Laporan Kasus
Laporan Kasus
Umur
: 55 tahun
DPJP
Alamat
I. Subjektif
Anamnesis
Keluhan utama
: Nyeri dada
Anamnesis terpimpin :
Seorang pasien berumur 55 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dada dirasakan 4 jam SMRS dan menjalar hingga
ke punggung sebelah kiri. Nyeri rasa tertekan yang dirasakan tiba-tiba muncul
saat pasien sedang duduk-duduk istirahat. Pasien juga mengeluhkan sesak napas
pada saat beraktifitas bahkan pada saat istirahat. Pasien merasa lebih nyaman
ketika tidur dengan posisi kepala lebih tinggi. Keluhan disertai dengan nyeri ulu
hati yang dirasakan bertambah pada saat bernapas. Mual (+), muntah (+) 2x berisi
sisa makanan, keringat dingin (+). BAB biasa, kesan normal. BAK lancar, kesan
normal. Faktor risiko: merokok (+), hipertensi (-), DM (+).
II. Objektif
Status present
Sakit : ringan / sedang / berat
Kesadaran
Tanda vital
Tekanan darah : 140/80mmHg
Pernapasan
: 24x/menit
Kepala
: Simetris
Nadi
: 105x/menit
Suhu : 36 0C
: kiri = kanan
: Gerakan
TIO
Kelopak mata
kornea -/-
: ikterus -/-
pupil -/-
: Perdarahan (-)
Sekret (-)
Mulut
Lidah :stomatitis
tremor(-)
Leher
: Kel. Tiroid
Tumor : (-)
(-),
Dada :
Inspeksi:
Bentuk : dalam batas normal
Iktus kordis
Sela iga
Lain-lain
: (-)
Paru :
Palpasi
: Fremitus raba
: Paru kanan
: sonor,
Paru kiri
: sonor, redup
: Bunyi pernapasan
Bunyi tambahan
Punggung:
Palpasi
nyeri ketuk
Auskultasi
halus
Gerakan
Jantung:
Inspeksi
: (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Perut :
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Hati
Perkusi
Laboratorium :
Kesan : GDS meningkat
Pemeriksaan tanggal 15 Mei 2015
: tidak teraba
o Chest X-Ray
Kesan :
- Kardiomegali
- Edema paru
- Efusi pleura bilateral, terutama sinistra.
o Darah Rutin
Ket :
WBC = 14.33 x 103 (meningkat)
Resume
berisi sisa makanan, keringat dingin (+). BAB biasa, kesan normal. BAK lancar,
kesan normal. Faktor risiko: merokok (+), hipertensi (-), DM (+).
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital TD : 140/80 mmHg, Pernapasan :
24x/menit, Nadi: 105x/menit, Suhu :36,0C. Pemeriksaan leher: JVP 5+4, kaku
kuduk (-). Pemeriksaan paru: fokal fremitus kiri=kanan, sonor pada kedua
lapangan paru, bunyi pernapasan vesikuler disertai ronki basah halus pada kedua
basal paru. Pemeriksaan EKG ditemukan ST-elevasi pada lead I,, aVL, V3 dan
V4. Pemeriksaan penunjang chest x-ray kesan kardiomegali, edema paru efusi
pleura bilateral terutama bagian kiri. Pada pemeriksaan kimia darah kesan GDS
meningkat (385 mg/dl), pemeriksaan darah rutin didapatkan WBC meningkat
(14,33 x 103).
III. Assessment
-
IV. Planning
Non Farmakologi
-
Tirah baring
Supportif : O2
Farmakologi :
-
NTG sublingual
Morfin
Aspirin
Fibrinolitik
Rencana pemeriksaan :
o Angiografi Koroner
V. Prognosis
Ad functionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
Ad vitam
: dubia ad bonam
Nama
: Tn.Ld.
Umur:55
Penyakit/Instr
uksi Dokter
Tgl/Jam
28
2015
16 Maret
Mogare
Ruangan : ICCU
Perjalanan Penyakit
-STEMI
anterior
extensive akut 4 jam
killip II
-Acute CHF e.c ACS
TD: 140/80
Nadi : 105x/menit
17 Maret 2015
-Keluhan
sesak
berkurang, nyeri dada
berkurang,
nyeri
region
epigastrium
(+), GDS 183.
TD: 110/60
Nadi : 105x/menit
18 Maret 2015
-Keluhan
sesak
berkurang,,
nyeri
region epigastrium (+)
Instruksi Dokter
IVFD NaCl 12
tpm
Arixtra
2.5
mg/24 jam
Aspilet
1x80
mg
Clopidogrel
1x75 mg
Stator 1x20 mg
Ramipril 1x2.5
mg
Alprazolam
1x0.5 mg
Cek
laboratorium
IVFD RL 12
tpm
Furosemid
2
ampul/24 jam
Lovenox
0.6
ml/12 jam
Lovemir 0-0-10
Farsorbid 3x10
mg
Alprazolam
1x0.5 mg
Spironolactone
1x25 mg
Stator 1x20 mg
Aspilet
1x80
mg
Clopidogrel
1x75 mg
Ramipril 1x25
mg
IVFD RL 12
tpm
Furosemid
2
ampul/ 24 jam
thn
No. RM :
43 13 18
Tanda
tangan
(nama
jelas)
TD 90/60
Nadi :105x/menit
Lovenox
0.6
mg/ 12jam
Lovemir 10 unit
0-0-10
Novorapid 3x6
unit
Pantoprasol iv /
12 jam
Lanzoprasol
1x30 mg
Sucralfat 3x2
cth
Spirinolactone
1x25 mg
Stator 1x20 mg
Foto thorax
LAMPIRAN :
TATA LAKSANA AWAL
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok
komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrial (aritmia) dan komplikasi mekanik
(pump failure).
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit STEMI disebabkan adanya
fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam petama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga
elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara
lain:
-
bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset
nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa
ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional
kesehatan mengenai pentingnya tatlaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada
paramedis di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan
tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab
pada pemberian terapi.
TATALAKSANA UMUM
Oksigen
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan MTG intravena. NTG intravena dapat
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengnan tekanan darah sistolik
<90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark
inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus
dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil
dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic
pilihan dalam tatlaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis
2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena
yang akan mengurangi curah jantung dan tekana arteri. Efek hemodinamik ini
dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dengan NaCl 0.9%. Morfin juga dapat menyebabkan
bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark
posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0.5 mg IV.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
REPERFUSI FARMAKOLOGIS
Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door
to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya
adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam
obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin (Sudoyo et al.
2010 ).
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena perfusi penuh
pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan
laju mortalitas,11 selain itu, waktu merupakan faktor yang menentukan dalam
reperfusi, fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita. Keuntungan ini lebih
nyata bila streptokinase diberikan dalam 6 jam pertama setelah timbulnya gejala,
dengan anjuran pemberian streptokinase sedini mungkin untuk mendapatkan hasil
yang semaksimal mungkin (Antono E. 2007).
Indikasi terapi fibrinolitik :
Kelas 1:
1) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien
STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan elevasi ST > 0,1 mV pada minimal
2 sandapan prekordial atau 2 sandapan ekstremitas
2) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik diberikan pada pasien STEMI
dengan onset gejala < 12 jam dan LBBB baru atau diduga baru (Sudoyo et al.
2010 )
Kelas II a
1) Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi fibrinolitik pada
pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan EKG 12 sandapan
konsisten dengan infark miokard posterior.
2) Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi fibrinolitik pada
pasien STEMI dengan onset mulai dari < 12 jam sampai 24 jam yang
mengalami gejala iskemi yang terus berlanjut dan elevasi ST 0,1 mV pada
sekurang-kurangnya 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau
minimal 2 sandapan ekstremitas.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan
penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik.
Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska
CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :
Kontraindikasi absolut
1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral
Kontraindikasi relatif
1) Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2) Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
3) Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui
patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4) Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar
(<3 minggu)
5) Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6) Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7) Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya
atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
8) Kehamilan
9) Ulkus peptikum aktif
10) Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko
perdarahan.
Obat Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang
manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan.
Perdarahan diklasifikasikan oleh American College of Surgeons' Advanced
Trauma Life Support (ATLS) menjadi :
- Kelas I : melibatkan hingga 15% dari volume darah, tidak ada perubahan dalam
tanda-tanda vital dan tidak diperlukan resusitasi cairan.
- Kelas II : melibatkan 15-30% dari volume darah total, ditandai dengan takikardi
(denyut jantung cepat) dan penyempitan perbedaan antara tekanan darah sistolik
dan diastolik. Transfusi darah biasanya tidak diperlukan.
- Kelas III : melibatkan hilangnya 30-40% dari volume sirkulasi darah yang
ditandai penurunan tekanan darah pasien, peningkatan denyut jantung, hipoperfusi
perifer (syok). Resusitasi cairan dengan kristaloid dan transfusi darah biasanya
diperlukan.
- Kelas IV : melibatkan hilangnya> 40% dari volume sirkulasi darah. Batas
kompensasi tubuh tercapai dan resusitasi agresif diperlukan untuk mencegah
kematian (Manning, 2004).