Anda di halaman 1dari 5

PATOFISIOLOGI, PENATALAKSAAN KAD DAN KHONK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
PURWOKERTO
2010

I. Patogenesis Diabetic Ketoacidosis

Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic Ketoacidosis
(DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin (Gambar 1).

Gambar 1 : Perkembangan Diabetic Ketoasidosis


Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hyperglycaemia

yang

meningkatkan

glycosuria.

Meningkatnya

lipolysis

akan

menyebabkan over-produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi
(dirubah) menjadi ketone, menimbulkan ketonnaemia, asidosis metablik dan ketonuria.
Glycosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air
dan elektrolite-seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida.
Dehidrasi, bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan shock hypofolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul). Muntah muntah
juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolite.
Sehingga, perkembangan DKA adalah merupakan rangkaian dari iklus interlocking
vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme
karbohidrat dan lipid normal.
II. Patogenesis Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik

Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan


hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan
hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma.
Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan
kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi
hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat
menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan
menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ).
Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti
hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa
dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi
intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus
terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal
menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi
sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
III. Penatalaksaan Diabetic Ketoacidosis
Penanganan DKA (diabetic ketoacidosis) memerlukan pemberian tiga agent berikut:

Cairan : pasien penderita DKA biasanya mengalami deplesi cairan yang hebat dan
adalah penting untuk mengekspansi nilai ECF nya dengan saline untuk memulihkan

sirkulasinya.
Insulin : Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin intramuskular adalah
alterantif hila pompa infusi tidak tersedia atau bila akses vena mengalami kesulitan,

misalnya pada anak anak kecil.


Potassium. Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien

penderita DKA mengalami deplesi kalium tubuh yang mungkin terjadi secara hebat.
Dalam kebanyakan kasus, terapi rehidrasi dan insulin akan mengatasi asidosis metabolik,
dan tidak acta terapi lanjutan akan diindikasikan. Namun demikian, dalam kasus kasus
yang paling parah, bila konsentrasi ion hidron Ren lebih tinggi dari 100 nmol/l, maka
kaium bikarbonat dapat diindikasikan.

Gambar 2 : Penanganan diabetic ketoacidosis


Penanganan diabetic ketoacidosis secara rinci diperlihatkan pada gambar 2, yakni 0.9%
akan pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik. Insulin
intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan pompa otomatis, dan
suplement potasium ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik

atas seorang pasien penderita DKA (diabetic ketoacidosis) adalah melalui monitoring
klinis dan biokimia yang cermat.
Kepentingan skema cairan yang baik, seperti halnya dalam gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit yang serius, tidak boleh terlalu diandalkan. Input saline fisiologis
awal yang tinggi yakni 0.9% akan pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite
pasien semakin baik. Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan
menggunakan pompa otomatis, dan suplement potasium ditambahkan kedalam regimen
cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita DKA (diabetic
ketoacidosis) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang cermat.
IV. Penatalaksaan Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
Pengobatan
1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan
NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik normal diguyur 1000 ml/jam
sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru
diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil
harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit
ginjal atau hipernatremia. Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam
sekitar 200-250 mg%.
2. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non
ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin
dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan
pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
3. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik,
perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
4. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter

DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi VI..
Jakarta: EGC.
Asman. 2006. .Buku ajar ilmu penyakit dalam. IV. Jakarta: balai penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai