PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan kesedihan,
Selain
itu
beberapa
faktor
resiko
untuk
terjadinya
gejala depresi yang dilakukan studi kohort selama 17 tahun, 16,6% mengalami
demensia.7
1.2
Batasan masalah
Referat ini membahas tentang Depresi dan resiko terjadinya demensia
pada lansia tertua(oldest old) yang didahului dengan penjelasan mengenai definisi,
klasifikasi dan epidemiologi, etiologi, gejala klinis, diagnosis dan penatalaksanaan
serta prognosis dari depresi dan resiko terjadinya demensia pada lansia tertua
(oldest old).
1.3
Tujuan penulisan
1. Memahami tentang depresi dan resiko terjadinya demensia pada lansia
bidang psikiatri.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan kepaniteraan klinik senior di
Manfaat penulisan
1. Bagi masyarakat: memberi informasi mengenai depresi dan resiko
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi
2
2.1.1. Definisi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).
Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat
disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik
neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP
(terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2002).
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang
ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya
penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari
seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan,
2010).
2.1.2 Klasifikasi dan etiologi
Depresi dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu, depresi ringan (F32.0),
depresi sedang (F32.1) dan depresi berat (F32.2), episode depresi lainnya
diklasifikasikan dibagian subdivisi gangguan depresi berulang (F33,-).
11
Etiologi
depresi dapat ditinjau dari beberapa faktor, antara lain yaitu faktor biologi,
psikologi dan sosial.4
1.
Faktor biologi
Disregulasi endokrin dan neurotransmitter
Beberapa hasil penelitian menemukan adanya disregulasi neuroendokrin
pada
pasien
depresi. Hipotalamus
merupakan
pusat
pengaturan
aksis
Faktor genetik
3
Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi depresi meliputi kepribadian,
Faktor Sosial
Peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan
Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului
Afek depresif
2.
Gejala lainnya
penyakit
AIDS dan penyakit Pick's, Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan
penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti
kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya
defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat
depresi.5,17,18
Etiologi demensia :5
-
Demensia Degeneratif
7
Penyakit Alzheimer
Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick)
Penyakit Parkinson
Demensia Jisim Lewy
Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr)
Kelumpuhan supranuklear yang progresif
-
Lain-lain
Penyakit Huntington
Penyakit Wilson
Leukodistrofi metakromatik
-
Trauma
Infeksi
Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya
Mood
9
Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia
dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tandatanda neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu
ditemukan kira-kira pada 10 % pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20%
pada pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks
menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, reflex tonus kaki serta
refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5-10
% pasien. Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan
The Mini Mental State Examination (MMSE).17,18
-
Perjalanan penyakit
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang
dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau
10 tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan
perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik
masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe
Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1-20 tahun. Data penelitian
menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan
riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit
yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit
Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia
didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap,
karena 10-15 % pasien dengan demensia potensial mengalami perbaikan
10
(reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang
permanen terjadi.17,18
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang
samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang
yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan
gejala-gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer,
demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme.
Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan
hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejalagejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat
menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi
berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan
benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu
agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari demensia
pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri mereka sendiri, pasien
mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan
inkontinensia alvi. Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga
oleh karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada
demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga
berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel
(misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus, dan tumor otak) setelah
dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang
stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan
perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang
stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).17,18
Tabel 2.1 Gambaran klinis utama yang membedakan pseudodemensia dan
demensia4
Perjalanan klinis
dan riwayat
penyakit
Pseudodemensia
Keluarga selalu menyadari
disfungsi dan keparahannya
Onset dapat ditentukan dengan
tepat
Gejala terjadi singkat sebelum
Demensia
Keluarga sering tidak
menyadari disfungsi dan
keparahannya
Onset dapat ditentukan
dalam batas yang luas
11
Gambaran klinis
yang berhubungan
dengan daya ingat,
kognitif dan
disfungsi intelektual
Gejala biasanya
berlangsung lama
sebelum dicari bantuan
medis
Perkembangan gejala
yang lambat pada
perjalanan penyakit
Riwayat disfungsi
psikiatrik sebelumnya
Pasien biasanya lebih
adalah jarang
mengeluh kehilangan kognitif Pasien baisanya sedikit
Keluhan disfungsi kognitif
mengeluhkan kehilangan
biasanya terinci
kognitif
Pasien menekankan
Keluhan disfungsi
ketidakmampuan
kognitif pasien biasanya
Pasien menonjolkan kegagalan tidak jelas
Pasien melakukan sedikit
Pasien menyangkal
usaha untuk melakukan tugas
ketidakmampuan
yang sederhana sekalipun
Pasien senang akan
Pasien biasanya
pencapaian, tetapi
mengkomunikasikan perasaan menyepelekan
penderitaan yang kuat
Pasien berusaha untuk
Perubahan afektif sering
melakukan tugas
perfasif
Pasien menggunakan
Hilangnya keterampilan sosial catatan, kalender dll
sering awal dan menonjol
untuk tetap ingat
Perilaku seringkali tidak sesuai Pasien sering tampak
dengan keparahan disfungsi
tidak khawatir
kognitif
Afek labil dan dangkal
Perlemahan disfungsi
Keterampilan sosial
nokturnal jarang
biasanya dipertahankan
Prilaku biasanya sesuai
dengan keparahan
Atensi dan konsentrasi
disfungsi kognitif
dipertahankan dengan baik
Perlemahan disfungsi
Tidak tahu adalah jawaban
nokturnal sering
yang sering
Atensi dan konsentrasi
Pada pemeriksaan orientasi,
terganggu
pasien sering memberikan
Sering jawaban yang
jawaban tidak tahu
hampir
Kehilangan daya ingat untuk
Pada pemeriksaan
kejadian yang baru dan agak
orientasi, pasien sering
lama biasanya parah
keliru jarang dengan
Kehilangan daya ingat untuk
sering
periode atau kejadian spesifik Kehilangan daya ingat
sering ditemukan
untuk kejadian yang baru
Variabilitas yang jelas dalam
biasanya lebih parah
kinerja tugas dengan kesulitan dibandingkan kejadian
12
yang sama.
yang lama
Kekosongan daya ingat
untuk periode adalah
jarang*
Kinerja yang buruk
secara konsisten pada
tugas dengan kesulitan
yang serupa.
13
Depresi dan demensia memiliki kaitan yang kompleks. Suatu gejala depresi berat
dapat muncul seperti gejala pada demensia yang disebut pseudodemensia, tetapi
sekarang dikenal dengan depresi demensia. Pada demensia yang sebenarnya,
gangguan intelektual biasanya bersifat umum dan defisit bersifat menetap. Pada
pseudodemensia didapatkan defisit pada atensi dan konsentrasi yang bersifat
bervariasi. Dibandingkan dengan pasien yang menderita demensia , pasien dengan
pseudodemensia lebih jarang memiliki gangguan bahasa dan berkonfabulasi.5
Gejala depresi dan demensia dapat muncul secara bersamaan, tetapi gejala
depresi juga dapat muncul sebelum timbulnya demensia. Adanya gejala depresi
sebelumnya pada pasien dengan demensia mungkin memperburuk defisit kognitif
pasien.14 Pasien lansia yang mengalami depresi memperlihatkan gejala yang
berbeda dengan dewasa muda. Pasien lansia yang mengalami depresi lebih
banyak mengalami keluhan somatik.5
Depresi berat pada pasien demensia dinyatakan berkaitan dengan
peningkatemensgenerasi nukleus aminergik batang otak khususnya nukleus
seruleus demeraphe midbrain. Sultzer (1996) menyatakan bahwa terdapat
hubungemeantara gejala mood dengemehipometabolisme pada korteks parietal. 15
Pasien lansia dengan Perasaan kesepian, tidak berharga, tidak berdaya demetidak
ada harapan merupakan gejala depresi yang meningkatkan resiko buuh diri.
Bunuh diri merupakan salah satu penyebab kematian pada lansia di Amerika
serikat, sedemgkan di Indonesia jarang terjadi. Kesepian merupakan alasan paling
sering bagi lansia untuk bunuh diri.5
2.5.3 Penatalaksanaan
Langkah pertama delam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas
penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat
14
berupa
antihipertensi,eantikoagulan,eatau
antiplatelet.
Pengontrolan
terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat
dijaga agar berada delam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya
perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang
berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara
lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihameobat antihipertensi
delam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor b-2 dapat
memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor demediuretik telah dibuktikemetidak berhubungemedengan perburukan
fungsi kognitif demediperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan
darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk
mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada
pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara
umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan
medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi
farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang
merugikan.17
terhadap
kondisi
demensia.
15
Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang baik, alat-alat
2.
3.
4.
5.
dan
anti-depresamelainnya
dengan
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. Demensia adalah
suatu kondisi penurunan fungsi mental-intelektual (kognitif) yang progresif serta
terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk daya
ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan daya kemampuan menilai.yang dapat disebabkan oleh penyakit
organik difus pada hemisfer serebri
17
dapat
dilakukan
melalui
tindakan
suportif
dan
penatalaksanaan simtomatik berupa pertimbangan pemberian SSRI dan antidepresan lainnya dengan golongan trisiklik yang dimulai dari dosis minimal
hingga ditingkatkan untuk mencapai dosis optimal
3.2
1.
Saran
Diharapkan kepada dokter maupun paramedis mempunyai keterampilan
dan assesment serta teknik evaluasi yang baik untuk membuat diagnosis
2.
tenaga
kesehatan
dalam
penegakan
diagnosis
dan
18
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA. Demensia, dalam : Sinopsis psikiatri,
ed 7, vol 1, 1997 : 515-533
5.
6.
7.
8.
Paul ST, Minn. Depression may nearky double risk of dementia. Jorunal of
the American Academy of Neurology [serial on the internet]. July 2010
[cited 2013 Jan 5]. Available from : http://www.aan.com/press/index.cfm?
fuseaction=release.view&release=847
9.
10.
Kimmel PL, Peterson RA. Depression in patients with end - stage renal
disease treated with dialysis : has the time to treat arrived?. CJASN [serial
on the internet]. 2006 may [cited 2011 nov 28] ; 349-352 (1)
11.
12.
Tomb DA. Buku saku psikiatri. Edisi 6. Mahatma Tiara N, editor. Jakarta :
EGC ; 2003
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Brauser D. Depression and risk for dementia in oldest old. [serial on the
internet]. 2012 Oct 10. [cited 2013 Jan 5]. Available from :
http://www.medscape.org/viewarticle/775314
20.
21.
Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC.
2010.
21