Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Varicella atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah
penyakit infeksi primer menular yang disebabkan oleh virus varicella-zoster
(VZV) yang ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit. Pada umumnya menyerang
anak-anak, tapi dapat juga terjadi pada orang dewasa yang belum pernah terkena
sebelumnya. Meskipun gejala klinis varisela tidak berat namun pada remaja,
orang dewasa dan anak dengan status imunitas menurun dapat meningkatkan
angka kesakitan dan kematian. Varisela dapat mengenai semua kelompok umur
termasuk neonatus, tetapi hampir 90% kasus mengenai anak dibawah umur 10
tahun dan terbanyak pada umur 5-9 tahun. Pada suatu epidemi di Amerika
dilaporkan bahwa hanya 8% dari orang dewasa yang kontak dengan penderita
Varicella yang menderita Varicella sedang pada anak-anak yang kontak terdapat
pada 87%. Pada daerah beriklim tropis, dilaporkan bahwa penderita Varicella
sebagian besar adalah orang dewasa.6
Virus varicella-zoster dapat menyebabkan infeksi primer, laten, dan
rekuren. Infeksi primer bermanifestasi sebagai varicella (chickenpox atau cacar
air), reaktivasi dari infeksi laten menyebabkan herpes zoster (shingles). Penyakit
ini sangat menular dengan karakteristik lesi-lesi vesikel kemerahan. Reaktivasi
laten dari virus varicella zoster umumnya terjadi pada orang dewasa biasanya
pada dekade keenam, dan juga dapat menyerang anak dengan defisiensi imun.
Biasan ditandai dengan munculnya shingles yang berkarakteristik sebagai lesi
vesikular terbatas pada dermatom tertentu dan disertai rasa sakit yang hebat. 2
Walaupun dikatakan bahwa Varicella adalah penyakit ringan tetapi sering
ditemukan komplikasi dan malahan sering dengan kematian. Komplikasi dengan
kematian ini lebih sering ditemukan. pada anak-anak dengan adanya gangguan
imunologik dibandingkan dengan anak-anak dengan imunologik yang normal.
Pada penelitian oleh Gary Fleisher dan kawan-kawan di The Children Hospital of
Philadelphia tahun 1980 ternyata bahwa 17,9% penderita Varicella dengan
gangguan imunologik sedang penderita dengan imunologik normal adalah 82,1%.2
DEFINISI

Varicella atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah
penyakit infeksi primer menular yang disebabkan oleh virus varicella-zoster
(VZV) yang menyerang kulit serta mukosa, ditandai oleh adanya vesikel- vesikel.4
EPIDEMIOLOGI
Cacar air merupakan infeksi primer oleh virus varisela zoster (ZVZ), suatu
anggota family Herpes viridae dan pathogen langsung pada manusia3
Di Negara barat, kejadian varisela tergantung dari musim (musim dingin
dan awal musim semi). Di Indonesia walaupun belum pernah dilakukan
penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan antara
musim panas ke musim hujan atau sebaliknya. Angka kejadian di Negara kita
belum pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira- kira 3,1-3,5 juta kasus
dilaporkan tiap tahun.
Varisela sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung, droplet
atau aerosol dari lesi vasikuler di kulit ataupun melalui secret saluran nafas, dan
jarang melalui kontak tidak langsung. Varisela dapat menyerang semua golongan
umur termasuk neonatus, 90% kasus berumur 10 tahun dan terbanyak umur 5-9
tahun. Viremia terjadi pada masa prodromal sehingga masa transmisi virus dapat
terjadi pada fetus intrauterine atau melalui kulit timbul, sampai semua lesi timbul
krusta/keropeng, biasanya 7-8 hari. Seumur hidup seseorang hanya satu kali
menderita varisela. Seranmgan kedua mungkin berupa penyebaran ke kulit pada
herpes zoster.4
Sekitar 50% kasus terjadi pada anak-anak usia 5-9 tahun, banyak pula
ditemukan pada usia 1-4 tahun dan 10-14 tahun. 11.000 kasus diperlukan
perawatan di rumah sakit dan 100 meninggal setiap tahunnya. Perinatal varicella
dengan kematian dapat terjadi apabila ibu hamil terjangkit varicella pada 5 hari
sebelum melahirkan atau 48 jam setelah melahirkan. Kematian berkaitan dengan
rendahnya sistem imunitas pada neonatus.2
Transmisi atau penularan penyakit varicella dilaporkan melalui banyak cara.
Penularan dapat berupa:
- Kontak langsung ;
2

- Percikan ludah/melalui udara; sehingga menyebabkan penyakit ini sangat


menular walaupun sebelum rash timbul;
- Papul dan vesikel tetapi bukan krusta, mengandung populasi virus cukup
tinggi;
- Transplasental
80-90% penularan terjadi dalam keluarga karena kontak kedua dalam
keluarga umumnya lebih berat. Masa penularan varicella terutama mulai pada 2
hari sebelum timbul lesi kulit dan berakhir bila terjadi krusta, biasanya 5 hari
kemudian. Sedang pada neonatus tertular selama terjadi viremia pada ibu hamil.
Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin maupun ras.2
Di negara barat, kejadian varisella tergantung dari musim (musim dingin
dan awal musim semi). Di indonesia walaupun belum pernah dilakukan
penelitian, agknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan antara musim
panas ke musim hujan atau sebaliknya. Angka kejadian di negara kita belum
pernah di teliti. Di amerika serikat dan daerah beriklim sedang lain, 90-95%
individu mendapat VVZ pada masa anak.epidemi varisella tahunan terjadi pada
musim dingin dan musim semi. Strain VVZ tipe liar yang menyebabkan epidemi
varisella tahunan tidak menunjukkan perubahan dalam virulensi sebagaimana
dinilai dengan keparahan klinis VVZ primer dari tahun ke tahun. Angka penularan
rumah tangga adalah 80-90% lebih banyak kontak secara kebetulan. Varisella
adalah menular dari 24-48 jam sebelum ruam muncul dan sementara vesikel
belum berkrusta yang biasanya 3-7 hari. Anak yang rentan mendapat varisella
sesudah kontak langsung, dekat dengan orang dewasa yang menderita herpes
zoster rute penularan ini mempertahankan sirkulasi virus dalam populasi. Karena
alasan yang tidak jelas, varisella jauh kurang lazim di daerah tropik sehingga
angka kerentanan pada orang dewasa setinggi 20-30%. Herpes zoster tidak
menunjukkan variasi musim dalam insiden karena herpes ini desebabkan oleh
reaktivasi virus laten secara endogen.
Angka kematian penyakit ini relatif rendah. Di Amerika serikat rata-rata
kematian adalah 2 per 100.000 penduduk, tetapi bisa meningkat sampai 30 per
100.000 pada orang dewasa. Kematian biasanya terjadi karena adanya komplikasi.

ETIOLOGI
VVZ adalah herpes virus manusia, ia diklasifikasi sebagai herpes virus
alfa karena kesamaannya dengan prototipe kelompok ini, yang adalah virus herpes
simpleks (HSV). VVS adalah virus DNA helai ganda, terselubung, genom virus
mengkode lebih daripada 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan
oleh Asiclovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.
VZV menyebar sebagai partikel bebas atau bentuk virion yang ditemukan
dalam vesikel kulit yang berukuran cukup kecil (diameter sekitar 200 nm). Inti
virus disebut kapsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu
rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat
molekul 100 juta yang disusun dari 162 kapsomer dan sangat infeksius. VZV
dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella
sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari fibroblas paru embrio
manusia.1

Gambar 1. Varicella zoster virus grown in a tissue culture.


PATOGENESIS
Virus varisella zoster merupakan salah satu dari 8 jenis herpes virus dari
family herpes viridae yang dapat menyerang manusia, merupakan virus DNA alfa

herpes virus, mempunyai 125.000 pasangan basa yang mengandung 70 gen. Virus
ini mempunyai 3 tipe liar Dumas di Eropa dan Oka di jepang mengumumkan
rangkaian genetik virus varisella yang ditelitinya.
Virus VZV masuk tubuh melalui mukosa saluran nafas bagian atas atau
orofaring. Pada lokasi masuknya terjadi replikasi virus yang selanjutnya menyebar
melalui pembuluh darah dan limfe (viremia pertama). Selanjutnya virus
berkembang biak di retikuloendotelial. Pada kebanyakan kasus, virus dapat
mengatasi pertahanan non spesifik seprti interferon dan respon imun. Satu minggu
kemudian, virus kembali menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke-2) dan
pada saat ini timbul demam dan malaise. Penyebaran keseluruh terutama kulit dan
mukosa. Lesi kulit muncul tidak bersamaan, sesuai dengan siklus viremia. Pada
keadaan normal, siklus ini berakhir setelah 3 hari akibat adanya kekebalan
humoral dan selular spesifik. Timbulnya pneumonia varisella dan penyulit lainnya
disebabkan kegagalan respon imun mengatasi replikasi dan penyebaran virus.6
Lesi pada kulit terjadi akibat infeksi kapiler endothelial pada papil lapisan
dermis kemudian menyebar ke sel-sel epitel lapisan epidermis, folikel kulit, dan
glandula sebasea sehingga terjadi pembengkakan. Pada mulanya ditandai dengan
adanya makula dan berkembang dengan cepat menjadi papula, vesikel dan
akhirnya menjadi krusta. Lesi ini jarang menetap dalam bentuk makula papula
saja. Vesikel ini akan berada dalam lapisan sel sedangkan dasarnya adalah lapisan
yang lebih dalam.
Degenerasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak
dan kebanyakan dari sel tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A.
Dengan berkembangnya lesi yang cepat, leukosit polimorfonuklear akan
masuk kedalam korium dan cairan vesikel sehingga mengubah cairan yang jelas
dan terang menjadi berwarna keruh, kemudian terjadi arbsorbsi dari cairan ini
akhirnya terbentuk krusta.4
GEJALA KLINIS
1. Stadium prodromal
Gejala prodromal timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi, dengan
timbulnya ruam kulit disertai demam yang tidak begitu tinggi serta

malaise. Pada anak lebih besar dan dewasa ruam yang di dahului oleh
demam selama 2-3 hari sebelumnya, menggigil, malaise, nyeri kepala,
anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa kasus nyeri tenggorok dan
batuk.
2. Stadium erupsi
Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan cepat menyebar ke
badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang tertutup
dan jarang ditemukan pada telapak kaki dan tangan. Penyebaran lesi
varisella bersifat sentrifugal. Gambaran yang menonjol adalah perubahan
yang cepat dari makula kemerahan ke papula, vesikula, pustula dan
akhirnya menjadi krusta. Perubahan ini hanya terjadi dalam waktu 8-12
jam. Gambaran vesikel khas, superfisial, dinding tipis dan terlihat seperti
tetesan air. Penampang 2-3mm berbentuk elips dengan sumbuh sejajar
garis lipatan kulit. Cairan vesikel pada permulaan jernih, dan dengan cepat
menjadi keruh akibat serbukan sel radang dan menjadi pustula. Lesi
kemudian mengering yang dimulai dari bagian tengah dan akhirnya
berbentuk krusta. Krusta akan lepas dalam waktu 1-3 minggu bergantung
pada dalamnya kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk cekungan
dangkal berwarna merah muda dan kemudian barngsur-angsur hilang.
Apabila terdapat penyulit berupa infeksi sekunder dapat terjadi jaringan
parut. Vesikel juga dapat timbul pada mukosa mulut terutama pada
palatum. Vesikel ini dengan cepat pecah sehingga luput daripemeriksaan ,
bekasnya masi dapat terlihat berupa ulkus dangkal dengan diameter 23mm. Lesi kulit terbatas terjadi pada lapisan epidermis sehingga tidak
menembus membran basal kulit, sehingga tidak menimbulkan bekas.
Jaringan parut yang menetap terjadi akibat infeksi sekunder (lesi
menembus membran basalis kulit). Vesikel juga dapat timbul pada mukosa
hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna, saluran kemih, vagina dan
konjungtiva. Gambaran lain dari lesi varisella adalah terdapatnya semua
tingkatan lesi kulit dalam bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang
paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium
vesikuler/fase erupsi sehingga dapat dijumpai lesi bekas garukan.6
6

Gambar 2. Varicella zoster dengan effloresensi berupa vesikel dengan dasar


eritema
DIAGNOSIS
Diagnosis varicella dapat ditegakkan secara klinis dengan gambaran dan
perkembangan lesi kulit yang khaas, terutama apabila diketahui ada kontak 2-3
minggu sebelumnya. Gambaran khas termasuk (1) muncul setelah masa
prodromal yang singkat dan ringan (2) lesi berkelompok terutama dibagian sentral
(3) perubahan lesi yang cepat dari makula, vesikel, pustul sampai krusta (4)
terdapatnya semua tingkat lesi dalam waktu bersamaan pada daerah yang sama .
Umumnya pemeriksaana laboratorium tidak diperlukan lagi, pada 72 jam
pertama (3 hari) dapat terjadi leukopenia yang diikuti dengan leukositosis. Serum
antibodi IgA dan IgM dapat terdeteksi pada hari pertama dan kedua pasca ruam.
Pemeriksaan fungsi hati (75%) juga mengalami kenaikan. Pasien dengan
gangguan neurologi akibat varicella biasanya mengalami limfositik pleositosis
dan peningkatan protein pada cairan serebrospinal serta glukosa yang umumnya
dalam batas normal.
Untuk pemeriksaan varicella, bahan diambil dari dasar vesikel dengan cara
kerokan atau apusan dan dicat dengan Giemsa, Hematoksilin Eosin (HE) atau
apusan Tzanck. Dari bahan ini akan terlihat sel-sel raksasa (giant cell) yang
multinukleus dan epitel sel dengan berisi Acidophilic Inclusion Bodies. Akan
tetapi, pemeriksaan ini tidak cukup spesifik untuk menentukan varicella dan

untuk lebih memastikan, dapat dilakukan pemeriksaan imunoflouresensi (direct


fluorescent assay), sehingga terlihat antigen virus intrasel.

Gambar 3 Sel raksasa berinti banyak

Isolasi virus dapat dilakukan dengan menggunakan fibroblas pada embrio


manusia. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel, kadang-kadang dari darah.
Antibodi terhadap varisella dapat dideteksi dengan pemeriksaan Complemen
Fixation Test, Neutralization Test, FAMA, IAHA, ELISA. Teknik serologi juga
biasa digunakan untuk mendiagnosis VZV. Teknik serologi didasarkan pada
pemeriksaan serum akut dan konvalesensi, yaitu IgM dan IgG. Pemeriksaan VZV
IgM memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Reaktivasi VZV memacu
IgM yang terkadang sulit dibedakan dengan kehadiran IgM pada infeksi primer.
Salah satu kepentingan pemeriksaan antibodi IgG adalah untuk mengetahui status
imun seseorang, dimana riwayat penyakit varicella-nya tidak jelas.
Pemeriksaan foto thoraks tidak patognomonis pada penyakit varisella, foto
thoraks dilakukan pada penderita dengan panas tinggi untuk mengeksulis
pneumonia. 6

DIAGNOSIS BANDING
Varisela dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit anatara lain :
1. Variola (cacar)
Stadium prodromal panjang (3-4 hari) + demam tinggi
Rash lesi : perifer- sentral, muka + ekstremitas lesi dalam (+),
umbilikasi (+) lesi monomorf
2. Impetigo
Lesi impetigo pertama adalah veseikel yang cepat menjadi pustule dan
krusta
Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja
Impetigo tidak menyeranmg mukosa mulut
3. Scabies
Pada scabies terdapat papula yang sangat gatal
Lokasi biasanya antara jari-jari kaki
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes Scabei
4. Dermatitis herpetiform
Biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler yang eritematous, seta ada
riwayat penyakit kronik, dan sembuhdengan meninggalkan pigmentasi.4
PENGOBATAN DAN PROFILAKSIS
Pengobatan
Pada anak sehat, varisella umumnya ringan dan sembuh sendiri, cukup
diberikan pengobatan simtomatik. Pada lesi kulit fokal dapat diberi lotio calamine.
Untuk mengurangi rasa gatal dapat dengan kompres dingin, mandi secara teratur
ataupun dengan pemberian histamin. Antipiretik jarang diperlukan. Salisilat tidak
dianjurkan karena berhubungan dengan timbulnya sindron Reye, Sindrom Reye
dicurigai apabila muncul gejala letargi, muntah yang menetap dan anak tampak
bingung. sedangkan asetaminofen cenderung memberikan efek yang berlawana,
tidak meringankan gejala malahan mungkin memperpanjang masa sakit. Kuku
dipotong pendek dan bersih agar supaya tidak terjadi infeksi sekunder dan parut
bekas garukan. Apabila terjadi infeksi bakteri sekunder diberikan antibiotik.
Antibiotik untuk pneumonia varisella tidak bermanfaat kecuali terdapat
superinfeksi bakteri. Kortikosteroid tidak dianjurkan.6
Asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir adalah agen antiviral yang telah
diakui untuk penanganan terhadap infeksi varicella. Nukleotida ini telah
9

menggantikan vidarabin dan interferon- yang merupakan antivirus pertama yang


diketahui memiliki efek klinis untuk mengatasi infeksi primer dan rekurensi dari
VZV. Asiklovir hanya terfosforilasi ketika bertemu dengan timidin kinase dari
virus, obat ini cenderung inaktif di dalam tubuh kecuali bila tersensitisasi dengan
sel yang terinfeksi VZV atau yang telah memiliki enzim virus. Setelah terjadi
penggabungan antara asiklovir dengan timidin kinase, maka selular kinase akan
metabolisme monofosfat menjadi trifosfat yang bersifat kompetitif inhibitor dan
menjadi rantai terminasi DNA virus polimerase.
Konsentrasi yang biasanya diperlukan untuk menginhibisi VZV adalah
sekitar 1-2 mg/ml. Obat lainnya adalah famsiklovir yang merupakan diasetil, 6deoksi-ester pensiklovir, yang merupakan analog dari guanosin nukleotida.
Metabolisme dari obat ini dimulai dari uptake di sel usus dan diselesaikan di hati.
Cara kerjanya serupa dengan asiklovir. Valasiklovir adalah asiklovir dengan
derivate valin ester yang memungkinkan absorpsi secara oral lebih baik dari
asiklovir biasa, valasiklovir berubah kembali menjadi asiklovir pada saat proses
absorpsi dan memiliki cara kerja yang sama terhadap VZV dengan derivat
asiklovir biasa.
Neonatus memiliki risiko tinggi terjadinya visceral varicella. Bila ibu
hamil menderita varisela pada minggu sebelum kelahiran, dianjurkan pemberian
asiklovir pada bayi bila terdapat lesi waktu lahir, bila bayi tidak terdapat lesi,
dapat diberikan Varicella Zoster Immune Globuline (V-ZIG) dan bayi dimonitor
ketat. Bila varisela muncul dalam dua minggu pertama kehidupan, bayi diberikan
asiklovir intravena selama lima hari.
Pada pasien imunokompromais, varisela dapat menjadi berat bahkan
menyebabkan kematian. Terjadinya penyulit dikarenakan respon imun yang gagal
mengatasi replikasi dan penyebaran virus. Pasien imunokompromais termasuk
leukemia, penyakit keganasan yang mendapatkan pengobatan kortikosteroid, dan
status imunitas yang menurun. Terapi asiklovir pada anak imunodefisiensi harus
dimulai pada 24 hingga 72 jam sesudah muncul ruam kulit. Oleh karena
rendahnya absorbsi oral, obat diberikan intravena dengan tiap pemberian dosis
500 mg dalam 8 jam. Terapi dilanjutkan untuk 7 hari atau sampai tidak ada lesi

10

baru yang muncul dalam 48 jam. Dosis antivirus (oral) untuk pengobatan
varicella zoster pada anak asiklovir 4 x 20 mg/kgBB/hari/oral selama 5 hari.5
Pada tahun 1992 Food and Drug Administration (FDA) menyetujui
penggunaan asiklovir oral sebagai terapi varisela pada anak sehat. Komite
penyakit infeksi AAP menyatakan bahwa terapi asiklovir per oral yang diberikan
dalam 24 jam penyakit pada anak sehat dengan varisela akan mengurangi lama
demam satu hari dan sekitar 15%-30% lesi kulit serta manifestasi klinis (level of
evidence: 5)9. Artikel ini juga menyatakan bahwa komite penyakit infeksi AAP
tidak merekomendasikan pemberian asiklovir per oral secara rutin pada anak sehat
dengan varisela. Rekomendasi tersebut berdasarkan efek terapi, harga obat yang
cukup tinggi dan ketersediaan obat dalam 24 jam pertama onset ruam serta belum
diketahuinya kemungkinan resistensi VZV terhadap asiklovir.
Profilaksis
Vaksin varisella merupakan vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan imunogenisitas tinggi dan tingkat
proteksi cukup tinggi berkisar 71-100% serta mungkin lebih lama. Vaksin
varicella ini dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang dan Korea pada
tahun 1988. Vaksin ini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orangorang usia 12 bulan dan yang lebih tua.

Keefektifan vaksin
Setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella antigen, 97% dari
anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer
antibodi yang dapat terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden
vaksin mempertahankan antibodi untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi di
Jepang, 97% dari anak-anak memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun setelah
vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai

11

90% terhadap infeksi, dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang
atau berat.
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan
yang lebih tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu
dosis, dan 99% mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang
diberikan 4 sampai 8 minggu kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1
tahun pada 97% dari pemberian vaksin varicella setelah dosis kedua yang
diberikan pada 4 sampai 8 minggu setelah dosis pertama.
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian
besar vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan
lebih ringan, dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang
makulopapular daripada vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah
mendapat vaksinasi sebelumnya tidak terjadi demam.
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan
sebaliknya, penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi
sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Beberapa, tetapi tidak semua,
penyelidikan baru-baru telah mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid,
dan vaksinasi di lebih muda dari 15 bulan usia sebagai faktor risiko untuk
terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella bisa menjadi hasil dari beberapa
faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi antibodi, vaksin
impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak
akurat.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin varicella
meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-anak.

Jadwal vaksinasi dan penggunaan


Vaksin varicella dianjurkan untuk semua anak tanpa kontraindikasi yang

berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada semua anak pada
usia ini terlepas dari riwayat varicella. Dosis kedua vaksin varicella harus
diberikan pada 4 sampai 6 tahun kemudian . Dosis kedua dapat diberikan lebih
12

awal dari 4 sampai 6 tahun jika setidaknya 3 bulan telah berlalu setelah dosis
pertama (yaitu, interval minimum antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak
berusia di bawah 13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan
setidaknya 28 hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis
kedua vaksin varicella ini juga dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana
vaksin varicella diberikan kepada orang-orang 13 tahun atau lebih pada 4 sampai
8 minggu kemudian.
Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin
varicella telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan
pada saat yang sama sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum
suntik yang terpisah. Jika vaksin varicella dan MMR tidak diberikan pada
kunjungan yang sama, maka pemberian harus dipisahkan setidaknya 28 hari.
Vaksin varicella juga dapat diberikan simultan (tapi di lokasi terpisah dengan
jarum suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya.

Profilaksis pasca terpapar


Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian

menunjukkan bahwa vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai 100%
dalam mencegah penyakit atau terjadinya keparahan penyakit jika digunakan
dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5 hari, setelah paparan. ACIP
merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang tidak terbukti
memiliki kekebalan terhadap varicella atau pada orang yang terpapar varicella.
Jika paparan terhadap varicella tidak menyebabkan infeksi, vaksinasi pasca
paparan harus diberikan untuk memberi perlindungan terhadap paparan
berikutnya.
Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada
tempat penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi
vaksin varicella diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah.
ACIP merekomendasikan pemberian dosis kedua vaksin varicella untuk
pengendalian wabah. Jadi selama wabah varicella, orang-orang yang telah
menerima satu dosis vaksin varicella harus menerima dosis kedua, yang diberikan

13

sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama (3 bulan
untuk orang yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu
untuk orang yang berusia 13 tahun dan lebih tua).

Kontraindikasi dan tindakan pencegahan untuk vaksinasi


Seseorang dengan reaksi alergi yang parah (anafilaksis) dengan komponen

vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya tidak menerima vaksin


varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia, limfoma, keganasan
umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak harus divaksinasi
dengan vaksin varicella. Namun, pengobatan dengan dosis rendah (kurang dari 2
mg / kg / hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol bukan merupakan
kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang diterapi dengan
steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat
divaksinasi.
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi
human immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima
vaksin varicella. Anak yang terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit
15% atau lebih tinggi, dan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa dengan
jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk
vaksinasi.
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak
menerima vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan
kehamilan atau janin yang dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak
sengaja menerima vaksin varicella sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi
ACIP merekomendasikan kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah
menerima vaksin varicella.
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya
ditunda sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien , seperti demam. Pada
penyakit yang cenderung ringan , seperti otitis media dan infeksi saluran

14

pernapasan atas, mendapat terapi antibiotik, dan paparan atau pemulihan dari
penyakit lain tidak kontraindikasi terhadap vaksin varicella. Meskipun tidak ada
bukti bahwa baik varicella atau vaksin varicella memperburuk tuberkulosis,
vaksinasi tidak dianjurkan untuk orang-orang yang dikenal memiliki TB aktif.
Untuk penderita pasca pajanan dapat diberikan vaksin ini dalam waktu 72
jam dengan maksud sebagai preventif atau mengurangi gajala penyakit. Dosis
yang dianjurkan adalah 0,5 ml subkutan. Pemberian vaksin ini ternyata cukup
aman. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya proteksi yang sama
dan efek samping hanya berupa rash yang ringan. Efek samping biasanya tidak
ada, tetapi bila ada biasanya bersifat ringan.

Gambar 4. Varicella pada anak yang tidak divaksinasi.

Gambar 5. Varicella pada anak yang mendapat vaksinasi.

15

Selain itu dapat pula berikan Varicella zoster immunoglobulin (VZIG) dan
diindikasikan untuk : (1) pada orang yang di kontraindikasikan mendapatkan
vaksin varicella (2) neonatus yang ibunya mengalami gejala varicella dalam 5 hari
sebelum hingga 2 hari setelah pajanan (3) pajanan pasca natal pada bayi prematur
(4) ibu hamil yang terpajan (5) anak sehat yang beresiko sakit.
VZIG diberikan dalam kurun waktu 72 jam pasca pajanan atau dalam 96
jam pada pasien imunokompromais. Efek proteksi VZIG diharapkan mampu
bertahan hingga kira-kira 3 minggu. VZIG kontraindikasi pada pasien yang
pernah menerima vaksinasi varisela dan sudah seropositif. Dosis yang
direkomendasikan adalah 125 unit/10kgBB secara intramuskular,6
KOMPLIKASI
Pada anak sehat, varisella merupakan penyakit ringan dan jarang
menimbulkan penyulit yang serius. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun
diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada neonatus dapat mencapai hingga 30%.
Penyulit tersering adalah infeksi sekunder bakteri pada lesi kulit yang disebabkan
oleh stapylococcus aureus dan streptococcus beta hemolitikus grup A yang
menimbulkan impetigo, furunkel, selulitis, erisepelas dan jarang gangren. Infeksi
lokal ini sering menimbulkan jaringan parut. Pneumoni primer akibat varisella
90% terjadi pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak normal. Gejala
muncul 1-6 hari setelah lesi kulit, beratnya kelainan paru mempunyai kolerasi
dengan beratnya erupsi kulit. Infeksi dapat pula bersifat invasif seperti pneumoni,
arthritis, osteomielitis, fascilitis bahkan sepsis.
Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1
diantara 1000 kasus. Varicella berhungan dengan sindroma Reye yang khas terjadi
2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40% pada semua kasus
sindroma Reye berhubungan dengan varicella, khususnya pada penderita yang
diterapi dengan aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia
serebri akut lebih umum terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya.
Encephalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi
merupakan penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan neurologi

16

yang menetap. Patogenesa terjadinya ataksia serebral dan encephalitis dimana


pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV
DNA pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi
secara langsung pada sistem saraf pusat.
Remaja dan dewasa mempunyai risiko lebih tinggi 25 kali terjadinya
komplikasi. Penyebab komplikasi terbanyak pada dewasa adalah pneumonia.
Muncul pada hari ke 1 sampai hari ke 6 setelah timbulnya ruam dengan gejala
sesak, takipneu dan demam. Kadang dapat pula gejala dan tanda respiratorik yang
muncul sebelum timbulnya ruam. Mekanisme dasar terjadinya pneumonia masih
belum jelas. Tetapi diduga akibat rendahnya paparan terhadap virus varisella
(seperti di negara iklim tropis), jumlah individu pada setiap keluarga yang sedikit,
ataupun tingginya virulensi virus. Faktor lain yang merupakan faktor risiko
terjadinya pneumonia, antara lain: jumlah lesi >100, perokok, riwayat kontak,
kehamilan trimester ketiga.
Varisella pada kehamilan merupakan ancaman bagi ibu maupun janin.
Pada janin dapat terjadi infeksi VZV intrauterine, sehingga terjadi infeksi
kongenital. Apabila terjadi pada permulaan kehamilan (20 minggu pertama
kehamilan) dapat menimbulkan kira-kira 5% malformasi kongenital seperti
hipoplasia salah satu ekstremitas, parut pada kulit, katarak, korioretinitis,
mikrosefali, atrofi korteks serebri pada bayi berat badan lahir rendah, jika ibu
menderita varisella berat pada periode perinatal (terutama 0-4 hari pre persalinan),
infeksi dapat mengenai bayi baru lahir dan menimbulkan gejala klinis berat
bahkan dapat terjadi kematian bayi sekitar 26-30%. Saat berbahaya adalah 5 hari
sebelum dan dua hari setelah melahirkan, pada saat ini bayi belum mendapat
kekebalan pasif transplasenta dari ibu.
Kematian dan kesakitan jelas meningkat pada kasus imunokompromise
termasuk leukemia, penyakit keganasan yang mendapat pengobatan
kortikosteroid, kemoterapi dan terapi sinar. Begitu juga pada penderita demam
reumatik dan sindrom nefrotik yang mendapat kortikosteroid, atau defisiensi imun
kongenital. Viremia yang hebat dapat menyerang berbagai organ sepertii hati,
saraf pusat dan paru.

17

Kasus dengan gangguan imun atau yang mendapat kortikosteroid dapat


menimbulkan gejala perdarahan ringan sampai berat dan fatal (purpura maligna).
Penyebab perdarahan mungkin tidak sama pada setiap kasus. trombositopenia
dapat disebabkan sebagai akibat penyakit dasar, akibat pengobatan, efek langsung
VZV pada sumsum tulang, atau dekstruksi trombosit akibat proses imunologik.
Pada kasus varisella fulminan dean purpura maligna kemungkinan infeksi sel
endotel kapiler menjadi faktor utama. Kerusakan sel endotel ini menyebabkan
koagulasi intravaskular diseminata dan purpura trombotik.
Penyakit dari infeksi varisella primer yang baru muncul kemudian adalah
herpes zoster. Setelah infeksi primer varisella, VZV dapat menjadi laten dan
berdiam di ganglia saraf sensorik tanpa menimbulkan manifestasi klinis, hingga
bila tereaktivasi akan menyebabkan herpes zoster. Walaupun kejadian herpes
zoster terbanyak pada orang dewasa, terdapat kemungkinan seorang anak akan
menderita herpes zoster di kemudian hari, penelitian di amerika ,elaporkan 20, 30,
59, dan 63 kasus zoster per 100.000 anak per tahun, berturut-turut pada kelompok
umur 0-4, 5-9, 10-14, dan 15-19 tahun. Resiko menderita zoster meningkat pada
kasus imunokompromise dan pada anak yang menderita varisella pada umur <1
tahun. Kemungkinan peningkatan risiko terjadinya herpes zoster pada kelompok
tersebut disebabkan karena ketidakmampuan sistem imun mempertahankan
periode laten dari virus varisella.
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis,
gastritis dan lesi ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis HenochSchonlein, neuritis, keratitis, dan iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum
diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim secara langsung dan endovascular,
atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi kompleks, tampaknya
menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.6
Komplikasi neurologi pada varisela meliputi mielitis transversal, neuritis
optikus atau perifer, sindrom guillain-barre, meningitis aseptik, dan encephalitis.
Encephalitis yang terjadi beberapa hari sesudah serangan ruam sering disertai
edema otak akut dengan gejala fulminan. Serebelitis akut biasanya terhjadi lambat

18

dalam minggu pertama ruam atau malah lebih dan umumnya prognosis baik.
Serebelitis juga ditemukan sebelum erupsi.4
PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap infeksi varisela zoster virus dilakukan dengan cara
imunisasi pasif atau aktif.
a. Imunisasi pasif
Imunisasi ini diberikan kepada kelompok penderita risiko tinggi setelah
kontak dengan varisela. Pemberiannya daapat sesegera mungkin tetapi bila
diberikan dalam waktu 96 kjam pascakontak, dapat juga mencegah atau
mengurangi penyakit varisela.
Dosis Zoster Imunoglobulin (ZIG) : 0,6 mL/kg/Bb intramuscular

diberikanm 72 jam setelah kontak


Indikasi pemberian Zoster Imunoglobulin adalah:
Neonatus yang lahir dari ibu menderita varisela 5 hari sebelum partus atau 2

hari setelah melahirkan


Penderita leukemia atau limfoma terinveksi varisela yang sebelumnya belum

di vaksinasi
Penderita HIV, atau gangguan imunitas lainnya
Penderita sedang mendapat pengobatan imunosupresan seperti kortikosteroid.
b. Imunisasi aktif
Vaksin varisela merupakan vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated)
yang berasal dari OKA strain dengan efek imunoghenitas tinggi dan tingkat
proteksi cukup tinggi berkisar 71- 100% serta mungkin lebih lama.
Dapat diberikan pada anak sehat ataupun penderita leukemia,
imunodefisiensi.
Untuk penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini dalam waktu 72 jam
dengan maksud sebagai preventif atau mengurangi gejala ppenyakit.
Dosis yang dioanjurkan adalah 0,5 mL subkutan. Pemberian vaksin ini
ternyata cukup aman. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya
proteksi yang samandan efek samping hanya berupa rash yang ringan.4

PROGNOSIS

19

Infeksi primer varicella memiliki tingkat kematian 2-3 per 100.000 kasus
dengan case fatality rate pada anak berumur 1-4 tahun dan 5-9 tahun (1 kematian
per 100.000 kasus). Pada bayi rata-rata resiko kematian adalah sekitar 4 kali lebih
besar dan pada dewasa 25 kali lebih besar. Rata-rata 100 kematian terjadi di USA
sebelum ditemukannya vaksin varicella, komplikasi yang menjadi penyebab
utama kematian, antara lain: pneumonia, komplikasi SSP, infeksi sekunder, dan
perdarahan. Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higien memberi
prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.2

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Enam Cetakan
Kedua, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2010, hal 115.
2. Kurniawan,Martin, Noberta Dessy, Tatang Matheus. Varicella zoster pada
anak. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. 2008. P. 23-31
Available from: http://indonesia.digitaljournals.org/indeks.php/medcin.
[cited 2013 April 2013].
3. Mandal, B.K, Wilkins E.G, Dunbar, E.M, Mayon-White, R.T. Penyakit
Infeksi . Edisi keenam. Jakarta : 2010. P. 112-119
4. Rampengan, T. H. Penyakit Infeksi Tropis Pada Anak, Edisi kedua. Jakarta :
EGC ; 2008. P.90-103
5. Rudolph, A. M. Buku Ajar Pediatri Rudolph volume 1 Edisi Keduapuluh
Cetakan Pertama, Jakarta : EGC 2006

20

6. Soedarmo SP, Garna Herry, eds. Varisela. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Edisi kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2012. p.134-41

21

Anda mungkin juga menyukai