Anda di halaman 1dari 18

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Fisiologi Hewan dengan judul “Sistem


Pencernaan” disusun oleh:
Nama : Agung Wardani
NIM : 071404097
Kelas :A
Klp : II

Telah diperiksa dan dikonsultasikan kepada Asisten dan Koordinator Asisten dan
dinyatakan diterima.

Makassar, April 2009

Koordinator Asisten, Asisten,

ST, ZAENAB MARDHAWATY ACHIRU


NIM: 0514040083 NIM : 051404049

Mengetahui,
Dosen Penanggung jawab

Drs. ADNAN, M.S.


NIP: 131772272
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan sehari-hari kita selalu memerlukan makanan. Ketika kita
merasa lapar, maka satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan makan.
Beragam jenis makanan kita makan tiap hari. Hal ini berarti, kita memasukkan
berbagai jenis zat yang terkandung dalam makanan itu ke dalam tubuh kita.
Setiap jenis makanan mengandung berbagai jenis subtansi yang berbeda pula,
seperti protein, lemak, karbohidrat, dan sebagainya. Perbedaan subtansi ini
membuat tubuh memberikan respon yang berbeda pula dalam mengolah zat-zat
tersebut. Dalam hal ini, kita berbicara mengenai proses pencernaan tersebut.
Semua hewan, makanan yang secara nutrisi memadai sangat diperlukan
untuk homeostasis, yaitu keseimbangan yang tunak (steady-state) dalam fungsi-
fungsi tubuh. komposisi makanan-makanan yang seimbang menyediakan bahan
baker untuk kerja seluler dan juga semua bahan-bahan yang diperlukan oleh
tubuh untuk membangun molekul organiknya sendiri. Hewan dapat mencerna
makanan dengan dua cara, yaitu dengan cara mekanik dan dengan bantuan zat-
zat kimia yang ada dalam tubuh. Pencernaan secara mekanik, dilakukan di dalam
mulut, sedangkan pencernaan secara kimiawi dilakukan dalam saluran dan
kelenjar-kelenjar pencernaan.
Untuk memahami lebih lanjut konsep mengenai pencernaan, utamanya
pencernaan berbagai jenis zat yang trekandung dalam makanan, seperti
karbohidrat, lipid, dan protein, maka diperlukan sebuah kegiatan yang dapat
menunjukkan proses-proses tersebut. Oleh karena itu, pada praktikum kali ini
akan dilaksanakan percobaan mengenai sistem pencernaan yaitu proses kerja
amilase ludah, serta memaham factor-faktor yang mempengaruhi kerja amylase
khususnya dalam system pencernaan manusia.
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini yaitu untuk memgetahui proses kerja enzim
amylase pada pencernaan zat karbohidrat

C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah kita dapat mengetahui proses
kerja enzim amylase pada pencernaan zat karbohidart

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada manusia, lebih dari satu liter ludah disekresikan ke dalam rongga mulut
setiap hati, terlarut dalam ludah adalah glikoprotein licin (kompleks karbohidrat
protein) yang disebut musin yang melindungi lapisan lunak rongga mulut dari
kerusakan akibat gesekan dan melumasi makanan supaya lebih mudah ditelan. Ludah
mengandung buffer (dapar atau penyanggah) yang membantu mencegah pembusukan
geligi dengan cara menetralkan asam dalam mulut. Zat anti bakteri dalam ludah juga
akan membunuh banyka bakteri yang memasuki mulut melalui makanan
(Kimball, 1999)
Pada manusia, lebih dari satu liter ludah disekresikan ke dalam rongga mulut
setiap hati, terlarut dalam ludah adalah glikoprotein licin (kompleks karbohidrat
protein) yang disebut musin yang melindungi lapisan lunak rongga mulut dari
kerusakan akibat gesekan dan melumasi makanan supaya lebih mudah ditelan. Ludah
mengandung buffer (dapar atau penyanggah) yang membantu mencegah pembusukan
geligi dengan cara menetralkan asam dalam mulut. Zat anti bakteri dalam ludah juga
akan membunuh banyka bakteri yang memasuki mulut melalui makanan
(Kimball, 1999)
Sistem pencernaan pada mamalia terdiri atas saluran pencernaan dan berbagi
kelenjar aksesoris yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam saluran itu melalui
duktus (saluran). Peristaltis, gelombang kontraksi berirama oleh otot polos pads
dinding saluran pencernaan, akan mendorong makanan disepanajng saluran tersebut.
Pada beberap persambungan antara segmen-segmen terspealisasi (khusus) pada pipa
pencernaan, lapisan otot dimodifikasi menjadi katup berbentuk cincin yang disebut
sfingter (Sphincter), yang menutup pipa pencernaan tersebut seperti tali pengikat, dan
mengatru aliran materi diantara ruangan-ruangan dalam saluran itu (Pearce, 2004).
Penelanan (ingestion), tindakan memakan, adalah tahapan pertama
pengolahan makanan. Pencernaan (Digestion), tahapan kedua adalah proses
perombakan makanan menjadi molekul-molekul yang cukup kecil sehingga dapat
diserap oleh tubuh. Sebaian besar bahan organik dalam makanan terdiri atas protein,
lemak, karbohidrat, dalam bentuk pati dan polisakarida lainya. Meskipun semua
makromolekul tersebut adalah bahan mentah yang sesuai, hewan tidak dapat
menggunakan molekul molekul itu secara langsung, dengan dua alasan. Pertama
makromolekul terlalu besar untuk dapat melewati membran dan memasuki sel hewan,
kedua makromolekul yang menyusun sel hewan tidak identik dengan makromolekul
yang menyusun makanannya (Campbell, 2003).
Saluran pencernaan makanan pada hewan rendah, partikel makanan ditelan
tanpa ke dalam sel dengan proses yang disebut partikel makanan kemudian dicerna
oleh asam dan enzim. Pencernaan ini dikenal dengnan istilah pencernaan intra sel.
Pada hewan yang lebih tinggi derajat-derajat pencernaan makana terjadidi saluran
pencernaan makanan. Pencernaan makanan tersebut adalah pencernaan ekstra seluler.
Bila substansi makana yang diabsorbsi masuk kedalam darah untuk diangkut menuju
ke sel jaringan. Namun ada juga bagian dari substansi makan yang tidak dapat
dicerna dan ini dalam bentuk buangan zat, zat ini disimpan sementara, kemudian di
buang keluar yang disebut peristiwa defekasi (Wulangi, 1993).
Pencernaan karbohidrat adalah sumber energi kimia utama tubuh, dimulai
dalam rongga mulut. Ludah mengndung amilase ludah (salivary amilase), enzim
pencernaan yang menghidrolisis pati (polimer glukosa dari tumbuhan) dan glikogen
(polimer glukosa dari hewan). Produk utama dari pencernaan oleh enzim ini adalah
polisakarida yang lebih kecil dan disakarida maltosa (Campbell, 2003)
Menurut Ismail (2006), Sifat-sifat Enzim yaitu:
a. Secara kimia, umumnya enzim merupakan protein globular. (Beberapa molekul
RNA disebut ribosom dapat juga disebut enzim. Mereka biasanya terdapat di inti
sel).
b. Enzim merupakan katalis yang memecah atau mensintesis senyawa kimia yang
lebih kompleks. Enzim memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat untuk
mendukung hidup. Kecepatan enzim jauh melebihi kecepatan reaksi kimia biasa,
dengan menurunkan energi aktivasi. Enzim bekerja sangat efisien. Umumnya
enzim dapat mengkatalisis reaksi antara 1 dan 10,000 molekul substrat per detik.
c. Enzim hanya terdapat dalam jumlah kecil di dalam sel karena mereka tidak dapat
diubah selama reaksi.
Kelenjar aksesoris sistem pencernaan mamalia adalah tiga pasang kelenjar
ludah (salivary gland), pankreas, hati (liver), dan organ penyimpanannya, kantung
empedu (gallbladder). Dengan menggunakan manusia sebagai contoh, saluran
pencernaan terdiri dari rongga mulut, oeophagus, ventrikulus, intestin, dan anus.
Pencernaan makanan secara fisik dan kimiawi dimulai dari dalam mulut. Selama
pengunyahan, geligi dengan berbagai ragam bentuk akan memotong, melumat, dan
menggerus makanan yang membuat makanan tersebut lebih mudah ditelan dan
meningkatkan luas permukaannya. Kehadiran makanan dalam rongga mulut akan
memicu refleks saraf yang menyebabakan kelenjar ludah mengeluarkan ludah melalui
duktus (saluran) ke rongga mulut (Poedjiadi, l994).
Dalam getah lambung, terdapat pepsin, yaitu enzim yang memulai hidrolisis
protein, pepsin memecah ikatan peptida yang berlekatan dengan asam amino tertentu,
sehingga memotong-motong protein menjadi polipeptida yang lebih kecil. Pepsin
merupakan salah satu di antara sedikit enzim yang bekerja paling baik dalam
lingkungan yang sangat asam. Sesungguhnya pH getah lambung yang rendah
mendenaturasi protein dalam makanan, yang meningkatkan pemaparan ikatan
peptidanya ke pepsin. Sel-sel terspesialisasi (di sebt sel chief) yang berlokasi di
ceruk-ceruk lambung mensintesis dan mensekresikan pepsin dalam bentuk inaktif
yang disebut pepsinogen. sel-sel yang berbeda (yang disebut sel paietal, juga terdapt
di ceruk) mensekresikan asam klorida, yang mengubah pepsinogen menjadi pepsin
aktif dengan cara membuang sebagian kecil molekul tersebut dan memaparkan sisi
aktifnya (Anonim, 2009).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Rabu/ 25 Maret 2008
Waktu : Pukul 14.00 s.d. 15.50 WITA
Tempat : Laboratorium Biologi Lantai III Timur FMIPA UNM
Makassar.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Gelas aqua 1 buah
b. Gelas kimia 1 buah
c. Gelas ukur I buah
d. Tabung reaksi 20 buah
e. Rak tabung reaksi 1buah
f. Plat tetes I buah
g. Pipet tetes 3 buah
h. Termometer 1 buah
i. Bunsen spritus 1 buah
j. Penjepit buaya 1 buah
k. Lemari es
l. Mistar
2. Bahan
a. Air liur
b. Aquades
c. Larutan kanji 1% dan 5 %
d. Larutan buffer pH 4, pH 5, pH 7 dan pH 9
e. Larutan reagent iodine
f. Alkohol 70%

A. Prosedur Kerja
1. Kegiatan I (pengaruh suhu terhadap kerja amilase)
a. Mengisi empat tabung reaksi dengan air liur sebanyak 3 ml
b. Memberikan label pada empat tabung reaksi tersebut. Tabung I dengan 4o,
tabung II dengan 25o, tabung III dengan 37o. dan tabung IV dengan 70o.
c. Meletakkan tabung I kedalam lemari es, tabung II ke dalam air kran,
tabung III kedalam penangas air 37o dan tabung IV kedalam penangas air
70o selama 10,15dan 30 menit.
d. Setelah 10 menit tambahkan 5 ml larutan kanji pada masing-masing
tabung lalu masukkan kembali ketempat semula.
e. Menganbil sedikit sampel pada setiap waktu yang ditentukan dan
meletakkannya diplet tetes kemudian menambahkan larutan iodine
f. MEncatat hasilnya dengan memberi tanda positif (+) untuk reaksi positif
dengan warna biru dan tanda negative (-) selain dari warna biru
2. Kegiatan II (Pengaruh pH pada kerja amylase)
a. Memberi sampel pada setiap tabung reaksi dan meletakkannya dirak
tabung reaksi
b. Memasukkan 3 ml air liur kedalam tabung reaksi
c. Menambahkan 3 ml larutan buffer pH 4 kedalam tabung I, 3 ml larutan
buffer pH 7 kedalam tabung II, Larutan Buffer pH 9 ke dalam tabung III
dan 3 ml aquades ke dalam tabung 4.
d. Mengocok tabung dan meletakkannya dalam penangas air 37o C selama 10
menit.
e. Menambahkan larutan kanji 1% ke dalam masing-masing tabung
f. Mengaduk dan memasukkan kedalam penangasa air selama 5 menit.
g. Mengambil sampel pada waktu 15 dan 30 menit
h. Melakukan hidrolisis tepung dengan menambahkan 2 tetes reagen iodine
dan mencatat hasilnya.
3. Percobaan pengaruh substrat pada keja amylase
a. Memberikan label pada 12 tabung reaksi dan meletakkannya pada rak
tabung reaksi
b. Memasukkan larutan kanji 1 % ke dalam tabung 1 - 5 masing-masing 1
ml, 2ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml.
c. Memasukkan larutan kanji 5 % ke dalam tabung 6 - 10 masig-masing 1
ml, 2ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml.
d. Memasukan 5 ml aquades pada tabung ll dan 5 ml lakohl 70 % pada
tabung 12
e. Mengocok tabung-tabung tersebut dan meletakkan pada penangas 37oC
selama 20 menit
f. Mengambil sampel dari masing-masing tabung sebanyak 4 kali setiap
lima menit dan menetesinya dengan reagent iodine pada cawan Petri.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Kegiatan 1
Tabel I. Pengaruh jumlah substrat Terhadap Kerja Enzim Amilase
Tabung Jumlah Substrat 5 menit 15 menit 30 menit
Kuning
I 3 ml Kanji 1% Putih (-) Orange (-)
muda (-)
Kuning tua
II 3 ml Kanji 1% Kuning (-) Orange (-)
(-)
III 3 ml Kanji 1% Kuning muda (-) Kuning (-) Orange (-)
IV 3 ml Kanji 1% Kuning muda (-) Kuning (-) Orange (-)
V 3 ml Kanji 1% Kuning muda (-) Hijau (-) Orange (-)
VI 3 ml Kanji 5% Kuning tua (-) Kuning (-) Orange (-)
VII 3 ml Kanji 5% Biru (+) Kuning (-) Orange (-)
VIII 3 ml Kanji 5% Brtu (+) Kuning (-) Orange (-)
Kuning tua
IX 3 ml Kanji 5% Biru (+) Orange (-)
(-)
X 3 ml Kanji 5% Biru (+) Kuning (-) Orange (-)
XI 3 ml Aquades Kuning muda (-) Kuning (-) Orange (-)
Alkohol
XII 3 ml Kuning tua (-) Kuning (-) Orange (-)
70 %

2. Kegiatan 2
Tabel II. Pengaruh suhu terhadap kerja enzim amilase

Tabung Suhu Perubahan warna Keterangan Reaksi


I 4oC Orange (-) Negatif
II 25 oC Orange (-) Negatif
III 37 oC Orange terang (-) Negatif
IV 70 oC Orange terang (-) Negatif

3. Kegiatan 3
Tabel III. Pengaruh pH terhadap kerja enzim amilase

Tabung L. Buffer 5 Menit 15 Menit 30 Menit


I pH 4 Kuning (-) Kuning (-) Kuning (-)
II pH 5 Kuning (-) Kuning (-) Kuning (-)
III pH 9 Kuning (-) Orange (-) Orange (-)
IV Aquades Orange (-) Orange (-) Orange (-)

A. Pembahasan
1. Pengaruh suhu terhadap kerja amylase
Pada perlakuan pertama, dimana tabung reaksi yang berisis amilum 1
%sebanyak 1 ml dan telah diberi sediaan 1 ml dan ditempatkan pada suhu 4
derajat celcius (pendingin). Setelah beberapa saat (5 menit) diberi reagen
iodine maka perubahan warna yang muncul adalah warna kuning (-), tanda
negative ini berarti enzim tidak bekerja secara efektif demikian pula pada
pengamatan 15 menit terakhir.
Pada perlakuan dengan menempatkan tabung reaksi yang telah berisi
amilum dan sediaan pada suhu 27 oC, menunjukkan perubahan warna lebih
gelap/ hitam keunguan (positif) dan dalam hal ini terjadi pada 15 menit
terakhir pengamatan, hal ini menunjukkan bahwa enzim bekerja efektif pada
suhu 27 oC, pada perlakuan 37oC dan 70 oc perubahan warna menunjukkan
perubahan reaksi yang negative. Jadi enzim amylase tidak bekerja efektif pada
suhu tersebut.
Tiap enzim mempunyai temperatur optimum dimana dapat bekerja
dengan baik. Sampai dengan temperatur optimum kecepatan reaksi
meningkat dengan meningkatnya temperatur. Peningkatan kecepatan terjadi
karena molekul enzim dan substrat keduanya mempunyai energi kinetik yang
lebih untuk lebih sering bertabrakan, dan juga karena lebih banyak molekul
mempunyai energi yang cukup untuk melampaui pembatas energi aktivasi.
Bila temperatur terus meningkat di atas temperatur optimum, panas tersebut
menyebabkan enzim mengalami denaturasi. Akibatnya enzim kehilangan
bentuk fungsionalnya oleh rusaknya ikatan hidrogen. Temperatur dingin, pada
sisi lain, menurunkan aktivitas enzim oleh penurunan gerak molekuler.
2. Pengaruh pH terhadap kerja enzim amyiase
Pada perlakuan dengan menambahkan larutan buffer, dengan pH 4,
setelah diberi uji reagent iodine, perubahan warna yang terjadi agak kekuning
kuningan (cenderung ke arah warna merah), berarti reaksi yang terjadi
negative, dan dengan demikian enzim amylase tidak efektif pada lingkungan
dengan derajat keasaman pH 4. Pada pH 7 reaksi yang terjadi menunjukkan
warna yang positif begitu pula dengan perlakuan yang hanya menggunakan
aquades, reaksi yang terjadi menunjukkan perubahan warna yang positif,
namun pada pH 9 dan pH 5 reaksi yang terjadi sama dengan perlakuan pada
pH 4. Hal ini menunjukkan kinerja enzim amylase akan lebih efektif pada pH
netral dan juga memiliki tingkat kejenuhan pada pH tertentu, dalam artian
enzim memiliki kemampuan mengkatalisis suatu reaksi pada pH tertentu. Tiap
enzim mempunyai pH optimum yang membantu menjaga bentuk tiga-
dimensiolnya. Perubahan dalam pH dapat menyebabkan denaturasi enzim
dengan mengubah muatan enzim
3. Pengaruh substrat terhadap kerja enzim amilase
Pengaruh substrat (kanji 0,1 %) yang mengalami reaksi negative adalah
jumlah larutan yang digunakan I ml dan 2 ml, sedangkan yang lain mengalami
reaksi yang positif. Dan untuk konsentrasi substrat (kanji 0,5 %), sebagian
besar menunjukkan perubahan warna setelah diberi reagent iodint biru
kehitam-hitaman atau reaksinya positif.
Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa enzim akan
bekerja jika substrat yang akan dikatalisis itu berimbang, artinya segala sisi
aktif substrat dapat dimanfaatkan oleh enzim, sehingga amilum dapat terurai
sempurna. Begitupun sebaliknya, bahwa jika substrat pada konsentrasi tinggi,
maka enzim kana mengalami kejenuhan sehingga enzim tidak dapat
mengkatalisis reaksi tersebut.
Jika substrat berupa aquades menunjukkan reaksi yang positif pula,
namun jika substratnya berupa alcohol perubahan warna menunjukkan
perubahan ke arah reaksi yang negative, hal ini menunjukkan tidak satupun
sisi aktif yang dapat dimanfaatkan oleh enzim dengan alcohol sebagai
substratnya, sesuai dengan teori “lock and key”. Pada konsentrasi enzim yang
tetap dan konsentrasi substrat rendah, konsentrasi substrat merupakan faktor
pembatas. Apabila konsentrasi substrat ditingkatkan, kecepatan reaksi enzim
akan meningkat. Namun, pada konsentrasi substrat yang sangat tinggi, enzim
akan menjadi jenuh dengan substrat dan konsentrasi substrat yang lebih tinggi
tidak meningkatkan kecepatan reaksi.

BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
1. Kinerja enzim amilase sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, derajat keasaman,
dan konsentrasi substrat.
2. Pada konsentrasi enzim yang tetap, apabila konsentrasi substrat ditingkatkan,
kecepatan reaksi enzim akan meningkat. pada konsentrasi substrat yang
sangat tinggi, enzim akan menjadi jenuh dengan substrat dan konsentrasi
substrat yang lebih tinggi tidak meningkatkan kecepatan reaksi.
3. Tiap enzim mempunyai temperatur optimum dimana dapat bekerja dengan
baik. Sampai dengan temperatur optimum kecepatan reaksi meningkat
dengan meningkatnya temperatur.
4. Tiap enzim mempunyai pH optimum yang membantu menjaga bentuk tiga-
dimensiolnya. Perubahan dalam pH dapat menyebabkan denaturasi enzim
dengan mengubah muatan enzim
1. Saran
Agar praktikum dapat berjalan lancar, sebaiknya asisten lebih aktif dalam
membimbing praktikan, agar hasil yang diperoleh lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2009. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Makassar: Jurusan Biologi


FMIPA UNM.

Anonim. 2009. Enzim. http:/id.wikipedia.org/wiki. Diakses Tanggal 15 April 2009.

Campbell, N.A; J.B Reece dan L.G Mitchell. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 3.
Jakarta: Erlangga.

Kimball W. John. 1999. Biologi Edisi Ketiga Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Pearce, Evelyn. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.

Wulangi, Kartolo. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Depdikbud. Jakarta.


http:/id.wikipedia.org/wiki

Enzim
Enzim adalah satu atau gugus polipeptida (protein) yang
berfungsi sebagai katalisator (senyawa yang mempercepat proses
reaksi tanpa habis beraksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja
dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang
bereaksi dan dengan demikian dipercepat proses reaksi. Percepatan
terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan
sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar
enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya
dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini
disebabkan karena struktur kimia tiap-tiap enzim berbeda dan
bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim amilase hanya dapat
digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa. Dewasa
ini, enzim adalah senyawa yang umum digunakan dalam proses
produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal dari enzim
yang diisolasi dari bakteri.
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu:
a. Konsentrasi enzim
Bila konsentrasi substrat cukup tersedia, peningkatan
konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzim.

b. Konsentrasi substrat
Pada konsentrasi enzim yang tetap dan konsentrasi substrat
rendah, konsentrasi substrat merupakan faktor pembatas.
Apabila konsentrasi substrat ditingkatkan, kecepatan reaksi
enzim akan meningkat. Namun, pada konsentrasi substrat yang
sangat tinggi, enzim akan menjadi jenuh dengan substrat dan
konsentrasi substrat yang lebih tinggi tidak meningkatkan
kecepatan reaksi.

c. Temperatur
Tiap enzim mempunyai temperatur optimum dimana dapat
bekerja dengan baik. Sampai dengan temperatur optimum
kecepatan reaksi meningkat dengan meningkatnya temperatur.
Peningkatan kecepatan terjadi karena molekul enzim dan
substrat keduanya mempunyai energi kinetik yang lebih untuk
lebih sering bertabrakan, dan juga karena lebih banyak molekul
mempunyai energi yang cukup untuk melampaui pembatas
energi aktivasi. Peningkatan kecepatan reaksi terkait dengan
temperatur dapat dihitung sebagai Q10 yang berarti
peningkatan relatif untuk tiap 10oC.
Bila temperatur terus meningkat di atas temperatur
optimum, panas tersebut menyebabkan enzim mengalami
denaturasi. Akibatnya enzim kehilangan bentuk fungsionalnya
oleh rusaknya ikatan hidrogen. Temperatur dingin, pada sisi lain,
menurunkan aktivitas enzim oleh penurunan gerak molekuler.

d. pH
Tiap enzim mempunyai pH optimum yang membantu
menjaga bentuk tiga-dimensiolnya. Perubahan dalam pH dapat
menyebabkan denaturasi enzim dengan mengubah muatan
enzim, sebagai contoh gugus R asam karboksil menjadi tidak
bermuatan pada pH rendah (COOH), tetapi bermuatan pada pH
tinggi (COO-). Perubahan ikatan ion enzim berkontribusi dalam
bentuk fungsionalnya.
Untuk kebanyakan enzim pH optimum antara 7-8 (pH
fisiologis umumnya sel), tetapi beberapa enzim dapat bekerja
pada pH ekstrem, seperti enzim protease di dalam lambung
hewan, yang mempunyai pH optimum 1.

Anda mungkin juga menyukai