Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

JUDUL: Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) dengan TURP


Oleh: Ely Rahmatika Nugrahani
A. KASUS
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH)
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. PENGERTIAN
Pengertian terkait dengan Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) menurut
beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1) Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar
prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi
ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap
(Smeltzer dan Bare, 2002);
2) BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi
uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi
leher kandung kemih dan uretra parsprostatika (Price dan Wilson,
2006);
3) BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50
tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada
prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular,
pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan
obstruksi urine ( Baradero dan Dayrit, 2007).
Pernyataan beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan, bahwa Benigna
Prostate Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit yang sering dialami
oleh pada pria diatas usia 50 tahun, yang diakibatkan oleh pembesaran
kelenjar prostat yang dapat menyumbat aliran urin dengan menutupi
orifisium uretra akibat terjadinya dilatasi ureter dan ginjal, sehingga

menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan


perkemihan.
C. ANATOMI KELENJAR PROSTAT
Wibowo dan Paryana (2009) mengatakan bahwa kelenjar prostat terletak
dibawah kandung kemih, mengelilingi uretra posterior dan disebelah
proksimalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya
kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering
disebut sebagai otot dasar panggul. Dinding kandung kemih terdiri dari
beberapa lapisan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Lapisan sebelah luar (peritoneum)
2) Lapisan otot (tunika muskularis)
3) Tunika submukosa
4) Lapisan bagian dalam (lapisan mukosa). Ada 3 saluran yang
berhubungan dengan kandung kemih, yaitu 2 ureter yang bermuara ke
dalam kandung kencing dan 1 uretra yang keluar dari kandung kemih.

Gambar 1.1 Lapisan kandung kemih

Gambar 1.2 Anatomi Kelenjar Prostat


Prostat terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot polos
Prostat dibentuk oleh jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular.
Prostat dibungkus oleh kapsula fibrosa dan bagian lebih luar oleh fascia
prostatica yang tebal. Diantara fascia prostatica dan kapsula fibrosa
terdapat bagian yang berisi anyaman vena yang disebut plexus
prostaticus. Fascia prostatica berasal dari fascia pelvic yang melanjutkan
diri ke fascia superior diaphragmatic urogenital, dan melekat pada os
pubis dengan diperkuat oleh ligamentum puboprostaticum. Bagian
posterior fascia prostatica membentuk lapisan lebar dan tebal yang disebut
fascia Denonvilliers. Fascia ini sudah dilepas dari fascia rectalis
dibelakangnya. Hal ini penting bagi tindakan operasi prostat (Purnomo,
2011). Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50
kelenjar yang terbagi atas empat lobus, lobus posterior, lobus lateral,
lobus anterior, dan lobus medial. Lobus posterior yang terletak di
belakang uretra dan dibawah duktus ejakulatorius, lobus lateral yang
terletak dikanan uretra, lobus anterior atau isthmus yang terletak di depan
uretra dan menghubungkan lobus dekstra dan lobus sinistra, bagian ini
tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos, selanjutnya lobus

medial yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius, banyak


mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan
terbentuknya uvula vesicae yang menonjol kedalam vesica urinaria bila
lobus medial ini membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan
aliran urin pada waktu berkemih (Wibowo dan Paryana, 2009). Kelenjar
ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau buah
kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan
tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Bagianbagian prostat terdiri dari 50 70 % jaringan kelenjar, 30 50 % adalah
jaringan stroma (penyangga) dan kapsul/muskuler. Bagian prostat terlihat
di gambar 1.3.

Gambar 1.3 Bagian Prostat


Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari
pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan
serabut parasimpatik dari korda spinalis dan simpatik dari nervus
hipogastrikus. Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar
pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat kedalam uretra posterior, seperti pada saat
ejakulasi. System simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat,
kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat banyak reseptor
adrenergic. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot
tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran

kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat menyumbat uretra


posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih
(Purnomo, 2011).
D. FISIOLOGI
Purnomo (2011) mengatakan bahwa fisiologi prostat adalah suatu alat
tubuh yang tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai
sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian yang peka terhadap estrogen
adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen,
oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami
hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen
relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam
fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5. Kelenjar prostat mensekresi
sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis. Cairan ini
mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulase serta
fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat
akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan
prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat
merupakan 70% volume cairan ejakulat dan berfungsi memberikan
makanan spermatozon dan menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di
dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4).
Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain
pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh
volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan
dapat melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan
pembuahan, sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH cairan
sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya mungkin bahwa caira
prostat menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah ejakulasi
dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma ( Wibowo dan
Paryana, 2009 ).
E. ETIOLOGI

Secara pasti penyebab BPH belum diketahui secara pasti. Smeltzer dan
Bare

(2002)

menyebutkan

bahwa

beberapa

bukti

yang

dapat

menyebabkan BPH adalah hormone yang menyebabkan hyperplasia


jaringan dan penuaan. Beberapa bukti lain menyebutkan bahwa penyebab
BPH ini berhubungan dengan adanya beberapa teori, yaitu Teori
Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara
estrogen dan testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori
berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.
a. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron (DHT) adalah hormon pria yang aktif dalam
kelenjar prostat. Hormon ini dibuat ketika enzim 5-alpha reduktase
mengubah testosteron menjadi dehidrotestosteron, yang merangsang
pertumbuhan kelenjar prostat. DHT adalah metabolit androgen yang
sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis
hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron
(DHT) dalam sel prostad merupakan faktor terjadinya penetrasi DHT
kedalam inti sel yang dapat menyebabkan gangguan pada RNA,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian
dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim
5alfareduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif
terhadap

DHT

sehingga

replikasi

sel

lebih

banyak

terjadi

dibandingkan dengan prostat normal.


b. Teori Hormon (Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Penurunan kadar testosteron sering terjadi pada pria dengan usia
lanjut. Penurunan produksi testosteron dan konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dapat merangsang
terjadinya hiperplasia pada stroma. Estrogen berberan dalam
perkembangan stroma yang awalnya terjadi akibat proliferasi sel oleh
testosteron. Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan

menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol


pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi
penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen yang
dapat berpengaruh pada estrogen dan testosterone.
c. Faktor interaksi Stroma dan Epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut
Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari
DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor
yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri. Stimulasi
itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel
stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi
sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada
pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan
oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
d. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Apoptosis pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya,
kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal,
terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel.
Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam
keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan
masa prostat.
e. Teori Sel Stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem,
yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif.

Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone


androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan
terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipercayai sebagai
ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi
4 stadium:
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan
urine sampai habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan
urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi
nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan,
urine menetes secara periodik (over flowin kontinen).
F. PATOFISIOLOGI
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan
kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari
kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbedabeda. Proses pembesaran prosta terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher bulibuli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan
destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu

lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin.


Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka
akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Baradero at al, 2007). Obstruksi
urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran
urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes,
kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien
mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi
juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari
urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa
vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan
frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin
berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria
(Purnomo, 2011). Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan
sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradox (keadaan
dimana tekanan vesika urinaria menjadi lebih tinggi daripada tekanan
sfingter dan terjadi obstruksi). Retensi kronik menyebabkan refluk vesika
ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi pasien harus mengejan
sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena
selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan
didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis
(peradangan kandung kemih) dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan
pielonefritis (inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri) (Sjamsuhidajat dan De
jong, 2005).
G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan oleh BPH salah satunya adalah
adanya obstuksi. Obstruksi prostat ini dapat menimbulkan keluhan pada

saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Purnomo (2011)


mengatakan bahwa manifestasi klinis BPH adalah keluhan pada saluran
kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di
luar saluran kemih.
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
1) Gejala obstruksi meliputi retensi urin (urin tertahan dikandung
kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai
miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus),
dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi);
2) Gejala iritasi meliputi frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas
berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan
dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
c. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang ke petugas kesehatan biasanya diawali dengan keluhan
penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini
dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan
tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak
pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,
kemerahan, dan tidak ada nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat
terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
H. KOMPLIKASI
Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) menyebutkan bahwa komplikasi BPH
adalah sbeagi berikut:
a. retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi;
b. infeksi saluran kemih;
c. involusi kontraksi kandung kemih;
d. refluk kandung kemih;

e. hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus


berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat;
f. gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi;
g. hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis;
h. hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan tergantung dengan penyebab,
keparahan obstruksi, dan kondisi pasien (Smeltzer dan Bare, 2002).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan.
Pasien dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam
yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat
dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien
dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar
perdarahan dapat dicegah. Anjurkan pasien agar sering mengosongkan
kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk
menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih.
Pasien dianjurkan untuk melakukan kontrol keluhan, pemeriksaan
laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur (Purnomo,
2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011)
dapat diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin.
1) Residual urin

Residul urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat
diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau
ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
2) Pancaran urin (flow rate)
Flow rate dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin
dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan
alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
b. Terapi medikamentosa
Baradero at al (2007) megatakan bahwa tujuan dari obat-obat yang
diberikan pada pasien BPH adalah sebgai berikut:
1) mengurangi pembesaran prostat dan membuat

otot-otot

berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra;


2) mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik);
3) mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone
testosterone atau disebut dengan dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH,
menurut Purnomo (2011) diantaranya adalah sebagai penghambat
adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, dan
fitofarmaka.
1)
Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai diantaranya adalah prazosin,
doxazosin, terazosin, afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a
(Tamsulosin). Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamsulosin
adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik
karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli
tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat
reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di
trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi
relakasi

didaerah

prostat.

Obat-obat

golongan

ini

dapat

memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan
aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia

mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah


pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada beberapa obat-obat
yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari
seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan,
obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter
uretra.
2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5
mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini
bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih
diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit
atau 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila
dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi
dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah
libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3) Fitofarmaka atau fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat.
Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa
repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1- 2
bulan dapat memperkecil volum prostat.
c. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan
pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio
urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu
saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu
penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya
gejala dan komplikasi. Smeltzer dan Bare (2002) mengatakan bahwa
intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi pembedahan terbuka
dan pembedahan endourologi.
1) Pembedahan terbuka

Beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa


digunakan adalah sbegai berikut:
a) Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan
kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat
digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan
komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan
darah yang cukup banyak dibanding dengan metode lain,
kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi abdomen akan
disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor.
b) Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui
suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan
sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca
operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi di
lakukan dekat dengan rektum. Komplikasi yang mungkin
terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan
cedera rectal.
c) Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi
abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak
tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih
dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat,
akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.

Gambar. 2.3 Terapi Bedah (Smeltzer dan Bare, 2002)


2) Pembedahan endourologi
Pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan dengan
memakai tenaga elektrik diantaranya:
a) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan,
reseksi

kelenjar

prostat

dilakukan

dengan

transuretra

menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan


dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejalagejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90
gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat
terjadi dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra.
Setelah TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi
kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan untuk
mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP
antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu
operasi

dan

waktu

tinggal

dirumah

sakit

lebih

singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada

kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus,


adanya perdarahan, infeksi, fertilitas (Baradero at al, 2007).
b) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini
dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau
prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan
sedang atau berat, dengan volume prostat normal atau kecil
(30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah
insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi
tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral.
Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi
retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).
c) Terapi invasive minimal
Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan pada
pasien dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan.
Terapi invasive minimal diantaranya Transurethral Microvawe
Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon Dilatation
(TUBD),

Transuretral

Needle

Ablation/Ablasi

jarum

Transuretra (TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.


a)
Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT)
Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa
rumah sakit besar. Dilakukan dengan cara pemanasan
prostat menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra
pars prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi
lembek. Alat yang dipakai antara lain prostat.
b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD)
Tehnik ini dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih
yang berada di prostat dengan menggunakan balon yang
dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien
dengan prostat kecil, 23 kurang dari 40 cm3. Meskipun

dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek


ini hanya sementar, sehingga cara ini sekarang jarang
digunakan.
c) Transuretral Needle Ablation (TUNA)
Pada teknik ini memakai energy dari frekuensi radio yang
menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius, sehingga
menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang
menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria,
dan kadang-kadang terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).
d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang
pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika
selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan
yang cukup tinggi.

3.

PATHWAY
Perubahan usia lanjut
Ketidakseimbangan hormon progesterone dan estrogen
Kadar testosterone menurun
Mempengaruhi RNA dalam inti sel
Poliferasi sel prostat

Kadar esterogen meningkat


Hiperplasi stoma pada jaringan
BPH

Pre Operasi

Pasien kurang terpapar


informasi kesehatan

Obstruksi vesika urinaria yang


bermuara ke vesina urinaria

Kurang
Pengetahuan

ancaman perubahan
Intra Operasi
status kesehatan

penebalan otot destrusor

Anastesi
krisis situasi

Pembedahan

dekompensasi otot destrusor


Sulit berkemih,
Tidak lancer
Retensi
urin

akumulasi urin di vesika


Ansietas
vesika urinaria
penumpukan urin
melibihi kapasitas
di vesika urinaria
spasme
Otot spingter
Spasme otot spingter
Nyeri Akut

pertumbuhan mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme
Risiko infeksi

Pembedahan

Risiko
Cidera

Risiko
Kekuran
gan
cairan:
darah

Post Operasi
kurang info penyembuhan
insisi prostatektomi pemasangan kerusakan
kateter
jaringan
terputusnya
periuretral
kontinuitas jaringan bekuan
darah
Kerusakan
penurunan
spasme
integritas
urin
kulit
pertahanan tubuh
Risiko
infeksi

Kurang
informasi

4.

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M dan Dayrit, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien
Gangguan Sistem Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC.
Price, S & Wilson, L, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi,. Jakarta: Sagung Seto.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare Brenda G. 2002. Keperawatan MedikalBedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wibowo, D dan Paryana, W. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

TINJAUAN MEDIS
Transurethral Resection of Prostatic (TURP)
1.

PENGERTIAN
Beberapa pengertian terkait dengan TURP menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut:
a. Transurethral Resection of Prostatic (TURP) adalah prosedur bedah yang
paling umum dan dapat dilakukan malalui endoskopi pada pasien dengan
BPH (Smaltzer dan Bare, 2002).
b. TURP merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi
kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan
(pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah
(Marzalek, 2009).
c. TURP adalah sebuah sebuah penghilangan bagian dari prostat yang
menekan uretra, dengan cara pembedahan yang dilakukan oleh dokter
bedah dengan memasukkan instrument up penis melalui uretra dan
memotong jaringan prostat sampai bagian ini terbuka dengan baik, serta
jaringan yang dipotong akan mengalir keluar melalui kateter. Tidak ada
sayatan yang dibuat dalam operasi ini, dan akan sembuh dengan
membutuhkan waktu 8-12 minggu (Quinte Health Care, ____ ).
Serangkaian pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa
Transurethral Resection of Prostatic (TURP) adalah sebuah prosedur
bedah yang paling sering dilakukan pada pasien BPH, tanpa pembedahan
dengan menggunakan cairan irigan yang dimasukkan menggunakan
instumen up penis melalui uretra dan memotong jaringan prostat sampai
terbuka dan mengalirkannya melalui kateter.

2.

INDIKASI

Indikasi dilakukannya TURP adalah gejala-gejala BPH sedang sampai gejala


yang berat, volume prostat kurang dari 90 gr. Tindakan ini dilaksanakan
apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang langsung
mengelilingi uretra. Setelah TURP selesai dilkaukan maka pengalirannya
menggunakan kateter threeway.
3.

EFEKTIVITAS TURP
Saat ini tindakan TURP merupakan standar tindakan operasi yang paling
banyak dikerjakan di seluruh dunia. Selama 20 tahun terakhir perkembangan
kesehatan khususnya pilihan tindakan TURP banyak dipilih oleh dokter bedah
di Eropa dibandingkan prosedur Transurethral Microwave Thermotherapy
(TUMT) atau prosedur laser, dan terjadi penurunan jumlah kasus komplikasi
pembedahan di Amerika Serikat akibat pilihan operasi dengan menggunakan
TURP. Adapun keuntungan dan kerugian TURP menurut Smeltzer dan Bare
(2002) adalah sebagai berikut.
a) Keuntungan menggunakan TURP
1. Menghindari insisi pembedahan
2. Lebh aman pada pasien dengan risiko bedah
3. Hospitalisasi dan pemulihan lebih singkat
4. Angka morbiditas lebih rendah yaitu 0,99%.
5. Nyeri yang ditimbulkan relative sedikit
6. Prostat fibrous mudah diangkat
7. Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
b) Kerugian menggunakan TURP
1. Membutuhkan dokter bedah yang ahli
2. Risiko merusak uretra
3. Tidak dianjurkan untuk BPH besar
4. Alat yang digunakan mahal
5. Obstruksi kambuhan trauma uretral dapat terjadi striktur uretral
(dysuria, mengejan, aliran urin lemah).

4.

ALAT YANG DIGUNAKAN


Alat yang dipersiapkan :
a. Cold light fountain standard (lampu endoskopi)
b. Kabel cahaya fiber optic
c. Pipa air dengan luerlock
d. Alat koagulasi dan reseksi listrik
e. Working element yang terdiri dari :
Sheath : No.24 F atau 27 F Teleskope : Optik 0 atau 30
Obturator : No. 24 F atau 27 F Cutting loop : No. 24 F atau 27 F
f. urethral Bougie ukuran 25 F,27 F, dan 29 F
g. Desinfeksi klem
h. Sarung tangan steril 2 pasang
i. Linen set terdiri dari : penutup meja instrumen, sarung kaki 2 buah, doek
besar berlubang, baju dan skort operasi.

5.

PROSEDUR TURP
1) Mengkaji kecemasan klien, memberikan informasi yang akurat pada klien
terkait kondisi saat ini dan pentingnya tindakan operasi
2) Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
3) Pemeriksaan EKG
4) Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG
5) Pemeriksaan Uroflowmetri Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
6) Pemasangan infus dan puasa
7) Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
8) Pemberian Antibiotik
9) Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).
10) Pasang foto-foto pada light box
11) Lakukan SGG
Scrubbing
1) Membasai tangan sampai lengan bawah dan siku dengan air (agar pori
pori membuka)

2) Mengambil cairan desinfektan dan meratakannya keseluruh


permukaan tangan dengan urutan dari siku pertengahan tangan antara
siku dan telapak kemudian dilanjutkan kebawah menuju telapak
tangan.
3) Membilas tangan dengan posisi telapak tangan lebih tinggi dari siku.
4) Mengambil kembali cairan desinfektan dan meratakannya keseluruh
permukaan sampai dengan siku
5) Mengambil sikat steril, menyikat tangan mulai dari ujung kuku, sela
sela jari, telapak tangan, punggung tangan sampai dengan lengan
bawah selama kurang lebih 3 5 menit
6) Bilas dengan air mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku.
7) Keringkan tangan dengan handuk steril / washlap steril.

1)

2)

3)

4)

Gowning
Berupa tindakan untuk menggunakn alat pelindung diri seperti cap,
masker,sepatu atau sandal, baju kamar operasi dan baju steril.
Langkah langkahnya sbagai berikut:
Menagambil baju dengan cara memegang baju pada bagian leher
bagian dalam baju dengan tengan kiri semenatara tangan kanan
diangkat setinggi bahu.
Masukkan tangan kanan dengan posisi membentang ke lubang lengan
baju, setelah itu menyusul tangan kiri dimasukkan ke lubang lengan
baju berikutnya tanpa menyentuh bagian luar baju.
Perawat yang memakai baju steril melangkah maju kemudian tali baju
yang ada pada bagian leher dibelakang ditarik oleh asisten yang tidak
mengenakan baju steril tanpa menyentuh bagian depan baju, talikan
dengan kuat tapi menggunakan simpul yang sederhana agar mudah
saat dilepas.
Tim operasi yang sudah memakai baju steril bila berdekatan dengan
orang yang tidak memakai baju steril harus segera membelakangi
orang tersebut, sementara jika berdekatan denag tim operasi yang
sudah memakai baji steril harus saling berhadapan. (Baju bagian
depan sreril dan bagian belakang dianggap tidak steril)

Gloving
Berupa tindakan memakai sarung tangan steril dengan metode terbuka
maupun tertutup yang betujuan untuk menjaga kesterilan permukaan
alat alat bagian luar dan memelihara kebersihan tangan pada waktu
melepas sarung tangan. Langkah-langkah memakai sarung tangan
dengan metode terbuka dikamar operasi, adalah sebagai berikut:
1) Ambil sarung tangan dari pack dengan cara memegang manset
(lipatan sarung tangan) bagian dalam , pertahankan posisi tangan
setinggi pinggang dan jangan sampai sarung tangan menyentuh
benda benda sekitarnya.
2) Memasukkan sarung tangan pertama pada tangan dimana tangan
yang tidak memakai sarung tangan hanya boleh memegang bagian
dalam sarung tangan.
3) Ambil sarung tangan kedua dengan tiga jari tangan yang sudah
memakai sarung tangan , pegang bagian luar sarung tangan dan
masukkan tangan yang belum memakai sarung tangan, tarik sarung
tangan dengan tangan yang satunya , pertahankan posisi tangan
setinggi pinggang dan jangan sampai sarung tangan menyentuh
lengan atau badan.
Langkah langkah memakai sarung tangan dengan metode tertutup di
kamar operasi adalah sebagai berikut:
1) Saat memakai baju operasi steril pertahankan kedua ujung tangan
tidak keluar dari lengan baju operasi.
2) Buka sarung tangan, pastikan posisi sarung tangan kanan dan kiri,
masukkan ujung baju operasi ke dalam sarung tangan, tarik sarung
tangan dan masukkan kelima jari, ini dilakukan hanya dengan satu
tangan tanpa bantuan tangan yang lainya. (kalau sulit, boleh
menggunakan bantuan tangan satunya yang masih di dalam baju
operasi, tidak dikeluarkan dari bajunya)
k. Setelah dilakukan anestesi regional pasien diletakkan dalam posisi
lithotomi
l. Untuk menghindari komplikasi orchitis dilakukan Vasektomi tanpa Pisau
(VTP)
m. Dilakukan desinfeksi dengan povidone jodine didaerah penis scrotum dan
sebagian dari kedua paha dan perut sebatas umbilicus

n. Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki dan doek


panjang berlubang untuk bagian supra pubis ke kranial.
o. Dilatasi uretra dengan bougie roser 25 F sampai 29 F
p. Sheath 24F / 27F dengan obturator dimasukkan lewat uretra sampai masuk
buli-buli.
q. Obturator dilepas, diganti optik 30 dan cutting loop sesuai dengan ukuran
sheatnya.
r. Evaluasi buli-buli apakah ada tumor, batu, trabekulasi dan divertikel buli
s. Working element ditarik keluar untuk mengevaluasi prostat ( panjangnya
prostat yang menutup uretra, leher buli dan verumontanum )
t. Selanjutnya dilakukan reseksi prostat sambil merawat perdarahan
u. Sebaiknya adenoma prostat dapat direseksi semuanya, waktu reseksi
paling lama 60 menit (bila menggunakan irigan aquades) dan waktu bisa
lebih lama bila menggunakan irigan glisin. Hal ini untuk menghindari
terjadinya Sindroma TUR.
v. Bila terjadi pembukaan sinus, operasi dihentikan, untuk menghindari
sindroma TUR
w. Chips prostat dikeluarkan dengan menggunakan ellik evakuator sampai
bersih, selanjutnya dilakukan perawatan perdarahan.
x. Setelah selesai, dipasang three way kateter 24F dan dipasang Spoel NaCl
0,9% atau Aquades.
6.

KOMPLIKASI
TURP merupakan tindakan non-invasif, namun dapat menimbulkan
beberapa komplikasi. Hahn, et al (2000) menjelaskan komplikasi tersebut
diantaranya adalah sebagi berikut:
a. Ejakulasi retrograde (60-90%)
b. Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh kolonisasi bakteri pada
prostat (2%)
c. Persistent urinary retention ketika pulang dari rumah sakit dengan
terpasang kateter (2.5%)

d. Striktur bladder (2- 10%)


e. Striktur uretra (10%) dan komplikasi kardiovaskuler misalnya Acute
Myocardial Infarction (AMI).
f. Sindrom TURP (Sindrom TURP adalah sindrom yang disebabkan karena
kelebihan volume cairan irigasi sehingga menyebabkan hiponatremia.

Anda mungkin juga menyukai