Anda di halaman 1dari 25

0

LAPORAN KASUS DIAGNOSTIK

Wanita 25 Tahun Dengan


Mitral Stenosis

Oleh:
Kiki Rizky
Pembimbing:
dr. M. Arief Nugroho, SpJP

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi
Semarang
2013

RESUME
Seorang wanita 25 tahun datang dengan keluhan utama sesak
nafas yang memberat sejak 5 hari yang lalu yang makin bertambah berat.
Sesak terus-menerus, memberat dengan aktivitas, PND (+), OP(+). Sesak
disertai berdebar-debar, kedua tungkai bengkak. Keluhan disertai dengan
batuk dan demam. Penderita sebelumnya telah mengalami DOE sejak 3
tahun SMRS namun tidak kontrol selama 1 tahun terakhir.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sesak, T: 100/70, N:
108x, Rr: 30x, S: 38.1oC. JVP R+4 cmH2O, Pemeriksaan jantung
didapatkan S1 meningkat, S2 (P2) meningkat, bising: PSM 3/6 LLSB
meningkat dengan inspirasi, MDM 3/4 di apek. Abdomen : hepatomegali
(+), ekstremitas : edema inferior (+).
Pada pemeriksaan penunjang, EKG didapatkan irama sinus,
normoaksis dengan dilatasi atrium kiri, dan RVH. Rontgen thorak :
gambaran kardiomegali (LA,RV,RA) dengan hipertensi pulmonal dan efusi
pelura dextra dan penumoni. Ekokardiografi didapatkan dilatasi seluruh
ruang jantung dengan LVEF 57% ; MS severe, PH severe, TR Moderate,
AR mild.
Pasien kami diagnosa dengan gagal jantung kongestif et causa MS
severe, PH severe, TR Moderate, AR mild dan Bronkopneumoni
.

ILUSTRASI KASUS

A. Identitas Pasien:
Nama
Umur
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
MRS
Jaminan

:
:
:
:
:
:
:

Nn. Maulidatul Faidah


25 tahun
Kyai Syakir Raya Kodia Semarang
Akademi Keperawatan
Tidak bekerja
26 Maret 2013
Jamkesda

B. Anamnesis: (1 April 2013)


Autoanamnesis dengan pasien dan orangtuanya di bangsal Unit Pelayanan
Jantung Kelas 3.
Keluhan Utama: pasien datang ke UGD dengan keluhan utama sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang:


Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita merasakan
sesak yang makin lama makin betambah berat, mula-mula pada aktifitas
sedang, hingga kini sesak dirasakan pada saat istirahat. Keluhan disertai
dengan dada berdebar-debar, pendeita tidur memakai bantal tinggi, Os
menjadi sulit tidur karena sesak dan bengkak di kedua tungkai. Os juga
merasakan batuk disertai dahak encer berwarna putih. Kurang lebih 1 hari
sebelum masuk rumah sakit Os merasakan demam tinggi, disertai
dengan nyeri dada seperti tertusuk jarum kecil, tembus ke punggung,
keluhan bertambah bila os batuk atau menarik nafas dalam. Untuk
keluhannya, os meminum obat paracetamol, obat batuk dan jamu-jamuan
yang dibeli sendiri, karena keluhan bertambah berat, os berobat ke
RSDK.
Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, Os merasakan merasa
sesak bila mengangkat benda berat atau pekerjaan rumah seperti
menyapu rumah. Penderita tidur memakai 1 bantal, sering terbangun
malam hari karena sesak, terkadang kaki terasa bengkak, tidak ada nyeri
dada atau pingsan, tidak ada keluhan suara menjadi serak.
Sejak 3 tahun SMRS, penderita merasakan cepat lelah bila
beraktifitas berat, disertai dada berdebar-debar, os berobat ke dokter
spesialis jantung dikatakan jantungnya bengkak dan ada penyempitan
katup jantung, namun setahun terakhir os tidak kontrol kembali.

Riwayat Penyakit Dahulu:


o Riwayat sesak nafas sejak kecil disangkal

o
o
o
o

Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat

muncul benjolan di kulit yang tidak nyeri disangkal.


gerakan ekstremitas tubuh yang tidak disadari disangkal.
kemerahan di kulit disangkal.
demam berulang dan disertai batuk pilek kadang-kadang

didapatkan, pasien berobat ke Puskesmas.


o Riwayat nyeri sendi berpindah-pindah disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
o Riwayat sakit serupa pada keluarga tidak didapatkan
o Tidak ada keluarga dengan sakit jantung bawaan.
Riwayat Tumbuh Kembang:
o Pasien lahir di bidan, lahir normal tidak ada kelainan apapun
o Pasien tumbuh normal dan aktif seperti anak usia sebayanya.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien adalah seorang perawat. Ayah pasien bekerja sebagai
wiraswasta. Biaya selama di rumah sakit ditanggung oleh Jamkesda.

C. Pemeriksaan Fisik: (1 April 2013)


Keadaan Umum:
o Tampak sesak nafas
o Berat badan
: 45 kg
o Tinggi badan
: 155 cm
o Body mass index : 18.7 kg/m2 (normoweight)
Kesadaran:
o Compos mentis
o GCS: E4-V5-M6
Tanda Vital:
o Tekanan darah: 100/70 mmHg
o Nadi:
Frekuensi: 108 kali/menit
Reguler
Isi dan tegangan cukup
o Respiratory rate: 30 kali/menit SaO2 = 98%
o Suhu: 38,1 oC
Kepala

Mata:
o Konjungtiva palpebra anemis - | o Sklera ikterik - | Bibir : Sianotik (-)
Pernapasan Cuping Hidung (+)
Leher:
o JVP = 5 + 4 cmH2O
o Hepatojugular reflux (+)
Dada: bentuk dan gerak simetris
o Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tampak di spatium intercostal V 2 cm
lateral linea midclavicula kiri

Palpasi:
Ictus kordis teraba di spatium intercostal V 2 cm lateral
garis midclavicula kiri
Pulsasi parasternal (+)
Pulsasi epigastrial (+)
Perkusi : konfigurasi jantung kanan dan kiri kesan melebar
Auskultasi:
S1 meningkat
S2 (P2) meningkat
Opening snap (-)
Pansystolic murmur, grade 3/6, thrill (-), high pitch di linea
parasternal kiri bagian bawah (SIC 4-5) meningkat dengan
-

inspirasi
Mid diastolic murmur, grade 3/4, thrill (-),low pitch di apeks

terdengar lebih jelas pada posisi left lateral decubitus.


Paru:
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi:
Suara dasar: vesikuler di kedua lapang paru
Suara tambahan:
Ronki basah kasar: didpatkan pada kedua lapang

paru.
Ronki basah halus: didapatkan pada 1/3 basal kedua
lapang paru

Abdomen:
o Inspeksi: datar
o Palpasi:
Nyeri tekan epigastrium (-)
Hepar teraba pembesaran 3 cm bawah arcus costa dextra dan
lien tidak teraba pembesaran.

Perkusi:
Pekak alih (-)
Pekak sisi (-)

Auskultasi: BU (+) N

Ekstremitas:
o Clubbing : tidak didapatkan
o Sianosis: tidak didapatkan
o Pitting oedema: (+/+) minimal pada ekstremitas inferior

D. Pemeriksaan Penunjang:
Elektrokardiografi (EKG): (30 Maret 2013)

Deskripsi EKG:
o Irama sinus
o Rate: 100 kali/menit
o Aksis normal
o Gelombang P (+), negative terminal force di V1, P Mitral (+)
o Interval PR 0,16 detik
o Durasi QRS: 0,06 detik
o Morfologi QRS: normal
o Gelombang R/S persisten di V1-V5
o ST-T changes: isoelektris
o T inverted di V1-V3
Kesan EKG: sinus takikardia dengan dilatasi atrium kiri, ventrikel kanan
Foto toraks dada: (10 April 2013)

Deskripsi foto toraks dada:


o CTR 68%
o Segmen aorta normal
o Segmen pulmonal menonjol
o Pinggang jantung mendatar
o Apeks lateral upward
o Batas jantung kanan bergeser ke lateral
o Corakan bronkovaskuler meningkat
o Tampak bercak pada perihilier dan paracardial kanan-kiri serta
lapang bawah paru kanan
o Sinus kostofrenikus kanan tumpul, kiri lancip
Kesan foto thorak : gambaran dilatasi ventrikel kanan, dilatasi atrium kiri

dan atrium kanan dengan Hipertensi pulmonal dan efusi pluera dextra
Hasil laboratorium:

PEMERIKSAAN

27/03

13/4

SATUAN

NILAI
NORMAL

KET

gr%

12-15

HEMATOLOGI
Hemoglobin

9,49

Hematokrit

29,5

35-47

Eritrosit

3,72

juta/mmk

3,9-5,6

MCH

25,49

Pg

27-32

MCV

79,10

fL

76-96

MCHC

32,22

g/dL

29-36

Lekosit

20,60

ribu/mmk

4-11

Trombosit

375,3

ribu/mmk

150-400

RDW

14,59

11,6-14,8

MPV

7,57

fL

4-11

Glukosa sewaktu

83

mg/dl

74-106

Ureum

17

mg/dl

15-39

Creatinin

0,60

mg/dl

0,6-1,3

KIMIA KLINIK

Albumin

4,6

g/dl

3,4-5,0

Globulin

2,0

g/dl

2,3-3,5

Protein Total

6,6

g/dl

6,4-8,2

Elektrolit
Natrium

137

mmol/L

136-145

Kalium

4,5

mmol/L

3,5-5,1

Chlorida

99

mmol/L

98-107

Calcium

1,90

mmol/L

2,12-2,52

Magnesium

0,86

mmol/L

0,74-0,99

E. Diagnosis Kerja:
Diagnosis fungsional
: CHF functional class NYHA IV
Diagnosis anatomis
: Suspect MS,TR,PH
Diagnosis etiologis
: Penyakit Jantung Rematik
Bronkopneumoni dengan efusi pleura dextra
F.

Follow Up:
Echokardiografi: (30 Maret 2013)
I.
M-Mode:
1. Dimension:
DIMENSION

VALUE

NORMAL VALUE

Ao

23

20-37 mm

LA

48

19-40 mm

RVDd

7-26 mm

IVSd

14

7-11 mm

LVIDd

48

38-56 mm

LVPWd

10

7-11 mm

LVIDs

34

22-40 mm

LVPWs

16

LVEF (Teich)

57%

53-77%

FS

30%

>25%

LVMI (g/M2)

184

M<120, F<105

2. LV Wall Motion: IVS dan LVPW normokinetik


2-Dimension:
Dimensi ruang jantung LA dilatasi
LVH konsentris
III. Color-Doppler:
o
Mitral Valve
: Stenosis
: severe
o
Tricuspid Valve : Regurgitation: moderate
o
Pulmonic Valve : Tak tampak kelainan; PH severe (+)
o
Aortic Valve
: Regurgitation : mild
Others:
II.

Trombus (-)
LASEC (+)
Pericardial Effusion (-)
Wilkins Score:
leaflet mobility
leaflet thikening
leaflet calsification
subvalvular thickening
total = 6

:1
:2
:1
:2

Kesan:
o LA dilatasi, dengan LVH eksentris
o Fungsi sistolik LV global normal dengan LVEF 57% (Teichz)
o Fungsi diastolik sulit dinilai, FS RV menurun.
o MS severe, PH Severe, TR moderate, AR mild
o LASEC (+), Wilkins Score 6
o Suatu Rheumatic Heart Disease
G. Diagnosis Akhir:
Diagnosis fungsional
Diagnosis anatomis

Diagnosis etiologis

:
:

CHF functional class NYHA IV


MS severe, PH severe, TR Moderate, AR

mild
Penyakit Jantung Rematik

Bronkopneumoni dengan efusi pleura dextra

10

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

I.

Pendahuluan
Demam rematik dan penyakit jantung rematik merupakan suatu penyakit

akibat komplikasi non supuratif dari infeksi Streptococcus beta hemolyticus group
A pada saluran pernafasan bagian atas akibat adanya respon imun lambat dalam
tubuh.1 Insidensi penyakit ini pada negara-negara maju mengalami penurunan
yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir ini seiring dengan penurunan
transmisi dan perkembangan teknologi termasuk pengobatan dalam bidang
kedokteran yang lebih baik.2 Akan tetapi penyakit ini masih menjadi masalah
kesehatan di banyak negara-negara berkembang khususnya pada anak-anak dan
remaja.1,2
Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan sekitar 500.000 orang
menderita demam rematik akut tiap tahunnya dimana 97 % berasal dari negara
berkembang yang mempunyai insiden lebih dari 50 orang tiap 100.000 anak
pertahun. Sedangkan insiden di negara-negara industri kurang dari 10 tiap 100
ribu anak.3 Penelitian terbaru menyebutkan bahwa 1,9 juta orang mempunyai
riwayat demam rematik akut tanpa karditis, 470.000 kasus baru tiap tahun dan
lebih dari 230.000 kasus kematian per tahun akibat komplikasi penyakit jantung
rematik khususnya dinegara berkembang.2
Penyakit ini dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan
jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anakanak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok
usia 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan
usia di atas 35 tahun.4 Serangan berulang atau relaps paling sering didapatkan
pada usia remaja dan dewasa muda dan jarang didiagnosa setelah usia 45 tahun.3
II. Definisi
Penyakit jantung rematik merupakan suatu kelainan atau penyakit yang
mengenai katup jantung yang merupakan suatu sekuele dari infeksi bakteri
Streptococcus grup A (GAS) pada demam rematik akut sebelumnya 2
Kerusakan jantung pada penyakit jantung rematik terbanyak mengenai
katub mitral dan aorta dan keadaan ini menetap meskipun episode akut telah

11

terlewati. Pada perjalanannya, penderita PJR akan mengalami kekambuhan dari


infeksi, dan setelah periode yang cukup panjang akan mengakibatkan kerusakan
katup. Kerusakan katup inilah yang

akan mengakibatkan

konsekuensi

hemodinamik yang bermanifestasi klinis lebih lanjut menjadi gagal jantung


sehingga disebut sebagai penyakit jantung rematik.5
III.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari demam rematik akan muncul paling cepat 3 minggu

setelah terjadinya infeksi GAS pada tonsilofaring. Penelitian menunjukkan bahwa


sepertiga dari seluruh pasien demam rematik akut tidak menunjukkan gejala
tonsilofaringitis yang khas berupa nyeri atau serak pada tenggorokan. Pada
umumnya pasien menunjukkan gejala penyerta yang lain seperti demam, nyeri
sendi, lemas, serta faring hiperemis.1,2 Fase akut dari DRA akan ditandai dengan
adanya proses inflamasi yang bersifat eksudatif dan proliferatif yang melibatkan
kolagen. Adapun organ-organ yang terkena pada umumnya adalah kulit, sistem
saraf pusat, cairan sendi, serta jantung.1,6,7
Diagnosis yang akurat pada DRA adalah sesuatu yang penting. Diagnosis
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya pengobatan yang seharusnya tidak
perlu untuk jangka waktu lama, sementara diagnosis yang kurang akan
menyebabkan terjadinya relaps, kerusakan jantung, dan mempercepat mortalitas. 2
Diagnosis DRA masih didasarkan pada kondisi klinis selama tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang spesifik. Diagnosis DRA biasanya menggunakan
kriteria Jones dan kriteria yang lebih baru dari WHO seperti tabel dibawah ini.1,3
Kriteria Jones yang telah direvisi diatas digunakan untuk mendiagnosis
DRA dimana DRA ditegakkan apabila terpenuhinya syarat adanya 2 kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 minor ditambah dengan bukti adanya infeksi
Streptococcus grup A pada salran nafas bagian atas.1,7 Ketidakadanya bukti infeksi
Streptococcus membuat diagnosis DRA diragukan.1

12

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik

Karditis
Diantara kriteria major Jones, karditis merupakan manifestasi klinis yang
utama dan spesifik pada DRA. Secara patologi, DRA akan mengakibatkan
peradangan pada hampir seluruh bagian jantung (pankarditis) yang meliputi
perikardium, miikardium, maupun endokardium. Sedangkan manifestasi klinisnya

13

akan bervariasi tergantung tingkat keparahan, mulai dari yang paling ringan yaitu
tingkat subklinis, sampai yang paling berat dan mengancam nyawa. 1 Diagnosis
klinis karditis didasarkan pada terdapatnya bising jantung yang jelas (terutama
regurgitasi mitral dan atau aorta), perikardial rub, kardiomegali tanpa sebab yang
jelas disertai CHF.1,6
Tabel 2. Gambaran Klinis Karditis Rematik

Pada auskultasi dapat ditemukan adanya bising baru atau bising yang
mengalami perubahan dari sebelumnya. Lesi valvular yang paling umum
ditemukan pada fase akut adalah regurgitasi mitral yang menghasilkan bising
pansistolik di apeks jantung. Sedangkan pada fase kronis banyak ditemukan bising
mid diastolik pada apeks yang sebagai penanda adanya stenosis pada katup
mitral.1
KELAINAN KATUP PADA PENYAKIT JANTUNG REMATIK
Pada banyak pasien dengan penyakit jantung rematik kronis, katup mitral
dan aorta dapat terlibat baik salah satu maupun keduanya. Secara umum,
manajemen harus berdasarkan identifikasi dari dominan lesi dan lokasi kelainan
katup. Kelainan katup multipel lain yang dapat terjadi yaitu mitral stenosis dengan

14

regurgitasi trikuspid yang menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal dan


dilatasi ventrikel kanan, maupun kelainan stenosis aorta dengan regurgitasi
mitral.1
Stenosis Mitral
Mitral stenosis disebabkan oleh menebalnya dan imobilitas katup mitral
yang menyebabkan terjadiya obstruksi daraj dari atrium kiri ke ventrikel kiri.
Hasilnya, terjadi peningkatan tekanan pada atrium, perdarahan pumonar dan
jantung kanan sedangkan vntrikel kiri tidak dipengaruhi pada isolated mitral
stenosis (MS). Namun terkadang MS disertai oleh mitral regurgitasi dan atau
disfungsi katup aorta yang menyebebkan disfungsi pada ventrikel kiri.
Pada sebagian besar kasus, mitral stenosis disebabkan oleh penyakit
jantung reumatik pada katup mitral, walaupun hanya sekitar 50 sampai 70 persen
yang mempunyai riwayat demam rematik, pada pemeriksaan patologi dari
pembedahan yang dilakukan pada 452 pasien di Mayo Clinic, 99 persen
ditemukan tanda-tanda postinflamasi yang diduga berasal dari penyakit demam
rematik.14
Keterlibatan katup mitral terjadi sekitar 90 peren dari penyakit jantung
rematik.15 Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses
peradangan(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan
katup.Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi,
fusikomisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut.
Keadaanini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal,
mengecilnyaarea katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang
kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari
orifisium, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium
sekunder.1,2

15

Gambar 1. Penampakan stenosis katup mitral

Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami


sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga
menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape.
Patofisiologi
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm, bila
areaorifisium katup berkurang sampai 2 cm, maka diperlukan upaya aktif atrium
kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal
dapatterjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga
menjadi 1 cm2.1,4
Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25mmHg
untuk mempertahankan cardiac output yang normal.1 Peningkatan tekananatrium
kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler, sehingga
bermanifestasi sebagai exertional dyspneu.4
Seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri
kronik akanmenyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya
akanmenyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastol, regurgitasi
tricuspid dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan
kongesti sistemik.1,4

16

Hipertensi

pulmonal

merupakan

komplikasi

yang

sering

terjadi

padastenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat
kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru berupa
vasokonstriksi

akibat

bahan

neurohormonal

seperti

endotelin

atau

perubahananatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan


intima (reactive hypertension)
Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi
lanjut,yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita,
dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.4
Derajat

berat

ringannya

stenosis

mitral,

selain

berdasarkan

gradientransmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta
hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian
opening snap.
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm). Hubungan antara
gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat
pada tabel berikut:16
Derajat

A2-OS interval

Area

Stenosis
Ringan
Sedang

> 110 msec


80-110 msec

> 1.5cm2
>1 dan

Gradien
< 5mmHg
<1.5 5-10mmHg

cm2
Berat
< 80 msec
<1 cm2
>10 mmHg
A2-OS :Waktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup
mitral

Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri


akanmeningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2
yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.16
Manifestasi Klinis
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan
utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral

17

yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal


nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang
seringterjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang
lebihlanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari
atriumkiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis. 6,8,10
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti
tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat
besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak. 6,8,10
Diagnosis
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan

fisik,

dan

pemeriksaan

penunjang

seperti

foto

thoraks,elektrokardiografi (EKG) atau echokardiografi. 6,8,10


Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:

Riwayat demam rematik sebelumnya

Dyspneu deffort.

Paroksismal nokturnal dispnea.

Aktifitas yang memicu kelelahan.

Hemoptisis.

Nyeri dada.

Palpitasi.

Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Malar flush, perubahan warna kebiruan pada atas pipi karena saturasi
oksigen berkurang

Opening snap

Diastolic rumble.

Distensi vena jugularis.

18

Respiratory distress.

Digital clubbing.

Systemic embolization.

Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan


oedem perifer

Askultasi:
Temuan klasik pada stenosis mitral adalah 'opening snap dan bising
diastol kasar ('diastolic rumble') pada daerah mitral. Tetapi sering pada
pemeriksaan rutin sulit bahkan tidak ditemukan rumbel diastol dengan nada
rendah, apalagi bila tidak dilakukan dengan hati-hati. 6,8,10
Walaupun demikian pada kasus-kasus ringan harus dicurigai stenosis
mitral ini bila teraba dan terdengar SI yang keras. SI mengeras oleh karena
pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup
katup sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di apeks rumbel diastolik ini dapat
diraba sebagai thrill. 6,8,10
Dengan lain perkataan katup mitral ditutup dengan tekanan yang keras
secara mendadak, Pada keadaan di mana katup mengalami kalsifikasi dan kaku
maka penutupan katup mitral tidak menimbulkan bunyi SI yang keras. Demikian
pula bila terdengar bunyi P2 yang mengeras sebagai petuniuk hipertensi
pulmonal, harus dicurigai adanya bising diastol pada mitral. 6,8,10
Beberapa usaha harus dilakukan untuk mendengar bising diastol antara
lain posisi lateral dekubitus, gerakan-gerakan atau latihan ringan, menahan napas
dan menggunakan bell dengan meletakkan pada dinding dada tanpa tekanan
keras.6,8,10
Derajat dan bising diastol tidak menggambarkan beratnya stenosis tetapi
waktu atau lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis
ringan bising halus dan pendek, sedangkan pada yang berat holodiastol dan
aksentuasi presistolik. Waktu dari A2-OS juga dapat menggambarkan berat
ringannya stenosis, bila pendek stenosis lebih berat. 6,8,10

19

Bising diastol pada stenosis mitral dapat menjadi halus oleh karena
obesitas, PPOM. edema paru, atau status curah jantung yang rendah. Beberapa
keadaan yang dapat menimbulkan bising diastol antara lain aliran besar meialui
trikuspid seperti pada ASD, atau aliran besar melalui mitral seperti pada VSD,
atau regurgitasi mitral. Pada AR juga dapat terjadi bising diastol pada daerah
mitral akibat tertutupnya katup mitral anterior oleh aliran balik dari aorta (murmur
Austin-Flint). Bising diastol pada MR atau AR akan menurun intensitasnya bila
diberikan amil nitrit karena menurunnya after load dan berkurangnya derajat
regurgitasi. 6,8,10
Dari pemeriksaan penunjang :

20

Foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri


pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda bendungan
padalapangan paru.

EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada


gelombang Pdengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap
lebih lanjut dapatterlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan
dan kemudian akanterlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.

Echocardiografi akan memperlihatkan :


o E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan
menghilangnya gelombang a berkurangnya permukaan katup
mitral
o Berubahnya pergerakan katup posterior
o Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo
akibat kalsifikasi.

Gambar 3. Gambaran mitral stenosis

21

Regurgitasi Trikuspid
Keterlibatan katup trikuspid pada PJR akibat DRA umumnya sangat jarang
bila dibandingkan dengan katup mitral maupun aorta dan biasanya disertai dengan
kelainan yang lain. Secara statistik, kelainan katup trikuspid yang terjadi bersama
dengan kelainan katup mitral dan atau aorta ditemukan sebanyak 10-20% dari
seluruh kasus. Dimana katup trikuspid mengalami penebalan dan daun katup
berkontraksi akibat fibrosis maupun fusi dari komisura. Seperti pada katup mitral,
kalainan trikuspid akibat demam rematik, katup akan mengalami regurgitasi yang
pada pemeriksaan fisik akan ditemukan bising sistolik halus, frekuensi medium
dan meningkat dengan manuver inspirasi.6,8,10
Peran Ekokardiografi Dalam Diangnosis Kelainan Katup
Ekokardiografi mempunyai peranan yang penting dalam membantu
menegakkan diagnosis kelainan katup khususnya pada penyakit jantung rematik. 11
Ekokardiografi berguna untuk mengevaluasi mekanisme dan beratnya regurgitasi
dan atau stenosis katup, daun katup, ukuran anulus, ukuran dan fungsi ruangruang jantung, adanya efusi perikardium, dan tekanan arteri pulmonal. 11 Untuk
mendiagnosis

rematik

karditis

dan

menilai

kelainan

katup,

M-mode,

ekokardiografi 2D, Doppler, dan Doppler dengan warna cukup sensitif dan
menyediakan informasi yang spesifik yang tidak didapatkan pada pemeriksaan
sebelumnya. Dalam hal ini M-Mode ekokardiografi mempunyai parameter untuk
menilai

fungsi

ventrikel,

dimana

ekokardiografi

2D

berperan

dalam

menggambarkan struktur anatomis yang sebenarnya. 2D ekho doppler dan warna


merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mendeteksi kelainan aliran
darah dan adanya regurgitasi. Penggunaan ekokardiografi 2-D doppler dan warna
dapat mencegah terjadinya overdiagnosis dari bising fungsional pada penyakit
jantung katup. Dari pemeriksaan ekokardiografi dapat dihasilkan klasifikasi
kelainan katup berdasarkan jumlah regurgitan, penebalan maupun kekakuan katup
aorta.1,4
Dalam kaitannya dengan kelainan katup pada PJR, Ekokardiografi
memberikan informasi mengenai ukuran dari atrium dan ventrikel, penebalan

22

katup, prolaps daun katup, gangguan koaptasi, restriksi dari mobilitas daun katub,
dan disfungsi ventrikel. Ekokardiografi juga dapat membantu klinisi dalam
menentukan dilakukan tindakan operasi pada kelainan katup.1,12

23

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO Expert Consultant Team. Rheumatic Fever and

Rheumatic Heart

Disease. Report of a WHO Expert Consultation. 2004. Geneva, 29 October1


November 2001.
2. Carapetis J, Brown A, et al. Diagnosis and Management of Acute Rheumatic
Fever and Rheumatic Heart Disease in Australia: An Evidence Base Review.
2006 National Heart Foundation of Australia.
3. Fuster, V., et al. Hurst's The Heart. 12th edition.2008. New York: McGrawHill Medical.
4. Carapetis J, McDonald M. Acute Rheumatic Fever. Lancet 2005; 366:155168.
5. Meira ZM, et al. Long term Follow up of Rheumatic Fever and Predictors of
Severe Rheumatic Valvular Disease in Brazillian Children and Adolescent.
Heart 2005; 91:1019-1022.
6. Otto, Catherine M. Valvular Heart Disease. Dalam : Libby, Braunwalds Heart
Disease, A Textbook of Cardiovaascular Medicine. Edisi ke-8. 2007
7. Griffin, B. P., Eric J. T. Manual of Cardiovascular Medicine. 3rd edition.2009.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
8. Lilly, L. S. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of
Medical Students and Faculty. 5th edition. 2011. Baltimore, MD: Lippincott
Williams & Wilkins.
9. Choekalingam A, et al. Rheumatic Heart Disease Occurrence, Petterns, and
Clinical Correlates in Children. Jour Hart Valve Disease 2004; vol 13 No 1.
10. Bhandari S, Trehan N. Valvular Haert Disease : Diagnosis and Management.
JAPI 2007. Vol 55.
11. Tani LY. Rheumatic fever and rheumatic heart disease. Dalam: Moss and
Adams heart disease in infants, children and adolescents: including the fetus
and young adults. Edisi ketujuh.2008 Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins.
12. Vasan RS et al. Echocardiographic Evaluation of Patients with Acute
Rheumatic Fever and Rheumatic Carditis. Circulation, 1996, 94:7382.
13. Klabunde RE. Cardiovascular Physiology Concepts. Second Ed.2012
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
14. Olson LJ, Subramanian R, Ackermann DM, et al. Surgical pathology of the
mitral valve: a study of 712 cases spanning 21 years. Mayo Clin Proc 1987;
62:22.

24

15. BLAND EF, DUCKETT JONES T. Rheumatic fever and rheumatic heart
disease; a twenty year report on 1000 patients followed since childhood.
Circulation 1951; 4:836.
16. Binder TM, Rosenhek R, Porenta G, et al. Improved assessment of mitral
valve stenosis by volumetric real-time three-dimensional echocardiography. J
Am Coll Cardiol 2000; 36:1355.

Anda mungkin juga menyukai