Di jalanan itu Aku berlari. Bagai burung terlepas dari sarang emas, ku seperti
kepakan sayapku. Semakin lama, makin aku tertawa. Inikah rasanya bebas.
”Sir !”
Hah, ternyata aku baru melamun. Kilasan peristiwa itu tiba-tiba saja mampir di
otakku. Apa Aku merasa bersalah ?Ah tidak, aku kan hanya ingin lepas dari beban di
keluargaku. Apa Aku rindu keluarga besarku ? Ah Tidak juga mana mungkin Aku
merindukan mereka.
”Mas !”
“Ini ya, Mas !” kata gadis itu sambil menyodorkan selembar sepuluh ribuan.
Aku bergegas membuka laci uang. Ku berikan dia uang seribuan dan lima
ratusan. Ya, disini aku sekarang di kios buku “Pirantes”. Kios yang penuh buku-buku
yang disetiap dindingnya. Buku-buku berjajar rapid an pada ujungnya hanya ada aku
Saat ini Aku memulai kehidupan baruku disini. Sebagai pelarian, Aku
memiliki banyak teman. Salah satunya adalah dia. Dengan langkah tenang dia
berjalan memasuki kiosku. Mata hitamku berbinar. Eh, tunggu siapa yang bersamanya
“Angga, kamu tunggu disini sebentar ya. Ada buku yang Aku butuhin nih”
1
Sesaat ia berjalan meninggalkan kami. Dadaku kini sesak. Ada kemarahan
yang tak bisa kubendung. Ingin Ku pukul-pukul orang didepanku ini. Tapi pikiranku
“Aku pacarnya. Kami akan segera bertunangan. Bagus sekali bukan, Ia kaya
dan cantik. Cocok sekali denganku yang anak walikota ini. Ha...ha..ha..” tawa itu
mengiringi keterpurukanku.
“Hei, kalian akrab ya. Harry buku ini kubayar nanti aja ya. Ayo, Ga” Mona
Mereka pergi diikuti tawa dari Angga. Aku tertinggal disini tampa kata. Luka
terguncang.
Dua minggu sejak peristiwa itu Aku terbangun dengan lelah. Butiran-butiran
Aku tegaskan sekali lagi pada diriku ‘Aku tidak rindu !’. Ini kebetulan ! Hanya
disampingku.
2
Aku harus melupakan mereka ! Mmm... Mungkin dengan kegiatan ! Ku
rapikan selimutku. Ku tatap papan memo di kamarku. Sabtu sepuluh Mei ? Yeah,
akhirnya ketemu jam sepuluh di Kantor Administrasi Daerah bersama Ahmad trus
Jam sepuluh, kami sudah ada di Kantor Administrasi Daerah. Aku disini
membantu Ahmad. Dia tengah mencari data keluarga Fauzan, keluarganya sendiri.
Dia bercerita padaku. Dia terpisah dari keluarganya sejak kecelakaan besar Kereta
18 Juni 2006...
Aku lagi-lagi terbangun bersama mimpi keluargaku. Ya, sudah beberapa kali
ini mimpi yang sama. Ahmad pun sepertinya juga menyadari perubahanku. Dia
bertanya padaku. Aku diam saja. Aku belum ingin berterus terang padanya tentang
Oh Mona, Aku jadi teringat dirimu. Betapa Engkau sangat baik dan cantik.
Aku merasa tak mampu menbencimu. Meski, melihatmu bersama Angga hatiku jadi
“Mona, dia tak pantas untukmu” kataku suatu sore saat hatiku benar-benar
terasa lara.
21 Juni 2006...
Hari ini Aku tidak bermimpi. Mungkin Aku terlalu lelah untuk bermimpi.
Kemarin, Aku berkerja keras. Banyak calon mahasiswa yang mencari Buku Paduan
Ujian Masuk Universitas. Makanya, Aku meminta Ahmad membantuku. Hari ini pun
3
Ternyata dugaanku tidak 100% benar. Mona juga datang. Dia tidak bersama
Angga. Memang, Beberapa hari ini ku lihat Mona selalu sendirian. Apa yang terjadi
dengan mereka ? Apa mereka bertengkar ? Tapi Mona kelihatannya baik-baik saja.
25 Juni 2006....
“Harry, apa tujuan hidupmu ?” ku pandangi Ahmad, tak biasanya dia bertanya
seperti itu.
“Memangnya kau sudah tahu tujuan hidupmu ?” hanya itu yang mampu keluar
dari mulutku.
Ingin jujur kukatakan Aku belum pernah berpikir sampai seperti itu. Aku jadi
“Kenapa tak kau cari ?” ku merasa saat itu mata sipitnya mematapku hingga
1 Juli 2006...
Aku kembali bangun dengan mimpi yang sama, keluargaku. Wajah mereka
pun kadang-kadang mampir begitu saja di pikiranku. Aku juga berfikir tentang
perkataan Ahmad. Apa tujuan hidupku ? Kenapa wajah keluargaku selalu muncul ?
Apa disana bisa kutemukan tujuan hidupku ? Jangan-jangan yang kulakukan selama
ini salah ?
7 Juli 2006....
Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Aku jadi sering ngantuk dan lelah jadinya.
4
Aku semakin merasa ini bukan tempatku. Oh Tuhan tolonglah aku...Apa yang harus
kulakukan...
8 juli 2006....
Ahmad akhirnya kuberi tahu juga masalahku. Dia bilang Aku rindu
keluargaku. Dia juga menasehatiku supaya Aku pulang. Tidak Ahmad, Aku belum
mau pulang. Aku sendiri yang memutuskan pergi, masak Aku langgar sendiri. Tidak !
“Halooo”
“Aku cuma disuruh Ahmad beritahu kamu kalo dia menunggumu di depan
gerbang Kantor Pemerintahan. Eh, Harry, kamu kenapa kelihatannya pucat ?” dia
menatapku dalam-dalam.
menjaga ini..”
“Ikut Aku !”
5
Dia membawaku menaiki bus kota. Bertanya pada orang. Berjalan di jalan
setapak. Bahkan, dia menyuruhku menyebrangi sungai dangkal. Apa yang sebenarnya
dicarinya ...
Kami berhenti didepan rumah itu. Kecil, mungil dengan cat putih yang sudah
mulai mengelupas. Halamannya hanyalah sepetak tanah kecil yang ditumbuhi bunga
mawar.
Sekarang kami sudah berdiri di depan pintu itu, dari kayu berplitur tampa
itu ornamennya ..). Aku juga tak melihat ada bel pintu rupanya.
Ahmad mulai mengetuk. Pintu berdecit. Ku lihat seorang bapak separuh baya
Sedetik kemudian....
kecelakaan Kereta Api Purwa Sembada 1554” Ahmad sudah memeluk bapak itu erat-
erat. Seakan-akan ia tak mau melepasnya. Dia juga menangis seperti menumpahkan
rindu yang selama ini dipendamnya. Bapak itu hanya tersenyum dan tak henti-
Saat itu Aku juga hampir menangis. Segalanya jadi seperti tak berarti
membutuhkanku. Mereka pun pasti mencintaiku. Ya, tunggulah Aku keluargaku Aku