Anda di halaman 1dari 42

ST Elevasi Infark Miokard

Disusun:
Dini Kurnia Sarassati
Pembimbing
dr. Muhammad Muqsith, Sp. JP- FIHA

Pendahuluan
Angina pektoris merupakan manifestasi penyakit

jantung koroner yang mengalami peningkatan


insidensi.
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab
utama kematian di negara-negara Barat, dan
insidens penyakit tersebut di Indonseia juga
cenderung meningkat.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan insiden
terjadinya penyakit jantung koroner antara lain
adalah
hiperlipidemia,
hipertensi,
diabetes,
merokok, obesitas, kegiatan jasmani yang kurang,
faktor genetik, tipe kepribadian, umur dan jenis
kelamin.

LAPORAN
KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Tn. R
Umur
: 53 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
No.CM
: 1-08-13-48
Alamat
: Kota Besar
Pekerjaan
: Swasta
Tgl. Masuk RS
: 19/02/2016
Tgl. Pemeriksaan
: 24/02/2016

Anamnesis
Keluhan Utama:

Nyeri dada sejak 6 jam sebelum masuk


rumah sakit.
Keluhan Tambahan:
Jantung berdebar, keringat dingin.

Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 6
jam sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dada yang dirasakan seperti terbakar atau panas
dan terasa tembus hingga kepunggung pasien. Nyeri dada
dirasakan ketika pasien tidur dan terbangun saat jam 3
pagi dan menghilang setelah 30 menit kemudian.
Selain itu pasien juga merasakan jantung berdebar
kencang dan seluruh tubuh berkeringat dingin.
Pasien tidak mengeluhkan mual maupun muntah dan tidak
ada gejala sesak waktu berbaring, maupun saat
beraktivitas. Keluhan sering buang air kecil sering pada
malam hari ataupun bengkak pada kaki juga disangkal
pasien.

Anamnesis
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengaku sebelumnya pernah mengalami hal
serupa kurang lebih tiga tahun yang lalu setelah
pasien pulang dari luar negeri ketika mengantra istri
pasien berobat. Nyeri dada dirasakan ketika pasien
mengendarai kendaraan dan menghilang ketika
pasien beristirahat. Pasien mengaku tidak mencari
pengobatan ke dokter atau kemana pun. Riwayat
hipertensi dan diabetes melitus disangkal pasien.
Riwayat Penggunaan Obat:
Pasien mengaku meminum obat batuk Enadryl yang
dibeli pasien dari depot obat, pada malam hari,
sebelum nyeri dada hebat yang ia rasakan tersebut.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Pasien mangaku bahwa Ayah dan saudara
laki-laki pasien meninggal mendadak ketika
beristurahat.
Riwayat Kebiasaan:
Pasien sudah merokok dari usia muda dan
sudah berlangsung kurang lebih 30 tahun,
dengan rata-rata konsumsi rokok 1 bungkus
perhari.

Pemeriksaan Fisik
Status Present
(24 Februari 2016 pukul 12.00)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran
:Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi

: 88 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur
: 36,5 0C

Status General
Kulit
Warna: Sawo
matang
Ikterus : (-)
Anemia
: (-)
Sianosis : (-)

Kepala
Bentuk : Kesan
normocephali
Rambut :Tersebar rata,
sukar dicabut, berwarna
hitam dan putih
Mata : Cekung (-), refleks
cahaya (+/+), sklera
ikterik (-/-), konjungtiva
palpebra inferior pucat
(-/-)
Telinga : Sekret (-/-),
perdarahan(-/-)
Hidung : Sekret (-/-),

Mulut
Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk
: Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : meningkat

Thorax
Thorax depan dan belakang
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan
simetris Retraksi (-)
Palpasi
Pergerakan dada simetris
Nyeri tekan (-/-)
Perkusi
sonor/ sonor
Auskultasi
Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi

: Ictus kordis tidak teraba di ICS V


linea mid clavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung:
Atas : ICS III sinistra
Kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Kiri
: ICS V linea midklavikula sinistra
satu jari lateral
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, murmur (-)

Abdomen
Inspeksi
: Distensi (+)
Palpasi
: Nyeri tekan (-) Undulasi (-)
Hepar/ lien/ ren tidak teraba
Perkusi
: Timpani (+), Redup (-), Shifting
dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik usus normal
Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang
(Laboratorium)

Pemeriksaan Penunjang
(EKG)

Interpretasi EKG
Ritme

: ritme sinus
Rate : 100 x/menit reguler
Axis : Extreme
P-wave : Normal
Komplek QRS : Terjadi pemanjangan lebar komplek QRS
Hipertrof
LVH : tidak ada
RVH : tidak ada
Iskemik/Infark
ST-elevasi :lead V1, V2, V3, V4
ST-depresi :tidak ada
T-inverted :lead V1, V2, V3, V4
Q-patologis :lead II, III, AVF dan V3, V4
Kesimpulan: RBBB komplit + STEMI anteroseptal + OMI inferior
dengan axis ekstrem.

Pemeriksaan Penunjang
(Ekokardiogram)
Fungsi sistolik ventrikel kiri menurun, EF

32%.
Kontraktilitas ventrikel kanan normal.
Terjadi gangguan restriktif.

Pemeriksaan Penunjang
(Radiologi)

Interpretasi Radiologi
Tidak ada deviasi trakea
Corakan bronkhovaskular meningkat
Sela iga melebar
CTR 45%

Pemeriksaan Penunjang
(USG)
USG ginjal : tidak tampak kelainan
USG hepar/GB/lien : tidak tampak kelainan
USG pancreas/ sistem bilier : tidak tampak

kelainan
USG vesika urinaria : tidak tampak kelainan

Diagnosis Banding
STEMI anteriorseptal + OMI inferior + RBBB
Acute heart failure de novo ec. ACS
Perikarditis
Emboli Paru

Penatalaksanaan
Bedrest
Diet jantung III
Inj Arixtra 2,5cc/hari
Inj ondansetron 1 amp/8 jam
Inj omeprazol 1 amp/12 jam
Clopidogrel 1x 75 mg
Sucralfat syr. 3x CI
Bisoprolol 1x 2,5 mg (pagi)
Simvastatin tab 1x40 mg
Captopril tab 3x 6,25 mg

ANALISA MASALAH
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan

gambaran klinis dari penyakit iskemia


jantung mulia dari angina tidak stabil,
infark miokard tanpa elevasi segmen ST,
hingga STEMI bergantung pada derajat dan
keakutan dari oklusi koroner tersebut.

Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan


tersebut
ditemukan
pada
pasien
dengan
karakteristik sebagai berikut :2
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis
non koroner (penyakit arteri perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah
mengalami infark miokard, bedah pintas koroner,
atau IKP.
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi,
merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat
PJK dini dalam keluarga

Faktor Resiko
Faktor risiko kardiovaskuler pada pria dan wanita

sebenarnya serupa pada kedua jenis kelamin, tetapi


pria biasanya menderita PJK 10 sampai 15 tahun lebih
awal daripada wanita.
Usia adalah suatu faktor risiko utama PJK.
Perkembangan aterosklerosis meningkat secara
bermakna pada usia 65 tahun atau lebih, tanpa
memperhatikan jenis kelamin maupun etnis.
Merokok adalah suatu faktor risiko mayor untuk
timbulnya aterosklerosis,yang dapat dimodifkasi. The
Mnster Heart Study menyimpulkan bahwa merokok
berhubungan dengan perubahan profl lipid (lebih besar
pada wanita), dan fbrinogen (lebih besar pada pria). 3

Reykjavik Cohort Study menemukan bahwa


Pria dengan riwayat keluarga menderita PJK

mempunyai risiko 1,75 kali lebih besar untuk


menderita PJK dibandingkan yang tidak
mempunyai riwayat PJK dalam keluarga.
Wanita dengan riwayat keluarga menderita
PJK mempunyai risiko 1,83 kali lebih besar
untuk menderita PJK dibandingkan yang tidak
mempunyai riwayat PJK dalam keluarga.
Gen phox p22 NADH/NADPH oxidase

merupakan lokus sesuai untuk spasme


arteri koroner pada pria, dan gen
stromelysin-1 dan interleukin-1 adalah

Karakteristik diatas sesuai dengan


pasien yang berjenis kelamin laki-laki, usia
53 tahun datang dengan keluhan nyeri
dada kiri sejak 6 jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien merupakan perokok
aktif kurang lebih sudah 30 tahun, dan
pernah mengalami keluhan nyeri dada
ketika tiga tahun yang lalu. Pasien juga
memiliki riwayat keluarga yang meninggal
mendadak karena serangan jantung.

Diagnosis
Diagnosis
klinis
berdasarkan
adanya
kerusakan miokardium atau nekrosis. Paling
tidak harus teradapat salah satu dari
dibawah berikut:
Riwayat klinis dengan nyeri dada karena iskemia.
Perubahan ECG dengan elevasi segmen ST atau

dugaan LBBB.
Pada pencitraan terlihat kehilangan jaringan
sehat atau abnormalitas dinding otot jantung.
Didapatkan trombus dalam pembuluh darah
koroner dengan angiograf atau autopsi.

Gejala Klinis
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri

dada substernum yang terasa berat, menekan, seperti


diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang,
epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa
tidak enak di dada.
Nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam
sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas
fsik dan
Biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian
nitrogliserin
Nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering
mengalami diaforesis.
Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak
menimbulkan nyeri dada.

Pada kasus ini pasien mengeluhkan nyeri


dada seperti terbakar atau panas dan
terasa menembus hingga kepunggung
pasien. Nyeri dada dirasakan ketika pasien
tidur dan terbangun saat jam 3 pagi dan
menghilang setelah 30 menit kemudian.
Saat serangan tersebut pasien juga
merasakan jantung berdebar disertai
dengan keringat dingin.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat

keluhan angina pektoris akut disertai


gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm,
minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau >1 mm pada 2
sandapan ekstremitas.
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin
I/T merupakan marka nekrosis miosit
jantung dan menjadi marka untuk diagnosis
infark miokard.
E

Pada pasien tersebut didapatkan hasil EKG

dengan :
Elevasi segmen ST pada lead V1, V2, V3, V4
setinggi 3 mm, disertai Q patologis pada lead
V1, V2, V3, V4 dengan kedalaman Q lebih
dari 1/3R, dan T-inverted pada lead V1, V2,
V3, V4.
Pada pasien terjadi peningkatan marka
jantung CK-MB dan Troponin I, ditambah
dengan keluhan klinis yang mendukung.

Maka dari hasil anamnesis, pemeriksaan

fsik dan pemeriksaan penunjang yang


telah dilakukan dapat disimpulkan Tn. R
menderita CAD STEMI akut pada bagian
anteriorseptal, disertai bagian inferior
jantung sudah terjadi infark miokard pada
waktu yang lama dengan faktor risiko
merokok dan riwayat keluarga.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ST elevasi IMA menurut ACC/AHA 2013 : 5
a. Pemberian Oksigen
b. Nitrogliserin
Diberikan nitrogliserin sublingual 0,4 mg setiap 5 menit.
c. Analgesik
Morfn sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan kenaikan
dosis 2 8 mg IV dengan interval waktu 5 sampai 15 menit) merupakan
pilihan utama untuk manajemen nyeri yang disebabkan STEMI.
d. Aspirin
Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah
mendapatkan aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 162
mg sampai 325 mg. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75162 mg. 5
e. Beta Bloker
Regimen yang biasa digunakan addalah metoprolol 5 mg .
f. Clopidogrel
Pemberian clopidogrel 600 mg sedini mungkin. Dan dilanjutkan dengan
dosis rumatan sebesar 75 mg per hari. 5

g. Reperfusi
Reperfusi, dengan trombolisis atau PCI
primer, diindikasikan dalam waktu kurang
dari 12 jam sejak onset nyeri dada untuk
semua pasien Infark Miokard yang juga
memenuhi salah satu kriteria berikut : 5
ST elevasi > 0,1mV pada >2 ujung sensor
ECG di dada yang berturutan,
ST elevasi >0,2mV pada >2 ujung sensor di
tungkai berturutan,
Left bundle branch block baru.

Pada pasien dilakukan reperfusi dengan


diberikan injeksi
Fondaparinux Sodium 2,5cc/hari sebagai
antirombotik yang bekerja sebagai inhibitor
selektif antifaktor Xa yang terikat ke
protrombin.
Clopidogrel sebagai penghambat agregasi
platelet. yang secara selektif menghambat
ikatan Adenosin Di-Phosphate (ADP)
diplatelet, dengan demikian menghambat
aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa
yang dimediasi ADP.

Pasien

juga diberikan Captopril sebagai penurun


tekananan darah golongan Angiotensin Converting Enzim
Inhibitor (ACEI), yang menghambat secara kompetitif
pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I
yang inaktif. ACE juga bertanggung jawab terhadap
degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai
efek vasodilatasi.
Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja
yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan
apakah seorang pasien akan berespon baik pada
pemberian ACEI.6
Selaian Captopril anti hipertensi lain yang diberikan
kepada pasien adalah bisoprolol yang merupakan
golongan beta bloker.

Pada

pasien juga diberikan simvastatin


sebagai penurun kadar kolesterol.
Efek statin pada penurunan LDL mencapai
18-55% dan penurunan trigliserida 7-30%
serta meningkatkan kadar HDL 5-15%.
Meskipun efek penurunan TG dan kenakan
HDL tidak setinggi golongan fbrat yang
bekerja dengan cara merangsang ensim
liporotein lipase, namun statin mempunyai
efek pleiotropik yang sangat baik.

Efek pleiotropik statin diantaranya adalah untuk menstabilkan

plak aterosklerosis dan mengurangi reaksi inflamasi serta


mengurangi proliferasi otot polos.
Statin dapat menstabilkan plak karena dapat menghambat
penetrasi monosit ke sel endotel, menghambat oksidasi LDL
dan menghambat produksi protein matrik metalloproteinase
(MMP) yang di hasilkan oleh makrofag.
Terhadap stabilitas sel endotel, statin dapat memperbaiki fungsi
endotel melalui peningkatan produksi NO.
Statin dapat mengkontrol ekspresi protein yang terlibat proses
fbrinolitik, antitrombotik, antioksidan dan modulasi tonus
vaskuler.
Statin juga mempengaruhi jumlah dan aktiftas molekul adesi
seperti ICAM, VCAM dan E-Selectin, yang diperkirakan bekerja
melalui hambatan aktifasi faktor nuklear NFkB, AP-1 dan HIF-1. 7

Anda mungkin juga menyukai