Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

BATU SALURAN KEMIH

Disusun oleh :
Atika Qisty Desmawan
1102010040
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah RSUD Pasar Rebo

Pembimbing :
Dr. Hengkinarso Subekti, Sp.U

SMF ILMU BEDAH


RSUD PASAR REBO JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
AGUSTUS 2015

BAB I
ANATOMI FISIOLOGI
A.

Anatomi 1,2,3
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal.
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal
ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri
adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus
vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan
adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal
kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.

Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks

Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.

Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix
major dan ureter.

Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/
Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di
sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang
membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang
memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif
jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada
medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak
di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari
aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang
akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior,
anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis
ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus
imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral.
Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
Fungsi ginjal adalah :

a) Menproduksi erytrhropoetin yang dilepaskan sebagai respon menurunnya tekanan


oksigen dalam suplay darah ginjal, yang biasanya disebabkan karena kekurangan
sel darah merah. Erythropoetin menstimulasi produk sel darah merah di sumsum
tulang. Defenisi Erythropoetin akan menyebabkan anemia yang sering terjadi pada
gagal ginkal.
b) Vitamin D diaktivasi di ginjal selain dalam hati. Vitamin D sangat penting untuk
mengabsorbsi kalsium dari usus. Paien gagal ginjal akan mengalami gangguan
keseimbangan kalsium dalam fosfat.
c) Memproduksi renin yang berperan dalam pengaturan tekanan darah. Renin
dilepaskan sebagai respon penurunan tekanan darah arterial, iskemia ginjal dan
penurunan volume cairan ekstraseluler, peningkatan norepinefrin, meningkatnya
konsentrasi natrium.
d) Pengeluaran renin dari ginjal akan mengakibatkan pengubahan angiotensinogen
(suatu glikoprotein yang di buat oleh hati) menjadi angiotensin I. Angiotensin I
kemudian di ubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang
ditemukan di dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah
melalui efek vasokontriksi arteriole perifer dan merangsang sekresi aldosteron.
Peningkatan kadar aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus
distal dan duktus pengumpul. Selanjutnya peningkatan reabsorsi natrium
mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air dengan demikian volume plasma akan
meningkat. Peningkatan volume plasma ikut berperan dalam peningkatan tekanan
darah. Produksi renin yang berlebihan terjadi paa gangguan perfusi renal.
e) Prostaglandin disintesa lebih banyak jaringan tubuh termasuk ginjal. Di ginjal
terutama disintesa di medulla. Prostaglandin menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah yang dapat darah menpengaruhi peningkatan aliran darah ginjal dan
meningkatkan ekskresi natrium. Pengaruh renin dan prostaglandin akan
menpertahankan tekanan darah tetap normal / seimbang.
f) Kegagalan

ginjal

yang

berakibat

kehilangan

fungsi

jaringannya

akan

mengkonstribusi terjadi hipertensi.


Tes fungsi ginjal terdiri dari :

Tes pembentukan protein (albumin)

Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubulus, maka protein dapat bocor masuk
kedalam urin

Mengukur konsentrasi ureum darah


Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum maka ureum darah naik di atas kadar
normal (20 40) mg %

Tes konsentrasi
Dilarang makan dan minum selama 12 jam untuk melihat samapi berapa tinggi,
berat jenisnya naik.

b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan


ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat
sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major,
lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara
postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk
mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine
setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta
muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk
batu/kalkulus.

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui
segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus
hipogastricus superior dan inferior.
c. Vesica urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat
untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya
diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi
sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan
organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluhpembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga
bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan
(superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan
lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot
spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior
dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk miripsegitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini
berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus,

dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui


n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada
pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual
(berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya
sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna
(otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di
uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki
m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.

Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.

Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar


prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.

Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang
berada di bawah kendali volunter (somatis).

Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada
pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya
di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang
bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada
wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

B.

Fisiologi 4
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis

atau

racun,

b)

mempertahankan

suasana

keseimbangan

cairan,

c)

mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d)

mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Tahap pembentukan urin adalah :
1. Proses Filtrasi ,
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang
terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus
ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa,
sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
(obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi
kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan
terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar

BAB II
BATU SALURAN KEMIH

A.

Definisi 5
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam kandung
kemih (vesicolith). Proses pembentukan batu ini disebut urolithiasis

B.

Etiologi 6,7
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan:

Idiopatik

Gangguan Aliran air kemih


-

Fimosis

Striktur meatus

Hipertrofi prostat

Refluks vesiko-ureteral

Ureterocele

10

Konstriksi hubungan ureteropelvik

Gangguan metabolisme
-

Hiperparatiroidisme

Hiperuresemia

Hiperkalsuria

Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus


mirabilis)
Dehidrasi
-

Kurang minum, suhu lingkungan tinggi

Benda asing

Fragmen kateter, telur skistosoma

Jaringan mati (neksrosis papilla ginjal)

Multifaktor
-

Anak di negara berkembang

Penderita multitrauma
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya

batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang
berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.

Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2.

Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3.

Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:


1.

Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu),

11

sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih.
2.

Iklim dan temperatur

3.

Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4.

Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.

5.

Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life.

C.

Epidemiologi 8
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu
mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai
dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data
penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara
yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama
terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif
rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian
atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas,
terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran
kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di
usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7%
untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.

D.

Patogenesis9,10,11
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada

12

sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis
uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :


1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).
Faktor- faktor yang mempengaruhi batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah

13

1. Hiperkalsiuria
Suatu keadaan dimana kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300
mg/24 jam, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria
disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer,
sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau
tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus
anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan
oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus
kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme
yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu
staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini
adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan

14

enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea
menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.1
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks
struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu
fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran
antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.1

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,


fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg
NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++
dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman
yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan
infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea.1
E.

Manifestasi Klinis8,10,11
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi
tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih
merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh
pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri
ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan

15

tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,
biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter.
Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke
perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan
muntah sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri
ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam-menggigil.
F.

Diagnosis12
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium
dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih,
infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau
radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga jenis batu yang dihadapi. Yang radiolusen umumnya adalah dari jenis asam
urat murni. Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk
menduga adanya batu saluran kemih bila diambil foto dua arah. Pada keadaan yang
istimewa tidak jarang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari
pengamatan. Oleh karena itu, foto polos sering perlu ditambah dengan foto pielografi
intravena. Pada batu yang radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan
terdapatnya defek pengisian pada tempat batu sehingga memberi gambaran kosong pada
daerah batu.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai

16

untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar
untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat
untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih, serta dapat
digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah
tertingggalnya batu.
Tujuan pemeriksaan penderita urolitiasis:
-

Penentuan diagnosis urolitiasis

Penentuan letak batu

Penentuan faal ginjal sebagai akibat sumbatan batu saluran kemih

Adanya kelainan saluran kemih sebagai penyebab batu

Pemeriksaan kelainan metabolik kausal

Pemeriksaan pasien urolitiasis


-

Kemih
Mikroskopik-endapan
Biakan
Sensitivitas kuman

Faal ginjal
Ureum
Kreatinin
Elektrolit

Foto polos perut (90% batu kemih radiopak)

Foto polos urogram intravena (adanya efek obstruksi)

Ultrasonografi ginjal (hidronefrosis, batu ginjal)

Foto kontras spesial


Retrograd
Perkutan

Analisis biokimia batu

Pemeriksaan kelainan metabolik

17

G.

Diagnosis Banding8,10,11
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya
distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi kolik
ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik
saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu
juga dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi
bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran
kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya
karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan
hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz.
Pada batu ureter, terutama dari jenis yang radiolusen, apalagi bila disertai
dengan hematuria yang tidak disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan kemungkinan
tumor ureter walaupun tumor ini jarang ditemukan.
Dugaan batu kandung kemih juga perlu dibandingkan dengan kemungkinan
tumor kandung kemih, terutama bila batu bersifat radiolusen.
Batu prostat biasanya tidak sukar didiagnosis karena gambaran radiologiknya
yang khas, yang kecil seperti kumpulan pasir di daerah prostat. Akan tetapi, pemeriksaan
colok dubur dapat memberi kesan adanya keganasan, terutama bila terdapat batu yang
cukup banyak sehingga teraba seperti karsinoma prostat. Dalam keadaan yang tidak
pasti seperti itu perlu dilakukan biopsi prostat.

H.

Pemeriksaan Penunjang12.14
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain:
1.

Foto Polos Abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu
radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu
asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu
saluran kemih seperti pada tabel 1.

18

Jenis Batu
Radioopasitas
Kalsium
Opak
MAP
Semiopak
Urat/Sistin
Non opak
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih
2.

Pielografi Intra Vena (PIV)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu
PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan
sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya
adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

3.

Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada
keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

4.

Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

5.

Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.

6.

Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7.

Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8.

DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali
serum.

I.

Penatalaksanaan8,13,14
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita

19

oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan
saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal
ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1.

Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa
:
b.

Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

c.

- blocker

d.

NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasienpasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi
ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.

20

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah
ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan
bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.

21

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis


yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin
sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai
sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan
batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran
kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan
perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah
tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil
dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anakanak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan

Endourologi

adalah

tindakan

invasif

minimal

untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

22

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat


diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa
dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat
diketahui

berhasil

atau

tidak.

Kelemahannya

adalah

PNL perlu

keterampilan khusus bagi ahli urologi.


b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter
yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di
atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung
pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui
alat keranjang Dormia).

4.

Bedah Terbuka

23

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk


tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi

atau infeksi yang menahun.


5.

Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak

kalah pentingnya

adalah upaya

menghindari timbulnya

kekambuhan. Angka

kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10
tahun.

24

J.

Pencegahan14
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa :
1.

Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3
liter per hari.

2.

Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3.

Aktivitas harian yang cukup.

4.

Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1.

Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2.

Rendah oksalat.

3.

Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.

4.

Rendah purin.

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri
tipe II.

K.

Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut
yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan
transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian,
kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko
sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ
pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma.
Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein
strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama

25

yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan
karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi
radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang
berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi
saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan
sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti
ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa
saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera
pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis
renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan
yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam,
dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda
secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat
dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan.
Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%).
Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang
besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat
tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas
atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi
di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis
(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan
viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya
perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari.
Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat

26

perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus
dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage
urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%).
Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi,
PNL, atau operasi terbuka.
L.

Prognosis13
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas
dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen
batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan
bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.

27

BAB III
KESIMPULAN

1.

Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran
kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau
infeksi.

2.

Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu. Terbentuknya
batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik).

3.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana
terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV), Ultrasonografi,
pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis batu, kultur urin, DPL, ureum,
kreatinin, elektrolit.

4.

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun
batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.

5.

Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder, serta
komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.

6.

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya
infeksi serta obstruksi.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 th ed. US: FA Davis
Company; 2007.
3. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.
4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. EGC:
Jakarta
5. http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html.

akses

tanggal

05

Agustus 2015.
6. Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto: Jakarta
7. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta
8. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 872-879. EGC : Jakarta.
9. http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis. akses tanggal 05 Agustus
2015.
10. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-Raven
Publisher.
11. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
12. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit FKUI:
Jakarta.
13. Shires, Schwartz. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta. 588-589
14. http://www.aku.edu/akuh/health_awarness/pdf/Stones-in-the-Urinary-Tract.pdf. akses
tanggal 05 Agustus 2015.

29

Anda mungkin juga menyukai