terdapat 10-15% dari seluruh nodul dengan kemungkinan
ganas lebih rendah dari 10% (Subekti, 2009).
USG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan untuk
menentukan ukuran dan jumlah nodul, meski sebenarnya USG tidak
dapat membedakan nodul jinak dari yang ganas. USG pada nodul
tiroid yang dingin sebagian besar akan menghasilkan gambaran solid,
campuran solid-kistik, dan sedikit kista simpel. USG juga dikerjakan

22

untuk menentukan multinodularis yang tidak teraba dengan palpasi


(Subekti, 2009).
Modalitas pencitraan lain seperti CT scan dan MRI tidak
direkomendasikan untuk evaluasi keganasan tiroid, karena di samping
tidak memberikan keterangan berarti untuk diagnosis, juga sangat
mahal. CT scan atau MRI baru dilakukan jika ingin mengetahui adanya
perluasan struma substernal atau terdapat kompresi trakhea.
d. Terapi supresi tiroksin (untuk diagnosis)
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada
BAJAH ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin. Yang
dimaksud terapi supresi TSH dengan L-tiroksin adalah menekan
sekresi TSH dari hipofisis sampai kadar TSH di bawah batas nilai
terendah angka normal. Rasionalitas supresi TSH berdasarkan bukti
bahwa TSH merupakan stimulator kuat untuk fungsi kelenjar tiroid dar
pertumbuhannya. Cara ini diharapkan dapat memisahkan nodul yang
memberikan respon dan tidak, dan kelompok terakhir ini lebih besar
kemungkinan ganasnya. Tetapi dengan adanya reseptor TSH di sel-sel
karsinoma tiroid, maka terapi tersebut juka akan memberikan
pengecilan tiroid. Ini terbukti dari 13-15% pasien karsinoma tiroid
mengecil dengan terapi supresi. Oleh karena itu tidak ada atau adanya
respon terhadap supresi TSH tidak dengan sendirinya secara pasti
menyingkirkan keganasan (Subekti, 2009).

23

Berdasarkan data-data pada evaluasi klinis dan pemeriksaan


penunjang, maka dapat diduga kecenderungan suatu nodul tiroid jinak atau
ganas pada tabel berikut.
Tabel 2.3. Kecenderungan Keganasan Suatu Nodul Tiroid
Faktor Resiko
Usia tua
Anak-anak
Pria
Wanita
Radiasi pengion masa
anak-anak
Riwayat keluarga
Massa kistik
Massa solid
Nodul multipel
Nodul soliter
Berkembang cepat
Berkembang pelan
Nodul panas
Nodul dingin
Nodul hangat
BAJAH (-)
BAJAH (+)
KGB servikal
Respon komplit terhadap
terapi supresi
Respon parsial terhadap
terapi supresi
Respon neatif terhadap
terapi supresi

Resiko Rendah
1
2

Resiko Tinggi
4
5
x
x
x

x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x

e. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan pemeriksaan diagnostik
utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau
isthmolobektomi. Untuk kasus inoperabel, sediaan histopatologi diambil
dari tindakan biopsi insisi.

24

H. Diagnosa Banding
1. Struma difusa toksik (Basedow = Graves disease) merupakan
pembesaran kelenjar tiroid yang umumnya difus. Terdapat gejala
hipertiroid yang jelas berupa berdebar-debar, gelisah, palpitasi, banyak
keringat, kulit halus dan hangat, tremor, kadang-kadang dijumpai
exopthalmus, dll.
2. Struma nodosa non toksik, dapat multinodosa atau soliter dan uninodosa.
Disebabkan kekurangan masukan iodium dalam makanan (biasanya di
daerah pegunungan) atau dishormogenesis (= defek bawaan).
3. Tiroiditis subakut, biasanya sehabis infeksi saluran pernafasan.
Pembesaran yang terjadi simetris dan nyeri dengan gejala-gejala
penurunan berat badan, nervositas, disfagia, dan otalgia.
4. Tiroiditis Riedel, terutama terdapat pada wanita berupa < 20 tahun.
Gejalanya terdapat nyeri, disfagia, paralysis laring dan pembesaran tiroid
unilateral yang keras seperti batu atau papan yang melekat ke jaringan
sekitarnya.
5. Struma Hashimoto, sering pada wanita. Merupakan penyakit autoimun.
Biasanya ditandai oleh adanya benjolan struma difusa disertai keadaan
hipotiroid, tanpa rasa nyeri. Pada kasus yang jarang dapat terjadi
hipertiroid.
6. Karsinoma paratiroid, biasanya teraba, terdapat metastasis ke tulang,
kadar kalsium naik, dan batu ginjal bisa ditemukan.
7. Limfoma malignum

25

I. Penatalaksanaan
Apabila ada pasien yang datang dengan benjolan/nodul di leher
pertama-tama yang harus dilakukan adalah pemeriksaan klinis untuk
menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspect benigna atau suspect
maligna. Bila nodul tersebut suspect maligna harus dibedakan apakah nodul
tersebut operable atau inoperable.
Bila kasus yang dihadapi nodul tiroid suspect maligna inoperable maka
dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologik secara
blok paraffin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna
atau kemoterapi (Peraboi. 2010).
Bila kasus yang dihadapi nodul tiroid supect maligna operable maka
dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (frozen
section = FC). Akan ada 5 kemungkinan hasil yang di dapat :
1. Lesi jinak, maka tindakan operasi isthmolobektomi selesai lalu dilanjutkan
dengan observasi.
2. Karsinoma papilare, dibedakan atas resiko tinggi dan rendah
a. Bila resiko tinggi, dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b. Bila resiko rendah, tindakan operasi isthmolobektomi selesai
dilanjutkan dengan observasi.

3. Karsinoma folikulare, dilakukan tindakan tiroidektomi total.


4. Karsinoma medulare, dilakukan tindakan tiroidektomi total.
5. Karsinoma anaplastik

26

a. Bila memungkinkan, dilakukan tindakan tiroidektomi total.


b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau kemoradioterapi.

Bila nodul tiroid tersebut secara klinis suspect benigna maka dilakukan
tindakan BAJAH. Ada 2 kelompok hasil yang mungkin di dapatkan :
1. Hasil BAJAH suspect maligna, dilakukan tindakan isthmolobektomi
dengan FC seperti di atas.
2. Hasil BAJAH benigna, dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet
hormone tiroid (thyrax) selama 6 bulan kemudian di evaluasi, bila nodul
tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul
tersebut tidak mengalami perubahan atau bertambah besar sebaiknya
dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan FC.

Bila kasus yang dihadapi telah ada metastasisnya maka


penatalaksanaanya yaitu :
1. Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metastasis regional
Dipastikan terlebih dahulu apakah yang dihadapi operable atau inoperable.
a. Bila kasus tersebut inoperable tindakan yang dipilih adalah dengan
radioterapi eksterna atau dengan kemoradioterapi dengan adriamicin.
b. Bila kasus tersebut operable dilakukan penilaian infiltrasi kgb terhadap
jaringan sekitar.
c. Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total (TT) dan
functional RND

27

d. Bila ada infiltrasi pada n. aksesorius dilakukan TT + RND standar


e. Bila ada infiltrasi pada v. jugularis interna tanpa infiltrasi pada n.
aksesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1.
f. Bila ada infiltrasi hanya pada M. sternokleidomastoideus dilakukan TT
+ RND modifikasi 2.
2. Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metastase jauh
Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi
baik atau buruk.
a. Bila berdiferensiasi buruk dilakukan kemoterapi dengan adriamicin.
b. Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I131
kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+)
dilanjutkan dengan terapi supresi / substitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah tidak boleh ada jaringan
tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap iodium
radioaktif.
a. Bila respon negative diberikan kemoterapi adriamicin.
b. Pada lesi metastasisnya, bila operable dilakukan eksisi luas.

J. Prognosis
Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan
untuk pasien muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan
folikular tidak berhubungan dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan

28

nuklear atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan.


Sedangkan pada tall-cell variant dan columnar cell variant prognostiknya
sangat jelek oleh karena memiliki behavior yang sangat agresif. Karsinoma
folikular lebih agresif daripada karsinoma papiler. Prognosis bergantung pada
invasi jauh dan staging. Secara langsung berhubungan dengan ukuran tumor
(<1,0cm mempunyai prognosis yang baik). Lebih dari setengah penderita
meninggal dunia dalam 10 tahun tetapi hal ini bervariasi tergantung pada
derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah, kapsul tumor, atau jaringan
sekitarnya.
Gambaran klinis umum berhubungan dengan prognosis bergantung
pada usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang
komplet dan metastasis jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua
ditekankan terhadap ukuran tumor yang besar dan perluasan ekstraglandular
dari tumor.

29

BAB III
KESIMPULAN

1. Kanker tiroid merupakan penyakit keganasan yang paling sering ditemukan


pada sistim endokrin (sekitar 90% dari seluruh keganasan endokrin) dengan
perbandingan angka kejadian antara wanita dan pria antara 2:1 sampai 3:1.
2. Terdapat empat jenis kanker tiroid yang paling banyak ditemukan:
adenokarsinoma papilare, adenokarsinoma folikuler, adenokarsinoma meduler,
dan adenokarsinoma anaplastik.
3. Secara klinis, suatu nodul tiroid diperkirakan ganas jika: usia dibawah 20
tahun atau diatas 50 tahun; riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak;
terdapat disfagia, sesak nafas, perubahan suara; nodul soliter, pertumbuhan
cepat, konsistensi keras; terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher;
terdapat tanda-tanda metastasis jauh.
4. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk diagnostik keganasan
pada tiroid adalah BAJAH, USG, dan respon terapi supresif tiroksin; dengan
BAJAH yang paling unggul spesivitas dan sensitivitasnya.
5. Pengelolaan kanker tiroid adalah dengan tindakan operasi, terapi ablasi
menggunakan Iodium radioaktif, dan terapi supresi L-tiroksin, serta
kemoterapi.

30

DAFTAR PUSTAKA

Cooper DS, Doherty GM, Haugen BR, et al.. 2009. Revised American Thyroid
Association Management Guidelines for Patients with Thyroid Nodules
and Differentiated Thyroid Cancer. Thyroid Research Articles. 19 : 1.
Djokomoeljanto. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme.
Dalam: Sudoyo et al (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Halaman 1993-2008.
Eroschenko VP. 2010. Atlas Histologi diFiore: Dengan Korelasi Fungsional
(Edisi 11). Jakarta: EGC.
Mansjoer A., et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta
Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta.
Moor KL. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates.
Pasaribu ET. 2006. Epidemiologi dan Gambaran Klinis Kanker Tiroid. Majalah
Kedokteran Nusantara; 39 (3): 270-273.
Pellegriti G, Frasca F, Regalbuto C, Squatrito S, Vigneri R. 2013. Worldwide
Increasing Incidence of Thyroid Cancer: Update on Epidemiology and
Risk Factors. Journal of Cancer Epidemiology, vol. 2013, Article ID
965212, 10 pages, 2013. doi:10.1155/2013/965212.
Peraboi. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid. Jakarta : Sagung Seto.
Price SA & Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (Edisi 6). Jakarta: EGC.
SEER (Surveillance, Epidemiology, and End Results Program) of National Cancer
Institute of United States of America. 2014. SEER Stat Fact Sheets:
Thyroid Cancer. Diperoleh dari http://seer.cancer.gov/
statfacts/html/thyro.html.

31

Sharma PK. 2015. Thyroid Cancer. Diperoleh dari http://emedicine.medscape.


com/article/851968-overview#aw2aab6b2.
Sjamsuhidajat R & de Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Kedua. Jakarta:
EGC.
Subekti I. 2009. Karsinoma Tiroid. Dalam: Sudoyo et al (Editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Halaman
2031-2037.

32

Anda mungkin juga menyukai