Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
Stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak baik fokal maupun global
secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran
darah otak.
Stroke merupakan salah satu penyakit pembuluh darah otak yang hingga saat ini
dikategorikan sebagai penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan, di samping sebagai penyebab kecacatan jangka panjang nomor satu di
dunia. Menurut WHO, 15 juta orang di dunia mengalami stroke setiap tahunnya. Dan
dari 15 juta orang tersebut, 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang lagi mengalami
kecacatan permanen dan menjadi beban bagi keluarganya. Menurut American Heart
Association, insidensi penyakit stroke di Amerika Serikat mencapai 500.000 per tahun.
85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia terjadi di Negara berkembang.
Sedangkan di Indonesia prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk.
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan yang terjadi di dalam ruang
subarachnoid di sekeliling permukaan otak yaitu ruang antra selaput arachnoid dan
piamater. PSA merupakan suatu kasus emergesi yang dapat menyebabkan kematian
ataupun disabilitas yang berat sehingga harus dilakukan penatalaksanaan secepat
mungkin. Dalam beberapa dekade terakhir ini nampaknya insidensi PSA tidak menurun
dibanding menurunnya insidensi stroke pada umumnya. Aneurisma sakuler (berry
aneurysm) intracranial merupakan penyebab terbanyak PSA non traumatik, yaitu sekitar
80%-90% disebabkan karena pecahnya aneurisma tersebut.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi peredaran darah otak


Otak, seperti semua jaringan tubuh, tergantung pada pasokan darah
yang memadai untuk nutrisi dan untuk menghilangkan produk sisa
metabolisme. Pasokan darah arteri ke otak sangat kompleks. Darah mengalir
ke otak sangat kompleks. Darah mengalir ke otak melalui dua pasang
pembuluh darah besar yaitu sepasang arteri karotis interna dan sepasang
arteri vertebralis. Darah vena mengalir ke sinus-sinus duralis, kembali ke
jantung melalui vena jugularis. Pembuluh darah besar tersebut adalah:
1. Dua arteri karotis (sistem karotis) yang membawa 80% darah yang
diperlukan oleh otak dan terutama memberi darah dari bagian depan,
atas, dan lateral. Sistem karotis ini memberi darah terutama ke area supra
tentorial yang berisi otak besar.
2. Dua arteri vertebralis (sistem vertebra basiler) yang membawa darah
terutama untuk area infra tentorial yang berisi serebellum, batang otak,
bagian belakang dan bagian bawah dari hemisfer otak membentuk sistem
vertebrobasiler.
Arteri karotis kanan keluar dari pecahan trukus brakhiocephalikus yang
menjadi arteria subklavia dan arteri karotis komunis. Arteria karotis
merupakan cabang langsung dari arkus aorta.
Selanjutnya arteri karotis dan arteri vertebralis membentuk sirkulasi
kolateral dalam bentuk sirkulus Willis (circulus arteriosus Willisi). Dari bagian
ini keluar arteri serebri anterior, arteri serebri media, dan arteri serebri
posterior. Dari bagian ini keluar arteri serebri anterior, arteri komunikating
anterior, arteri komunikating posterior, arteri serebri posterior.

Pembentukan system saling terkait (anastomose) berguna untuk


menjamin lancarnya suplai darah ke otak. Kekurangan satu cabang akan
segera diatasi oleh aliran darah yang berasal dari cabang yang lain.
Pada otak besar arteri yang paling berperan adalah arteri serebri
anterior, arteri serebri media, arteri serebri posterior. Ketiga arteri tersebut
mempunyai area arterial suplai masing-masing pada otak. Area suplai arteri
anterior terutama untuk sensorik dan motorik daerah kaki (homonkulus) oleh
karena itu bila arteri serebri anterior ini terjadi oklusi maka defisit
neurologinya terutama mengenai daerah kaki. Sedangkan arteri serebri
media mensuplai area motorik maupun sensorik homonkulus daerah lengan
tangan dan muka. Oleh karena itu bila terjadi oklusi maka deficit neurologi
yang timbul terutama mengenai daerah tersebut. Sedangkan arteri serebri
posterior terutama mensuplai lobus oksipitalis dan sebagian batang otak.
2.2.

Fisiologi aliran darah otak


Otak mempunyai kecepatan metabolism yang tinggi, dengan berat

hanya 2% dari berat badan, menggunakan 20% oksigen total dari darah yang
3

beredar. Pada keadaan oksigen cukup terjadi metabolism aerob dari 1 mol
glukosa dengan menghasilkan energy berupa 38 mol ATP yang di antaranya
digunakan untuk mempertahankan pompa ion (Na K pump), transport
neurotransmitter ke dalam sel, sintesis protein, lipid dan karbihidrat, serta
transfer zat-zat dalam sel, sedang dalam keadaan iskemi terjadi metabolism
anaerobik dengan menghasilkan energi 2 ATP dari 1 mol glukosa.
Keadaan normal aliran darah otak dipertahankan oleh suatu
mekanisme otoregulasi kurang lebih 58 ml/100 gr/menit dan dominan pada
daerah abu-abu. Mekanisme ini gagal bila terjadi tekanan yang berlebihan
dan cepat atau pada stroke fase akut. Selain itu terdapat mekanisme
otoregulasi yang peka terhadap kadar perubahan kadar oksigen dan
karbondioksida.
vasodilatasi

Kenaikan

pembuluh

kadar

darah

karbondioksida

dan

kenaikan

darah

menyebabkan

oksigen

menyebabkan

vasokonstriksi.
2.3. Stroke
2.3.1. Definisi
Stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak baik fokal maupun
global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat
gangguan aliran darah otak.
2.3.2. Epidemiologi
Angka kejadian stroke rata-rata berkisar 1,5-4 per 1000 penduduk per
tahun (0,2%). Di Amerika setiap tahunnya dilaporkan lebih dari 750.000
pasien stroke baru dan lebih dari 1 juta yang menjalani rawat inap dan stroke
adalah penyebab ketiga kematian dan penyebab pertama kecacatan dan
sekitar 150.000 meninggal oleh karena stroke.
Data stroke di Indonesia menunjukkan kecenderungan penngkatan
kasus stroke baik dalam hal kejadian, kecacatan, maupun kematian. Angka
kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan
26,8% (umur 55-64 tahun), dan 23,5% (umur >65 tahun). Kejadian stroke
4

sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan 1,6%, 4,3% semakin


memberat, penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan profil
berdasarkan umur di bawah 45 tahun sebesar 11,8%, umur di atas 65 tahun
sebesar 33,5%.
Stroke dapat menyerang usia bayi, anak-anak, usia produktif lebih
banyak sehingga akan berdampak dan berpotensi menimbulkan masalah
baru dalam pembangunan kesehatan secara keseluruhan.
Berdasarkan jenis stroke maka iskemik otak 80-85% kejadiannya dan
lebih sering dijumpai pada usia tua sedangkan perdarahan intraserebral 1520% kejadiannya dijumpai pada pria lebih banyak daripada wanita serta lebih
banyak terjadi pada orang kulit hitam usia muda dan menengah
dibandingkan orang kulit putih dari kelompok umur yang sama. Sedangkan
perdarahan subarachnoid lebih banyak dijumpai pada wanita.
2.3.3. Faktor Resiko
Faktor resiko utama untuk iskemia serebral dan infark adalah riwayat
keluarga, hipertensi, merokok tembakau, diabetes mellitus, indeks massa
tubuh yang tinggi, dan faktor resiko lain untuk pengembangan aterosklerosis
seperti hiperkolesterolemia. Merokok meningkatkan resiko stroke karena
menyebabkan kerusakan dinding arteri dan aterosklerosis atau pembentukan
dan pecahnya aneurisma. Faktor resiko jantung untuk stroke termasuk
fibrilasi atrium dan miokard infark dan adanya TIA sebelumnya juga
meningkat dengan bertambahnya usia. Penggunaan kontrasepsi hormonal
juga bisa meningkatkan resiko iskemik otak. Resiko stroke perdarahan
meningkat pada hipertensi, trauma, usia lanjt, konsumsi alcohol berat,
kokain, dan penyalahgunaan amfetamin.
Secara singkat faktor resiko terjadinya stroke terjadinya stroke dapat
dibagi ke dalam faktor resiko yang dapat diubah (modifiable) dan faktor
resiko yang tidak dapat diubah (non-modifiable). Hipertensi merupakan faktor
resiko utama untuk terjadinya stroke, baik stroke iskemik maupun
5

perdarahan. Terdapat hubungan linear antara tingginya tekanan darah dan


insiden primer stroke. Pada orang Asia hubungan antara tekanan darah
tinggi dan stroke lebih tinggi.
Non Modifiable
- Usia
- Jenis kelamin
- Keturunan
- Ras

Modifiable
- Hipertensi
- Atrial fibrilasi
- Diabetes
- Hiperkolesterolemia
- Penyakit arteri karotis
- Merokok
- Alcohol
- TIA
- Obesitas
- Inaktivitas fisik
- Terapi hormonal
- Kontrasepsi
-

hormonal
Inflamasi

2.3.4. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria.:
Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
a.Serangan iskemik sepintas atau TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24
jam.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu
c.Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
d. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
6

1. Stroke infark
a Trombosis serebri
b. Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
Gejala
Permulaan
Waktu serangan
Peringatan

Perdarahan
Sangat akut
Aktif
-

Infark
Sub akut
Bangun pagi
++

sebelumnya
Nyeri kepala
Muntah
Kejang
Kesadaran menurun
Bradikardi

++
++
++
++
+++ (dari hari

=/+ (terjadi hari

Perdarahan di retina
Papiledema
Kaku kuduk, kernig,

1)
++
+
++

ke 4)
-

++
Subkortikal

Kortikal/subko

bridzinski
Ptosis
Lokasi

rtikal
2.4. Stroke Perdarahan
2.4.1. Definisi
Stroke

perdarahan

adalah

pecahnya

pembuluh

darah

otak

menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan


serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak
dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan
sekitarnya.

Peningkatan

tekanan

intrakranial

pada

gilirannya

akan

menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.


7

2.4.2. Epidemiologi
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap
kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada
saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat.

(3)

Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah


tersebut: (3)

1/3 pasien bisa pulih kembali,


1/3 pasien mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang,
1/3 sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang

mengharuskan penderita terus menerus di kasur.


Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti
sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke
menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang
stroke.
2.4.3. Faktor resiko
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko
terkena stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperan penting untuk
terjadinya infark dan perdarahan otak yang terjadi pada pembuluh darah
kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi
oklusi atau emboli pembuluh darah besar.
Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis
obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma. Hal ini dapat
menjadi penyebab utama perdarahan intra serebral.
Baik hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan
faktor resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi
jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke
tanpa tergantung derajat tekanan darah. Penyakit jantung tersebut antara
lain adalah: Penyakit katup jantung, atrial fibrilasi, aritmia, hipertrofi
jantung kiri (LVH), kelainan EKG.
3. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark


otak, sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM
mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis.
4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal
ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk
semua tipe stroke terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark,
merokok mendorong

terjadinya

atherosclerosis

yang

selanjutnya

memprovokasi terjadinya thrombosis arteri.


5. Riwayat keluarga
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara
langsung, tetapi gensangat berperan besar pada beberapa factor risiko
stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan
pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Obat-obatan
Yang dapat menimbulkan adiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan
obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama
pada wanita perokok atau dengan hipertensi.
7. Kelainan-kelainan haemologi darah
Seperti anemia berat, polisitemia, kelainan koagulopati, dan
kelainan darah lain.
8. Beberapa penyakit infeksi,
Misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan faktor
resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.
2.4.4. Etiologi
Etiologi perdarahan intrakranial

Etiologi stroke perdarahan


Faktor anatomik
Lipohialinosis dan mikroaneurisma
Arteriovenosus malformation
Angiopaty amiloid
Aneurisma sakular
Trombosis venous intrakranial
Mikroangioma
AVM duralis
Arteritis septik dan aneurisma mikotik
Sindroma moya-moya
Diseksi arteri
Fistula karotiko-kavernosa
Faktor hemodinamik
Hipertensi arterial akut
Migrain
10

Faktor hemostatik
Antikoagulan
Antiplatelet
Trombolitik
Hemofilia
Leukemia
Trombositopenia
Faktor lain
Tumor intra serebral
Alkohol
Amfetamin
Kokain dan obat simpatomimetik
2.4.5. Klasifikasi
Stroke Hemoragik terbagi 2, sebagai berikut.
1)
Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan dari salah satu arteri
otak ke dalam jaringan otak. Lesi ini menyebabkan gejala yang terlihat
mirip dengan stroke iskhemik. Diagnosis perdarahan intraserebral
tergantung pada neuroimaging yang dapat dibedakan dengan stroke
iskhemik. Stroke ini lebih umum terjadi di negara-negara berkembang
daripada Negara-negara maju, penyebabnya masih belum jelas namun
variasi dalam diet, aktivitas fisik, pengobatan hipertensi, dan predisposisi
genetik dapat mempengaruhi penyakit stroke tersebut.
2)

Perdarahan ekstra serebral (Subarakhnoid)


Perdarahan subarachnoid dicirikan oleh perdarahan arteri di ruang

antara dua meningen yaitu piameter dan arachnoidea. Gejala yang terlihat
jelas penderita tiba-tiba mengalami sakit kepala yang sangat parah dan
biasanya terjadi gangguan kesadaran. Gejala yang menyerupai stroke
dapat sering terjadi tetapi jarang. Diagnosis dapat dilakukan dengan
neuroimaging dan lumbal puncture.

11

Perbedaan perdarahan intracerebral dan subarachnoid


2.5. Perdarahan Subarachnoid (PSA)
2.5.1. Definisi
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di
dalam rongga subarachnoid yang menyelubungi otak.
2.5.2. Epidemiogi
Angka kejadian PSA adalah 5% dari semua kasus stroke dan
menyerang

hampir

30.000

penduduk

Amerika

tiap

tahun.

Studi

multifungsional yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa insiden PSA


bervariasi di tiap Negara, mulai dari 2 kasus per 100.000 penduduk Cina
sampai 22,5 per 100.000 penduduk Finlandia. Insiden PSA meningkat seiring
bertambahnya usia. Kejadian PSA seringkali terjadi pada rentang usia 40-50
tahun. Akan tetapi PSA bisa terjadi pada usia anak-anak dan lanjut usia. Bila
ditinjau dari jenis kelamin PSA 1,6 kali lebih sering pada wanita. Berbagai
studi menduga perbedaan jenis kelamin terkait dengan status hormonal. Ras
Amerika yang berkulit hitam lebih beresiko mengalami PSA dibanding
mereka yang berkulit putih.
Angka mortalitas PSA sangat tinggi sekitar 25-50%. Sepuluh persen
penderita PSA meninggal sebelum mendapat perawatan di rumah sakit.

12

Bahkan beberapa studi menyebutkan bahwa 25% penderita PSA meninggal


dalam 24 jam.
2.5.3. Etiologi
Sekitar 80% kasus PSA disebabkan oleh perdarahan spontan (non
traumatic) akibat pecahnya aneurisma saccular intracranial. Penyebab lain
20% adalah akibat malformasi vaskuler, aneurisma infeksi (mikotik) dan
beberapa kondisi lain. Manifestasi klinis, penatalaksanaan dan prognosis
PSA akibat aneurima dan non aneurisma berbeda.
2.5.4. Patofisiologi
Penyebab PSA selain trauma adalah kantung aneurisma (saccular
aneursym).
Kantung aneurisma ini timbul pada bifurkasio arteri intrakranial
berukuran besar hingga sedang, ruptur ke dalam ruang subaraknoid pada
sisterna basal dan sering ke parenkima otak. Sekitar 85% aneurisma terletak
pada sirkulasi anterior pada circle of willis. Sekitar 20% pasien memiliki
anurisma multiple, bilateral dan saling berhadapan.

13

Aneurisma tampak memiliki tangkai. Panjang tangkai dan ukuran atap


nya

sangat

besar dan

merupakan

faktor penting

dalam

penetuan

neurosurgical atau embolisasi endovaskuler. Lamina elastika interna arteri

menghilang pada dasar tangkai. Tunika media tipis, dan jaringan ikat
mengganti otot polos. Pada tempat ruptur (paling sering bagian atap)
berdinding tipis, dan terjadinya robekan menyebabkan perdarahan biasanya
tidak lebih dari 0,5 mm. Ukuran dan tempat aneurisma penting untuk prediksi
ruptur. Aneurisma yang berdiameter lebih dari 7 mm dan pada bagian atas
arteri basilar dan pada awal posterior communicating arthery memiliki resiko
besar untuk ruptur.
Adapun macam-macam aneurisma sebagai berikut:
a. Aneurisma sakuler (berry aneurisma)
Ditemukan di titik bifurcation atreri intracranial. Aneurisma ini
terbentuk pada lesi dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada,
baik akibat kerusakan structural atau akibat hipertensi. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurcation
arteri serebri media di fisura silvii (20%). Aneurisma dapat menimbulkan
deficit neurologis dengan menekan struktur di sekitarnya bahkan
sebelum rupture.
b. Aneurisma fusiformis
14

Pembesaran

pembuluh

darah

yang

memanjang

(berbentuk

gelendong). Struktur ini biasanya disebabkan oelh aterosklerosis


dan/atau hipertensi, hanya sedikit yang ,enjadi sumber perdarahan.
Aliran yang lambat pada aneurisma fusiformis dapat mempercepat
pembentukan bekuan intra-aneurismal.
c. Aneurisma mikotik
Dilatasi aneurisma pembuluh darah intracranial kadang-kadamg
disebabkan sepsis dengan kerusakan yang diinduksi oleh bakteri pada
dinding pembuluh darah. Aneurisma mikotik kadang mengalami regresi
spontan, struktur ini jarang menimbulkan perdarahan.

2.5.5. Gejala Klinis


Nyeri kepala akut yang hebat (thunderclap headache) yang seringkali
memberikan gambaran nyeri kepala paling hebat selama hidup atau

seperti ada yang menghantam kepala saya


Pusing, nyeri orbita, diplopia, fotofobi, pandangan kabur.
Kaku kuduk, dengan nyeri pinggang bawah sebagai gejala dari rangsang

meningeal
Mual, muntah karena peningkatan tekanan intra cranial (TIK).
Tanda-tanda deficit neurologi fokal : hemiparesis dengan atau tanpa

afasia
Paresis nervi kranialis seperti okulomotorius, abdusens
Bisa terjadi monoparesis tungkai sesuai dengan letak pecahnya

aneurisma
Funduskopi : ditemukan perdarahan subhialoid retina dan mungkin ada
edema pupil, yang disebabkan oleh karena kongesti vena retina akibat
peningkatan tekanan intracranial.
15

Beberapa hari atau minggu sebelum aneurisma pecah, 10-15 penderita


mengalami sentinel hemorrhage yang ditandai dengan nyeri kepala berat
mendadak. Beda dengan migraine, sentinel hemorrhage kejadiannya lebih

cepat dan berlangsung lebih lama.


Pada 60-70% kasus ditemukan faktor pencetus seperti kerja fisik berat,
ketegangan emosional, mengedan, berhubungan seksual dan trauma,
sedangkan 30-40% terjadi sewaktu istirahat.
Derajat skala Hunt and Hess untuk kasus PSA

Derajat
1
2

Karakteristik
Nyeri kepala
Tanda rangsangan meningeal, nyeri

kepala berat, neuropathy cranial


Letargi,
memerlukan
stimulasi
berulang untuk membuat penderita

tetap sadar, hemiparesis


Stupor, untuk membangunkan perlu

rangsangan nyeri
Koma, tidak merespon

apapun

terhadap stimulus apapun

2.5.6. Diagnosis
Anamnesis (mulainya) akut, nyeri kepala hebat satu sisi, mual, muntah
dapat disusul gangguan kesadaran dan kejang.
Pemeriksaan neurologis
CT scan kepala harus segera dilakukan ( < 12 jam) pada kasus dengan
dugaan PSA. Tanpa kontras, biasanya terlihat daerah hiperdense.
Lumbal Pungsi (LP)
LP diperlukan apabila pada pemeriksaan CT scan tidak tampak kelainan,
dimana pada 5-15% pasien akan menunjukan LP +, yaitu didapatkan
darah dalam cairan liquor. Pada LP mungkin tidak ditemukan perdarahan

dalam 2 jam serangan dan biasanya akan positive setelah 12 jam.


Angiografi serebral

16

Sangat dianjurkan pada PSA untuk melihat anatomi aneurisma. Bila


angiografi

serebral

pertama

memberikan

gambar

negative,

perlu

dilakukan angiografi ulangan beberapa minggu kemudian.


Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dilakukan apabila pada angiografi tidak ditemukan PSA. MRI juga
berguna untuk mengidentifikasi adanya Arterio Venous Malformation

(AVM) yang tidak terlihat pada angiografi.


Transcranial Doppler (TCD) dilakukan untuk mengetahui dan memonitor
vasospasme.
Pemeriksaan laboratorium :
Darah lengkap, masa protrombin
PTT,aPTT diperlukan terutama berkaitan dengan pemakaian obat
antikoagulan dan trombolitik.
Fibrinogen, agregasi trombosit, D-dimer, protein C dan S
Apabila tidak ada sarana CT scan atau MRI maka untuk membedakan

apakah stroke iskemik atau stroke hemorrhagic, menggunakan skor stroke


Siriraj dengan rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) +
(0,1 x tekanan darah diastolik) + (3 x tanda ateroma) - 12

Skor <1

= kemungkinan stroke ischemia

Skor >1

= kemungkinan stroke perdarahan

Catatan :

Derajat kesadaran:
Sadar = 0
Mengantuk/stupor = 1
semikoma/koma = 2
Muntah:
Tidak muntah = 0 Muntah = 1
Nyeri kepala:
Tidak nyeri kepala = 0
Nyeri kepala = 1
Tanda ateroma:
Tidak ada tanda ateroma = 0
Ada tanda ateroma ( diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1
2.5.7. Managemen
1 Tatalaksana umum
17

A Tata laksana pasien PSA derajat 1 dan 2 berdasarkan Hunt dan Hess
Identifikasi dan atasi nyeri sedini mungkin
Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30 , bila perlu

berikan O2 2-3 l/ menit


Hati hati dalam penggunaan sedative (kesulitan dalam penilaian

tingkat kesadaran)
Beri cairan, usahakan

euvolemia

dan

monitor

ketat

system

kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang timbul.


B Pada pasien PSA derajat 3,4, atau 5 berdasarkan H&H
Penatalaksanaan ABC sesuai protocol pasien di ruang gawat darurat
Lakukan perawatan di ruang intensif
Intubasi endotracheal untuk mencegah aspirasi
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi untuk diberikan
hiperventilasi. Awasi hiperventilasi sehingga PCO2 pada kisaran 30-35
mhg untuk menjaga peningkatan TIK. Hiperventilasi yang berlebihan
akan menyebabkan bahaya vasospasme. Hindari pemakaian sedative
yang berlebihan karena dapat menyulitkan peningkatan status
neurologi dan kenaikan TIK.
2 Mencegah perdarahan ulang
kontrol dan monitor tekanan darah untuk mencegah resiko perdarahan

ulang.
Istrirahat total di tempat tidur
Terapi antifibrinolitik
Kontraindikasi pada pasien dengan koagulopati, riwayat infark
miokard akut, stroke ischemia , emboli paru, atau thrombosis vena
dalam.
Dianjurkan pada pasien dengan resiko rendah terhadap terjadinya

vasospasme atau pasien dengan penundaaan operasi.


3 Operasi pada aneurisma yang rupture
Operasi clipping atau endovascular coiling direkomendasikan untuk

mengurangi perdarahan ulang setelah rupture aneurisma pada PSA


Tindakan clipping atau endovascular coiling yang tidak lengkap akan
meningkatkan resiko PSA ulang. Sebisa mungkin diupayakan untuk

dilakukan obliterasi komplit aneurisma.


4 Tatalaksana vasospasme
Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2mg/jam iv pada hari ketiga
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari.
18

5 Pengelolan tekanan darah


Dijaga Mean Arterial Pressure sektar 110 mmhg atau tekanan systole
tidak lebih dari 160 dan tekanan diastole 90 mmhg.
Obat hipertensi yang dipakai adalah Labetalol 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200
mcg/kg/mnt.
Untuk menjaga tekanan darah systole jangan menururn dibawah
120mmhg dapat diberikan vasopressor. Dimana hal ini untuk melindungi
jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
2.5.8. Komplikasi
1 Akut
Koma dan herniasi batang otak karena peningkatan dari TIK
Edema pulmonal karena peningkatan TIK yang tiba-tiba
Hidrosephalus
Kardiak aritmia dan kerusakan myocardial
2 Subakut
Vasospasme, akan menyebabkan iskemia otak yang sering terjadi pada
hari ke 4 dan maksimal pada hari ke 7
Hiponatremia
3 Kronis
Pneumonia dan emboli pulmonal oleh karena imobilisasi yang lama
PSA berulang
Deficit neurologi yang menetap.
Terdapat empat penyebab defisit neurologis yang tertunda, yaitu
rerupture, hidrosefalus, vasospasme dan hiponatremia.
1 Rerupture
Insiden pecah nya aneurisma yang tidak tertangani pada bulan
pertama, kemungkinan terjadi PSA 30% pada 7 hari pertama.
Kematian mencapai 60% dan prognosis buruk. Penanganan sedini
mungkin untuk menyingkirkan faktor resiko
2 Hidrosefalus
Hidrosefalus akut dapat menyebabkan stupor dan koma. Seringnya,
hidrosefalus subakut berkembang dalam beberapa hari hingga minggu
dan

menyebabkan

rasa

kantuk

progresif

dan

inkontinensia.

Hidrosefalus tampak berbeda dengan vasospasme dengan CT scan,


TCD ultrasound, atau x-ray angiography. Hidrosefalus perlu segera
dilakukan drainase ventrikular.
19

3 Vasospasme
Penyempitan arteri pada dasar otak karena PSA menyebabkan gejala
iskemia dan infark pada 30% pasien dan penyebab utama morbiditas
dan kematian yang tertunda. Tanda iskemia tampak 4 hingga 14 hari
setelah perdarahan, sering nya pada hari ke 7. Keparahan dan
distribusi vasospasme menentukan apakah infark akan terjadi atau
tidak. Vasospasme yang tertunda merupakan hasil efek langsung dari
darah yang menggumpal (clotted blood) dan produk pecahannya
dalam arteri. Semakin banyak darah di sekitar arteri, semakin besar
kesempatan terjadi simptomatik vasospasme.
4 Hiponatremia
Terjadi pada 2 minggu pertama terjadi nya PSA. Terjadi karena sekresi
vasopressin dan sekresi faktor natriuretik atrial dan otak, yang
menyebabkan

natriuresis.

Disebut

juga

cerebral

salt-wasting

syndrome. Terjadi pada 1-2 minggu PSA dan tidak boleh ditangani
dengan restriksi air karena akan meningkatkan resiko stroke.
2.5.9. Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa stroke :

Usia = mempunyai nilai negative terhadap prognosa pasien stroke


Jenis kelamin = pengaruhnya belum jelas
Riwayat stroke sebelumnya dan atrial fibrilasi berpengaruh negative

terhadap prognosa pasien stroke


Berat stroke dan lokasi
2.5.10. Preventif
1 Primer = mencegah terjadinya ateroma (sebelum menderita stroke)
Mengatur tekanan darah baik systole maupun diastole
Mengurangi makan asam lemak jenuh
Berhenti merokok
Minum aspirin pada:
Keluarga dengan penyakit vascular
Umur lebih dari 50 tahun
Tidak ada ulkus lambung
Tidak alergi aspirin
2 Sekunder = bila terdapat gejala TIA atau iskemia retina
Penurunan tekanan darah
Minum obat antihipertensi
20

Mengurangi berat badan

Olahraga
Penurunan kadar kolesterol
Pemberian antiplatelet dan antikoagulan

21

Anda mungkin juga menyukai