INDONESIA
NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004
TENTANG
STANDAR PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang
Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu
dan efisiensi pelayanan kesehatan;
b.bahwa untuk meningkatkan mutu dan efisiensi
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang
berasaskan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical
Care) perlu adanya suatu Standar Pelayanan yang
dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pemberian pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit;
c.bahwa sehubungan hal-hal tersebut di atas perlu
ditetapkan standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
dengan Keputusan Menteri;
Mengingat:1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
3.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik;
4.Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor
r. masalah penyimpanan obat yang sesuai dengan pengaturan/undangundang s. pengamanan pelayanan farmasi dan penyimpanan obat
harus terjamin t. peracikan, penyimpanan dan pembuangan obat-obat
sitotoksik u. prosedur yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi
terhadap staf 4. Harus ada sistem yang mendokumentasikan
penggunaan obat yang salah dan atau mengatasi masalah obat. 5.
Kebijakan dan prosedur harus konsisten terhadap sistem pelayanan
rumah sakit lainnya. 2.6 Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di rumah sakit harus mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. 1. Apoteker harus
memberikan masukan kepada pimpinan dalam menyusun program
pengembangan staf. 2. Staf yang baru mengikuti program orientasi
sehingga mengetahui tugas dan tanggung jawab. 3. Adanya
mekanisme untuk mengetahui kebutuhan pendidikan bagi staf. 4.
Setiap staf diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan dan program pendidikan berkelanjutan. 5. Staf harus secara
aktif dibantu untuk mengikuti program yang diadakan oleh organisasi
profesi, perkumpulan dan institusi terkait. 6. Penyelenggaraan
pendidikan dan penyuluhan meliputi : a. penggunaan obat dan
penerapannya b. pendidikan berkelanjutan bagi staf farmasi c.
praktikum farmasi bagi siswa farmasi dan pasca sarjana farmasi 2.7
Evaluasi dan Pengendalian Mutu Pelayanan farmasi harus
mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi,
melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit yang baik. 1. Pelayanan
farmasi dilibatkan dalam program pengendalian mutu pelayanan
rumah sakit. 2. Mutu pelayanan farmasi harus dievaluasi secara
periodik terhadap konsep, kebutuhan, proses, dan hasil yang
diharapkan demi menunjang peningkatan mutu pela yanan. 3.
Apoteker dilibatkan dalam merencanakan program pengendalian
mutu. 4. Kegiatan pengendalian mutu mencakup hal- hal berikut : a.
Pemantauan : pengumpulan semua informasi yang penting yang
berhubungan dengan pelayanan farmasi. b. Penilaian : penilaian
secara berkala untuk menentukan masalah-masalah pelayanan dan
berupaya untuk memperbaiki. c. Tindakan : bila masalah-masalah
sudah dapat ditentukan maka harus diambil tindakan untuk
memperbaikinya dan didokumentasi. d. Evaluasi : efektivitas tindakan
harus dievaluasi agar dapat diterapkan dalam program jangka
panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya secara baik dan benar,
para apoteker harus secara mendasar dan mendalam dibekali dengan
ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmako epidemologi, dan
farmako ekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan
untuk memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas
kesehatan lain di rumah sakit. 3.2.1.5 Tugas Apoteker dalam Panitia
Farmasi dan Terapi a. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil
Ketua/Sekretaris) b. Menetapkan jadwal pertemuan c. Mengajukan
acara yang akan dibahas dalam pertemuan d. Menyiapkan dan
memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan
dalam pertemuan e. Mencatat semua hasil keputusan dalam
pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit f.
Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan
kepada seluruh pihak yang terkait g. Melaksanakan keputusankeputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan h. Menunjang
pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain i.
Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan
Panitia Farmasi dan Terapi j. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
k. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat l. Melaksanakan
umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada
pihak terkait 3.2.1.6 Formularium Rumah Sakit Formularium adalah
himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia Farmasi dan
Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap
batas waktu yang ditentukan. Komposisi Formularium : Halaman
judul Daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi Daftar Isi
Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat Produk
obat yang diterima untuk digunakan Lampiran Sistem yang dipakai
adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti
kata bahwa sementara Formularium itu digunakan oleh staf medis, di
lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan eva luasi dan
menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran,
dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien. 3.2.1.7
Pedoman Penggunaan Formularium Pedoman penggunaan yang
digunakan akan memberikan petunjuk kepada dokter, apoteker
perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam menerapkan
sistem formularium. Meliputi : a. Membuat kesepakatan antara staf
medis dari berbagai disiplin ilmu dengan Panitia Farmasi dan Terapi
dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan
ruang lingkup. Staf medis harus mendukung Sistem Formularium
yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi. b. Staf medis harus
dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan tiap-tiap
institusi. c. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan
prosedur yang ditulis oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk
menguasai sistem Formularium yang dikembangkan oleh Panitia
Farmasi dan terapi. d. Nama obat yang tercantum dalam Formularium
adalah nama generik. e. Membatasi jumlah produk obat yang secara
rutin harus tersedia di Instalasi Farmasi. f. Membuat prosedur yang
mengatur pendistribusian obat generik yang efek terapinya sama,
seperti : ? Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat
generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli
yang diminta. ? Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten
tertentu ? Apoteker harus didasarkan pada pertimbangan farmakologi
dan terapi. bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan
sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang
digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.
3.2.2 Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Panitia Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri dari staf medis,
apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan 1. Menunjang pembuatan pedoman pencegahan
infeksi 2. Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang
akan digunakan di rumah sakit 3. Melaksanakan pendidikan tentang
pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit 4. Melaksanakan
penelitian (surveilans ) infeksi nosokomial di rumah sakit 3.2.3
Panitia Lain yang Terkait dengan Tugas Farmasi Rumah Sakit
Apoteker juga berperan dalam Tim/Panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain : Panitia Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri Tim penanggulangan
AIDS Tim Transplantasi Tim PKMRS, dan lain-lain. 3.3 Administrasi
dan Pelaporan Administrasi Perbekalan Farmasi merupakan kegiatan
yang berkaitan dengan pencatatan manajemen perbekalan farmasi
serta penyus unan laporan yang berkaitan dengan perbekalan farmasi
secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,
semesteran atau tahunan. Administrasi Keuangan Pelayanan Farmasi
B. Format Formularium
Format formularium harus menarik, mudah dibaca, berpenampilan
bersih dan profesional, dengan tata bahasa yang baik. Umumnya
terdiri atas:
1. Judul
2. Namadangelar KFT
3. Daftarisi
4. Informasitentangprosedurdankebijakanrumahsakittentangobat
5. Sediaan yang diterima di rumahsakitmencakupdaftarobat yang
ditambahatauditiadakansejakedisiterakhir.
Buku formularium harus didistribusikan dan disosialisasikan kepada
semua staf medik rumah sakit, termasuk pimpinan rumah sakit,
C. Isi Formularium
Isi formularium meliputi :
a. Informasi umum prosedur dan kebijakan rumah sakit tentang obat
yang meliputi:
1. Prosedurdankebijakanformulariumtermasukpenggunaanobatdan
proseduruntukmenambahobatbarudalamformularium.
2. Uraiansingkattentangtimfarmasidanterapitermasukanggotaanggotanya, tanggungjawabdankegiatannya.
3. Peraturanrumahsakittentangpenulisanresep,
peracikandanpemberianobatmencakuppenulisan order obat,
singkatan,
prosedurdankebijakantentangkesetaraangenerikdanterapetik,
penghentianobatsecaraotomatis, order obatsecaralisan,
penggunaanobatsendiriolehpenderita, obatsendiri yang
dibawasendiridarirumah, dan lain sebagainya.
4. Prosedurpelayanankefarmasian, misalnya jam kerja IFRS
(InstalasiFarmasiRumahSakit),
kebijakanpemberianobatuntukpenderitarawatjalan,
kebijakanhargaobat, prosedurdistribusi, obatuntukrawatinapdan
lain-lain.
b. Daftar Sediaan Obat
Daftar sediaan obat dipilih oleh staf medik dan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit. Daftar obat yang dimasukkan ke dalam formularium
dapat disusun berdasarkan abjad, menurut nama-nama generik obat,
penggolongan terapi atau kombinasi keduanya.
Informasi pada tiap-tiap obat meliputi nama, generik obat dan zat
aktif utamanya (nama umum maupun nama dagang), cara penggunaan
obat, bentuk sediaan, kekuatan, kemasan, dan ukuran jumlah dalam
kemasan, formulasi sediaan jika diperlukan. Informasi tambahan,
meliputi rentang dosis bagi dewasa atau anak-anak, informasi biaya.
c. Informasi Khusus
Meliputi daftar produk nutrisi, tabel kesetaraan dosis dari obat-obat
yang mirip dengan obat kortikosteroid, formula nutrisi parenteral
baku, pedoman perhitungan dosis bagi anak-anak, komposisi, tabel
kandungan natrium dari sediaan obat, daftar sediaan obat bebas gula,
isi kotak obat darurat, informasi pemantauan dan penetapan kadar
secara farmakokinetik, formulir untuk permintaan obat
nonformularium, formulir pelaporan reaksi obat merugikan, tabel
interaksi obat, informasi pengendalian keracunan, pembawa baku atau
pengencer untuk injeksi, komposisi elektrolit untuk sediaan parenteral
volume besar.
4. Namaobat yang
tercantumdalamformulariumadalahnamagenerik.
5. Membatasijumlahprodukobat yang secararutinharustersedia di
InstalasiFarmasi.
6. Membuatprosedur yang mengaturpendistribusianobatgenerik
yang efekterapinyasama, seperti :
1. Apotekerbertanggungjawabuntukmenentukanjenisobatgenerik
yang samauntukdisalurkankepadadoktersesuaiprodukasli yang
diminta.
2. Dokter yang mempunyaipilihanterhadapobat paten
tertentuharusdidasarkanpadapertimbanganfarmakologidanterapi.
3. Apotekerbertanggungjawabterhadapkualitas, kuantitas,
dansumberobatdarisediaankimia, biologidansediaanfarmasi yang
digunakanolehdokteruntukmendiagnosadanmengobatipasien
rumahsakit.
Duplikasiobatdengankhasiatterapetiksamatidakbolehterjadi.
4. Penggunaanprodukobatkombinasihanyauntukkasustertentu,
misalnya TB.
5. Obat-obat yang tidakcukupbuktitentangkhasiat,
keamanandankualitas, sertatidak cost
effectiveperludievaluasidandihapusbilatelahada alternative obat
yang lebihdapatditerima.
Formularium merupakan sarana yang digunakan oleh dokter dalam
pola pengobatan, oleh karena itu formularium harus lengkap, ringkas
dan mudah digunakan. Formularium sangat diperlukan di rumah sakit
karena dapat digunakan sebagai dasar pedoman perencanaan obat bagi
manajemen dan sebagai sebagai pedoman perencanaan obat bagi
dokter dalam melakukan peresepan di rumah sakit (Anonim, 2002b).
Prinsip pengelolaan sistem formularium terdiri atas tiga bagian yaitu :
a. Evaluasi Penggunaan Obat, adalah suatu proses yang dilaksanakan
terus-menerus dan terstruktur yang diakui oleh rumah sakit dan
ditujukan untuk menjamin bahwa obat digunakan secara tepat, aman
dan efektif.
b. Pemeliharaan Formularium
1. Pengkajiangolonganterapiobat.
Pengkajianulangdilakukansetiaptahunoleh Tim
FarmasidanTerapi, bertujuan agar
formulariumdapatmemberikaninformasi yang selalumutakhir.
Kriteriapengkajianmeliputikemanfaatan, toksisitas,
perbedaanhargadariantaragolonganobat yang sama,
laporanreaksiobat yang merugikan,
informasibarutentangsuatuobatdaripenelitianataupustakamedikm
utakhir, danpenghapusangolonganobat.
Hasilpengkajiangolonganterapiobatdapatmenjadimasukanbagipe
ngembangankriteriapenggunaanobatbaru,
danperubahanformularium.
2. Penambahanataupenghapusanmonografiobatformularium, yang
disampaikanolehapotekerataudokterdalambentukformulirpermo
honanperubahanformularium, disertailaporanevaluasiobat, dan
data mengenaipengaruhobat yang
diusulkanterhadapmutudanbiayaperawatanpenderita.
3. Penggunaanobatnonformulariumuntukpenderitakhusus.
Kebijakandanprosedurpenggunaanobatobatnonformulariumperluditetapkanoleh Tim
FarmasidanTerapidanperlupengkajiantentangkecenderunganpen
ggunaanobatnonformularium di rumahsakit, yang
akanmempengaruhikeputusanpenambahanataupenghapusanobatf
ormularium.
c. Seleksi sediaan obat, mencakup konsep kesetaraan terapi yang
terdiri dari subsitusi generik dan pertukaran terapi. Subsitusi generik
adalah obat yang mengandung zat aktif sama dan mempunyai bentuk,
konsentrasi, kekuatan dan rute pemberian yang sama, tetapi dapat
menghasilkan respon farmakologi yang berbeda, sedangkan
pertukaran terapi adalah obat-obat dengan kandungan zat aktif
berbeda tetapi dapat menghasilkan respon farmakologi yang sama.
REFERENSI
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan
terapi. Tujuan : ? Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini
mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang. ?
Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah
dikenal sekali, yang baru saja ditemukan. ? Mengenal semua faktor
yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya Efek
Samping Obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek
Samping Obat. Kegiatan : ? Menganalisa laporan Efek Samping
Obat ? Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai
resiko tinggi mengalami Efek Samping Obat ? Mengisi formulir Efek
Samping Obat ? Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan : ? Kerjasama dengan Panitia Farmasi
dan Terapi dan ruang rawat ? Ketersediaan formulir Monitoring Efek
Samping Obat 6.2.4 Pelayanan Informasi Obat Merupakan kegiatan
pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi
secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan ? Menyediakan
informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
dilingkungan rumah sakit. ? Menyediakan informasi untuk membuat
kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi
Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. ? Meningkatkan profesionalisme
apoteker. ? Menunjang terapi obat yang rasional. Kegiatan : ?
Memberikan dan menyebarkan info rmasi kepada konsumen secara
aktif dan pasif. ? Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga
kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. ? Membuat buletin,
leaflet, label obat. ? Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia
Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium
Rumah Sakit. ? Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan
penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. ? Melakukan
pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan
lainnya. ? Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan
pelayanan kefarmasian. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : ?
Sumber informasi obat ? Tempat ? Tenaga ? Perlengkapan 6.2.5
Konseling Merupakan suatu proses yang sistematik untuk
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan
dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan
RECOMMENDED
By: rifkifauzan
Sep 29 2011
Kategori: Uncategorized
Meninggalkan komentar
UU NO 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAN PEMERINTAH
DAERAH :
Menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu
sesuai ketetentuan peraturan perundang-undangan
Membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah
sakit
Memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar
dapat memberikan pelayanan kesehatan secara
profesional dan bertanggung jawab
Memberikan perlindungan kepada masyarakat
Menggerakkan peran serta masyarakat dalam
mendirikan Rumah Sakit sesuai dengan jenis pelayanan
yang dibutuhkan masyarakat
Menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan
oleh masyarakat .
Menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan
di Rumah Sakit akibat bencana dan kejadian luar biasa.
Menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan
Mengatur pendistribusian dan penyebaran alat
kesehatan berteknologi tinggi dan bernilai tinggi
PASAL 7 UU NO 44/2009
1) Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan.
2) Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan Swasta.
lainnya.
Dalam penyelenggaraan Rumah sakit Pendidikan
dapat dibentuk jejaring Rumah Sakit Pendidikan
PASAL 24 UU NO 44/2009
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan
secara berjenjang dan fungsi rujukan, Rumah Sakit
Umum dan Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas &kemampuan pelayanan Rumah
Sakit
Klasifikasi Rumah Sakit Umum sebagaiman dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas :
Rumah Sakit Umum kelas A
Rumah Sakit Umum kelas B
Rumah Sakit Umum kelas C
Rumah Sakit Umum kelas D
Klasifikasi Rumah Sakit Khusus sebagaiman dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas :
Rumah Sakit Khusus kelas A
Rumah Sakit Khusus kelas B
Rumah Sakit Khusus kelas C
PASAL 26 UU NO 44/2009
1) Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam
negara diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang
kesehatan pada pemerintah daerah provinsi
2) Izin Rumah Sakit penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di berikan setelah mendapat
rekomendasi dari instansi yang melaksanakan urusan
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam
negeri
3) Izin Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah
Daerah Provinsi setelah mendapat rekomendasi dari
pejabat yang berwenang di bidang kesehatan
Pemerintah Daerah kabiupaten/ kota.
4) Izin Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberika oleh
undangan.
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai hak & kewajiban pasien
Menghormati dan melindungi hak-hak pasien
Melaksanakan etika Rumah Sakit
Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana
Melaksanakan program pemerintah di bidang
kesehatan secara regional maupun nasional
Membuat daftar tenaga medis yang melakukan
praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga
kesehatan lainnya.
Menyusun dan melaksanakan peraturan internal
Rumah Sakit (Hospital By Laws)
Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi
semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan
tugas, dan
Memberlakukan seluruh lingkungan Rumah Sakit
sebagai kawasan Tanpa Rokok (KRT).
PASAL 30 UU NO 44/2009
SETIAP RUMAH SAKIT MEMPUNYAI HAK :
Menentukan jumlah, jenis, dan klasifikasi sumber
daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit
Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan
Remunirasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan
ketentuan perundangan-undangan.
Melakukan kerjasama dengan pihak lain dlm rangka
mengembang-kan pelayanan.
Menerima bantuan dari pihak lain sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian.
Mendapatkan perlindungan hukum dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan.
Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di
Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan
PASAL 36 NO 44/2009
Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata
kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik
PASAL 39 UU N0 44/2009
1) Dalam menyelenggarakan Rumah Sakit harus
dilakukan audit.
2) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa audit kinerja dan audit medis.
3) Audit kinerja dan audit medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara internal
dan eksternal
4) Audit kinerja eksternal sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat dilakukan oleh tenaga pengawas
5) Pelaksanaan audit medis berpedoman pada
ketentuan yg ditetapkan oleh Menteri.
PASAL 40 UU NO/2009
1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal
3 (tiga) tahun sekali.
2) Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh lembaga Indefenden baik dari
dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar
akreditasi yang berlaku
3) Lembaga Indefenden sebagaimana diamksud pada
ayat (2) ditetap-kan oleh Menteri
PASAL 43 UU NO 44/2009
1) Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan
pasien.
2) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, & menetap-kan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan
3) Rumah Sakit melaporkan sebagaimana diamksud
pada ayat (2) kepada komite yang membidangi
teknis perumahsakitan
5) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan
sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil
tindakan administrasi berupa :
Teguran
Teguran tertulis, dan/atau
Denda dan pencabutan izin
PASAL 55 UU N0 44/2009
1) Pembinaan dan pengawasan non teknis
perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat
dapat dilakukan secara internal dan eksternal
2) Pembinaan dan pengawasan secara internal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Dewan Pengawas Rumah Sakit.
3) Pembinaan dan Pengawasan secara eksternal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
badan pengawas Rumah Sakit Indinesia.
PASAL 56 UU N0 44/2009
1) Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan
Pengawas Rumah Sakit.
2) Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana
dimakud pada ayat (1) merupakan suatu unit non
struktural yang bersifat indefenden dan bertanggung
jawab kepada pemilik Rumah Sakit.
3) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit terdiri
dari unsur pemilik Rumah Sakit, organisasi profesi,
asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.
4) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit
berjumlah 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang ketua
merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
5) Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertigas :
Menentukan arah kebijakan Rumah Sakit
Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan Renstra
Menilai dan menyetujui pelaksanaan anggaran.
Mengawasi
biaya
Mengawasi
Mengawasi
Sakit
Mengawasi
etika profesi,
PASAL 57 UU N0 44/2009
1) Pembinaan dan Pengawasan yang dimaksud pada
pasal 54 ayat (2) dilakukan oleh Badan Pengawas
Rumah Sakit Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri
2) Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
bertanggung jawab kepada Menteri.
3) Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia merupakan
unit non struktural di kementrian yang bertanggung
jawab di bidang kesehatan dan dalam menjalankan
tugasnya bersifat indefenden.
4) Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit
Indonesia berjumlah maksimal 5 (lima) orang terdiri
dari 1 (satu)
5) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit
Indonesia terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat.
6) Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dalam
melaksanakan tugasnya dibantu sekretariat yang
dipimpin oleh seorang sekretaris.
7) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan
Pengawas Rumah Sakit Indonesia dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
PASAL 58 UU N0 44/2009
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia :
Membuat pedoman tentang pengawasan Rumah Sakit
untuk digunakan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit
Provinsi :
Twitter2
Facebook2
Memuat...
Terkait
UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
PERAN PERAWAT MANAJER DALAM PENERAPAN MODEL
PRAKTIK KEPERAWATAN DENGAN METODE TIM
BerikanBalasan
Ikuti
Ikuti adamsmile73
Kirimkan setiap pos baru ke Kotak Masuk Anda.
Daftarkan saya