Anda di halaman 1dari 16

NAMA: NUR YAHYA

NIM:10011018
LAPORAN PENDAHULUAN GASTRITIS
A. DEFINISI
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila
mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara
hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut
Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau
perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan
yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin,
refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).
Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu
peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi,
infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu
banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat
hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan
pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang
hampir lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat,
dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri
(Guyton, 2001).
Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan
pada manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan
kemungkinan patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat
dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronik. Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan

1.

pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis
kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Suyono, 2001).
1. Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak
dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa
lambung terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian
besar kasus merupakan penyakit yang ringan.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali
kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan
jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).
2.

Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina
propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu
limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai
peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling
ringan gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub
epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjarkelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi
kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 522).
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
di daerah epigastrik, di bawah diafragma dan di depan pankreas. Dalam keadaan
kosong, lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti
buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 samapi 2 L (Prince, 2005).
Secara anatomis lambung terdiri atas empat bagian, yaitu: cardia, fundus, body
atau corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis, lambung terdiri atas beberapa
lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan serosa. Lambung
berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan
duodenum melalui orifisium pilorik (Ganong, 2001).
Mukosa lambung mengandung banyak kelenjar dalam. Di daerah pilorus
dan kardia, kelenjar menyekresikan mukus. Di korpus lambung, termasuk fundus,

2.

kelenjar mengandung sel parietal (oksintik), yang menyekresikan asam


hidroklorida dan faktor intrinsik, dan chief cell (sel zimogen, sel peptik), yang
mensekresikan pepsinogen. Sekresi-sekresi ini bercampur dengan mukus yang
disekresikan oleh sel-sel di leher kelenjar. Beberapa kelenjar bermuara keruang
bersamaan (gastric pit) yang kemudian terbuka kepermukaan mukosa. Mukus juga
disekresikan bersama HCO3- oleh sel-sel mukus di permukaan epitel antara
kelenjar-kelenjar (Ganong, 2001).
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai
saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari
abdomen melalui saraf vagus. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus
major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri
yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan
di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat
motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (auerbach) dan
submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan
mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung (Prince, 2005).
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan
limpa) terutama berasal dari arteri siliaka atau trunkus seliakus, yang
mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan mayor.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan
arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum (Prince, 2005).
2.

Fisiologi Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti

kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam
klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung
memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai
fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl,
sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai
pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama
dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan

3.

pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai


makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan asam
lambung, hingga membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dari
lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan
absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan
enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk
gerakan pencampuran makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk
membentuk cairan padat yang dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke
duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan
lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen.
HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan
protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta
merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk
menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung
tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung
mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung (Ganong,
2001).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem
saraf yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan
parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin,
asetilkolin, dan histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam
lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan
belum masuk lambung, akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase
gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi
asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih
berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung
terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan
tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur
sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan
lambung mengenali waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong,
2001).

4.

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif
(asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan
aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan
kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa
lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau
ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai
faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam
lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya
adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel
mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki
dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan
faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat
prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun
menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja
mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat
serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen
utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan
memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan
efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai
akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung
tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005)
D. ETIOLOGI
Makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit sering menjadi faktor penyebab gastritis akut. Bentuk terberat
dari gastritis akut disebabkan mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Penyebab lain dari
gastritis akut mencakup kafein, alkohol, aspirin, reflulus empedu atau terapi
radiasi dan endotoksin bakteri (masuk setelah menelan makanan yang
terkontaminasi). Obat-obat lain yang mempengaruhi seperti indometasin,

5.

ibuprofen, naproksen, sulfanamida, steroid dan digitalis.Penyebab gastritis atrofik


kronik dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung atau oleh
bakteri helicobacter pylori (H.pylori). Minum alkohol berlebihan dan merokok
merupakan predisposisi timbulnya gastritis atrofik.
E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Pola Makan
Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh
pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan
jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung
meningkat.
a) Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan
kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat
pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung
tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong
antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya
lambung (Okviani, 2011).
b) Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan
diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani,
2011).
c) Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam
jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi
makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan
menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat
menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding
lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka
pada lambung (Baliwati, 2004).

6.

2. Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis
bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati
yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua
unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein
dan asam chlorogenic.
Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai
faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa
memicu tingginya asam lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang
harus bertanggung jawab (Anonim, 2011).
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak),
sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak
heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa
segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein
dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon
gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung
yang sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat
dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum
kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang
memilliki gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung
biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar
kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).
3. Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku The Miracle of Enzyme
menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan
lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut
gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat
membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang

7.

mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika
beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin.
Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki
rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap
protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi
lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih
kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan
proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi
tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi
pada membran mukosa usus (Shinya, 2008).
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah
berubah menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein
mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan
sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan
orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus
peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008).
4. Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang
rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun.
Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya
seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol,
perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene,
urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain
nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun
lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan
(Budiyanto, 2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus
dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung,
menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan
lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat
sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga

8.

mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan


obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana
hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada
mukosa

lambung.

Rokok

dapat

mengganggu

faktor

defensif

lambung

(menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk


peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H.
pylori.

Merokok

juga

dapat

menghambat

penyembuhan

spontan

dan

meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).


Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi
perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung.
Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang
tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).
5. AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan
sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).
Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil
salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam
karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik.
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen
menghambat

aktivitas

siklooksigenase,

menyebabkan

penurunan

sintesis

prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase


merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam
arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa
lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa,
aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara
topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut
bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin
dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan
mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika
pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum.

9.

Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis


(Rosniyanti, 2010).
6. Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang
menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan
seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan
mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia,
yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut
(Potter, 2005).
a) Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada
beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat
dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan
dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian orang, keadaan stres
umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya adalah
mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan
nutrisi, istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan,
2010).
b) Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu
atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan
pada lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah
kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar
akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis
dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung
(Anonim, 2010).
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah
cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi
oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan
menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang

10.

berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke
dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu
akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
7. Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan
kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang
terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau
racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman
keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan
hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka
panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan
lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung
berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak,
alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol
berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik,
dan

mengganggu

menurunnya

penyembuhan

kesanggupan

tukak

mencerna

peptik.
dan

Alkohol

menyerap

mengakibatkan

makanan

karena

ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa


gastrointestinal (Beyer 2004).
8. Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan
batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan
lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di
dunia terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam
lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya
dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan
penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering
terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak
dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai

11.

penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya


gastritis (Prince, 2005).
9. Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan
dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia
mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi
Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda.
Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola
hidup yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai
dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia
mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga
berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan
penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).

F. Penatalaksaan Medik
Pengobatan gastritis meliputi :
1.

Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.

2.

Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.

3.

Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain


(Soeparman,1999)

Pada gastritis, penatalaksanaanya dapat dilakukan dengan (medis dan non medis),
yaitu sebagai berikut
a.

Gastritis Akut
1.

Intruksikan pasien untuk menghindari alkohol.

2.

Bila pasien mampu makan melalui mulut, anjurkan diet mengandung


gizi.

3.
4.

Bila gejala menetap, cairan perlu diberi secara parenteral.


Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi
saluran gastrofestinal.

5.

Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.

12.

6.

Untuk menetralisir alkhali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.

7.

Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren


atau perforasi.

8.

Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk
yang encer atau cuka yang di encerkan.

9.
b.

Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi polirus.

Gastritis Kronik
1.

Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak


diberikan sedikit tapi lebih sering.

2.

Mengurangi stress

3.

H.pylori diatasi dengan antibiotik (seperti tetraciklin , amoxillin) dan


gram bismuth (pepto-bismol).

G. Komplikasi
a.
Perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematimesis dan melena
b.

yang dapat berakhir sebagai syok hemoragie.


Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin
B12 (Mansjoer, Arief 1999)

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gastritis


A) Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)
2. Sirkulasi
Gejala :
- hipotensi (termasuk postural)
- takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)
- kelemahan / nadi perifer lemah
- pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi)
- warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah)
- kelemahan kulit / membran mukosa = berkeringat (menunjukkan status syok,
nyeri akut, respons psikologik)
3. Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak
berdaya.
Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit,
gemetar, suara gemetar.

13.

4. Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastro
interitis (GI) atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal: luka peptik /
gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi /
karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi
Bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan.
Karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang
merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan
diet, penggunaan antasida).
Haluaran urine : menurun, pekat.
5. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi
pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal).
Masalah menelan : cegukan
Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual / muntah
Tanda : muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan
darah.
Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk
(perdarahan kronis).
6. Neurosensi
Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung
tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume
sirkulasi / oksigenasi).
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri
hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samarsamar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri
epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam
setelah makan dan hilang dengan antasida (ulus gaster). Nyeri epigastrum kiri
sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan
bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal).
Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).
Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu
(salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit.
8. Keamanan
Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA
Tanda : peningkatan suhu, Spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis /
hipertensi portal)

14.

9. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA,
alkohol, steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat
diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal :
trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama
misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal:
455).
B) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa
lambung.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi.

15.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKU


Nuzulul. 2011. Askep Gastritis. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_
detail-35839-Kep-Pencernaan-Askep-Gastritis.html. Diakses pada tanggal 10
saptember 2012 Jam 22.00 WIB

Noname. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gastritis. http://


dezlicious. blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan_30.html. Diakses pada tanggal 10 Saptember 2012 Jam 23.10 WIB

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria NOC. Jakarta : EGC

16.

Anda mungkin juga menyukai