Anda di halaman 1dari 5

Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang

biasanyamengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
salurancerna, dan gangguan kesadaran.
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri gram negativeSalmonella tyhypi yang secara umum panjangnya
mencapai 2.0 -5.0 m berbentuk batang dapat bergerak bebas, non-encapsulated, aerob atau
anaerop fakultatif. Untuk menimbulkanpenyakit, dibutuhkan jumlah tertentu S thypi yang masuk
ke dalam saluran cerna. Sebelumsampai ke usus halus, kuman ini harus melewati asam lambung.
Segala hal yangmenyebabkan penurunan asam lambung (proses penuaan, obat-obatan untuk
menurunkanasam lambung seperti antasid, anti H-2 reseptor, dan proton pump inhibitor),
mempermudah kuman ini masuk sampai ke usus halus, akibatnya meski kuman yangmasuk
jumlanya hanya sedikit, yang bersangkutan akan jatuh sakit.
Setelah sampai di usushalus, kuman ini akan menempel di kelenjar getah bening di dinding usus
bagian dalam(plak Peyer). Lalu kuman menembus dinding usus bagian dalam dan menyebar ke
kelenjargetah bening usus lainnya sampai ke hati dan limpa. Waktu yang dibutuhkan sejak
kumanmasuk sampai timbul gejala (masa inkubasi) sekitar 7-14 hari. Setelah itu kuman
S.thypi.akan masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan dapat menyebar ke berbagai organtubuh.
Tempat bersarangnya kuman ini selain hati dan limpa adalah kandung empedu,sumsum tulang
dan ada juga yang tetap menetap di plak Peyer.Setelah kuman masuk ke dalam saluran cerna,
akan ada masa tanpa gejala (masa inkubasi)sekitar 7-14 hari. Pada saat bakteriemia, akan timbul
demam. Suhu tubuh awalnya akannaik perlahan dan lebih tinggi setiap malamnya dari malam
sebelumnya

Saat Salmonella menginfeksi akan terjadi respon imun alamiah dan seluler. Bakteri ini mampu
hidup dan berkembang biak dalam sel fagosit sehingga yang berperan adalah imunitas seluler.
Imunitas seluler dapat yangmembunuh bakteri intrasel dengan 2 cara yaitu: (1). Sitokin yang
dihasilkan limfosit T, terutama INF- mengaktifkan makrofag dalam membunuh bakteri intrasel.
(2). Limfosit T sitotoksik yang merusak membran sel yang terinfeksi bakteri intrasel.8, 9, 10, 11
S. typhimurium yang masuk ke dalam tubuh akan difagosit oleh makrofag sehingga memacu
membentuk respon dengan memproduksi IL-12. Interleukin yang terbentuk akan mengaktifkan
sel Natural Killer (NK), menstimulasi perkembangan sel T-h1 dan mengaktifkan sel T CD8+

lain. Ketiga jenis sel tersebut akan memproduksi dan mensekresi Interferon-gama (IFN ) yang
akan mengaktifasi makrofag menjadi makrofag aktif yang dapat membunuh bakteri intraseluler.
Sel T-h1 yang teraktivasi juga memproduksi IL-2 yang bersifat autokrin dan parakrin (sebagai
pembantu pertumbuhan limfosit T sitotoksik yang juga meningkatkan imunitas terhadap mikroba
intrasel). Selain mengaktivasi makrofag interleukin-12 ini juga akan, mengaktivasi limfosit T
menjadi T sitotoksik dan limfosit B memproduksi antibodi. Limfosit T sitotoksik dapat merusak
membran sel yang terinfeksi bakteri intraseluler sehingga bakteri tersebut dapat berikatan dengan
antibodi dalam plasma. Komplek antigen-antibodi tersebut mengaktifkan komplemen sehingga
dapat membunuh bakteri tersebut.

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam:


o
Komplikasi intestinal : Perdarahan usus, Perforasi usus, Ileus paralitik
o
Komplikasi ekstraintestinal

Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis),miokarditis, trombosis


dan tromboflebitis

Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopeni dan atau koagulasiintravaskuler


diseminata, dan sindrom uremia hemolitik

Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis.

Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolelitiasis,

Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis,

Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis,


Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,polineuritis perifer, sindrom
Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia
Medikamentosa untuk demam tifoid:1.
Antibiotik, untuk membunuh kuman2.
Antipiretik, untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang timbul akibat demam3.
Steroid, hanya untuk demam tifoid yang berat, yaitu ensefalopati tifoid yangditandai dengan
penurunan kesadaran, koma,syok.Sedangkan pelaksanana yang non medika mentosa adalah:1.
Tirah baring (bed rest)2.
Asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi karena demam.3.
Makan makanan yang bergizi, rendah lemak dan lunak agar tidak memberatkankerja usus.4.
Jaga higiene dan kebersihan diri maupun orang yang merawat untuk menghindaripenularan5.
Monitoring keadaan klinis dan waspadai tanda-tanda perburukan atau komplikasi(anonym. 2009)

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari gejala-gejala yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat :
a. Pada minggu I ditemukan gejala klinis atau keluhan : nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau perasaan tidak enak diperut, batuk, dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya ditemukan peningkatan suhu
tubuh,sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga
malam hari
b. Pada minggu ke II di temukan gejala-gejala yang lebih jelas seperti : demam, bradikardi,
lidah berselaput (kotor dibagian tengah tepi dan ujung merah), hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa : stuporkoma, delirium atau
psikosis.

Pencegahan infeksi Salmonella typhi dapat dilakukan dengan penerapan pola hidup yang
bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana namun efektif dapat mulai dibiasakan sejak dini
oleh setiap orang untuk menjaga higientias pribadi dan lingkungan, seperti membiasakan cuci

tangan dengan sabun sebelum makan atau menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi
makanan dan minuman bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan makanan dengan
benar agar tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih tempat makan yang bersih dan
memiliki sarana air memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta mengatur
pembuangan sampah agar tidak mencemari lingkungan.
Hingga saat ini, kloramfenikol masih menjadi drug of choice bagi pengobatan demam tifoid di
Indonesia. Dosis yang diberikan pada pasien dewasa adalah 4 x 500 mg hingga 7 hari bebas
demam. Alternatif lain selain kloramfenikol, yaitu: tiamfenikol (4 x 500 mg), kotrimoksazol (2 x
2 tablet untuk 2 minggu), ampisilin atau amoksisilin (50-150 mg/kgBB selama 2 minggu),
golongan sefalosporin generasi III (contoh: seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama
jam per infus sekali sehari untuk 3-5 hari), dan golongan fluorokuinolon (contoh:
ciprofloxcacin 2 x 500 mg/hari untuk 6 hari).5
Di Amerika Serikat, pemberian regimen ciprofloxcacin atau ceftriaxone menjadi first line bagi
infeksi Salmonella typhi yang resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin, trimethoprimsulfamethoxazole, streptomycin, sulfonamides, atau tetrasiklin.1
Pada pasien anak, kloramfenikol diberikan dengan dosis 100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 kali
pemberian selama 10-14 hari. Regimen lain yang dapat diberikan pada anak, yaitu: ampisilin
(200 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 kali pemberian IV), amoksisilin (100 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 4 kali pemberian PO), trimethoprim (10 mg/kg/hari) atau sulfametoksazol (50 mg/kg/hari)
terbagi dalam 2 dosis, seftriakson 100 mg/kg/hari terbagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4
gram/hari) untuk 5-7 hari, dan sefotaksim 150-200 mg/kg/hari terbagi dalam 3-4 dosis.4
Pemberian steroid diindikasikan pada kasus toksik tifoid (disertai gangguan kesadaran dengan
atau tanpa kelainan neurologis dan hasil pemeriksaan CSF dalam batas normal) atau pasien yang
mengalami renjatan septik. Regimen yang dapat diberikan adalah deksamethasone dengan dosis
3x5 mg. Sedangkan pada pasien anak dapat digunakan deksametashone IV dengan dosis 3 mg/kg
dalam 30 menit sebagai dosis awal yang dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam hingga 48 jam.
Pengobatan lainnya bersifat simtomatik.4,5

Diagnosis

Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat

oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai
penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode
terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh
Berbagai metode diagnostik masih terus dikembangkan untuk mencari cara yang cepat,
mudah dilakukan dan murah biayanya dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Hal ini
penting untuk membantu usaha penatalaksanaan penderita secara menyeluruh yang juga

meliputi penegakan diagnosis sedini mungkin dimana pemberian terapi yang sesuai secara
dini akan dapat menurunkan ketidaknyamanan penderita, insidensi terjadinya komplikasi
yang berat dan kematian serta memungkinkan usaha kontrol penyebaran penyakit melalui
identifikasi karier.
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi
dalam empat kelompok, yaitu : pemeriksaan darah tepi; pemeriksaan bakteriologis dengan
isolasi dan biakan kuman; uji serologis; dan pemeriksaan kuman secara molekuler.

PATOFISIOLOGI
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi (S.Parathypi) ke
dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang terkontaminasi kuman.
Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik,
maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina
propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikum kuman yang terdapat pada makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ ini
kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan
bakterimia kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.1
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan
melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses
yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat
fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang
selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi.1
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan.
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang
sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding
usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa
usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya

Anda mungkin juga menyukai

  • Visi Misi
    Visi Misi
    Dokumen1 halaman
    Visi Misi
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Tes
    Tes
    Dokumen1 halaman
    Tes
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • BAUBAU
    BAUBAU
    Dokumen1 halaman
    BAUBAU
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Ulkus
    Ulkus
    Dokumen9 halaman
    Ulkus
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Ulkus
    Ulkus
    Dokumen9 halaman
    Ulkus
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • DEFINISI
    DEFINISI
    Dokumen4 halaman
    DEFINISI
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen14 halaman
    Jurnal
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Pneumonia
    Pneumonia
    Dokumen6 halaman
    Pneumonia
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen14 halaman
    Jurnal
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Bronkopneumonia DD Prognosis Merdi
    Bronkopneumonia DD Prognosis Merdi
    Dokumen4 halaman
    Bronkopneumonia DD Prognosis Merdi
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Tetanus Word
    Tetanus Word
    Dokumen28 halaman
    Tetanus Word
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Pneumonia
    Pneumonia
    Dokumen6 halaman
    Pneumonia
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Asi Eksludif
    Asi Eksludif
    Dokumen1 halaman
    Asi Eksludif
    Ayu Pratiwi Lecentiya Ramadhani
    Belum ada peringkat